My Psychopath Boyfriend

By FalNti_Ageha

535K 30.6K 2K

Highest rank #1 in mystery/thriller : 25 Mei 2017 #2 in mystery/thriller : 17 April 2017 *** Di tahun 2076... More

Prolog
1. Kill
2. Pembunuhan
3.Meet Him...
4. ...
5. It's not your business
6. CCTV
7. My Way To Kill Her
8. We Are Couple?!
9. Suspect
10. Found You
11. Command And Help
12.Just Little
13. The Sacrifice Wasn't Fair
Chap Bonus : Lebaran ala si hemat, Freink
15. In Path
Dictionary
16. Assembly
17. Remember The Past : Munakata And Mikoto-Damocles And Dresden
18. Remember The Past : Mikoto and Munakata-Dresden and Damocles
19. Lion And Pray
20. Wife Meet Her Dead Husband
21. Interrogation
22. Past Love
25. Ugly Hole
26. New Organitation
About This Story
27. The Death Of Earl Walton Odd I
28. The Death Of Earl Walton Odd II
Coffee Break
29. Dinner
30. New Organitation II
31. I Just Want You
32.Fact
33. Move
34. Crazy Girl
35. Memories
36. Heart Problem
37. Kindness
38. Traitor
39. Hallucinations
40.Nothing
41. Run the Plan
42. Play My Rule

14. What's The Matter Of You?

10.7K 642 51
By FalNti_Ageha


***

Mikoto kini menatap Freink sembari menopang dagu, di samping Mikoto berdiri seorang pria berwajah lembut, tengah tersenyum kearah Freink.

"Elias melapor padaku, jika kau memukuli anak buahnya," ujar Mikoto.

Freink menatap pria disamping Mikoto, ya, dia Elias. Elias K. Ergen, seorang anggota Dresden yang punya banyak anak buah. Dan beberapa anak buahnya Freink hajar waktu itu. Elias yang memiliki kewajiban untuk mengatur semua yang dilakukan anggota Dresden sesuai rencana. Bisa dikatakan jika dalam sebuah kerajaan, Elias adalah Jenderal.

"Itu benar, itu karena mereka menyerang milikku," ujar Freink datar.

Milik? Mikoto menyeringai, ia paham maksud Freink. Freink selama ini mempunyai banyak buruan, dan buruan itu adalah orang yang akan ia bunuh di waktu yang sama ketika ia menyiksa. Jika Freink mengatakan seseorang adalah miliknya, maka Freink akan menjaga orang itu. Tak ada yang boleh mencelakainya, karena orang itu akan menjadi bahan siksaan berikutnya, berkali-kali. Tapi tentu saja, 'miliknya' itu tidak akan ia bunuh.

"Begitu rupanya." Mikoto menatap Elias.

"Elias, kau maafkan saja dia," ujarnya.

"Baik, Mikoto." Elias mengangguk paham.

"Sudah selesai urusannya? Kalian boleh pergi." Mikoto menyenderkan diri di kursinya. Freink dan Elias meninggalkan ruangan bersamaan.

"Kurasa kau sedikit sibuk akhir-akhir ini, Freink," ujar Elias.

"Aku menjadi dosen di universitas St.Galgano." Freink menjawab tanpa menatap lawan bicaranya. Ia berjalan menelusuri lorong gelap itu, dan Elias berjalan tepat di belakangnya. Lorong gelap yang sehari-hari jadi makanan anggota Dresden jika keluar dari ruangan. Lorong berwarna merah gelap, dengan beberapa lampu temaram di langit-langit. Terlalu mewah untuk sebuah markas.

"Kudengar dari Izumo, kau terkadang bersantai di cafe bersama seorang gadis. Apa orang itu yang kau sebut 'milikmu'?" tanya Elias sembari mengambil sebatang rokok dan mulai menghisapnya. Suara sepatu mereka memenuhi lorong, hening sekali.

Freink mengangguk. "Siapa Izumo?" tanya Freink.

"Kau tak tahu tentang dia? Baiklah, itu wajar karena dia sangat jarang menunjukkan diri di hadapan kita, tapi tanpa kau sadari mungkin saja ia dan anak buahnya berkeliaran dan sedang mengamati kita," jelas Elias.

"Bukankah itu tugasmu dan anak buahmu?" Freink menatap Elias.

"Kau benar, aku juga melakukan hal itu. Tapi dia juga ikut memantau, lagipula jika ada dia tugasku tak terlalu berat,"-Elias menghisap rokoknya dan melepasnya sehingga keluar asap dari mulutnya-"dia bertugas di bidang senjata. Kau tak pernah pergi ke gudang senjata Dresden. Jadi itu wajar, Izumo selalu sibuk di sana. Ia juga anggota yang paling jarang menemui Mikoto."

"Tentang kematian Saruhiko, apa Damian yang membuat racunnya?" tanya Freink.

"Damian Stanler? Ya, dia yang membuatnya," jawab Elias singkat.

"Kudengar, dia mempunyai hubungan dengan seseorang di Damocles." Freink belok ke sisi kanan lorong, dan Elias masih mengikutinya.

"Itu benar, kebanyakan anggota Dresden punya hubungan masa lalu dengan Damocles. Sebut saja ketua kita, Mikoto. Dia teman Munakata, lalu Izumo juga punya hubungan, tapi aku tak tahu hubungan semacam apa," Elias kembali menjelaskan.

Tak lama dari arah lawan, seorang gadis kecil tengah berlari kecil kearah mereka. Gadis itu menatap Freink dan Elias dengan senyuman.

"Carmia, kau tak boleh berlarian di lorong," ujar Elias memperingatkan.

"Maaf, aku akan menemui Mikoto," ujar gadis itu dengan senyuman. Ia menggenggam tangan boneka kelinci berwarna merah, gadis ini benar-benar penyuka warna merah.

"Mau kutemani?" tanya Elias.

"Tak perlu." Sebuah suara menyahut.

Dari lorong sebelah kiri, Roibeart dan Lucia muncul. Roibeart segera menggandeng tangan Carmia.

"Carmia bersamaku saja, aku dan Lu juga akan menemui Mikoto," ujar Roibeart.

"Ah, pasangan serasi yang menggandeng seorang gadis kecil, manis sekali." seringai Elias terbentuk. Ya, Roibeart dan Lucia adalah pasangan kekasih, sudah banyak anggota Dresden yang tahu, dan sudah banyak yang melestarikan budaya Elias, menggoda Roi dan Lu.

"Berisik kau!" Roibeart berjalan melewati Freink dan Elias. Lalu Carmia melambaikan tangannya dengan senyuman di wajahnya, benar-benar gadis yang manis.

"Aku akan pergi Elias, ada urusan." Dengan langkah cepat Freink meninggalkan Elias seorang diri.

***

"Ugh." Mila meringis pelan, kini ia terduduk di lantai konseling, dengan kertas berhamburan di sekitarnya. Jika kalian bertanya mengapa, ia jatuh tersandung oleh sepatunya sendiri. Ia melepas sepatu itu ketika memasuki ruang konseling dan menaruhnya sembarangan, karena ia terlalu bersemangat dengan tumpukan kertas yang ia bawa.

Ckrek!

Suara knop pintu terbuka, Freink berdiri diambang pintu menatap Mila datar.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya.

"A-aku? Aku hanya sedang duduk di sini, cuaca cukup panas. Ahahaha," ujar Mila sembari tertawa ringan.

Freink mendekati gadis itu, membantunya berdiri. Tak lupa mengumpulkan kertas yang berserakan dan memberikannya kepada Mila.

"Dasar aneh," gumam Freink lantas meninggalkan ruangan.

"Sebenarnya dia ke konseling untuk apa jika tak lama pergi lagi?" gumam Mila pada diri sendiri.

Ia meminjam meja kerja Nazaki, dan kembali berkutik ke tumpukan kertas berisi konseling universitas. Lalu beberapa, berisi laporannya untuk Ouji Munakata.

'Kepada Ouji Munakata-san

Aku disini sudah mulai memperhatikan gerak-gerik Freink Halmer. Selama ini belum ada yang mencurigakan. Aku akan berusaha lebih dekat lagi dengannya Ketua, kuharap anda mau bersabar.' Send Message

Mila menatap ke keluar jendela, cuaca cukup terik untuk ukuran musim semi. Ia ingin segelas air dingin.

Ckrek! Tak lama pintu konseling terbuka. Dan muncul si wajah datar Freink. Dengan kantong plastik di tangan berisi minuman kaleng.

"Ini untukmu." Freink melemparkan salah satu minuman ke arah Mila. Tak lupa gadis itu ucapkan terimakasih. Ia menengguk minuman itu sampai setengah kaleng, cukup memuaskan dahaga.

"Jalanan Roma sangat ramai," ujar Freink memulai pembicaraan.

"Kau benar, aku ingin pergi ke Spanyol." Mila menjatuhkan kepalanya ke atas meja.

"Kalau begitu sama, meskipun tak jauh berbeda dengan Italia. Tapi tentu saja, ada banyak hal yang ada disana namun tak ada disini." Freink meminum minumannya. Lalu berjalan kearah jendela. Menggeser kaca dan bermain dengan bunga di pot tepat didepan jendela.

Mila mengangkat wajahnya, mencari sosok Freink. Ditemukannya pemuda itu tengah bermain dengan mawar merah di dekat jendela. Memainkan batangnya yang berduri membuat jemari pucat itu terluka.

"Freink, kau terluka." Mila segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Freink. Memperhatikan jemari pemuda itu yang baru saja teriris duri tajam.

"Fisik mudah terluka sama seperti hati. Tapi luka fisik lebih mudah sembuh daripada hati." pemuda itu menatap lukanya yang perlahan menjatuhkan tetesan darah.

"Freink." Mila menggumamkan nama pemuda itu.

"Tapi aku tau itulah kehidupan dunia. Namun jika aku mati, apa aku akan tetap bahagia?" Freink menatap Mila.

"Tentunya Freink, bagaimana kau hidup, dan bagaimana kau mati itu pilihanmu." Mila tersenyum kearah Freink.

"Apa maksudmu? Mati adalah pilihan kita?" mengernyitkan dahi, tak paham akan maksud perkataan gadis dihadapannya. Apa mungkin dia Tuhan yang bisa mengatur kematian?

"Seperti mati untuk melindungi orang lain. Sama seperti cara Ibuku untuk mati." -Mila tersenyum tipis-"aku yakin karena dia melindungi orang lain, dia akan bahagia di alam sana, itu pasti."

Freink terdiam, samar bayangan ingatan masa lalu menghantuinya. Rasa sakit di kepalanya begitu juga hatinya sangat terasa. Walaupun mungkin air matanya telah habis kala itu, di kala kematian orang tuanya. Ia masih bisa merasakan kesedihan, ya walaupun hanya sedikit. Dan akan segera menghilang begitu ia menginginkannya. Dan akan kembali ketika sesuatu merangsang ingatannya. Seperti magnet Utara dan Selatan yang akan saling menarik ketika bertemu.

Pintu ruangan kembali terbuka, muncul seorang pemuda berambut kecoklatan tersenyum tipis ke arah mereka berdua. Mungkin tidak bisa disebut senyum tipis, ada banyak arti di dalam senyum itu.

"Informasi yang kucari benar adanya. Freink Halmer tetanggaku sekaligus sahabatku bersama teman lamaku, Mila Lawson benar-benar diberi tugas oleh Dosen Masuo untuk menjaga konseling." senyuman itu bertambah lebar, penuh arti membuat Mila menelan ludah seketika. Dreaf Regis, sudah sangat lama sejak terakhir kali bertemu. Gadis itu melirik Freink, keringat dingin membanjiri pelipisnya. Berharap lidah Dreaf tidak akan terpeleset untuk membahas kasus Lerna Regis yang dulu ia tangani. Ataupun menanyakan kemana perginya psikolog Mila yang tiba-tiba digantikan oleh penyidik lain. Untung saja di awal pemuda itu dengan lancar menyebutkan dirinya sebagai teman lama. Seperti yang ia inginkan, dan berharap Dreaf akan peka untuk tetap tidak mengungkit dirinya yang seorang forensik psikologi di hadapan Freink.

"S-sudah sangat lama tidak bertemu, Dreaf." Mila berujar dengan nada gugup. Sial! Mengapa dirinya tak bisa mengendalikan diri. Jika begini maka Freink akan curiga. Mila tersenyum tipis, bibirnya bergetar. Ini benar-benar menjengkelkan, rasa khawatirnya lebih besar daripada pengendalian dirinya.

"Ibuku telah bebas, aku bersyukur kepada orang-orang yang menangani kasusnya." Dreaf menatap Mila lalu kembali menatap Freink. Mungkin terimakasih singkat, itu bagus Dreaf!

"Aku juga bersyukur tentang Ibumu. Aku tau jelas bahwa Ibumu tak mungkin melakukannya." Freink berujar pelan.

"Apa kalian berpacaran sekarang?" pertanyaan tak terduga keluar dari bibir manis seorang Dreaf.

"Tidak! Apa yang kau maksud? Aku dan Freink hanya menjaga konseling bersama. Mengapa kau berpikir jauh kesana?" ujar Mila lalu menatap Freink. Berharap pemuda itu ikut mengatakan hal yang sebenarnya. Namun bibir pemuda itu tertutup rapat, tak ada ekspresi apapun tak seperti yang ia harapkan. Ah, apa yang ia harapkan dari seorang bermuka datar? Pemuda itu masih menjadi teka-teki tersendiri baginya.

"Oh ayolah, aku hanya bertanya." Dreaf terkekeh geli.

"Kupikir mengapa sahabatku tak mengunjungiku lagi, rupanya sedang sibuk sekarang ini," ujar Dreaf lagi.

"Aku bukan seorang pengangguran Dreaf," desis Freink sembari tersenyum kecut.

"Setidaknya jika kau bukan pengangguran jangan terlalu pelit dengan sahabatmu sampai hanya memberi roti tawar, kau pikir aku kucing jalanan?" Dreaf menatap sinis.

Tok! Tok!

Suara pintu yang diketuk mematahkan perdebatan kecil antara Freink dan Dreaf. Muncul seorang pemuda bersurai hitam, dengan manik cokelat menatap kearah Mila.

"Luke?" gumam Mila. Terkejut bukan main, ini berbahaya! Jika Luke menyebutkan hal diluar rencana di depan Freink, usai sudah. Pikiran Mila berlarian kemana-mana, memikirkan beribu alasan agar Freink tidak curiga.

Luke melangkahkan kaki, menggenggam erat lengan Mila. "Kau bertukar posisi dengan Nazaki dan tidak memberitahuku?!"

Mila menelan ludah. "Luke, a-aku bisa jelaskan nanti. Tapi tidak sekarang."

"Kenapa?"-Luke merendahkan nada suaranya, lalu dengan tajam menatap Freink-"Apa karena pemuda itu?"

"Bukan, bukan dia. Dia tidak tau apa-apa tentang hal ini." Mila meninggikan suaranya.

"Kalau begitu jelaskan mengapa sahabat perempuanku bisa berdua dengan seorang lelaki berwajah datar," desis Luke.

"H-hei, aku juga ada disini!" tukas Dreaf.

"Diam!" Luke menggertak, "kau terlalu pendek, oleh karena itu aku tidak melihatmu tadi."

Oke itu cukup sakit, Dreaf tahu dia masih berumur 23 tahun. Pertumbuhannya sangat lambat, oh tapi tolong saja. Ia masih bertambah tinggi walaupun umurnya sudah 23 tahun. Meskipun ia jika dibandingkan dengan Freink ataupun Luke, tingginya hampir sepadan dengan Mila.

"Aku akan membeli obat penambah tinggi badan pulang nanti," gumam Dreaf.

"Sekarang ikut aku Mila, jelaskan apa yang terjadi disini. Seorang Masuo Nazaki akan sangat pelit akan informasi." Luke menarik lengan Mila, tapi tanpa disangka lengan Mila yang satunya ditarik oleh Freink.

"Aku tak mengizinkan gadis ini pergi denganmu," ujar Freink datar.

"Huh? Siapa kau? Apa hubunganmu dengan Mila?" tanya Luke menaikkan alis.

"Aku Freink Halmer, dan status ku dengan Mila? Dia milikku," ujarnya datar.

Wajah Mila memucat, apa-apaan barusan tadi. Bukannya ia merasa senang ataupun malu sehingga wajahnya memerah, ia malah merasa takut dengan Freink. Itu terlihat seperti psikopat yang ingin memangsa buruannya. Dengan wajah datar pemuda itu mengatakan kata-kata terlarang di hadapan Luke.

"Milikmu katamu!"-Luke menarik Mila kedalam pelukannya-"dia yang akan menjadi milikku."

'Luke mulai lagi,' batin Mila

"Tadi kau bilang jika dia sahabatmu." Freink menaikkan alis.

"Ya, setelahnya Mila akan menjadi milikku," desis Luke dengan tatapan tajam. Mereka berdua terlihat seperti kucing yang berebut seekor ikan.

"Hei, Mila milikku," tukas Dreaf.

"Diam!" ujar Freink dan Luke secara bersamaan.

"Biarkan aku selesaikan masalah dengan si wajah datar ini, pendek." Luke menatap tajam kearah Dreaf.

'Oke, aku benar-benar akan membeli obat penambah tinggi badan nantinya,' batin Dreaf.

***

Oke, tunggu Chapter depan. Menunggu kucing yang berebut makanan.

Luke : Mila milikku #menatap tajam kearah Freink. #sembari memeluk Mila

Freink : Dia yang milikku #todong pistol

Dreaf : #minum obat penambah tinggi. Oke mari kita beri waktu kepada Freink dan Luke untuk berdebat. Apa aku sudah terlihat tinggi sekarang?

#Carmia dan Roibeart lewat di depan Dreaf.

Carmia : Roibeart, lihat! Ada anak remaja yang meminum racun bunuh diri! #sembari menunjuk Dreaf

Roibeart : Itu bukan anak remaja Carmia, tidak lihat dia memakai jas universitas St.Galgano? Lagipula yang diminumnya itu obat penambah tinggi badan bukan racun. #tertawa kecil

Mikoto : #menepuk pundak Dreaf. Hei jika ingin bunuh diri, anak buahku punya banyak persediaan racun arsenik. Kau mau? #sekalian promosi.

Dreaf : Errr tidak, terimakasih.😓😓 Baiklah Chapter selanjutnya 'In Path', harap bersabar menunggu kelanjutannya.

Ah dan juga ini fotoku,

Dreaf Regis

Lebih tampan dari Freink kn, Ah atau mungkin aku manis kn kn?

Freink : 😒😒

Friday, 30 Juny 2017

Love Author To All . . .

Continue Reading

You'll Also Like

S E L E C T E D By mongmong09

Mystery / Thriller

316K 16.7K 31
Tentang obsesi seorang pria misterius terhadap seorang gadis yang menolongnya. ---------------------------------------------------- Raina Karlova, se...
KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.4M 543K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
692K 61.4K 45
Diterbitkan oleh Penerbit LovRinz (Pemesanan di Shopee Penerbit.LovRinzOfficial) *** "Jangan percaya kepada siapa pun. Semua bisa membahayakan nyawam...
The William By 우아한

Mystery / Thriller

4.5K 722 28
Menceritakan tentang kisah 3 remaja, Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, Bhavya Rasha William. Tiga saudara yang tidak akan pernah lepas d...