Dumb and Dumber 》 jjk+kth

Por -harunee

97.1K 8.5K 743

[BAHASA] All about KookV daily life (Jungkook as seme and Taehyung as uke), with different tittle and story... Más

Hyungie
Lost (You)
Trust Me?
Fool
Taetae
Weakness
Flawless
Untitled
友人?
(True) Love
Spring Day
Sky

Beauty

6K 450 17
Por -harunee

"Yoongi-hyung keluar jam berapa?"

Jimin melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sepuluh menit lagi mungkin, pembukaan galeri pukul tujuh." Ia kemudian tersenyum lebar. Menepuk bahu sahabatnya dengan ceria, "terima kasih, aku berhutang banyak padamu omong-omong."

Taehyung membutar bola matanya jengah. "Aku bahkan rela meninggalkan kelas malamku, sial. Kau harus bertanggung jawab jika aku praktikum sendirian."

Jimin tertawa. "Tentu, dude."

Taehyung melengos. Kembali menatap jejeran lukisan karya tangan dingin seniman muda Min Yoongi. Taehyung tidak berhenti berdecak menyatakan kekagumannya melihat jejeran lukisan masterpiece yang diperlihatkan malam ini, semuanya benar-benar penuh perhitungan dan kental akan seni. Kekasih kawannya itu benar-benar tidak bisa dianggap remeh dengan kemampuan melukisnya di usianya yang masih begitu muda.

Ia berjalan di sepanjang lorong. Hingga berhenti sejenak untuk menatap satu lukisan klasik yang dipajang di ujung lorong dengan figura yang cukup besar. Lukisan Yunani kuno yang indah. Benar-benar memiliki imajinasi tingkat tinggi dengan menuangkan keadaan olympus di zamannya. Taehyung tersenyum tipis. Lukisan itu benar-benar indah.

.

.

.

Beauty

(Because ur beauty more than anyone)

.

.

.

Jeon Jungkook mengamit paper glass kopi instan yang dibelinya di minimarket dekat gedung tempat galeri ini digelar sambil kedua tangannya sibuk memegang kamera canon DSLRnya untuk mengambil beberapa foto ekslusif, well, sebenarnya galeri ini bersifat privasi dengan tamu undangan saja yang bisa masuk. Larangan mengambil gambar jelas terpampang di sepanjang lorong, tetapi persetan, kakak bawelnya itu bisa ia urus nanti.

Mengecek beberapa hasil gambar miliknya yang memuaskan, ia memutuskan untuk berhenti memotret. Tamu undangan akan memenuhi galeri ini sebentar lagi, ia tidak mungkin mengambil foto secara terang-terangan di depan para tamu. Ia meraih paper glassnya yang masih tersangkut di bibirnya untuk dipegangnya dengan benar kemudian berjalan menyusuri sepanjang lorong.

Sampai kedua matanya mendapati seorang pemuda yang tengah berdiri mengamati sebuah lukisan. Jungkook tidak tahu sejak kapan ia tertegun sejenak dan mengamati pemuda bersurai kukis itu, mengenakan kemeja pink pastel yang terlihat sedikit kebesaran di postur tubuhnya yang ramping, celana jins hitam panjang membalut kaki jenjangnya dengan perpaduan sepatu nike putih yang membuatnya tampak begitu kasual dan menawan.

Jungkook mengerjap, diam-diam mundur selangkah untuk menyembunyikan dirinya di balik tembok (tolong jangan tanyakan Jungkook untuk apa ia melakukan ini). Bibirnya menggumamkan rentetan umpatan tentang perasaan anehnya yang tiba-tiba mendominasinya. Ia terdiam di sana untuk beberapa menit, mengintip lagi sebelum dengan langkah ragu mendekat ke arah pemuda itu.

"Kau suka?"

Pemuda itu berjengit. Reflek menoleh padanya, mengamatinya sekilas kemudian tersenyum kecil dan mengangguk. "Indah sekali."

Jungkook tersenyum. Jantungnya berdegup aneh melihat pemuda itu tampak begitu lugu dan menggemaskan di hampir bersamaan. Pemuda itu bahkan jauh lebih terlihat cantik jika dilihat dari dekat, Jungkook berani bersumpah.

"Penggemar classicsm art?"

Pemuda itu tertawa sambil menggeleng. "Tidak--maksudku, belum sampai setaraf itu, aku menyukainya, just it."

Jungkook mengangguk mengerti. Mereka kemudian terdiam untuk beberapa detik hingga suara pemuda itu memecah keheningan. "Bagaimana denganmu?"

Satu alis Jungkook terangkat naik, "Huh?"

"Classicsm art, kau menyukainya?"

Jungkook terdiam. Dalam hati tak mengerti kenapa pemuda di hadapannya ini bertanya dengan kedua mata membulat penasaran yang terlihat begitu menggemaskan. Berdehem sebentar, Jungkook menunjuk lukisan di hadapan mereka dengan telunjuknya. "Secara pribadi aku lebih suka futurism, tapi kupikir, siapa yang bisa menolak keindahan classicsm?"

"Hell yeah," Pemuda itu mengangguk setuju. "Leonardo da Vinchi mengembangkannya dengan begitu sukses." Ia mengangkat kedua alisnya, kembali menatap Jungkook penuh tanya. "Menurutmu begitu? Atau Michelangelo?"

Jungkook terkekeh. "Leonardo da Vinci dan Michelangelo memang jajaran terbaik yang pernah dimiliki oleh classicsm, tapi kupikir Girodet dan Raphael juga tidak buruk."

Pemuda itu mengangguk setuju. "Mereka semua masterpiece kurasa." Ia tersenyum saat kembali menatap Jungkook, "Omong-omong aku Taehyung--Kim Taehyung." Kenalnya kemudian mengulurkan tangan.

Jungkook menerima uluran tangan itu sambil tersenyum. "Jeon Jungkook."

"Okay, Jungkook-ssi...errr...fotografer?" Taehyung menunjuk kamera yang terkalung di lehernya dengan dagunya.

"Oh, tidak." Jungkook menggeleng, tertawa canggung. "Semacam hobi mungkin lebih tepat. Well, aku mahasiswa."

"Benarkah?" Taehyung membulatkan matanya percaya. Kemudian tampak menilai penampilannya dengan kedua matanya yang memicing. "Kupikir kau semacam diplomat yang menyukai seni, serius."

Jungkook merengut, menarik simpul dasinya yang terasa begitu mencekik lehernya. "Aku tahu ini ide bodoh. Sepupuku memintaku berpakaian formal hari ini, dan itu benar-benar memuakkan saat aku harus fitting baju sehari penuh untuk mendapatkan setelan jas yang baik. Padahal kupikir apa salahnya mengenakan kemeja kasual untuk acara yang seharusnya tidak terlalu resmi seperti ini." Keluh Jungkook tanpa sadar. Membuat Taehyung tertawa lepas hingga untuk sementara waktu Jungkook terasa kehilangan pijakannya dan melayang di atas awan-awan. Pemuda itu tertawa begitu lugu, menggemaskan, dan penuh determinasi.

"Oh maaf," Taehyung menghentikan tawanya sejenak, sebelah tangannya memegangi perutnya yang terasa ngilu karena tertawa berlebihan.

Jungkook mengeleng, bibirnya berkedut tipis atas euforia tawa Taehyung yang nyaris seperti mempengaruhi seluruh sel sarafnya untuk berhenti bekerja dan mematung seperti orang bodoh.

"Kau cantik saat sedang tertawa."

Dan persekon selanjutnya, hening benar-benar tercipta. Taehyung mengerjap sembari tertawa putus-putus. Tidak yakin dengan apa yang baru saja pemuda yang baru dikenalnya sepuluh menit itu katakan.

"Oke, kuanggap itu bercanda. Selera humormu benar-benar bagus."

Jungkook menggendikkan bahunya tipis. "Aku sadar sepenuhnya dengan apa yang kukatakan."

Taehyung sadar betul dengan pipinya yang merona dan ia berusaha merubah atmosfer yang baru saja tercipta dengan tertawa jenaka sambil mengambil langkah berjalan.

Lalu keduanya berjalan perlahan menuju satu per satu lukisan lain yang terjejer rapi di sepanjang lorong. Taehyung baru menghentikan langkah di depan sebuah lukisan klasik yang menjadi salah satu daya tarik penting dalam galeri malam ini.

Jungkook mengamatinya, Taehyung tampak begitu terpesona dengan lukisan itu. Ia berdehem, berusaha menarik perhatian, "Olympus?"

"Huh?"

"Lukisan ini, Olympus." Jungkook maju selangkah. "Kau tahu, semacam kerajaan para dewa; Zeuz dan Zera."

"Kau tahu banyak," Taehyung tersenyum tipis. "Aku benar-benar tidak mengerti hal-hal seperti itu." Akunya lugu. "Beberapa tahun terakhir aku menghabiskan banyak waktu untuk mengamati konstelasi bintang. Kau tahu, semacam impian bodoh menjadi Asterisma."

"Hei, tidak ada impian yang bodoh kurasa." Ia melangkah mundur, kembali sejajar dengan Taehyung dan menggiring pemuda itu perlahan untuk mengamati lukisan lain. "Setiap impian selalu memiliki alasan untuk diwujudkan, tidak ada istilah bodoh untuk orang yang bermimpi. Mungkin kata itu justru lebih cocok ditujukkan kepada seseorang yang bahkan tidak memiliki impian dalam hidupnya. Menurut kalkulasiku, hanya nol koma tiga persen; hampir tidak ada."

"Menurut kalkulasimu?" Taehyung tertawa. "Apa kau memang begitu?"

"Hm?"

"Orang yang mengukur semua hal dengan kalkulasi ilmiah dan logika?"

"Tidak juga." Jungkook menggeleng. Menghentikan langkah mereka di depan sebuah lukisan Jepang kuno. "Tapi perhitungan berdasarkan fakta dan logika nyaris tidak pernah meleset, itu opiniku."

Satu alis Taehyung terangkat naik, tidak berusaha membantah dengan hanya mengangguk kecil.

"Jungkook-ah!"

Keduanya menoleh, mendapati sepasang kekasih yang sudah rapi dengan setelan jasnya tengah berjalan ke arah mereka.

"Oh, kalian sudah saling mengenal?" Ujar Yoongi begitu pemuda mungil dengan setelan jas putih dipadukan dengan dasi kupu-kupu berwarna biru langit itu berdiri di hadapan mereka.

Jimin menatap Taehyung dengan separuh alis terangkat, "Kau mengenal Jungkook, Tae-ie?"

Keduanya menggeleng nyaris bersamaan kemudian tertawa gugup.

"Maksudku, kami baru saja berkenalan. Sepuluh menit yang lalu." Jelas Taehyung tergagap dan Jungkook hanya mengangguk mengiyakan.

"Ah," Yoongi mengangguk paham. Melirik sepintas pada kekasihnya yang sedang terkekeh.

"Oke, anggap saja begitu. Dan bisakah kita ke depan? Acara akan dimulai."

.

.

.

Taehyung menggerutu begitu keluar dari gedung tempat pertunjukan galeri digelar jam sudah menujukkan pukul sebelas malam.

Ini buruk. Bus sudah berhenti beroperasi sejak dua jam yang lalu dan jarak apartemennya dengan gedung ini jelas tidak main-main.

Taehyung meruntukki kebodohannya yang lupa waktu. Ia mendengus dan berpikir kembali ke dalam untuk meminta Jimin mengantarnya adalah pemikiran bodoh. Jimin jelas sedang menghabiskan waktu dengan Yoongi malam ini.

Ia menendang kerikil di bawah kakinya dengan frustasi, memutar otak bagaimana caranya untuk pulang hingga beberapa menit kemudian sebuah audi putih berhenti tepat di hadapannya yang membuat ia mengangkat wajahnya cepat.

Itu Jungkook. Yang sedang terduduk di balik kemudi mobil di hadapannya itu Jungkook.

"Aku akan mengantarmu pulang." Kata Jungkook ringan, ia beranjak keluar dari mobil dan berjalan memutar untuk membuka pintu di samping kemudi, mempersilahkan Taehyung masuk.

"Tidak--maksudku, aku bisa pulang sendiri." Tolak Taehyung halus. Tidak ingin merepotkan.

"Dengan apa? Bus sudah berhenti dua jam yang lalu. Kau akan membeku kedinginan jika berjalan kaki." Gerutu Jungkook sembari memberi gestur agar Taehyung segera masuk ke dalam mobil. Ia berdecak saat Taehyung hanya terpaku stagnan di tempatnya berdiri dengan bibir yang terkatup.

"Setidaknya biarkan aku melakukan ini untuk membantu Jimin-hyung, ia berkata untuk mengantarmu pulang karena Jimin masih harus bersama Yoongi-hyung, deal?"

Taehyung berpikir sejenak kemudian melangkah ragu masuk ke dalam mobil. Jungkook kemudian ikut masuk dan duduk di sampingnya, pemuda itu bahkan membantunya mengenakan seat-belt.

"Di mana apartemenmu?"

"Galleria Palace, Songpa-gu, Jamsil."

Jungkook mengangguk. Membawa mobilnya perlahan masuk ke jalan yang lenggang. Pemuda itu menyetir di dalam kecepatan rata-rata.

Taehyung mengerjap gugup, mengerat seat-belt yang melingkari tubuhnya dengan gugup. Ia benar-benar merasa canggung dengan pemuda di sebelahnya sejak Jungkook mengatakan kata cantik tadi.

"Kau kenapa?"

"Hm?" Taehyung mengiggit bibir bawahnya canggung, mengintip Jungkook di sebelahnya yang tengah menatapnya. Atensi Jungkook sementara teralih saat mobil berhenti di lampu merah.

"Kau seperti salah tingkah sejak aku mengatakan bahwa kau cantik."

Jantung Taehyung berdegup cepat. Pemuda itu merasa jika akalnya sedang mengawan-awan dan sejenak ia tidak mengerti apa yang harus dilakukan.

"Sudah kukatakan," Jungkook menghela napas, menarik perseneling dan menginjak gas begitu lampu berubah hijau. "aku tidak membual, kau memang cantik." Ujarnya enteng.

Suhu di dalam mobil yang dingin dan deru AC yang lembut seakan membuat Taehyung semakin membeku. Seharusnya ia marah, Kim Taehyung adalah pemuda tulen yang tampan, catat ini. Tetapi bahkan sekarang ia tidak bisa mencegah bibirnya yang terus mengatup.

"Aku menyukai seni dan kecantikan." Aku Jungkook kemudian, memecah keheningan. "Dan kau masuk dalam definisi kecantikan di kamusku," ia terkekeh kecil, memutar kemudi memasuki kawasan apartemen yang cukup megah.

Taehyung yang terpengkur cukup lama segera melepaskan seat-beltnya begitu mobil Jungkook sudah berhenti di lobi apartemennya. "Terima kasih untuk tumpangan--"

"Omong-omong, aku Jeon Jungkook." Sudut bibir Jungkook terangkat naik begitu Taehyung yang hendak keluar menghentikan gerakannya untuk menatapnya tak mengerti.

"Fakultas kedokteran tingkat tiga, salam kenal, Kim Taehyung, Earth and Environmental Sciences tingkat tujuh?"

Taehyung terperangah. "B-bagaimana kau tahu?"

Jungkook terkekeh. "Aku akan menjemputmu besok pagi, di sini, kita berangkat bersama."

.

.

.

.

"Jungkook-ah, bisakah kau mengantarkan ini?"

Jungkook yang sedang berkutat dengan tumpukan buku di hadapannya segera mengangkat wajah, mendapati Jung Hoseok, kakak tingkatnya yang sedang berdiri di hadapannya dengan setumpuk kertas yang segera diletakkan Hoseok di atas mejanya.

"Hyung?"

"Jebal," Hoseok memandangnya memelas, berkali-kali melirik arlojinya dengan gusar. "Aku ada jadwal mengajar pukul empat--lima belas menit lagi, tolong, Jungkook-ah?"

Belum sempat Jungkook membalas, Hoseok kembali membuka suara, kali ini lebih terburu-buru. "Kupercayakan padamu, oke? Ini tugas Mrs. Choi, kau bisa meletakkannya di ruangannya atau, oh, dia ada jam mengajar di lab B sekarang."

Lalu pemuda itu terburu-buru berbalik badan dan keluar ruang kelas dengan tergesa-gesa.

Jungkook menggerutu sembari mengemasi barang-barangnya ke dalam tas, kemudian membenarkan letak masker di mulutnya yang begitu mengganggu, flu berat membuatnya harus mengenakan masker yang nyaris menutupi separuh wajahnya ini seharian.

Ia membawa tumpukan tugas itu kesusahan di lengannya. Berjalan keluar dengan langkah perlahan, memutuskan bahwa lebih baik menuju lab B yang masih berada di kawasan fakultasnya ketimbang ruangan Mrs. Choi yang cukup jauh.

Pemuda itu menghentikan langkah tepat di depan pintu lab B yang terbuka lebar, melangkah masuk untuk menemukan keadaan lab yang sepi. Mengerutkan kening, ia melangkah masuk ke dalam tanpa mengetuknya.

Ada seorang pemuda dengan jas lab yang dikenakannya sedang berdiri memunggunginya. "Permisi?"

Pemuda itu tersentak kaget, menghentikan aktivitas yang sedang dilakukannya dan berbalik perlahan. "Ya?"

Jungkook membenarkan tumpukan kertas di lengannya yang sedikit melorot, "Apa kau tahu di mana Mrs. Choi? Aku harus mengumpulkan tugas ini--"

Bibir Jungkook tiba-tiba terkatup. Kata-katanya kembali tertelan melihat pemuda manis di hadapannya yang sedang mentapnya keheranan. Jungkook mengerjap merasakan jantungnya yang bertalu-talu, kertas dipelukannya bahkan nyaris melorot.

Pemuda itu masih berdiri di depannya. Surai cokelatnya yang sewarna kukis mengabur lembut terbawa angin, sinar matahari senja yang menerpa wajahnya begitu membuatnya terlihat semakin sempurna dan secerah matahari. Bibir pemuda itu merengut tipis dan kedua matanya berkilat cantik.

Jungkook pernah berkata bahwa kecantikan hanyalah omong kosong. Tetapi detik ini, di senja ini, Jungkook bahkan rela berlutut untuk bisa menarik ucapannya kembali.


"Taehyung-ah!"

Pemuda itu menoleh untuk berteriak 'sebentar' pada seseorang di ambang pintu. Sebelum kembali menatap Jungkook.

"Ah, kau ingin mengumpulkan tugas Mrs. Choi? Mrs. Choi tidak hadir di kelas sore ini. Kau bisa meletakkan tugasnya di meja sana, aku akan membantu mengumpulkannya sekalian mengumpulkan milik kelas kami."

Jungkook dengan cepat menguasai dirinya dan berusaha meredam eforia yang meledak kurang ajar pada dadanya, ia mengangguk gagap, nyaris salah tingkah dan merasa beruntung separuh wajahnya tengah tertutupi sekarang. "T-terima kasih."

Pemuda itu mengangguk dan tersenyum kecil. "Bukan masalah besar."

Jungkook segera berbalik untuk meletakkan tumpukan tugasnya di atas meja. Sebenarnya adalah untuk menghindari senyum pemuda itu yang mendadak membuatnya gila.

Ia lalu keluar ruangan dengan tergesa-gesa, sebelah tangannya menangkup dadanya, merasakan jantungnya yang berdetak di atas ambang normal. Ia mengangkat wajahnya menghadap pemandangan senja di atas sana sembari tersenyum di balik maskernya.

Terkekeh kecil, ia baru menyadari bahwa jatuh cinta akan semenyenangkan ini. Pikirannya tidak berhenti mematri senyum pemuda itu dalam-dalam di otaknya, melafalkan nama yang membuat hatinya menghangat dan mengambang di awan-awan.

Taehyung.

.

.

.

Fin.

.

.

.

.

a/n:

Lemme crying waktu nemu draft yang udah menjamur dari tahun lalu ini lol, without edit sedikitpun wkwk.

Just, aku gatau bakal apdet work ini lg apa engga karna aku bener2 lg lost passion buat nulis. Ini aja kalau ga nemu draft ga bakal apdet :") so, i'm sorry karna very-very long time ngga apdet dan mungkin kedepannya bakal begitu. I need ur support everyone, dont be sider please?

Thx.
And buat yang besok puasa, semangat!^^

26.05.2017

Seguir leyendo

También te gustarán

48.9K 3.7K 3
"Taehyung akan tersiksa di hari-hari heatnya yang datang dalam beberapa bulan sekali. Seperti yang kau katakan barusan; sensitif, agresif, mood swing...
6.5K 956 20
Taehyung terbangun dan mendapati dirinya terbaring di tengah-tengah keluarganya yang menangis meratap memanggilnya. "Aku ..., sudah mati?" .. disclai...
173K 19.7K 30
1 + 1 = 2 Daddy + Mommy = Cinta Cinta diberikan untuk Won Young Maka dari itu Won Young mencintai daddy dan mommy. Dad, bisakah Won young mendapatka...
101K 9.8K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...