Antipole

By nunizzy

2.1M 232K 31K

•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang presta... More

Prolog
1st Pole
2nd Pole
3rd Pole
4th Pole
5th Pole
6th Pole
7th Pole
8th Pole
9th Pole
10th Pole
11th Pole
12th Pole
13th Pole
14th Pole
15th Pole
16th Pole
17th Pole
18th Pole
19th Pole & QnA
20th Pole & Giveaway Time
21st Pole
22nd Pole
23rd Pole & Disclaimer
24th Pole
25th Pole
26th Pole
27th Pole
28th Pole
QnA
29th Pole
30th Pole
31st Pole
32nd Pole
33rd Pole
34th Pole
35th Pole
36th Pole & Promotion
37th Pole
Fun Facts
39th Pole
40th Pole
41st Pole
42nd Pole
43th Pole
44th Pole
45th Pole
46th Pole
47th Pole
48th Pole
49th Pole
50th Pole
51th Pole
52nd Pole & QnA#2
53th Pole
54th Pole
55th Pole
Sekilas Promo
QnA#2 (Part 1)
QnA#2 (Part 2)
56th Pole
57th Pole
58th Pole
Epilog
Pidato Kenegaraan Antipole

38th Pole

25.7K 3.1K 79
By nunizzy

38th POLE

~~||~~

Masa pengenalan lingkungan sekolah.

Hari ini, seluruh siswa baru SMA Integral melaksanakan MPLS, yang dahulu familier disebut dengan MOS–masa orientasi siswa.

Inara tergabung dalam panitia MPLS dan ditempatkan sebagai koordinator bidang keamanan sekaligus ketua komisi kedisiplinan. Sejujurnya, gadis itu tidak bisa marah-marah seperti anggota komdis yang lainnya.

Gadis itu hanya akan menunjukkan ekspresi dingin atau datarnya, seraya memberitahu dengan tegas jika ada siswa yang berbuat kesalahan.

Tepat dua tahun yang lalu, Inara juga berada di posisi adik-adiknya yang baru masuk ini. Ia ingat kala itu ia sempat ditawari untuk masuk Blackpole oleh Bayu.

"Dek. Di sekolah kita ini ada komunitas keren, loh." seorang lelaki mengucapkan sebaris kalimat setelah berhasil mencuri perhatian perempuan yang kini menatapnya penasaran.

"Oh, ya, Kak?" tanya perempuan berkepang itu dengan antusias.

Suasana aula yang ribut menyebabkan ia harus sedikit berteriak ketika berbicara dengan seniornya itu. Hari ini, hari terakhir masa orientasi siswa. Peserta MOS diperbolehkan untuk berkeliling aula, melihat stand-stand yang sudah dipersiapkan oleh masing-masing ekskul sebagai ajang promosi ekskul.

Peserta MOS juga diperbolehkan untuk mendaftar pada ekskul yang mereka minati. Ada juga senior-senior yang menghampiri satu per satu adik kelasnya untuk promosi ekskul. Tidak lupa dengan seikat brosur ekskul di tangan mereka.

"Iya. Jadi di sana, kamu bisa kenal sama kakak-kakak kelas, bahkan sama alumni juga." laki-laki itu tersenyum ramah. "Kalo kamu tertarik, balikin formulir ini, ya." ia lalu memberikan selembar kertas berisi data diri yang harus diisi perempuan itu jika ingin bergabung.

Perempuan itu mengambil selembar kertas tersebut. Belum sempat ia mengucapkan terima kasih, seseorang berbicara melalui pengeras suara.

"Perintah tegas dari kepala sekolah! Siswa yang bukan panitia MOS dan peserta MOS, diharapkan untuk meninggalkan aula!"

Pengumuman itu mengejutkan seluruh siswa yang berada di ruangan itu. Nada tegas dari ketua umum OSIS yang berbicara melalui pengeras suara terdengar kentara. Aura dingin memenuhi seisi aula. Suasana seakan membeku. Tidak ada yang berani bergerak dari tempatnya.

"Pengulangan pertama. Siswa YANG BUKAN panitia MOS dan peserta MOS, diharapkan untuk MENINGGALKAN AULA SEGERA!"

Mendengar nada bicara ketua umum OSIS yang sudah mulai meninggi, seluruh siswa-siswi anggota ekskul yang bukan panitia MOS bergegas meninggalkan aula, termasuk laki-laki yang berbicara dengan sang perempuan. Sebelum ia meninggalkan aula, lelaki itu menyempatkan diri untuk berbicara.

"Jangan lupa dibalikin, lho, formulirnya," ucap lelaki itu seraya tersenyum unjuk gigi.

Perempuan itu mengangguk dengan senyum polosnya, berbeda dengan teman-temannya yang sudah ribut menanyakan apa yang baru saja terjadi, mengingat begitu keras nada yang dilontarkan seniornya.

"Ada apa, sih?" seseorang menepuk pundaknya.

Perempuan itu membalikkan badannya, dan menemukan seorang perempuan dengan rambut coklat yang dibiarkan tergerai.

"Gue nggak tahu juga. Ngomong-ngomong, lo berminat masuk komunitas ini, nggak?" tanyanya seraya menunjukkan kertas yang dipegangnya.

"Blackpole? Apaan tuh? Gue nggak pernah denger."

"Gue juga baru denger. Kayaknya bukan ekskul, deh. Cuma komunitas doang. Masuk, yuk," ajak perempuan berkepang itu.

"Seluruh peserta MOS diharapkan duduk per kelompok, dan untuk panitia MOS, harap berkumpul di sumber suara."

Percakapan mereka berdua terputus oleh pengumuman yang diberikan oleh ketua OSIS. Kedua perempuan itu bergegas mengambil tempat duduk.

"Langsung saja. Di sini, saya selaku ketua umum OSIS menegaskan bahwa Blackpole adalah komunitas terlarang dan tidak diakui keberadaannya di SMA Integral. Tidak ada satu pun murid yang boleh bergabung, karena sekali kalian masuk, kalian akan terikat di sana. Bagi yang kedapatan mengikuti komunitas itu, sanksi akan diberikan."

Kedua perempuan itu terkejut, kemudian saling pandang.

"Blackpole?" gumam perempuan berkepang.

Kala itu juga kali pertama Inara bertemu kembali dengan Sabrina setelah sekian lama berpisah–gadis itu bahkan sampai tidak mengenali Sabrina yang sudah berubah 180 derajat.

Ah, ngomong-ngomong soal Blackpole, Inara merasa bimbang karena OSIS masih meneruskan kampanye #AntiBlackpole. Gadis itu pun masih ragu untuk memperbaiki nama Blackpole, mengingat rahasia umum yang diketahui murid SMA Integral mengenai Blackpole sudah terlalu buruk.

"Adik-adik! Jangan ada yang berkomunikasi sama warga sekolah selain panitia dan guru!" seru Dhila, salah satu anggota komdis yang berdiri tidak jauh dari Inara.

Kini, sedang dilaksanakan pengarahan oleh panitia MPLS di aula SMA Integral.

"Kalian cuma diperbolehkan berkomunikasi sama siswa-siswi berjas OSIS atau MPK, dan siswa-siswi yang mengenakan kokarde panitia! Walaupun kalian punya kakak atau abang di sekolah ini, kalau mereka bukan panitia, tolong jangan berkomunikasi dengan mereka di lingkungan sekolah!" tambah Pandu.

"Kenapa, Bang?" tanya seorang siswa yang sebelumnya sudah diizinkan untuk bertanya.

"Pokoknya jangan!" Dhila yang menjawab.

"Kalau ada abang-abang yang nawarin kalian buat masuk ke suatu komunitas, jangan diterima! Diulangi, jangan diterima! Langsung laporkan kepada panitia MPLS!" seru Jack selaku ketua OSIS SMA Integral.

Keadaan aula seketika berubah mencekam. Para murid baru penasaran sekaligus takut dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Kalau mau izin ke WC atau ke kantin, harus didampingi oleh kakak atau abang panitia!" Inara membuka suara. "Peserta MPLS nggak diizinkan berkeliaran sendirian atau berkelompok di lingkungan sekolah tanpa didampingi panitia."

"Sejauh ini, ada yang kurang jelas?" tanya Jack.

Para peserta hanya menggeleng pelan.

"Sekarang, kembali ke kelas bersama kakak gugus masing-masing. Jangan ada yang mencar. Berbaris dengan rapi!"

Seketika, suasana aula menjadi ricuh. Rata-rata mereka menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Satu atau dua orang yang mengetahui lantas memberitahu teman yang lain.

"Mohon dijaga ketenangannya! Kalian bersekolah di SMA bergengsi. Disiplin nomor satu."

"Iyaa, Kak!" jawab adik-adik itu.

# # #

Sudah menjadi agenda tahunan bahwa ketua komisi kedisiplinan menyampaikan hal-hal apa saja yang terlarang di SMA Integral.

Rokok, narkoba, benda tajam, hal-hal tersebut dilarang untuk dibawa ke sekolah. Jika kedapatan, akan mendapatkan sangsi tegas.

Larangan tersebut setara dengan larangan masuk ke dalam komunitas Blackpole.

Dengan penuh rasa bersalah, Inara berbicara melalui microphone aula.

"Setiap siswa-siswi SMA Integral, tidak diizinkan untuk masuk dalam komunitas atau ekskul yang terlarang di sekolah. SMA Integral hanya mengakui ekskul-ekskul yang tertera di dalam buku panduan MPLS. Komunitas dan ekskul yang tidak tercantum dalam buku panduan adalah komunitas dan ekskul terlarang."

Seluruh pasang mata menatap Inara penuh tanya.

Gadis itu merutuk dirinya dalam hati. Tanpa sengaja, ia mendapati seseorang tengah menatapnya dari jendela aula.

Rahagi.

Gadis itu menatap Rahagi bimbang dengan sorot penuh maaf. Maaf, Rag, kenyataannya kita emang berada di kutub yang berbeda. Sekeras apa pun gue berusaha mengangkat nama Blackpole, gue nggak bisa. Gue nggak bisa dengan jabatan yang gue emban.

Inara menutup matanya, ia sudah terikat perjanjian untuk menyampaikan ini.

Maaf, Bang, siapa pun anggota Blackpole. Gue minta maaf.

"Contohnya Blackpole." Inara mengucapkannya.

Gadis itu mengucapkan satu kata sakral yang tidak berani diucapkan oleh sembarangan orang di SMA Integral.

Blackpole.

Ia mengucapkannya.

Rahagi menghembuskan napas pelan begitu mendengar kata itu terlontar dari mulut Inara. Sebagian dari dirinya kecewa. Namun, ia juga tidak berharap banyak.

Dirinya dan Inara benar-benar berada di bagian yang berbeda dan bertolak belakang.

Rahagi dengan kenakalannya, dan Inara dengan kedisiplinannya.

"Saya selaku ketua bidang DisPara merangkap ketua komisi kedisiplinan MPLS, menegaskan bahwa Blackpole adalah komunitas terlarang dan tidak diakui keberadaannya di SMA Integral. Tidak ada satu pun murid yang boleh bergabung, karena sekali kalian masuk, kalian akan terikat di sana. Bagi yang kedapatan mengikuti komunitas itu, sanksi akan diberikan."

Inara menghembuskan napasnya. Diliriknya tempat terakhir ia melihat Rahagi. Nihil, lelaki itu sudah pergi.

Inara menatap teman-teman organisasinya, kemudian kepada guru-guru Pembina yang menatapnya bangga.

"Sekian informasi dari saya. Harap dipatuhi dan terima kasih atas perhatian adik-adik sekalian. Salam Kedisiplinan!"

Gadis itu memberikan microphone kepada MC yang memandu pengarahan siang ini, lalu turun dari panggung.

Gue harus cari cara lain buat mengangkat nama Blackpole.

Rahagi : Nggak usah nunjukin ekspresi terbebani kayak gitu

Rahagi : Gue nggak pernah minta lo buat membersihkan nama Blackpole

Rahagi : Emang sebaiknya Blackpole dibiarin kayak gini

Rahagi : Nggak usah terlalu memaksakan diri, Nara

Inara tidak pernah mengutarakan niatnya kepada Rahagi. Namun, entah bagaimana caranya lelaki itu bisa tahu bahwa ia ingin membersihkan nama Blackpole dan mengangkatnya. Mengeluarkan statusnya yang lima tahun belakangan menjadi komunitas terlarang di sekolah.

Inara Sekar : Sok tahu sih

Inara Sekar : Hehe

Rahagi : Muka lo kebaca Na

Inara Sekar : Emangnya koran

Inara Sekar : I'm sorry

Inara Sekar : Gue sebenarnya berat untuk ungkapin sesuatu yang kenyataannya nggak kayak gitu

Inara Sekar : But, I have to

Inara Sekar : Maaf udah ngecewain. Gue memilih untuk nggak mengecewakan teman organisasi dan guru Pembina

Rahagi : Gue nggak kecewa

Rahagi : Urus anak-anak lo sana

Rahagi : Ribet ntar anak ayam kehilangan induk

Inara Sekar : Thanks a lot

Gue bakal pikirin cara lain, Rag.

Tiba-tiba, ponselnya kembali bergetar.

Ratu Sabrina : Oi Nara

Ratu Sabrina : Gue mono banget anjir ngerjain tugas kelompok sendirian

Ratu Sabrina : Pas hari terakhir MPLS pokoknya gue nginep di rumah lo. Kita ngerjain tugas bareng!

Inara tersenyum. Sudah dua hari ia tidak masuk ke kelas karena mengurus MPLS. SMA Integral tidak sama dengan kebanyakan sekolah di mana hari pertama atau kedua masuk sekolah masih banyak free class.

Jarang-jarang ada free class di SMA Integral. Kecuali, jika gurunya sakit atau ada keperluan ke luar.

~~||~~

A/N

Yuhu udah 38 aja.

Btw aku ikut Wattys loh.

Setelah sekian lama hiatus buat semedi di gua. Akhirnya sekarang paham apa itu Wattys.

Maklum, tahun 2013-2014 dulu kayaknya belum terkenal banget di Indonesia karena nggak ada versi bahasa Indonesianya.

Atau aku yang kudet banget sampe nggak tau ada penghargaan semacam itu di Wattpad.

Continue Reading

You'll Also Like

1.8K 5K 33
|| Rumit- Rumit, judul yang sangat sesuai dengan skenario yang diatur oleh Tuhan untuk seorang gadis sederhana bernama Ayesha. Rumit, adalah cerita t...
54.1K 5.7K 15
Edisi kedua dari Fakestagram. selamat membaca ><
1.8M 92.4K 38
Hanya sedikit deskripsi, Keraguan Devan terus berlanjut hingga penantian Maura terbalaskan oleh si peragu. Warning; author tidak bertanggung jawab ji...
27.2K 1.4K 54
Follow dulu sebelum baca .. + .