Antipole

By nunizzy

2.1M 232K 31K

•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang presta... More

Prolog
1st Pole
2nd Pole
3rd Pole
4th Pole
5th Pole
6th Pole
7th Pole
8th Pole
9th Pole
10th Pole
11th Pole
12th Pole
13th Pole
14th Pole
15th Pole
16th Pole
17th Pole
18th Pole
19th Pole & QnA
20th Pole & Giveaway Time
21st Pole
22nd Pole
23rd Pole & Disclaimer
24th Pole
25th Pole
26th Pole
27th Pole
28th Pole
QnA
29th Pole
30th Pole
31st Pole
32nd Pole
33rd Pole
34th Pole
35th Pole
36th Pole & Promotion
38th Pole
Fun Facts
39th Pole
40th Pole
41st Pole
42nd Pole
43th Pole
44th Pole
45th Pole
46th Pole
47th Pole
48th Pole
49th Pole
50th Pole
51th Pole
52nd Pole & QnA#2
53th Pole
54th Pole
55th Pole
Sekilas Promo
QnA#2 (Part 1)
QnA#2 (Part 2)
56th Pole
57th Pole
58th Pole
Epilog
Pidato Kenegaraan Antipole

37th Pole

26.7K 3.2K 387
By nunizzy

37th POLE

~~||~~

Inara Sekar : Eh, sori, gue lupa bales

Inara Sekar : Bisa, habis dari makam Vara

Inara Sekar : Tapi Ragi ikut ya

Inara mengecek sekali lagi ponselnya. Gavin hanya membaca pesan yang ia kirim sekitar jam sebelas kemarin malam.

"Udah dibales Gavin?" tanya Rahagi yang tiba-tiba turun dari lantai dua dengan seragam sekolah yang sudah berganti dengan kaous oblong berwarna hitam.

Mereka berdua baru saja selesai melaksanakan ujian kenaikan kelas di hari terakhir. Tidak menyangka, waktu berlalu begitu cepat.

Inara menggeleng, bersamaan dengan getaran yang bersumber dari ponselnya.

Calvin Gavino : Okay

Calvin Gavino : See u

Calvin Gavino : Bilangin ke Ragi, duluan aja ke makam Vara. Gue nyusul

Inara mendongakkan kepalanya, menatap Rahagi yang sedang menunggu Inara untuk memberitahu siapa yang baru saja mengiriminya pesan.

"Sekarang udah."

Rahagi mengangguk.

"Katanya duluan aja ke makam. Dia nyusul," tambah Inara.

Lelaki itu lagi-lagi mengangguk kemudian mengeluarkan kunci motornya dari dalam saku celana. "Yuk."

Inara yang juga sudah mengganti seragam sekolahnya dengan kaus lengan panjang berwarna maroon dan celana jeans hitam lantas berdiri dari sofa ruang tengah dan memasukkan ponselnya ke dalam saku.

Ia mengekori Rahagi yang sudah lebih dahulu berjalan menuju garasi.

# # #

"Gue nggak pernah nyangka dia pergi lebih cepat," gumam Gavin seraya mengelus nisan Vara.

Rahagi hanya mengangguk sedangkan Inara menatap makam itu dengan tatapan kosong. Seminggu sejak Vara meninggal, ia sering menemani Rahagi berziarah. Sesekali, Rahagi menemaninya berziarah ke makam ayahnya.

"Gue masih menyesal." Rahagi membuka suara.

Gavin menepuk pundak Rahagi. "Jangan terlalu larutlah. Kasihan Vara."

"Gue kesel sama diri gue. Waktu yang gue punya bareng dia jadi sedikit. Terbuang sia-sia."

Gavin melirik Inara yang masih menatap makam Vara dengan tatapan kosong. Perempuan itu seperti sedang banyak pikiran.

"Lo masih punya seseorang, Rag," gumam Gavin.

Rahagi mendongak. Lelaki itu menatap tajam Gavin yang berani-beraninya berkata begitu.

Kalau dia tahu gimana bego, ujarnya melalui tatapan mata.

Gavin mengerling jahil.

# # #

"Untuk lima tahun yang lalu, gue minta maaf, Na," kata Gavin pelan.

Mereka bertiga sebelumnya sibuk memakan makanan masing-masing. Ucapan Gavin yang tiba-tiba membuat Inara mendongak dan Rahagi menghentikan aktivitas makannya.

Di satu sisi, Rahagi senang karena Gavin mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Namun, di sisi lain ada hal yang ia takutkan. Katakanlah ia egois atau apa.

Ia tidak mau Inara jadi suka lagi kepada Gavin.

Bagaimana pun, perempuan itu pernah memiliki perasaan kepada Gavin. Bukan tidak mungkin perasaan itu muncul lagi karena luluh mendengar permintaan maaf Gavin.

"Maaf karena nggak sengaja bilang kata-kata laknat itu. Gue menyesal." Gavin menunggu balasan Inara.

Gadis itu berusaha untuk tidak mengingat apa yang pernah Gavin ucapkan kepadanya. Mengingat hal itu hanya akan membuat perasaan benci itu bertambah. Padahal, Gavin sudah menyesalinya.

Cukup lama Inara terdiam.

"Cewek jelek kayak dia suka sama gue?"

Tanpa ia mau, kata-kata itu kembali terngiang di telinganya. Ia menggeleng pelan seraya menutup mata–mengusir bayangan itu.

Inara membuka mata dan menatap Gavin yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan bersalah.

"Iya." Inara mengangguk seraya memaksakan senyum. "Gue maafin." gadis itu menghembuskan napas lega.

Memaafkan lebih baik, bukan?

Gavin tersenyum. "Gue akui, gue sendiri bingung kenapa bisa-bisanya gue bilang gitu ke lo dulu."

Inara tersenyum tipis. "Yah, mungkin emang kenyataan?" gadis itu kembali memotong steak pesanannya.

"Tapi yang gue lihat, kenyataannya sekarang lo udah beda banget," ucap Gavin di sela-sela aktivitas makannya.

"Oh ya?" tanya Inara seraya menyuapkan potongan steak tersebut ke dalam mulutnya.

Gavin mengangguk. "Cantik. Mungkin dulu gue katarak kali ya."

Inara tertawa. Bisa Rahagi lihat, gadis itu sedikit tersipu. Lelaki itu kembali memakan makanannya. Ia sedikit menyesal bisa terjebak di sini, di antara dua orang ini.

Sedari tadi, Gavin terus menatapnya jahil.

Sialan lo, tatap Rahagi tajam.

Ia tahu, Gavin sedang berusaha memanasinya.

"Sebelumnya belum ada lho yang bilang gue cantik. Thanks but, gue biasa aja."

Detik selanjutnya, Rahagi bisa melihat dari ekspresi yang ditunjukkan Inara bahwa gadis itu tidak peduli akan pujian Gavin. Ia kini menebak-nebak apa yang ada di pikiran Inara.

"Kalo gue boleh pede dikit nih, jangan jadiin gue targetlah. Gue nggak bakal ketipu. Ke-player-an lo udah terkenal ke penjuru SMP." Inara menambahkan.

Rahagi menatap Inara. Lelaki itu tidak menyangka Inara berani mengatakan itu. Yang lebih tidak disangkanya, gadis itu tidak mudah dirayu dengan pujian seperti itu. Sebelumnya, ia memang tidak pernah mendengar gosip atau rumor tentang Inara yang berhubungan dengan laki-laki.

Perempuan itu sepertinya memang tidak tertarik memiliki hubungan seperti itu dengan lelaki.

Gavin tergelak. "Gue cuma senang main-main."

"Dan gue bukan orang yang mudah dipermainkan." Inara tersenyum–sedikit–bangga. "Makasih btw, Vin. Cacian lo ke gue lima tahun yang lalu itu bikin gue kebal sama rayuan receh cowok macem lo."

Lagi-lagi, Gavin tertawa mendengar sindiran Inara yang dilontarkan dengan nada jenaka. "Anytime, Darl."

Diam-diam Rahagi melotot mendengar Gavin memanggil Inara dengan sebutan "darl" yang merupakan singkatan dari "darling".

"Eh, tapi kayaknya perkataan gue waktu itu bikin lo nggak peka sama keadaan sekeliling lo. Lo jadi kehilangan kepercayaan diri dan terlalu takut berharap. Gue bener?"

"Maksud lo?" tanya Inara skeptis.

"Sekarang gue tanya, lo pernah suka sama cowok selain gue nggak?"

Inara memutar bola matanya. "Pede."

"Beneran tapi, kan?" Gavin tertawa.

"Terserah." Inara meraih sedotan minumannya. "Honestly, setelah itu nggak pernah lagi."

Gavin mengangguk sambil tersenyum. "Lo trauma berurusan sama cowok dan memilih mengabaikan setiap perasaan yang lo punya."

Perlu Inara akui, ia memang sedikit trauma untuk menyukai seseorang lagi. Akan tetapi, ia merasa tidak pernah mengabaikan perasaan yang ia punya.

Kenyataannya, tidak ada laki-laki yang memperlakukannya seperti perempuan–maksudnya, rata-rata para lelaki mendekatinya untuk mengorek informasi tentang Sabrina, tentang tugas, atau tentang cara menghadapi Bu Aminah. Mengingat ia disebut-sebut sebagai murid kesayangan Bu Aminah.

Belum ada lelaki yang mendekatinya karena menyimpan perasaan untuknya. Yang terang-terangan mengungkapkan perasaan kepadanya pun juga tidak.

Atau memang tidak ada yang menyimpan perasaan untuknya?

Seingatnya, ia tidak terlalu banyak dekat dengan lelaki walaupun ekskul yang diikutinya rata-rata anggotanya lelaki. Namun ia tidak sedekat itu dengan mereka.

Paling hanya Rahagi dan Gala.

Ia beranggapan, tidak mungkin kan keduanya menyukainya? Keduanya tidak pernah menampakkan tanda-tanda menyimpan perasaan untuknya.

"Apa sih, Vin," elak Inara.

Gadis itu tidak mau ambil pusing dengan ucapan Gavin yang terdengar seperti gurauan. Lagipula, siapa laki-laki kurang beruntung yang bisa suka padanya?

Pandangan publik benar. Dibandingkan dengannya, Sabrina lebih "wajar" untuk disukai. Dirinya biasa saja jika disandingkan dengan Sabrina yang cantik dan feminin walaupun kadang pemarah, dengan Aneke yang manis, atau dengan Biana yang terkenal.

# # #

"Wes, asik dah yang baru selesai UKK." Dimas menepuk pundak Rahagi sekali begitu lelaki itu menunjukkan batang hidungnya di rumah Putra.

"Kusut amat tampang lo, Rag. Lihat tuh Inara berseri-seri. Mendeskripsikan hasil ujiannya banget nih!" seru Keenan.

Inara duduk di sebelah kanan Dimas. Gadis itu tidak menemukan Bayu pada pertemuan Blackpole kali ini. Sepertinya kakaknya itu masih sibuk dengan urusan kampus.

"Hei, Na!" sapa Dimas.

"Hai, Bang!" sapa Inara balik dengan senyuman.

"Tuh, lihat, Rag! Rajin senyum kayak Inara itu bikin awet muda loh!" Dimas menepuk pundak Rahagi yang duduk di sebelah kirinya sekali lagi.

Rahagi hanya mendengus malas. "Jadi, bisa kita mulai pertemuan kali ini?"

"Anjirlah buru-buru amat, Rag. Sans!" timpal Rama.

"Tahu tuh. Lagi pms parah nih doi kayaknya," tambah Karel.

"Urusan wanita cihuy!" seru Farel.

"Berisik," omel Rahagi.

"Jadi, cewek mana yang berhasil bikin Rahagi kayak gini?" goda Putra.

Seluruh anggota Blackpole yang ada di sana tertawa–termasuk Inara, meskipun gadis itu tidak terlalu paham apa yang sedang dibicarakan.

"Harus dicari tahu nih, guys! Kan lumayan dapat bahan bully-an baru. Kasihan Putra mulu yang di-bully." Dimas tergelak.

"Tahi apa-apa gue mulu yang kena."

"Hari ini kita bakal bahas cara merekrut anggota baru. Sama kayak tahun sebelumnya, kita bakal nyodorin formulir ke adik-adik pas hari terakhir MPLS. Kalo mereka tertarik, mereka bisa isi formulir tersebut dan ngasih ke contact person yang ada di formulir atau ke senior yang ngasih formulir itu ke mereka. Ada tambahan?" Rahagi langsung menjelaskan panjang lebar dan memotong gurauan-gurauan yang dilontarkan sebelumnya.

"Oh ya, pokoknya kalian nggak boleh berdiri sendiri. Misalnya nih, Dio kan anggota Baseball. Ntar, lo ambil bagian buat promosiin Baseball. Bersamaan dengan itu, lo ngepromosiin Blackpole, gitu."

"Dan kayak tahun-tahun sebelumnya, gue sebagai ketua nggak mungkin ikut ngepromosiin karena Bu Aminah bakal notice gue. Tapi, nama gue bakal dipajang di formulir sebagai contact person."

"Wah parah lu, Rag. Bener-bener."

"Kebelet pipis doi."

"NGGAK ADA TAMBAHAN!" seru Karel yang duduk agak jauh dari Rahagi.

"SETUJU BOS Q!" tambah Farel.

"Woi, telinga gue!" Keenan yang duduk di antara mereka menutup kedua kupingnya dengan tangan.

Inara manggut-manggut paham. "Setuju."

"Eh denger-denger lo komdis ya, Na?" tanya Dimas.

Inara meringis seraya mengangguk ragu.

"Waduh, gimana tuh?"

"Ya nggak gimana-gimana. Cuma gue udah terikat perjanjian waktu serah terima jabatan tahun lalu, Bang. Jadi kayaknya nggak bisa ikut bagi-bagiin formulir."

"Ah ya nggak usah! Pokoknya keanggotaan lo di sini dirahasiain, Na. Jangan sampe warga sekolah tahu lo masuk sini. Bukan apa-apa, gue cuma khawatir sama reputasi lo di sekolah," tambah Rama.

"Iya! Ntar pada gosip aneh-aneh tentang lo lagi." Keenan menyambung ucapan Rama.

Rata-rata anggota Blackpole mengiyakan ucapan kedua rekannya itu. Inara terharu. Mereka masih memikirkan reputasi dan image Inara di sekolah.

Kalau mereka tahu bahwa Inara ini mata-mata, kira-kira apa yang akan mereka lakukan?

Yang pasti, Inara tidak sanggup melihat wajah-wajah kecewa itu.

Gue harus mengangkat nama Blackpole di mata anak-anak.

~~||~~

A/N

Chapter 37! Fun fact semakin dekat~

Continue Reading

You'll Also Like

Silent ✔ By Holaa

Teen Fiction

384K 19K 60
[COMPLETE✔] [CERITA PANJANG⚠] "Untuk bisa bertahan aku harus diam, jika tidak ingin terluka mulutku harus tetap bungkam. Membuat semua menjadi keboho...
4M 312K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
27.2K 1.4K 54
Follow dulu sebelum baca .. + .
855K 32.7K 40
Kumpulan kisah kegilaanku di masa lalu.... Dalam revisi... Maaf jika nama-nama pemain diganti untuk menjaga privasi. 😊 #3 in humor (02.02.17)