31st POLE
~~||~~
"Akhirnya, Ya Allah, gue bebas dari dia." Sabrina menghembuskan napas lega saat berjalan menuju bus yang akan mengantar mereka selama di Bali. Ia berjalan beriringan dengan Inara. Hasil lot menunjukkan bahwa ia duduk dengan Inara.
"Eh, Sab," Inara menepuk-nepuk lengan Sabrina.
Sabrina menoleh. "Apa?"
"Itu Gavin bukan?" gadis itu menunjuk dengan tatapan matanya ke arah seorang lelaki yang sedang memasukkan kopernya ke dalam taksi.
Sabrina mengikuti arah pandang sahabatnya.
"Kayaknya iya deh."
Inara mengangguk.
"Kenapa, Na?"
"Nggak. Kebetulan banget nggak, sih," ucap Inara. Gadis itu tiba-tiba ingat dengan permasalahan Rahagi dan lelaki itu. Ia merasa, Rahagi harus bertemu dengan Gavin untuk menyelesaikan masalah mereka.
Ntar gue coba ngomong ke dia deh.
"Na, naik sini!" Sabrina menarik tangan Inara yang hampir saja melewati bus yang akan mereka tumpangi. "Bengong mulu."
Inara menunjukkan cengirannya seraya menaiki ke bus.. "Hehe."
# # #
"Gosong dah gue, siang-siang ke pantai," Biana–salah satu teman sekelas Gala–mengeluarkan topi yang sengaja ia bawa selama di perjalanan.
"Ih, harusnya gue bawa topi juga!" Aneke sibuk menutup-nutup wajahnya dengan tangan untuk menghindari sengatan matahari.
"Pake sunblock gengs." Sabrina mengeluarkan sunblock-nya.
Sementara itu, di antara teman-teman perempuannya, hanya ia yang tidak paham mengapa semua orang takut hitam.
"Inara enak nih," ucap Sabrina.
"Kenapa doi?" tanya Diana–kembaran Biana yang sekelas dengan Rahagi.
"Gennya nggak bisa hitam. Kalo kena matahari paling merah doang, terus ntar balik lagi."
"Oh, makanya betah di ekskul lapangan ya, Na." Biana tertawa.
Mereka berlima tengah menyusuri bibir pantai Tanjung Benoa.
"Sabrina!" panggil seseorang.
Walaupun yang dipanggil hanya satu orang, kelimanya serentak menoleh ke asal suara. Di sana, lima orang laki-laki tengah berdiri di samping kapal yang bisa membawa mereka ke pulau penyu. Ada Gala, Kylar, Rahagi, Dio, dan Alfan.
Setahu Inara, mereka berlima adalah anggota baseball team SMA Integral–yah, walaupun dua di antaranya sudah ia kenal sebagai anggota Blackpole, Rahagi dan Dio.
"Ngapain lo manggil-manggil?!" tanya Sabrina galak begitu menyadari bahwa Kylar-lah yang baru saja memanggilnya.
Gala berlari menghampiri kelima perempuan itu.
"Kalian minat ke pulang penyu, nggak? Maksimal isi boat-nya sepuluh orang."
"Wah, boleh tuh, Gal! Gratis tapi ya," jawab Biana.
"Ye, itu sih mau lo, Bi."
Biana tertawa.
"Kayaknya seru. Mau, mau!" Aneke bersuara.
"Gue ikut!" kini, Diana dan Inara yang menyeru bersamaan.
"Satu boat sama Kylar? Gue ogah!" Sabrina mendengus. "Tapi masa gue tinggal sendiri di sini?"
"Jauhan aja duduknya. Yaudah, yuk." Gala berjalan menuju teman-temannya yang sudah menunggu, diikuti oleh Inara dan keempat temannya. Sabrina berjalan paling belakang dengan malas-malasan mengingat Kylar akan berada di radius kurang dari dua meter darinya.
Kylar dan Dio naik duluan ke atas boat, disusul oleh para perempuan.
"Ditekuk mulu tuh muka," komentar Gala yang naik belakangan bersama Rahagi. Sementara Alfan membantu yang perempuan untuk naik ke perahu.
"Gue merasa ada konspirasi antara gue dan Kylar."
"Perasaan lo aja itu, Sab." Inara tertawa sebelum menaiki boat.
Saat akan bergerak masuk, kaki Inara tergelincir di tepian perahu yang licin. Untung saja gerakan refleks Alfan sangat bagus sehingga lelaki itu langsung menahan lengan Inara.
"Cihuy!" seru Kylar.
"Apaan sih lo, Lar...," komantar Biana seraya menatap Kylar aneh.
"Biasa aja keleus."
"Makasih, Fan." Inara segera mengambil tempat duduk di sebelah Aneke dan berhadapan dengan Diana.
Setelah itu, Sabrina naik dan duduk di sebelah Diana. Gala mengambil tempat duduk di sebelah Inara, sedangkan Rahagi di sebelah Sabrina.
"Udah, Bli." Alfan kemudian duduk di sebelah Gala.
Seorang bapak-bapak berumur sekitar 35 tahun naik ke atas boat untuk mengatur jalannya perahu.
"Ayo, Bli, tarik!" seru Kylar.
"Lo norak banget sumpah, Lar." Aneke bersuara.
"Nggak ada gue nggak rame!"
"Biasa aja." Biana memutar bola mata.
"Lihat dulu sini!" Kylar mengulurkan tangannya yang memegang tongsis dengan action cam di ujungnya.
"Say cheese!"
"Semoga gue nggak keliatan gendut," seru Diana.
# # #
Mereka bersepuluh menyusuri pulau penyu yang baru saja mereka tapaki.
"Eh, mau foto sama ular nggak?" ajak Kylar.
"Ih, waktu itu gue dipipisin sama itu ular." Biana bergidik ngeri.
"Seriusan? Ogah." Sabrina menggeleng.
"Gue mau!" Inara menatap Kylar berbinar.
"Yok!" seru Gala.
"Yang cewek cuma Inara doang, nih?" tanya Dio.
"Gue duduk di sana aja, ya. Pegel." Aneke menunjuk sebuah kolam penyu yang ditutupi oleh atap.
"Ikuut!" seru para perempuan lainnya kecuali Inara.
"Eh, lo jadi tukang foto aja!" Kylar menarik tangan Sabrina untuk mengikutinya dan yang lain.
"Apaan sih, lepasin!"
Kylar menggeleng.
"Ngeselin sumpah. Lo dikasih makan apa, sih?!"
"Nasi. Ehehehe." lelaki itu hanya tertawa.
Mereka berlima mengambil posisi. Inara di tengah. Di kanan dan kirinya berdiri Rahagi dan Gala. Dio dan Kylar berdiri paling pinggir, sedangkan Alfan memilih berjongkok.
Tidak lama kemudian, pawang ular meletakkan ular yang cukup besar tersebut di leher Kylar, Gala, Inara, Rahagi, dan Dio.
"Cepetan!" seru Sabrina.
"Allahuakbar! Sabar!" Kylar mendengus. "Ularnya jadi kaget."
"Bodo amat!" balas Sabrina.
Setelah menghabiskan waktu di pulau penyu, mereka kembali ke bibir pantai menggunakan boat. Menurut rundown acara, setelah ini acara bebas tetapi diutamakan mereka pergi makan.
"Kita pergi makannya bareng aja, yuk," ajak Kylar.
"Gue mencium bau-bau modus," komentar Dio yang dibalas anggukan oleh Rahagi.
"Gas terus, Lar!" seru Alfan.
"Parah parah," timpal Gala.
"Boleh. Bayarin, ya?" pinta Biana.
"Untuk Biana apa yang nggak." Kylar tersenyum.
"Lanjutkan, Bro!" Alfan menepuk-nepuk pundak Biana.
"Hati-hati yang sebelumnnya baper."
"Maksud lo, gue, Yo?" tanya Sabrina galak.
"Eh, eh, jangan ngerasa dong, Sab." Dio tergelak.
"Kurang ajar!" Sabrina menginjak kaki Dio.
"Ya ampun. Lo jadi cewek brutal abis."
"Biarin!"
"Lagi pms doi," komentar Gala.
"Mati lo, Yo. Ntar malem bom meledak di kamar lo." Alfan menakut-nakuti.
"Makan di mana nih?" tanya Diana.
"Setahu gue di deket hotel ada restoran ayam betutu," ucap Alfan.
"Anak Bali nih, susah." Kylar tertawa.
# # #
Setelah selesai makan, mereka semua kembali ke hotel untuk bersih-bersih dan beristirahat sejenak sebelum berkumpul satu angkatan di ballroom hotel setelah Isya. Jam menunjukkan pukul lima sore.
"Daah!" Diana dan Biana melambaikan tangan mereka. Kamar mereka berada di lantai dua barat, sehingga saat di lobi, mereka harus mengambil lift yang ada di koridor sebelah kanan.
Begitu juga dengan Alfan, Gala, dan Kylar. Kamar mereka berada di lantai tiga barat.
Berbeda dengan lima orang yang lainnya. Dio dan Rahagi mendapat kamar di lantai tiga timur, sedangkan Inara, Sabrina, dan Aneke di lantai empat timur.
Saat lift timur sudah terbuka, seseorang bertopi keluar dari lift tersebut sambil menerima telepon. Mata Inara lantas membulat.
Gadis itu menahan tangan Rahagi agar tidak mengikuti yang lain masuk ke dalam lift.
"Eh, kalian duluan aja! Gue sama Rahagi ada urusan," ucap Inara begitu dihadiahi tatapan penasaran dari tiga temannya, sedangkan Rahagi berusaha menyembunyikan kekagetannya karena ditarik tiba-tiba oleh Inara.
"Daah!" Inara melambai sesaat sebelum pintu lift tertutup–bahkan Sabrina dan Aneke belum sempat bertanya ada urusan apa.
"Kenapa?" tanya Rahagi.
"Maaf ya gue ikut campur."
Setelah mengucapkan itu, Inara segera menarik Rahagi menyusul lelaki bertopi yang baru saja keluar dari hotel. Tidak memerdulikan ekspresi bingung yang ditampilkan oleh lelaki itu.
"Gavin!" panggil Inara. Di belakangnya, Rahagi dengan susah payah mengikuti langkah Inara yang kecil tetapi cepat.
Yang dipanggil menoleh.
"Lo ada waktu luang, nggak? Buat bicarain masa lalu dan menyelesaikan masalah lo sama Rahagi?"
Pertanyaan Inara disela napasnya yang putus-putus akibat berlari, mengejutkan Gavin dan Rahagi.
"Lo apaan sih," ucap Rahagi kesal.
"Besok sore di pantai belakang hotel." Gavin berusaha menyembunyikan kekagetannya dan tersenyum miring. "Gue masih ada urusan. Gue tinggal dulu, Inara." lelaki itu melirik Rahagi sekilas. "Dan sahabat lama."
Setelah itu, Gavin benar-benar beranjak dari tempatnya.
Rahagi mengepalkan tangannya. Ia selalu tidak suka dengan gaya bicara Gavin. Lelaki itu melepaskan genggaman Inara di tangannya, kemudian berbalik masuk ke dalam hotel tanpa mengucapkan sepatah kata.
Maaf, Rag. Kalo nggak gini, sampai seratus abad pun masalah lo nggak bakal selesai.
~~||~~
A/N
JENG JENG.
Btw, ini cerita murni terinspirasi dari kejadian nyata di sekolahku. Sebelum aku nge-post ini cerita (bulan Juni 2016) aku belum pernah baca yang kayak gini.
Dan waktu aku hiatus sampai setahun (a.k.a ngegantungin cerita ini) aku juga nggak ada baca cerita yang mirip kayak gini. Nggak sempat baca cerita bor. Kelas 12 #fokusUN #masukPTN. Jadi ini idenya emang benar-benar keluar dari kepalaku.
p.s Nggak 100% nyata sih. Tapi awal mula ide cerita ini muncul waktu ada suatu kejadian di sekolahku. Mungkin kapan-kapan aku bikin fun fact tentang Antipole. Ada yang berminat?
9 Juni 2017