Wanna be With You

By IRVINA

1.7K 160 34

versi NaruHina yang terinspirasi dari Natsume Yuujinchou Roku eps 08. Perbedaan tidak akan menghalangi kita u... More

Wanna be With You

1.7K 160 34
By IRVINA

Wanna be With You

Genre : Romance
Pair : NaruHina
Rate : T

Naruto character © Masashi Kishimoto

Cerita ini bersifat fanfiction
Terinspirasi dari Natsume Yuujinchou Roku eps 8.

●•••••••••••NaruHina••••••••••••●


Sasuke berlari agak tergesa untuk tiba di stasiun kereta. Ia baru saja dari kota sebelah untuk suatu keperluan.

"Masih sempat." Gumamnya melirik jam tangan hitam yang terpasang dipergelangan tangan putihnya.

Sasuke melihat sekitar, tanda-tanda kereta memang belum datang dan penumpang pun tak banyak.

Mata hitamnya merasa terganggu dengan kertas lavender yang berada di bawah sepatunya. "Hn" lalu memungutnya.

Benda itu ternyata surat beramplop ungu. Sasuke melihat sekitar lagi untuk mengecek mungkin saja ada pemiliknya disekitar sini.

"Hoi! Kau!" Sapanya agak kurang ramah pada pemuda berambut kuning yang sedang duduk.

"Aku?" Tunjuk si pemuda yang merasa dipanggil.

"Ya. Kau. Apa ini milik mu?" Tanya Sasuke. Astaga ada angin apa jadi ia mau repot seperti ini.

"Huaa!!!" Si pemuda berambut pirang langsung gelagapan dan mengecek kantung saku seragam sekolah yang dikenakannya.

"I..itu memang punya ku, dettebayo!!!" Serunya. Langsung mengambil surat ungu dari tangan pemuda berambut hitam.

"Terimakasih." Ucap Naruto.

Tak lama kereta datang.

Sasuke duduk dibangku penumpang dan merasa tak nyaman. "Ck. Apa mau mu?" Tanya Sasuke sinis. Karena buah dari memungut surat ungu itu kini makin membuatnya repot.

Apa coba maksud pemuda berambut kuning tadi yang kini menatapnya intens?

"Kamu kok baik sekali?" Tanya Naruto.

"Ck." Sasuke kembali berdecak. Baik apanya? Sedari tadi ia berkata tidak ramah dan tentang memungut surat itu hanya kebetulan saja.

Pemuda ini pasti bermasalah dalam menilai orang.

"Nama ku Naruto. Siapa nama mu?" Naruto memperkenalkan diri dan tersenyum lima jari.

"Sasuke." Dan Sasuke meruntuki mulutnya yang meladeni orang aneh disebelahnya.

"Yossha Sasuke!! Mohon bantuannya untuk menemukan pemilik sesungguhnya dari surat ini ya!" Naruto menepuk bahu Sasuke.

Sasuke menepis tangan tan dipundaknya. "Itu bukan urusan ku dan bukannya surat itu memang punya mu?" Tanya Sasuke.

"Hehe. Ini memang punya ku. Tapi aku mendapatkannya dari seseorang dan aku ingin menemuinya." Ucap Naruto.

"Memang dia siapa?" Respon Sasuke.

"Dia teman masa kecil ku. Mungkin dia seumuran dengan mu. Um.. mungkin..." ucap Naruto agak ragu.

"Pokoknya antar sajalah aku ke sekolah mu. Mungkin aku bisa bertemu dia disana." Ucap Naruto lagi.

'Mungkin.. mungkin.. hanya itu yang bisa diucapkannya? Ck. Pemuda yang penuh keraguan. Tsk! Masa bodoh yang penting setelah mengantarnya kesekolah itu bukan urusan ku lagi.' Ucap Sasuke dalam hati.

■□□□□□NaruHina□□□□□■

"Yo Sasuke!" Sapa Kiba mengangkat tangannya.

"Hn." Respon Sasuke seadanya.

"Hah~ dasar pemuda angkuh. Kau ini malah memilih berbicara sendiri dijalan dari pada dengan teman mu ini?" Kiba mendumel karena sapaan ramahnya hanya direspon dua konsonan huruf.

"Apa maksud mu?" Tanya Sasuke datar.

"Keh. Kau - Uchiha Sasuke - berbicara sendiri." Ucap Kiba menekankan tiap kata.

Sasuke memproses apa yang dikatakan Kiba.

'Jadi.. Kiba tidak bisa melihat Naruto... dan itu artinya.. Naruto adalah yokai!' Simpul Sasuke.

"Baru sadar? Padahal tampang mu pintar ternyata kau lambat berpikir juga ya" Ejek Naruto.

"Kusoo!!! Dobe!!" Teriak Sasuke.

"Ha?" Kiba terkejut dengan teriakan Sasuke.

"Kau semakin aneh Sasuke. Sudahlah aku pulang duluan. Jaa~" Kiba berlalu.

■□□□□□NaruHina□□□□□■

"Jadi.. kau yokai." Ucap Sasuke datar.

"Ya begitulah. Yoroshiku ne~" Naruto masih cengar-cengir tanpa dosa.

"Bodoh! Kenapa tidak memberi tahu ku sejak awal?" Tanya Sasuke.

"Karena ku kira kau sudah tau. Teme." Balas Naruto.

Sasuke diam. Dia sedang berpikir.

Naruto melihat wajah Sasuke yang semakin menegang.

'Hah~ sudah ku duga.' Ucap Naruto dalam hati.

"Sudahlah. Tidak usah dipikirkan." Naruto beranjak dari duduk dihadapan Sasuke.

Memandang lembayung senja, berwarna oranye dan ungu. Mengingatkan dia akan warna dirinya dan warna gadis itu. Semburat merah menghiashi pipi tan hanya karena mengingat si gadis. "Aku sudah melepas ikatan kami, dan saharusnya aku tidak bertemu lagi dengannya." Sendu.

"Jadi? Teman mu ini perempuan?" Selidik Sasuke. Tentu pengamatannya terhadap perubahan warna wajah Naruto membuatnya menduga.

"E..ano..eto.." Naruto salah tingkah. Menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.

"Ya. Begitulah, dettebayo." Naruto menyodorkan surat ungu tadi.

Sasuke tanpa sungkan membuka amplop dan melihat isinya.

"Undangan pernikahan?!" Tanya Sasuke syok. Hanya saja ia tak hiteris hingga membuat penghuni rumah Uchiha terusik.

'Tunggu dulu. Bukannya dia berkata temannya beumur lebih tua dari ku? Masih pelajar akan menikah?' Sasuke bertanya sendiri dalam hati. Lalu memilih melanjutkan membaca isi surat ditangan.

Naruto kembali membuang muka. Menatap langit malam yang menenggelamkan habis sang surya di cakrawala.

Langit menghitam.

Ada surat kecil terselip di dalam amplop.

¤....................¤

Naruto-kun bagaimana kabar mu?
Ini akan menjadi surat terakhir dariku.
Aku sudah baik-baik saja.
Aku bersyukur bisa bertemu dengan seseorang yang mau menjaga ku.
Jadi, aku tidak akan menunggu mu lagi.
Aku tak tau kau akan membaca surat ini ...atau hanya akan mengabaikannya lagi.
Tapi jika kau membacanya dan benar kau telah melupakan ikatan kita, datanglah.
Ucapkan selamat untuk ku.

-Hyuuga Hinata yang sebentar lagi akan berganti marga-

¤....................¤

"Aku hanya ingin mengucapkan selamat padanya." Ucap Naruto dengan senyum.

Yah. Senyum perih yang terlukis dalam kurva melengkung sebuah senyuman.

"Aku sudah melupakannya. Aku berlatih banyak di dalam hutan bersama Hagoromo-shisou. Kegiatan ku yang banyak dan padatnya jadwal latihan membuat ku lupa padanya."

"Aku sudah melupakannya. Sungguh... aku sudah lupa.."

"Aku hanya kebetulan mampir ke kuil tempat kami biasa bertemu bukan untuk mencari keberadaannya."

"Yah.. kau tau.. sebenarnya dia banyak memberi ku surat. Tapi aku mengabaikannya."

"Aku... sudah lupa padanya.. tapi karena warna amplop ini mencolok dibanding surat sebelumnya... aku hanya penasaran..."

"Ternyata isinya berita bahagia...."

"Aku..." Ucapan Naruto berikutnya terpotong.

'Buag!' Satu hantaman dilayangkan Sasuke.

"Bohong!!" Ucap Sasuke lantang.

"Pengecut! Kau lari darinya!!!"

"Pecundang pembohong! Berkata melupakannya padahal kau tak sedetik pun lupa!" Teriak Sasuke lagi.

Ia benci.

Benci dengan sikap Naruto yang berlagak baik-baik saja.

Benci karena kebohongan ini hanya akan menyakiti diri Naruto sendiri.

Sadarkah yokai ini?

"Sadarkah kau dengan apa yang kau katakan?" Tanya Sasuke.

"Tanyakan pada hati mu! Benarkah kau melupakannya? Benarkah kau akan baik-baik saja ketika melihat ia bersanding dengan pria lain?" Tanya Sasuke muak.

Naruto tersenyum miris. Sakit pukulan Sasuke tidak seberapa dibandingkan jawaban sebenarnya dari hatinya yang paling jujur.

"Manusia. Terlalu emosional. Kau tau.. aku Yokai dan dia manusia. Kami tak mungkin bersama."

"Ikatan ini hanya akan menyakitinya."

"Aku ingin dia bahagia. Dan tidak berhubungan dengan yokai seperti ku adalah hal yang benar." Ucap Naruto tenang.

Sasuke menatap iris biru dihadapannya "Bertemulah dengannya."

Naruto membalas tatapan mata hitam "Ya.. aku akan menemuinya. Bukan untuknya saja, tapi untuk ku juga. Bukti bahwa aku memang melupakan ikatan ini." Ucap Naruto.

Sasuke tak berbicara lagi. Menggelar futon segera. Entah mengapa ia ingin segera tidur dan bertemu hari esok.

Satu lagi yang bisa Sasuke simpulkan dari yokai yang malam ini menginap dikamarnya. Keras kepala.

Naruto sebenarnya tak harus berbaring di futon untuk tidur. Ia bukan manusia. Tapi manusia yang ia temui sore tadi menyediakan futon untuk dirinya. Jadi, biarkan ia berperan layaknya seorang manusia.

Menerawang, mengingat kenangan dengan Hyuuga Hinata...

■□□□□□NaruHina□□□□□■

Hutan utara Konoha disebut sebagai hutan lindungan daun. Hutan kramat yang bertahan di tengah pembangunan kota yang semakin memesat. Rumor kuno yang berkembang turun menurut menjadikannya tidak tersentuh.

Tidak tersentuh bukan berarti tidak ada yang nekat memasuki hutan ini. Beberapa kali orang dengan pemikiran modern melanggar tabu dan mencoba memasuki hutan berniat untuk membantah jika rumor turun menurun adalah kesalahan.

Namun mereka yang memasuki hutan ada yang tak kunjung kembali atau mereka akhirnya keluar hutan hanya terdiam dan tak bisa membuktikan bahwa rumor kuno hanyalah dusta.

Hinata. Anak perempuan dengan rambut berwarna hitam keunguan adalah anak keturunan Hyuuga. Ia menerima mata keturunan khas dari klannya. Mata putih.

Mata yang menyeramkan bagi banyak orang. Seperti tidak memiliki iris. Karena mata ini, Hyuuga Hinata menjadi anak yang dijauhi. Mereka takut terkena kutukan dari mata khas itu. Ya! Mata putih adalah salah satu rumor kuno yang masih bertahan di Konoha selain hutan lindungan daun. Mata yang memiliki kekuatan.

Mata yang dikatakan banyak orang sebagai mata buta.

Klan Hyuuga yang sebenarnya bukan klan buta. Mereka melihat. Bahkan melihat lebih dari manusia biasa. Keturunan Hyuga diberkahi dengan mata yang juga bisa melihat yokai.

"Hinata! Kau sungguh tak bisa melihat mereka?" Ayahnya bertanya dengan nada naik. Menunjuk sesuatu disamping Hinata.

Hinata menggeleng "Maaf Tou-sama" dan bagi klan Hyuuga tak bisa melihat yokai adalah aib. Sebuah kegagalan.

Hinata setiap hari harus melakukan ritual agar bisa melihat yokai. Ritual itu membuat batin dan fisiknya tersiksa. Setiap hari harus menggigit ujung jarinya untuk mengeluarkan darah sebagai syarat ritual dan tentu saja itu bertentangan dengan hatinya. Ia tak mau melihat mereka dengan dipaksa. Hinata tidak mau melihat mereka jika membuat perjanjian dengan syarat korban. Hinata tidak mau mengorbankan jiwa manusianya hanya untuk melihat mereka.

Namun, dalam hatinya ia ingin melihat yokai dan diakui oleh keluarganya. Tidak dengan jalan ritual memaksa takdir. Hanya dengan berkah mata yang memang ditakdirkan bisa melihat mereka.

Hari ini ia cukup lelah. Sudah tak sanggup lagi melakukan ritual yang dilakukan klannya. Hinata berlari, berlari dan terus berlari masuk ke dalam hutan.

Ia lelah.

Ia menyerah.

Ia pergi.

Ia sudah tak sanggup.

Tolong biarkan saja ia menjadi manusia biasa dengan penglihatan biasa.

"Sakit." Hinata tersandung akar pohon dan jatuh tersungkur. Menyebabkan luka di dengkulnya.

Air matanya sudah membanjir.

"Huaaa!!!" Dan tangisannya pecah ditengah hutan lindungan daun.

"Berisik!" Seru suara dari balik pohon.

"Huaaa!!" Dan Hinata masih menangis walaupun ia mendengar ada yang mengatainya berisik.

"Berisik!!! Berhenti menangis!!" Sekarang itu bukan hanya suara. Seorang anak dengan rambut pirang dan goresan dipipi sekarang berada dihadapannya.

"Cengeng!! Jangan mengganggu tidur ku yang hanya sebentar ini." Ucapnya lagi. Hinata sudah mulai berhenti menangis dan tinggal sesegukan.

"Maaf." Ucap Hinata.

"Bagus kalau kau mengerti." Ucap si anak berambut pirang.

Si anak berambut pirang melangkah pergi. Meninggalkan anak perempuan tadi.

Tapi... "Kenapa mengikuti ku?" Tanya Naruto pada Hinata yang dari tadi mengikuti langkahnya.

"Aku hanya ingin bermain disini." Jawab Hinata.

"Ini bukan tempat bermain. Pulang sana anak manusia." Balas Naruto ketus.

"Ini bukan hanya tempat mu! Hutan ini milik Konoha dan aku juga termasuk warga sini." Hinata membalas tak mau kalah.

Tentu saja keadilan harus ditegakkan. Jika anak yang seumurannya ini dengan bebas bermain disini, kenapa ia tidak boleh?

Apa hanya karena ia anak perempuan?

"Bodoh." Ejek Naruto.

"Um." Hinata mengerucutkan bibirnya. Naruto yang melihat ekspresi Hinata menjadi tertawa. Ekspresi antara kesal dan ingin menangis.

"Dasar aneh." Ucap Naruto.

"Baiklah kau boleh bermain sebentar disini lalu pulanglah." Ucap Naruto.

Muka Hinata langsung berbinar ceria.

"Ha'i! Arigatoo!" Serunya semangat.

Hinata tidak tau bahwa, anak berambut pirang itu adalah yokai. Bahkan bukan hanya yokai biasa, yokai tingkat tinggi. Yokai rubah ekor sembilan.

Setelah pertemuan pertama, Hinata tak berhenti berkunjung ke hutan lindungan daun. Ia datang kembali.

"Hup!" Meloncat menghindari akar pohon. Tidak mau terulang jatuh.

Berlari dan masuk lebih dalam. Ada satu tempat yang dituju. Kuil tak terurus ditengah hutan

"Hai!!" Sapa Hinata yang melihat Naruto tertidur pulas.

"Bagun~ ayo kita main lagi!!" Hinata menarik ujung baju Naruto. Tidak ada pergerakan berarti.

"Mou!!! Naruto-kun!!" Hinata memukul kepala Naruto dengan kuat. Ia sangat kesal.

"Sakit!!" Naruto terbangun dan langsung memegang kepalanya.

'Clup' dua telinga rubah oranye menyembul dari rimbunnya helai rambut kuning.

"Kau ini.. sudah ku katakan jangan ganggu tidur ku!" Naruto masih mengelus kepala malangnya.

Naruto heran, biasanya ketika ia menasehati Hinata atau menegur tindak tanduk aneh si gadis akan langsung meminta maaf. Tapi ini hanya ada hening.

"Oi.. Hinata.." Naruto mendongak. Melihat Hinata yang berbinar bahagia dan seperti orang gemas akan sesuatu.

'Dasar gadis aneh. Ada apalagi seka...' gumam Naruto terputus.

"Ack!!" Jerit Naruto.

Hinata tiba-tiba meloncat dihadapannya. Kedua tangan kecilnya memegang telinga itu dan menekan-nekannya. Hingga tekanan keras yang membuat Naruto teriak. Karena Hinata berusaha melepaskan kuping rubahnya.

"Oi!!!" Naruto mundur. Memegang kupingnya yang terasa sakit.

"Kau!! Apa kau ingin menyiksa ku, hah dettebayo?" Protes Naruto.

"Naruto-kun punya kuping." Ucap Hinata polos.

"Kau juga punya kuping, baka!" Balas Naruto.

"Tapi kuping Naruto-kun.... lucu." Ucap Hinata membuat Naruto sweatdrop.

Kupingnya di bilang lucu, dia lebih suka dibilang keren. Cih, dari pada itu "Kau tidak kaget? Aku ini yokai!" Aku Naruto.

"......"

"......"

"....."

'Dia pasti takut jadi tak bisa berbicara.' Simpul Naruto karena Hinata diam saja.

'Semua manusia sama kan? Mereka akan menghindari kami. Hanya menganggap kami musuh dan monster.' Gumam Naruto. Miris juga mengetahui Hinata takut padanya. Padahal ia sebenarnya senang berteman dan bermain dengan Hinata. Tapi setelah ini, ia akan kembali sendiri.

"Naruto-kun? Yokai?" Hinata bertanya sambil memiringkan kepalanya.

Dia bingung. Tentu saja bingung. Ia didiagnosa tidak bisa melihat mahluk bernama yokai. Terus tiba-tiba Naruto yang sering bermain dengannya mengaku yokai hanya dengan kemunculan dua kuping lucu ini.

Ia ingin percaya tapi bagimana jika Naruto hanya ingin menjahilinya, lalu setelah masuk perangkap Naruto akan mengatainya bodoh dan aneh hingga puas.

Ia tidak ingin masuk jebakan lagi.

"Kau tidak percaya?" Tanya Naruto angkuh.

"Biar ku buktikan!!" Ucap Naruto dengan lantang. Ia berdiri, memejamkan mata dan berusaha konsentrasi untuk melakukan sesuatu.

'Pof' munculah ekor rubah.

"Yare~ hanya satu dettebayo.." keluh Naruto karena ia hanya berhasil mengeluarkan satu ekor dari sembilan ekor miliknya.

Hinata mendekat.

Memegang ekor yang baru mucul itu.

"Lembut.." ucap Hinata. Mengelus dan memeluk ekor Naruto.

"Hi..Hiinata~" Naruto merinding.

"Hihihi. Aku menyukai kuping dan ekor Naruto-kun." Ungkap Hinata masih asik mengelus bulu oranye ekor rubah.

Naruto bersemu.

"Baka." Ucap Naruto lirih.

"Naruto-kun bilang apa?" Tanya Hinata yang mendengar Naruto bergumam.

"Lepaskan!!!" Naruto mendorong Hinata agar menjauh dalam kata lain melepaskan ekornya. Mendorong wajah chabi itu menjauh, namun sia-sia karena Hinata terus saja menempel dan memeluk ekornya.

"Mou~ Naruto-kun!" Protes Hinata.

Detik demi detik terlewat.

Menit demi menit terlewat.

Jam demi jam terlewat.

Hari demi hari terlewat.

Bulan demi bulan terlewat.

Tahun demi tahun terlewat.

Waktu terus bergulir ke depan dan terlewati bersama. Hinata masih tetap berkunjung ke hutan lindungan daun. Tujuannya adalah kuil di tengah hutan. Tempat bertemu dengan Naruto sang Rubah ekor sembilan.

Rambut Hinata kini memanjang. Tergerai indah dan mengkilat. Ia mengenakan seragam sailor hitam dengan rok lipit dibawah lutut.

Pertemuan yang biasanya dihabiskan oleh keduanya dengan mengobrol atau berpetualang di dalam hutan tidak membuat bosan.

Hinata semakin tahu bahwa kekuatan matanya memiliki batasan. Ia tidak bisa melihat semua yokai. Hanya yokai-yokai tertentu yang bisa dilihat. Dan ia bersyukur bahwa ia bisa melihat Naruto.

Hari ini ia dengan semangat memasuki hutan. Ia ingin tidur dengan berselimutkan ekor rubah Naruto. Walaupun Naruto selalu protes seperti berkata 'ekor ku bukan selimut, Hinata' tapi tetap saja ia mengijinkan Hinata memeluk dan melakukan segala hal dengan ekor itu.

"Naruto-kun?!" Panggil Hinata yang tak melihat Naruto di kuil.

"Naruto-kun!!" Panggil Hinata lagi.

"Um.. kemana dia?" Hinata khawatir, tidak biasanya Naruto tidak ada ditempat mereka.

"Kraszz!!" Suara kerusakan.

Hinata berlari menuju arah keributan di hutan. Tidak biasanya seperti ini.

"Naruto-kun.."

"Naruto-kun.."

Gumamnya berkali-kali menyebut nama itu. Ia sangat takut terjadi hal buruk. Firasatnya sungguh tak nyaman.

Dan ketika sampai....

Bola mata Hinata membulat. Hutan terbakar dengan api oranye, pohon-pohon rubuh, tanah tempat berpijak si penyebab kerusakan membuat kubangan akibat pijakan kuat.

Tubuh Naruto terselimuti api oranye, ekornya bergerak liar menghancurkan segalanya, rangka tubuh Naruto terlihat dengan jelas.

"Naruto-kun!!!" Hinata berteriak.

Mencoba mendekat kearah sang pemuda.

"Hinata-sama. Jangan kesana! Sangat berbahaya." Yokai lain yang tinggal dihutan menghentikan langkah Hinata.

"Lepaskan!" Hinata meronta.

"Aku harus menyelamatkan Naruto-kun." Ucap Hinata.

"Kumohon.. lepaskan aku.." Hinata berkat lirih. Membuat genggaman para yokai melemah. Dengan sigap ia melepaskan diri dan berlari kearah Naruto. Tidak peduli terkena sepihan-serpihan kerusakan yang menggores kulitnya.

"Naruto-kun! Hentikan!" Hinata berusaha menyadarkan Naruto.

Naruto tak mendengar ucapan Hinata, sadar Hinata ada disekitarnya saja tidak.

Ia benar-benar lepas kendali.

"Naruto-kun!" Hinata memeluk Naruto erat. Tidak peduli api oranye yang terasa panas dan mulai ikut membakar dirinya.

"Hentikan... hentikan.."

"Hentikan...."

"Kembali lah Naruto-kun!" Teriak Hinata.

Naruto tersikap. Relung hatinya mendengar suara Hinata.

"Hinata.. menjauhlah.." ucapnya disela kesadaran yang susah dikendalikan.

"Tidak!!"

"Tidak!!"

"Tidak!!"

"Aku akan tetap disini bersama Naruto-kun!" Balas Hinata kukuh dengan pendiriannya. Memeluk semakin erat tubuh pemuda rubah.

Air mata Hinata semakin deras. Menetes membasahi tanah yang tak berbentuk. Api oranye merasakan dingin akibat terkena air dari permata putih.

Perlahan memadam.

Naruto terjatuh terserembab dalam dekapan Hinata yang masih meraung menangis tak henti.

"Apa sakit?" Tanya Hinata disela tangisannya.

"Maaf. Maaf. Maaf Naruto-kun." Ucap Hinata terus menerus.

Hinata merasa bersalah. Apa ini dikarenakan ucapannya pada Naruto bahwa ia sangat suka dengan ekor rubah Naruto dan ingin melihat Naruto dengan ekor sembilannya.

Selama ini Naruto akan memamerkan keberhasilannya ketika berhasil mengeluarkan ekornya.

Apa karenanya Naruto menjadi begini?

"Maaf Naruto-kun.."

"Maaf.. maaf.. maaf.."

Mata biru Naruto hanya menatap air mata yang menetes. Tak mengeluarkan sepatah kata pun. Tubuhnya tak mampu hanya untuk sekedar menghentikan Hinata berucap maaf. Rasanya sangat nyaman berada dalam dekapan Hinata. Damai dan tenang. Walaupun tubuhnya masih terasa sakit.

Ia ingin selalu berada dalam dekapan ini.

Selalu...

Bersama...

.
.
.

Setelah kejadian itu Naruto menjadi pendiam. Terlihat cuek dan kadang tidak muncul jika Hinata berkunjung.

Hinata tak menyerah. Ia tetap datang walaupun kecewa Naruto tak mau menemuinya.

Suatu hari, Hinata datang kembali kali ini ia menemukan Naruto duduk diatas dahan pohon yang cukup tinggi. Hinata mencoba memanjatnya dan berhasil duduk disamping Naruto. Ini bukan pertama kali mereka naik ke dahan untuk mengamati pemandangan.

"Naruto-kun!" Sapa Hinata.

Namun Naruto tak bergeming dari memandang kota di bawah sudut pandangnya.

"Kenapa lama tidak terlihat?" Tanya Hinata yang kini juga memandang kota Konoha.

Naruto masih saja diam.

"Padahal aku ingin mengajak mu menonton festival kembang api kemaren. Tapi kau tidak bisa ditemukan." Hinata sedikit manyun dan protes.

"Hinata.." akhirnya Naruto bersuara.

"Jangan kembali lagi ke hutan ini." Ucap Naruto berkata datar.

"Apa maksud mu?" Tanya Hinata. Hatinya mulai khawatir.

"Kau punya tempat mu sendiri, Hinata." Ucapan itu kembali keluar tanpa mau memandang wajah lawan bicara.

"Kau membenci ku? Naruto-kun?" Tanya Hinata.

"Kau mengerti maksud ku, Hinata." Naruto kembali berucap. Masih enggan menatap lawan bicara.

"Kau yang tidak mengerti!! Naruto-kun tidak mengerti perasaan ku!" Hinata berucap penuh emosi.

"Aku hanya ingin bersama Naruto-kun!"

"Aku ingin berdiri disamping mu! Menggenggam tangan mu! Berjalan bersama mu!"

"Karena.. karena...!"

"Aku mencintai mu Naruto-kun!" Ucap Hinata lantang.

Angin bertiup, dedaunan berterbangan. Naruto berdiri dari duduknya. Menunduk menyembunyikan mata safir dan ekapresi wajahnya.

Langit mendung beberapa kali disertai kilat "Sudah saatnya kau pulang" ucapan terakhir Naruto menjadi penutup percakapan mereka. Percakapan yang tidak pernah terjadi lagi.

Hari esoknya, Hinata kembali datang ke hutan, namun ia hanya menuai kecewa. Naruto benar-benar tak pernah menunjukan wujudnya. Menghilang tanpa kabar.

Beberapa kali menangis dan membuat suara ribut agar Naruto keluar dan berkata seperti biasa bahwa ia mengganggu tidurnya. Namun sia-sia.

Hinata tidak menyerah, ia menaruh surat di kuil tempat ia biasa bertemu Naruto. Selalu dan selalu, berharap Naruto akan membaca atau membalas surat darinya. Atau mungkin saja ia bisa kembali bertemu dengan Naruto.

Namun tak pernah terwujud

■□□□□□NaruHina□□□□□■


Pagi ini Sasuke pergi meninggalkan kediaman Uchiha lebih awal. Tanpa pamit terlebih dahulu dengan tamu yang menginap di kamarnya. Tujuannya adalah menemukan Hyuuga Hinata dan memastikan sesuatu.

'Hyuuga... mereka klan terkenal. Dan memiliki banyak anggota keluarga. Akan lebih mudah jika berkunjung kekediaman Hyuuga.' Gumam Sasuke.

'Tapi.. itu terlalu beresiko jika Uchiha seperti ku mengetuk rumah berpalang marga klan buta.' Sasuke menimbang sesuatu.

Klan Uchiha adalah klan yang hampir berumur sama dengan klan Hyuuga. Klan yang juga memiliki kemampuan melihat yokai. Hanya saja bedanya, Hyuuga lebih sering bekerja sama dengan yokai sedangkan klannya sebagai pembasmi yokai.

Tapi di era maju seperti saat ini hal itu sudahlah sangat jarang dilakukan. Mereka telah berbaur bersama walaupun perang dingin tak terucap tetaplah ada. Perang bernama gengsi dan ego.

"Hah~" Uchiha Sasuke menarik nafas berat. Hanya karena memungut surat bisa membuatnya repot seperti ini. Ia yang harus menyembunyikan Naruto dikamarnya jangan sampai klannya tahu, karena jika tahu bisa saja Naruto akan dijadikan bahan percobaan ketimbang dibunuh. Sekarang zamannya penelitian dan rasanya itu lebih menakutkan, seperti membunuh pelan-pelan.

"Sensei." Tegur Sasuke pada guru bermasker. Rambutnya sudah putih padahal umurnya masih muda.

"O..Sasuke.. ada apa?" Tanya guru itu balik.

"Bisa minta data seluruh siswa." Minta Sasuke.

"Buat apa? Kau mau sensus?" Balas Kakashi-sensei.

'Tsk!" Sasuke berdecak jengkel.

"Sudahlah tidak jadi." Sasuke berbalik. Malas menjelaskan lebih lanjut.

"Oi Sasuke!" Kakashi hanya geleng kepala dengan kelakuan muridnya itu.

.
.
.

"Kiba.." panggil Sasuke.

"He? Tumben kau menegur ku duluan? Kau sedang sakit ya Sasuke?" Goda Kiba.

'Tsk! Kenapa harus berurusan dengan orang-orang merepotkan ini' dumel Sasuke.

'Aturan aku bertanya pada Shikamaru saja. Orang anti direpotkan biasanya tidak merepotkan' gumamnya lagi.

Kiba yang lagi-lagi didiamkan Sasuke berdecak sebentar tapi tetap saja tak bisa cuek. "Oey.. ada apa?" Tanya Kiba.

"Apa kau tau Hyuuga Hinata?" Tanya Sasuke yang masih menyedot susu kotaknya.

"Hyuuga Hinata?" Kiba balik bertanya.

"Hn.." balas Sasuke.

"Kau memang sedang sakit ya Sasuke?" Kiba malah membalas seperti ini.

"Aku tidak bercanda." Sasuke memutar matanya bosan.

"Serius?" Kiba balik tanya lagi.

"Kalau tidak tau ya sudahlah." Ucap Sasuke hendak pergi.

"Wahahaha.. tunggu.. tunggu.. aku tau kok.. haahahaha.." tawa Kiba menggelegar dan ia berusaha menghentikan langkah Sasuke yang mau pergi.

"Maaf.. maaf.." Kiba meredakan tawanya.

"Hyuuga Hinata... dia.. orang yang duduk disebelah mu Sasuke." Ucap Kiba.

"Bruuup!" Sasuke menyemburkan susu yang diminumnya tepat di wajah Kiba.

Kiba terdiam sesaat, lalu tersadar dan memaki Sasuke "Kau parah ya!!! Sampai teman disamping mu saja tidak tau! Ck! Dan apa-apaan semburan ini Sasuke-ahoo!!!"

Sasuke berlalu dengan segera.

"Oi! Sasuke!!" Kiba ditinggal denggan wajah penuh susu.

.
.
.
.

"Hyuuga Hinata." Tegur Sasuke. Hinata yang duduk ditaman belakang berbalik. Menoleh pada si pemanggil.

"Ha'i?" Jawab Hinata. Sedikit bingung tiba-tiba teman bangku sebelah berbicara dengannya. Bahkan sudah hampir dua tahun dikelas yang sama, Uchiha Sasuke tak pernah menegurnya.

"Apa kau mengenal Naruto?" Tanya Sasuke to the point.

Wajah Hinata yang tadi terlihat santai kini menegang. Berdiri dan menghampiri Sasuke. Memegang pundaknya erat, menuntut jawaban "Kau mengenalnya?"

"Dimana kau bertemu dengannya?"

"Apa kau ini yokai juga?"

"Apa Naruto ada di dekat sini?" Tanya Hinata berderet.

"Hoi! Tenanglah!" Sasuke merapikan kembali baju seragamnya.

"Dia tidak disini."

"Aku hanya ingin memastikan sesuatu." Ucap Sasuke tenang.

"Tentang apa?" Tanya Hinata yang sudah bisa mengendalikan diri.

"Benar kau meletakkan surat undangan pernikahan mu untuk Naruto di kuil tengah hutan?" Tanya Sasuke.

"Apa dia membacanya?" Tanya Hinata. Sedikit takut jika bukan Naruto yang membaca tapi malah Sasuke yang menemukan suratnya.

"Ya.." jawab Sasuke jujur.

Mata Hinata berbinar. Rasanya segala kekhawatirannya sedikit hanyut hanya dengan kata 'ya' tadi.

"Kena.." gumam Hinata masih bisa di dengar Sasuke.

Hinata berbalik, memandang langit biru yang selalu membuatnya ingat warna mata Naruto. Merasakan angin yang bertiup dengan aroma yang sama di hutan lindungan daun.

"Undangan itu sebenarnya hanya jebakan."

"Supaya aku bisa bertemu dengannya sekali lagi." Hinata tersenyum manis. Sedikit genang air mata karena haru.

"Tidak.." Hinata menggeleng.

"Sebenarnya itu jebakan untuk menangkapnya." Hinata kembali tersenyum.

"Aku tidak akan melepaskannya lagi untuk kali ini."

"Aku benar-benar tidak akan melepaskannya." Ucap Hinata.

Sasuke hanya perlu memastikan satu perkara lagi.

"Kau yakin?"

"Kau akan melewati batas manusia mu." Sasuke mengingatkan. Jika mereka berbeda.

Hinata menarik nafas dalam.

"Kau tau.. dulu waktu kecil aku sering dipaksa melakukan ritual klan agar bisa melihat yokai."

"Aku merasa tersiksa karena aku tidak mau melihat yokai jika harus mengorbankan jiwa manusia ku."

"Aku sudah memikirkannya berkali-kali.."

"Aku.. hanya mengikuti jiwa manusia ku... naluri manusia ku..."

"Aku hanya menjadi egois." Hinata tersenyum

"Batasan itu.. mungkin aku akan melewatinya. Dihukum karenannya. Dikutuk karenannya. Dibenci karenannya. Dibuang oleh dunia."

"Tapi aku memilih itu semua untuk bersamanya."

"Jadi Uchiha-san.. kumohon jangan beritahu Naruto-kun jika undangan itu jebakan." Pinta Hinata tulus.

■□□□□□NaruHina□□□□□■

Besok adalah hari dimana pernikahan itu akan dilakukan.

"Sasuke kenapa kau tidak mengajak ku ke sekolah?" Tanya Naruto.

"Hn.. bukannya kau hanya akan mengucapkan selamat. Lebih baik saat acaranya saja baru datang." Balas Sasuke.

"Um.. kau benar." Jawab Naruto seadanya.

Hening.

"Sasuke.. mau kah kau menemani ku ke suatu tempat?" Pinta Naruto.

.
.
.

Bulan bersinar terang. Bulat sempurna. Mereka berada di kuil dalam hutan lindungan daun.

Naruto membuka kotak persembahan, dimana biasanya kotak untuk orang yang memohon permintaan melempar koin sebelum mengatupkan tangan. Kotak yang bukan berisi koin namun tergantikan dengan banyaknya surat dari Hinata.

"Apa harus melakukan ini?" Tanya Sasuke.

Naruto mengeluarkan semua surat, menumpuknya menjadi satu dan siap untuk membakarnya dengan api oranye.

"Ya..." dan Naruto benar-benar membakarnya.

Kertas-kertas itu hangus oleh api oranye. Terbang membuka isi yang tak pernah terbaca.

Naruto-kun kau dimana?

Apa kau marah pada ku?

Hei jangan menghindari ku!

Dasar rubah pengecut!

Naruto-kun kau baik-baik saja kan?

Kau membuat ku khawatir

Semua kalimat-kalimat yang terkumpul. Tak tersentuh. Tidak terbaca. Musnah.

Naruto hanya menunduk, lagi-lagi menyembunyikan ekspresinya.

■□□□□□NaruHina□□□□□■

Hari-H

"Hoi Sasuke! Benar lewat sini?" Dari tadi Naruto mengikuti langkah Sasuke untuk mengantarnya pada tempat acara.

"Hn." Respon Sasuke seadanya.

"Apa masih jauh?" Tanya Naruto lagi.

"Cerewet! Tinggal belok ke kiri lalu lurus. Acaranya di taman Sakura." Ucap Sasuke.

Namun langkah mereka dihentikan oleh sekelompok yokai pengganggu.

"Awas Sasuke!" Naruto berdiri di depan Sasuke.

"Ck! Cepat pergi sana!" Balas Sasuke yang benci di lindungi. Itu sedikit menurunkan harga dirinya.

"Cepatlah temui dia!" Seru Sasuke bersiap bertempur.

"Bagaimana dengan mu?" Tanya Naruto.

"Jangan meremehkan ku! Aku ini Uchiha! Klan pembasmi yokai!" Sasuke sambil memanggil shikigaminya.

"Susanno! Serang!" Perintahnya pada shikigami berwujud ungu tua dengan pedang dan sayap.

Naruto bergegas pergi.

Tujuannya satu menemui Hinata, mengucapkan selamat lalu pergi dan benar-benar akan melupakan Hinata.

■□□□□□NaruHina□□□□□■

Naruto melirik undangan yang tertera dan memastikan tempat ini sama dengan yang diberitahu Sasuke.
Tapi, di taman yang berjejer pohon Sakura yang bermekaran tak ada keramaian yang menandakan adanya sebuah acara.

Tidak ada orang.

Masih dilanda kebingungan, tiba-tiba saja "Greb!!" ada yang memeluknya dari belakang.

Naruto berusaha berbalik agar berhadapan dengan orang yang memeluknya.

"Hinata!?!" Serunya.

"Bagaimana dengan pernikahan mu dettebayo??" Tanya Naruto.

Naruto tersadar akan sesuatu.

"Hinata lepaskan!! Baka! Lepaskan!" Naruto berusaha melerai pelukan Hinata.

"Tidak! Tidak akan!!" Hinata semakin erat memeluk Naruto.

"Jangan lari lagi! Mari kita bicara dan menyelesaikan semuanya!!" Hinata mengungkapkan keinginannya. Menangis karenannya.

"Lepaskan! Aku ini..." Naruto masih mencoba melerai pelukan Hinata.

"Walaupun yokai aku tidak keberatan!!" Hinata memutus ucapan Naruto.

Naruto terdiam perlahan tidak meronta untuk terlepas dari pelukan Hinata.

Pelukan yang juga ia rindukan.

"Naruto-kun.."

"Naruto-kun.."

"Naruto-kun.."

Hinata mengucapkan nama yang sangat dirindukannya. Meyakini hatinya jika yang dipeluknya saat ini adalah sosok yang nyata. Bukan hanya buah mimpi dan angan.

Tangan besar Naruto merengkuhnya. Memeluknya lebih dekat, memberikan kehangatan yang nyata.

'Naruto-kun disini bersama ku...'

'Hinata disini bersama ku..'

Keduanya bergumam dalam hati, membiarkan detak jantung bergemuruh. Meresapi rasa yang telah lama hilang.

"Jika kita melanjutkannya, kau hanya akan menangis lagi, Hinata." Ucap Naruto lirih.

"Jika itu terjadi, aku akan baik-baik saja. Aku pasti bisa melewati masa itu jika bersama Naruto-kun." Ucap Hinata yakin.

"Kau ini... benar-benar tidak mengerti ya..." ucap Naruto.

'Jika saat itu tiba bagaimana dengan ku? Bagaimana jika kau yang meninggalkan ku Hinata?' Naruto berkata dalam hati.

'Karena ketakutan ku sebenarnya adalah umur dan kematian...'

'Aku takut menjadi egois karena membiarkan mu berada disisi ku. Menyadari kau lebih memilih pergi kehutan untuk bertemu dengan ku dari pada jalan-jalan setelah pulang sekolah dengan teman-teman mu sebenarnya membuat ku bahagia'

'Aku takut hanya aku yang bahagia...'

'Bolehkah aku menjadi egois?' Mengakhiri perang dihatinya.

"Hinata... Aku mencintai mu." Ucap Naruto mengungkapkan perasaan sebenarnya.

"Huaa!! Akhirnya kau mengatakannya juga! Baka!" Hinata menangis histeris dan memukul dada Naruto berkali-kali.

"Aku tau.. aku selalu tau kau juga memiliki rasa itu" ucap Hinata.

"Maaf kan aku. Membuat mu menunggu lama. Hinata." Ucap Naruto menenggelamkan kepalanya pada pundak Hinata.

"Aku tidak akan pergi lagi. Aku tidak akan melepaskan mu lagi." Ucap Naruto mengungkapkan perasaan sesungguhnya.

.
.
.

Sasuke dari kejauhan memandang momen itu dengan haru. Perjalanan cinta yang rumit dan masih panjang. Mereka baru memulai dan setelah ini rintangan pasti lebih berat dari sebelumnya.

Keduanya memutuskan untuk melewati batas mereka dan jujur dengan perasaan yang terbelenggu oleh takdir.

Biarkan takdir yang akan menjawab semua. Karena yang bisa dilakukan adalah berusaha untuk melakukan sesuatu sebelum kematian menjemput.

Salah atau benar? Tak ada yang berhak menghakimi jalan yang mereka pilih. Toh pada akhirnya mereka juga yang akan menebus segala akibat dari sebab yang mereka pilih.

●•••••••••••NaruHina••••••••••••●

Wanna be With You
-END-

.

.

.

IRVINA
3.06.2017

Terinspirasi dari Natsume Yuujinchou Roku eps. 8

..................................................

Hueee... Oneshoot terpanjang yang pernah q buat..

Bagi yang belum nonton Natsume Yuujinchou Roku eps. 8 coba ditonton ya..

Bagi yang sudah nonton.. pasti pas baca visual menghayalnya lebih dapat pas baca ini ff.. hahaha

Semoga kalian senang dengan ceritanya Reader-tachi.. ^.^/

Houto ni arigatoo~
Vote n comment ya jika berkenan ^.^

Continue Reading

You'll Also Like

235K 20.6K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
15M 210K 8
Sudah terbit
1.5K 327 22
"𝐀𝐤𝐮 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐛𝐞𝐫𝐥𝐚𝐛𝐮𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚" ~•~ Mempertahankan persahabatan itu sangat sulit. ~•~ Persahabatan bagaikan tali. Jika...
911K 55.1K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...