[SS • 4] - Pensil

By putriayuningtyasxx

409 28 10

[Stationary Series • one shot] "Ada yang punya pensil dua, gak?" "Disya punya nih, Dan!" Dany tahu kalau Di... More

Mau pinjem pensil gue gak?

409 28 10
By putriayuningtyasxx

"Hai, nama gue blablabla,"

Sudah tak terhitung jumlah anak kelas X MIPA 6 yang memperkenalkan diri didepan kelas. Dengan nada suara yang sama, gelagat yang sama dan kata-kata yang sama.

Tiba gilirannya maju kedepan, beberapa orang berbicara dan membuat suara yang berisik.

"Nama saya Disya Anggraini Pratiwi. Saya dari SMP Z."

Setelah itu Disya kembali ke bangkunya dengan cepat. Beberapa menit kemudian beberapa anak laki-laki menyerukan namanya.

"Hai Disya!"

Untungnya saja Disya bukanlah yang terakhir memperkenalkan diri didepan kelas barunya itu. Kelas yang didalamnya ada 39 anak, yang akan menemaninya selama 3 tahun kedepan.

Sungguh luar biasa.

Itu berarti Disya masih mempunyai waktu untuk menyesuaikan diri dengan teman sekelasnya.

Saat ada lagi yang maju kedepan, seseorang menyentuh bahunya menggunakan pulpen.

"Eh, lo anak SMP Z?"

"Iya, emang kenapa?"

"Enggak sih, nanya doang. Cuma anak-anak SMP situ kok banyak banget sih yang masuk sini?" Tanya anak laki-laki yang berbadan bongsor itu.

Disya tersenyum pelan, "iyalah. 'Kan SMP Z masih satu wilayah sama SMA ini jadinya pada kesini."

"Oh gitu. Oh iya, nama lu siapa?"

Perasaan baru saja Disya memperkenalkan dirinya didepan kelas. Anak ini pasti tipe yang tidak mendengarkan penjelasan guru didepan kelas.

"Disya."

"Oh oke."

Disya ingin menanyakan nama anak itu, tetapi yaudah lah. Toh nanti dia akan tahu sendiri nama semua anak dikelas ini.

Masih ada beberapa anak lagi yang perkenalan, dan menurutnya itu lumayan menghibur karena beberapa dari mereka kadang bertingkah konyol. Hari itu dia lewati dengan mencoba mengenali wajah dari teman satu kelasnya.

Detik berganti menit, menit
berganti jam, jam berganti hari, dan hari berganti bulan.

Seiring berjalannya waktu, tak terasa sudah 4 bulan menjelang mereka memasuki masa SMA. Sejauh yang Disya rasakan, masa SMA nya benar-benar biasa. Tidak seperti yang digambarkan oleh puluhan novel yang dibacanya, dan ucapan sang mama yang berkata masa SMA adalah masa mencari jati diri dan mencari laki-laki yang baik untuk dijadikan 'teman'.

Oh, mungkin karena baru beberapa bulan jadi belum terasa. Atau mungkin karena Disya anak yang biasa saja jadinya hari-hari disekolah pun terlampau biasa.

Tapi itu tak berlangsung lama, saat dia mulai mengenal salah satu teman sekelasnya.

Namanya Dany.

Dany itu, bagaimana ya menjelaskannya?

Menurut Disya, Dany itu baik, lucu, terus lebih pendek dari teman-temannya yang lain meskipun tetap lebih tinggi dari Disya. Awalnya biasa saja, sampai saat itu pembagian kelompok bahasa sunda.

"Ayo, neng, tong berhitung ya dari barisan ujung sana," Ujar Bu Asih.

Akhirnya satu kelas pun berhitung. Sampai tiba giliran Disya, dan dia kedapatan nomor 8 yang berarti dia akan berada di kelompok 8.

Semoga anak-anaknya seru ya.

Tapi harapan tinggallah harapan, saat mengetahui bahwa teman satu kelompoknya adalah orang yang belum dikenalnya.

"Yah,"

Tanpa sadar Disya mendesah kesal, dan Bu Asih menyadari hal itu. Bu Asih pun melayangkan tatapan bertanya kepada Disya.

"Itu neng yang disana, kenapa ngomong 'yah'? Gak suka sama kelompoknya?" Tanyanya sambil berkacak pinggang. Yang ditanya pun hanya menggeleng pelan entah menandakan 'ya' atau 'tidak'.

"Kamu kelompok berapa?"

"Delapan, bu."

"Coba yang ada di kelompok delapan ngacung!"

Dan beberapa teman Disya yang satu kelompok mengacungkan tangannya. Dan sepertinya mereka pun beranggapan sama dengan Disya, bahwa mereka pun tidak menyukai kelompok ini.

"Pokoknya ibu gak mau tahu ya, kelompok yang ibu tentuin sekarang itu gak akan berubah sampe semester depan."

Setelah Bu Asih berkata seperti itu, pundak Disya luruh. Bagaimana dia bisa tahan dengan kelompoknya sekarang? Bahkan tidak ada satupun yang dia kenal, dan Disya bukan tipe orang yang akan membuka percakapan lebih dulu.

"Sekarang kumpul sama kelompoknya masing-masing."

Mau tak mau Disya pun bangkit dan menuju dimana kelompoknya berada. Semua terlihat biasa, tapi Disya merasa kelompoknya seperti terkucilkan karena berada di pojok ruangan dan hanya terdiri dari 4 orang sedangkan yang lainnya 5 orang.

Disya yang sedang tidak enak badan pun mencoba untuk memperhatikan tugas apa yang diberikan sang guru.

Beberapa kali Disya bersin dan menarik ingusnya keras. Pusing di kepalanya pun tak kunjung reda, dan suhu tubuhnya yang meningkat pun tidak membantu sama sekali.

Tapi dia tidak sendiri. Disampingnya, ada seseorang yang sama dengannya. Menarik ingus, peluh yang berceceran dan hidung yang merah.

Dia, Dany.

Saat pertama memperhatikan, Disya berpikir, ini cowok kok pendek banget sih? Tapi lucu bisa samaan gitu sakitnya kayak gue.

Saking sibuknya memikirkan cowok disebelahnya, Disya pun tidak sadar bahwa Bu Asih sudah menghilang dari kelas.

"Loh, ibunya kemana?"

"Lu gak perhatiin emang?" Tanya salah satu teman sekelompoknya yang bernama Nauval.

Disya pun tidak menjawab. Selain karena bingung ingin menjawab apa, dia pun takut pada anak gendut yang berada didepannya ini.

Dia pun mengalihkan pertanyaan, "tadi ada yang ngerti gak disuruh ngapain?"

Tak disangka Dany pun menjawab, "tadi disuruh nyari video pidato bahasa sunda terus lu tulis omongannya dikertas terus diterjemahin. Videonya harus didownload juga."

Yaelah, ribet amat sih. Kayak penting aja pelajarannya. Batin Disya kesal.

"Yaudah bagi tugas aja. Yang nyari video siapa?"

Yang lain pun hanya diam. Disya hampir melupakan teman perempuan satu-satunya yang sekelompok dengannya, Tania.

Kondisinya yang tidak memungkinkan membuatnya malas untuk berkoordinasi dengan yang lain.

Tanpa bisa dicegah, bersin yang coba ditahannya pun keluar. Karena bersin yang terlalu kencang, kepalanya yang pusing pun menjadi-jadi. Disya pun meletakkan kepalanya diatas meja. Persetan dengan tugasnya itu bisa diurus minggu depan.

"Sya, lo sakit ya? Mau gue bawain obat gak?" Tanya Tania yang kebetulan merupakan anggota PMR.

Disya yang menelungkupkan kepalanya dimeja pun hanya bisa mengangguk pelan. Baru saja Tania beranjak dari kursinya, Dany pun menahannya.

"Buat gue juga ya, Tan. Pusing banget pala gue."

"Lo sakit juga, Dan?"

Dany mengangguk pelan. Setelah itu Tania pun pergi dari kelas menuju UKS.

Disaat kelompok lain mulai mengerjakan, hanya kelompok Disya yang terlihat santai. Tidak tahan dengan suasana diam begini, Disya pun mengambil inisiatif.

"Yaudah deh gini aja. Tugasnya dikerjain besok atau lusa aja. Sekarang bagi-bagi aja dulu."

Dany dan Nauval pun mengiyakan.

"Gue orang sunda sih, kalo nerjemahin gue bisa minta tolong bokap gue. Tapi sundanya kasar, jadi gak tahu bisa apa enggak. Nanti gue tanya dulu."

"Oke oke."

Nauval pun menambahkan, "gue yang nyari video dah."

Disya pun mengangguk, "yang bawa laptop? Gue gak bisa soalnya laptop gue rusak."

Dany pun kembali menjawab, "yaudah gue dah."

"Oke berarti nanti abis video didownload terus dengerinnya bareng bareng aja. Nanti kalo bisa gue sama Tania yang nulis sundanya."

Semuanya pun sepakat dan Nauval pun kembali ketempatnya. Sementara Disya dan Dany tetap ditempatnya seraya menunggu Tania yang membawa obat.

Memang tidak ada yang spesial saat itu. Tapi dari hari ke hari, ada saja sesuatu di diri Dany yang membuatnya terkesan. Tanpa sadar, sejak hari itu pandangannya terhadap Dany berubah. Dia bukan lagi sekedar teman kelas dimata Disya, tetapi lebih dari itu.

^•^•^

"Kayaknya gue suka deh sama Dany."

Mila yang mendengar pun terkejut, "serius?! Cieee!"

"Ssstt, jangan berisik."

"Ih emang sejak kapan?"

"Gak tahu juga sih."

Dua sahabat itu sedang bertukar cerita dibelakang kelas. Suasana free class pun membuat mereka bisa leluasa untuk bercerita.

"Kayaknya sih udah lama, Mil. Tapi kok gue ngerasanya Dany kayak benci banget ya sama gue?"

"Hah? Benci gimana?"

"Gak tahu. Tapi gue ngerasa dia sama yang lo sama yang lain tuh main bareng aja tapi pas ada gue tuh dia malah pergi gitu. Masa dia tahu sih gue suka sama dia?"

"Perasaan lo doang kali?"

"Sumpah ya, gue udah merhatiin dari lama. Sejak ultah gue apa ya. Padahal tuh waktu itu dia masih ngucapin terus masih meperin krim ke muka gue. Kok jadi beda gitu sih?"

"Enggak, Sya. Dany emang gitu kali anaknya. Gue aja kadang dicuekin kok."

"Tapi dia beda sama gue."

Mila yang mendengarnya pun mendesah pasrah, "tapi gak mungkin dong dia benci sama lo kalo gak ada alesannya."

"Ya alesannya karena gue suka sama dia."

"Gak mungkin lah anjir. Parah banget dong kalo kaya gitu."

Disya yang mendengarnya pun mulai memikirkannya. Apa perasaannya saja? Apa dia yang terlalu baper?

Tapi lamunannya berubah saat teman satu kelasnya berteriak didepan kelas, "ada Bu Sulis!"

Yang lain pun langsung menuju ke bangkunya masing-masing. Disya yang masih tetap ditempatnya pun tak sadar bahwa bangku yang didudukinya adalah punya Dany.

"Misi."

Itu dia.

Disya memandang wajah Dany dengan diam-diam.

Benar. Yang ada hanya wajah datarnya saja. Senyum yang biasanya dia perlihatkan pada semua orang seperti enggan muncul saat orang itu adalah Disya.

"Misi!"

Disya terkejut karena tiba-tiba suara Dany seperti berteriak. Teman satu bangkunya pun menyenggol Dany pelan.

"Lu sama cewek masa gitu sih, Dan?"

Rasanya saat itu Disya ingin menghilang saja dan pergi dari sekolah sejauh yang ia bisa.

"Yaudah, mi-si ya." Ucapnya penuh penekanan.

Disya pun pergi dari sana dan kembali ketempatnya. Dany benar-benar membencinya, dan Disya tidak tahu kenapa.

Saat kembali ke bangkunya, Disya menundukkan kepalanya berusaha menghalau airmata yang sebentar lagi jatuh.

"Sekarang ibu mau mengadakan post test. Keluarkan pensil dan penghapusnya, yang menggunakan pulpen tidak ibu terima."

Seketika kelas pun riuh karena adanya tes dadakan.

"Ada yang punya pensil dua, gak?"

"Disya punya nih, Dan!"

Dany tahu kalau Disya punya, tapi dia tetap mencari ke temannya yang lain dibandingkan harus meminjam punya Disya.

"Ih dibilangin Disya punya juga."

"Udah kenapa, Mil. Udah tahu Dany gak mau berurusan sama apapun tentang gue." Ucap Disya pelan.

Mila menatap Dany aneh, "sumpah ya Dany tadi ngeliat kesini tapi dia langsung pergi gitu."

Disya menghembuskan napas pelan.

"Dibilangin gak percaya."

Disya langsung menyiapkan kertas selembar dan tempat pensilnya. Sementara tes mau dimulai, Dany masih mencari siapa yang mempunyai pensil dua. Diantara yang lainnya hanya memiliki satu, atau tidak rela dipinjam karena takut hilang.

"Mau pinjem pensil gue gak?" Tanya Disya memberanikan diri.

Dany tetap tidak menoleh. Dengan muka setebal badak, Disya mengencangkan suaranya.

"Dany!"

Yang dipanggil pun akhirnya menoleh dengan muka datar, "apaan?"

"Pensil mau gak?"

Yang ditanya langsung mengambil pulpen teman sebangkunya. Yang diambil pun ribut tidak rela pensilnya diambil.

"Balikin ah!"

"Pinjem napa si!"

"Itu Disya ada ngasyi!"

Dan Dany tidak membalas perkataan Gery itu. Dengan muka kesal Gery pun memanggil Disya, "Sya, pinjem pensil dong."

Dengan muka yang berusaha biasa saja, Disya pun menyerahkan pensilnya ke Gery.

Sudah jelas semuanya. Seharusnya dari awal dia tidak usah mengenal Dany sejauh itu. Kalaupun dia tahu kalau Disya menyukainya, bisakah dia bersikap biasa seolah tidak tahu apa-apa? Kenapa harus seperti itu? Disya kesal karena diperlakukan seperti itu, tapi Disya lebih kesal karena sudah menyukai orang yang salah.

Dan bukan di hari itu saja, bahkan setelahnya Dany benar-benar berubah. Memang dia dan Dany baru mengenal beberapa bulan tetapi Disya yakin kalau Dany berbeda dari saat pertama mereka kenal.

Dany tidak pernah mau jika berinteraksi langsung dengannya, Dany bahkan memilih memberikan daftar nilai ke temannya untuk di setor ke Disya daripada memberinya langsung, Dany baik ke semua teman Disya tapi tidak padanya. Bahkan, setelah satu kelas tahu dia tidak memberikan respon apapun.

Itu artinya, Disya sudah ditolak sebelum bertindak, bukan?

Dan lucunya, Disya tetap menyukainya hingga tahun terakhirnya di SMA. Hal apa yang lebih bodoh dari ini?

TAMAT

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
8.3M 518K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
1.6M 124K 57
Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebagai sekretaris pribadi Jeffrey Alexander...
257K 8.3K 60
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.