The Healer [Canceled Series]

By IreneFaye

32.4K 3K 521

Darien Otoniel Plouton adalah seorang tabib. Muak dengan kehidupannya di kota besar, Darien membereskan selu... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
13
14
15
Epilogue

11

1.1K 157 40
By IreneFaye

Yay gak telat!!!

Summon matadewa karena saya gak telat ahahaha ...

Anyway chapter ini sebenarnya adalah chapter yang isinya penuh infodump, yah, gimana pun juga info ini gak bisa lagi disimpen-simpen ahahaha. Daripada basa-basi langsung aja.

===

Ho'okano menatap Darien dengan sabar. Menunggu pria itu memulai ceritanya. Ia tak benar-benar perlu tahu masa lalu Darien sebenarnya, tapi informasi adalah penyambung hidupnya. Ia tak akan duduk di kastil ini, jika ia tidak pandai mencari informasi. Ia membangun kehidupannya dengan mencari informasi, dan kisah Darien, sekalipun mungkin bukan sesuatu yang sebenarnya benar-benar dibutuhkannya, adalah hal yang mungkin akan membantunya untuk mengambil langkah lebih lanjut terhadap tabib itu.

Hubungan mereka mungkin baik saat ini, tapi Ho'okano bukanlah seseorang yang rela mengambil risiko tanpa menyimpan sesuatu untuk menjadi jaring penyelamat saat ia jatuh. Darien Otoniel Plouton adalah tabib yang penuh misteri, dan misteri tak pernah sepenuhnya dapat memberi ketenangan untuk Ho'okano.

"Satu tahun setelah Sabine meninggal," Darien menarik napas panjang dan memulai ceritanya, "Aku menerima surat serupa dengan surat yang ada di tanganku saat ini, surat dari bupati Roselan, Kepala keluarga Caelan, Egbert Godwin Caelan, paman dari Sabine, dan juga satu-satunya pria yang dapat kusebut sebagai mertuaku."

Ho'okano menatap lambang yang terukir di atas segel lilin yang tadi dipatahkan Darien. Ukiran grifon, mahluk separuh elang separuh singa, mencengkram pedang. Lambang keluarga bangsawan Caelan. Setelah kakak laki-lakinya gugur dalam perang, Egbert mewarisi gelar kepala keluarga dari kakaknya, ayah Sabine. Kejadian itu kemudian menjadikannya wali tunggal gadis itu sampai Darien menikahinya. Semua ini ia ketahui dari catatan publik di perpustakaan Roselan. Bukan hal yang benar-benar baru untuk Ho'okano.

"Egbert tak punya anak perempuan kandung, dan Sabine adalah satu-satunya putri yang ia miliki." Darien tampak tersenyum. Ho'okano dapat melihat kesedihan terlukis di wajahnya.

"Ia memberimu banyak masalah saat kau melamar Sabine, ya?" tukas pria itu setengah menebak, tapi tawa kecil yang terlepas dari bibir Darien seolah memberi pembenaran atas tebakannya. Ho'okano, sekalipun begitu, tak dapat mengatakan kalau ia dapat memahami apa yang dialami Darien.

Ayah mertuanya secara suka rela memberikan putrinya untuk ia nikahi. Pria itu bahkan menawarkan beberapa gundik untuknya. Semua agar ia bersedia menjadi pewaris usaha dagang Garvi. Ia tentu saja menolak tawaran gundik dari pria itu. Ia hanya sanggup berurusan dengan satu wanita.

Sampai hari ini, ia bahkan berharap ia tidak berurusan dengan wanita manapun. Jika ia memikirkannya lagi, mungkin lebih baik ia membangun usaha dagangnya sendiri, ketimbang menjadi pewaris perusahaan Garvi, tapi pemikiran itu sudah terlambat. Ia terlanjur menerima tawaran ayah mertuanya, menjadi penerus Garvi, dan menjadi suami dari wanita yang sebisa mungkin ingin dihindarinya. Ia harus mengakui kalau terkadang ia iri dengan status Darien yang merupakan seorang duda, sekalipun itu sama sekali tak berarti kalau ia ingin membunuh istrinya.

"Sabine telah dijodohkan denganku sejak gadis itu lahir, ia tahu bahwa suatu hari, Sabine akan menikahiku, dan hal itu membuatnya menindasku setiap kali aku datang berkunjung ke rumahnya." Selama beberapa saat Darien tampak terus tersenyum, namun perlahan senyum itu pun lenyap.

"Kami menghancurkan hatinya saat aku melepaskan gelar kebangsawananku dan memasuki akademi pertabiban." Darien mengatakan hal itu dengan penuh kepahitan dalam suaranya. Ho'okano dapat melihat jelas berbagai penyesalan yang terukir di wajah tabib itu.

"Dengan menjadi tabib, aku mengumumkan padanya bahwa aku membuang kestabilan hidup yang dijanjikan pada Sabine saat kami dijodohkan. Selama beberapa tahun pendidikanku di akademi pertabiban, pintu rumah keluarga bangsawan Caelan tertutup untukku. Sabine berhasil membujuknya untuk memaafkanku, tentu saja, tapi aku jelas tak akan pernah lagi mendapatkan kepercayaannya." Darien menghela napas panjang dan menutup matanya. Pria itu menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dan menarik napas panjang, memasukkan surat di tangannya ke dalam saku baju, sebelum kemudian menghela napas lagi dan membuka mata.

"Saat Sabine meninggal, dampak kematian istriku tak hanya menghancurkan diriku, tapi juga hubunganku dengan Egbert."

Ho'okano kini dapat melihat tubuh Darien bergetar. Menceritakan pengalaman ini jelas bukanlah sesuatu yang dilakukan tabib itu dengan mudah. Pria itu dapat melihat tabib di depannya meraih loket yang tergantung di lehernya dan menggenggam benda itu dengan erat.

"Aku mendengar kabar, kalau kematian Sabine mengubah Egbert. Pria itu lebih sering mengurung dirinya di kamar dan keluar hanya untuk makan dan bekerja. Ia nyaris tak meninggalkan kediamannya, tak berbicara dengan siapa-siapa, dan melupakan keluarganya." Darien kembali menarik napas. "Kau harus paham, pria itu adalah satu-satunya sosok pria yang mendekati seorang ayah untukku. Ia memang menindasku, tapi pria itu adalah satu-satunya orang yang memperlakukanku tidak sebagai seorang bangsawan, tapi seorang anak laki-laki biasa. Walau mungkin ia melihatku sebagai seorang anak laki-laki yang mencuri anak perempuannya, tapi setidaknya ia melihatku sebagai seorang anak laki-laki biasa."

Ho'okano dapat memahami apa yang dikatakan Darien. Tumbuh sebagai seorang yatim piatu, dan diperlakukan bagai sampah oleh orang-orang sekitarnya, Saudagar Garvi adalah satu-satunya sosok ayah yang dimilikinya. Pria itu mengajarkan padanya segala sesuatu yang harus diketahuinya untuk menjadi seorang saudagar, dan ia tahu tak ada yang membuatnya lebih bahagia daripada saat pria itu memintanya menjadi penerus usahanya. Ia mungkin tak memiliki hubungan terlalu baik dengan istrinya, tapi baginya tak ada orang yang lebih mendekati sosok seorang ayah selain pria yang kemudian menjadi ayah mertuanya itu.

"Bagiku, setelah kematian Sabine, mendengar pria itu menyia-nyiakan hidupnya, adalah sesuatu yang tak dapat kubiarkan." Darien menarik napas panjang, "Karena itu, saat surat darinya datang, dan memintaku untuk menjadi tabib kerajaan, aku memenuhi permintaanya. Aku menetapkan hatiku untuk tidak pernah lagi menolak permintaannya, dan karena itu kali ini juga, aku tahu aku akan melakukan hal yang sama." Ho'okano mengernyitkan dahinya. Ia jelas sekali mendengar kalimat terakhir yang dikatakan Darien itu dikatakan dengan suara yang dipenuhi kejijikan. Ekspresi wajah Darien kini dipenuhi kebencian. Pria itu tak lagi menggengam loket di lehernya, tapi kini lebih ke arah menggertakkan gigi untuk menahan amarahnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Ho'okano memberanikan diri untuk bertanya, namun Darien terlihat tak siap untuk menjawab. Selama beberapa saat kesunyian memenuhi ruangan itu. Ho'okano tak ingin memaksa. Ia tahu kalau Darien akan memberi tahunya apapun yang kini sedang dipikirkannya, tapi ia harus bersabar, dan hal itulah yang dilakukannya. Bersabar.

"Minum kopimu, Darien, mungkin kau membutuhkannya." Ho'okano mengisi kembali cangkir Darien dengan kopi sebelum kemudian menyodorkan cangkir susu ke arahnya. Tabib itu menarik napas panjang sebelum kembali meracik minumannya dan mengikuti saran Ho'okano.

"Perang ini sama sekali tidak terjadi secara tiba-tiba." Darien akhirnya memulai setelah menegak habis cangkir kopi keduanya. "Sejak gencatan senjata diumumkan, sepuluh tahun yang lalu, baik Olanti dan Dontae sama sekali tak menghentikan penyerangan mereka. Masing-masing mengirim mata-mata mereka, dan masing-masing terus berusaha mencari kelemahan satu sama lain."

"Ma, maksudmu, perang tidak pernah benar-benar berakhir?" Ho'okano menatap Darien dengan tidak percaya. Tabib itu menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya.

"Perang berakhir. Perang dingin dimulai. Kedua kerajaan tidak punya cukup sumber daya untuk meneruskan peperangan. Karena itu, sepuluh tahun lalu keduanya menandatangani kesepakatan gencatan senjata, dan selama sepuluh tahun terakhir, Dontae dan Olanti hidup sedamai yang dapat ditanggung keduanya. Kedua pihak sepakat untuk menghentikan penyerangan, tapi masing-masing pihak tahu kalau hal ini tidak akan berlangsung lama. Perang berhenti hanya karena keduanya butuh waktu dalam mengumpulkan sumber daya untuk memulai perang baru."

Ho'okano termangu sejenak. Ia tahu gencatan senjata antara kedua kerajaan tidak akan berlangung lama. Hal ini adalah rahasia umum, tapi gencatan senjata hanya akan bertahan selama masing-masing pihak tidak melakukan penyerangan langsung terhadap lawannya. Jika Olanti menyerang langsung Dontae, hal itu dapat berarti dua hal, Olanti cukup percaya diri kalau mereka sudah cukup kuat untuk menyerang langsung Dontae, atau Olanti merasa Dontae telah melakukan sesuatu yang menghancurkan kesepakatan gencatan senjata antara dua kerajaan.

"Apa yang telah kerajaan kita lakukan?" tanya Ho'okano pelan sambil menggenggam tangannya yang mulai gemetar. Sebagai seorang saudagar, ia memiliki gambaran cukup baik mengenai keadaan ekonomi kedua kerajaan besar yang saling bermusuhan ini. Ia tahu sepenuhnya kalau Olanti tidak memiliki sumber daya yang bahkan mendekati cukup untuk menyerang Dontae secara terang-terangan. Peperangan kali ini jelas dimulai oleh Dontae.

"Sepuluh tahun yang lalu, untuk menjamin terjadinya gencatan senjata, masing-masing kerajaan menyerahkan anggota keluarga kerajaan mereka untuk menjadi tawanan perang kerajaan lawannya. Dontae menyerahkan Pangeran Hrodgar, putra ketiga Raja Durwin atas Dontae, dan sebagai gantinya, Olanti menyerahkan keluarga Pangeran Wang Ru Shi, cucu dari Kaisar Wang Guo Bao pada Dontae. Keluarga pangeran itu, selama sepuluh tahun ini tinggal di dalam istana raja di ibu kota."

"Katakan padaku kerajaan kita tidak membunuh anggota keluarga kerajaan Olanti!" Ho'okano berseru dengan setengah berharap.

"Aku hanya bisa berharap kalau setidaknya hanya hal itu yang menjadi penyebab agresi Olanti. Mendengar anggota keluarga mereka meninggal mungkin lebih baik daripada mendengar apa yang dilakukan Dontae terhadap mereka."

Ho'okano kali ini hanya terdiam. Ia sama sekali tak dapat memahami apa hal yang lebih buruk dari kerajaan Olanti mengetahui kalau Dontae membunuh anggota keluarga kerajaan mereka. Mata Ho'okano sekilas menangkap api di perapian ruang kerjanya, dan secepat itu juga seulas garis merah seolah menghubungkan kepingan-kepingan cerita Darien di kepalanya.

"Tidak mungkin," desis pria itu tak percaya. Matanya dengan cepat menatap wajah Darien yang kini menatapnya dengan sedih.

"Aku datang dipanggil ke istana raja, empat tahun yang lalu, bukan untuk memberikan pelayananku pada keluarga kerajaan Dontae, tapi untuk menjaga keluarga kerajaan Olanti tetap hidup." Bagai terguyur air dingin, kata-kata Darien itu seketika membuat bulu kuduknya meremang.

"Bagaimana hal itu dapat terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi" tanyanya memberanikan diri.

Darien tampak menutup matanya selama beberapa saat sebelum menarik napas panjang, "Raja menginginkan informasi mengenai Olanti dari keluarga Wang Ru Shi. Setiap hari, dari pagi sampai petang, masing-masing anggota keluarga dipanggil ke ruang gelap di bawah tanah. Dari yang kudengar, mereka menjalani penyiksaan setiap harinya untuk membocorkan sedikit informasi tentang kerajaan Olanti pada Dontae. Di pagi hari, mereka disiksa. Di malam hari, tabib kerajaan diminta untuk menyembuhkan mereka. Raja sama sekali tidak peduli jika mereka tidak mengatakan apa-apa dalam setiap sesi interogasi. Tujuan interogasinya adalah menghancurkan jiwa mereka, dan membuat mereka tunduk dan menjadi hamba yang patuh pada Raja Dontae. Anggota termuda dalam keluarga itu adalah Xiao Ming, putra Wang Ru Shi yang lahir di istana Dontae. Ia baru berusia tiga tahun saat aku ditugaskan untuk menyembuhkannya."

Ho'okano menahan diri untuk tidak mengumpat. "Kau serius?" tanyanya berusaha mencari konfirmasi, tapi pandangan Darien yang duduk di depannya kini datar. Emosi seolah meninggalkan tabib itu dalam memberi tahunya cerita ini.

"Seorang anak yang bahkan tak pernah melihat Olanti, anak yang bahkan tak dapat berbicara dengan bahasa lain selain bahasa Dontae," suara Darien bergetar saat ia melanjutkan ceritanya. Ho'okano sama sekali tak ingin mendengar kelanjutan cerita ini. Ia tak ingin mengakui bahwa ia merupakan bagian dari kerajaan yang melakukan kekejian ini. Ia hanya menginginkan informasi mengenai Darien, seorang tabib yang meninggalkan kemewahan kota untuk bekerja di desa kecil, ia sama sekali tak menginginkan kisah konspirasi yang ia tahu tak seharusnya didengar oleh seseorang seperti dirinya.

"Kau membiarkan kegilaan ini terjadi?" tanya pria itu akhirnya dengan tidak percaya. Tatapan yang dilontarkan Darien sebagai jawaban seketika memberi tahunya kalau pria itu jelas tidak berdiam diri. Ia jelas telah melakukan sesuatu, dan hasil dari tindakannya itulah yang membawanya ke tempat ini. Menjadi tabib di pulau terpencil yang hampir tak memiliki arti di mata raja. "Apa yang kau lakukan?" tanya Ho'okano pelan.

"Putra pertama Wang Ru Shi, Da Jia, anggota keluarga Ru Shi yang memberitahuku kebenaran ini. Usianya masih lima belas tahun, tapi semangat yang terpancar dari matanya sama sekali tak pernah patah. Awalnya aku tak tahu apa-apa, sama halnya dengan para tabib lainnya.

"Tiap hari, setiap tabib digilir untuk menyembuhkan anggota keluarga Ru Shi yang berbeda, dan untuk hari lain pun kami digilir untuk memeriksa anggota keluarga kerajaan lain selayaknya pekerjaan tabib kerajaan biasa, karena itu, saat kami menyembuhkan keluarga Ru Shi, kami jarang sekali menemui anggota Ru Shi yang sama, atau kalaupun kami bertemu dengan anggota keluarga yang sama, beberapa waktu telah berlalu untuk membuat kami tidak mempertanyakan keanehan keluarga Ru Shi yang sering sekali mengalami kecelakaan.

"Melihat ke belakang, aku bahkan tak dapat percaya kalau aku menerima mentah-mentah informasi tentang kecelakaan-kecelakaan kecil yang dialami anggota keluarga Ru Shi. Ia jatuh dari pohon saat bermain, tersandung dan kemudian jatuh dari tangga, rak buku rubuh dan menimpa mereka, aku tak percaya aku bahkan menerima alasan tentang

"Tapi hari itu, saat aku harus menggantikan tabib lain untuk memeriksa keluarga Ru Shi, untuk pertama kalinya, Da Jia menemuiku dua malam berturut-turut. Penjaga yang membawanya sama sekali tak menyadari kalau aku sedang menggantikan salah satu rekan kerjaku, tapi Da Jia menyadari hal itu, dan dengan cepat mengambil kesempatan itu untuk meminta pertolonganku."

Ho'okano menarik napas panjang. Berusaha mencerna setiap kata-kata yang keluar dari mulut Darien. Ia tahu kerajaannya adalah kerajaan yang dipimpin dengan pemerintah bertangan besi, tapi ia sama sekali tak tahu seberapa besar kekejaman kerajaan ini.

"Aku tak langsung percaya tentu saja," Darien kembali melanjutkan, "tapi selama beberapa hari setelahnya, aku mencoba mengganti jadwalku dengan jadwal rekan kerjaku yang lain, dan aku akhirnya menyadari kebenaran dari kata-kata Da Jia. Mereka disiksa setiap hari. Patah tulang dan gegar otak seolah telah menjadi makanan sehari-hari mereka, aku mencapai batasku saat Xiao Ming datang padaku dengan patah tulang belakang. Kasus seperti itu hampir sepenuhnya menjamin kalau anak itu tak akan bisa berjalan lagi seumur hidupnya. Anak tiga tahun yang tidak tahu apa-apa, dan kerajaan kita merengut masa depan itu darinya."

"Katakan kau berhasil mencegah kelumpuhan anak itu!" pinta Ho'okano hampir setengah sadar. Ia adalah seorang ayah. Cerita seperti ini adalah mimpi buruk untuknya.

"Aku berhasil menyembuhkannya, tapi aku tahu aku tak bisa diam saja. Aku ingin segera meninggalkan istana, saat itu juga, tapi kerajaan tak mengizinkanku. Aku mencoba melawan, tapi keluargaku dengan cepat melumpuhkanku, jadi aku melakukan satu-satunya hal yang dapat kulakukan. Aku berhenti meminum cairan milagres, dan membiarkan tubuhku perlahan kehabisan sihir alaminya. Aku berakhir di rumah sakit selama satu minggu penuh, dan setelahnya aku memutuskan untuk melumpuhkan diriku. Menyegel kekuatanku, dan membuat diriku menjadi tak berharga di hadapan kerajaan." Darien menggulung lengan bajunya dan menunjukkan ujung dari tato yang terajah di atas kulitnya.

"Tato itu adalah segel?" Ho'okano menatap permukaan kulit Darien dengan tak percaya. "Kau melakukan ini sendiri? Tak ada yang dapat membukanya?"

Darien menggelengkan kepalanya. "Aku tak cukup kuat untuk membuat segel ini sendirian, aku meminta bantuan seseorang dalam membuatnya, dan untuk membukanya, dibutuhkan kekuatan gabungan setidaknya dua orang penyihir berkemampuan setara dengan kekuatan asliku. Pengorbanan yang terlalu besar untuk dilakukan kerajaan, karena itu selama beberapa tahun setelahnya, kerajaan membiarkanku tinggal dengan tenang di Roselan."

"Tapi jika itu benar, kenapa mereka mencarimu sekarang?" tanya Ho'okano cepat. Darien hanya menghela napas.

"Aku mendengar kabar tentang kemungkinan berakhirnya gencatan senjata, beberapa bulan yang lalu dan mendapatkan panggilan pertamaku ke istana dua bulan yang lalu." Darien tampak memijat dahinya sejenak. "Perlahan namun pasti, setiap pasien yang datang ke klinikku datang dengan surat dari ayahku, dan tak lama setelahnya pasien yang kutangani perlahan datang dengan penyakit yang diakibatkan oleh kutukan. Ayahku mengutuk pasien-pasienku untuk memancingku pulang." Darien berhenti untuk menarik napas panjang.

"Itu yang membuatmu melarikan diri ke Morbos," simpul Ho'okano akhirnya. Ia paham. Jika ia berada di posisi Darien, mungkin ia akan melakukan hal yang sama. Walau untuknya mungkin ia lebih memilih untuk melarikan diri ke Ardashir. Ia merenungkan keputusan itu selama beberapa saat sebelum kemudian menggeleng dengan cepat. Kemampuan tabib Dontae adalah salah satu rahasia besar kerajaan Dontae. Tak ada tabib yang boleh pergi ke kerajaan lain tanpa mendapatkan izin langsung dari raja Dontae. Morbos memang pilihan terbaik untuk mengasingkan diri. Pada akhirnya, hanya satu pertanyaan yang tersisa darinya untuk tabib itu.

"Kenapa mereka benar-benar menginginkanmu? Bagaimana pun juga kau hanyalah seorang tabib, Darien. Posisimu bukanlah sebuah posisi yang tak tergantikan. Kau bahkan bukan tabib terhebat di kerajaan ini." Ho'okano tahu benar kenyataan itu. Tabib nomor satu kerajaan Dontae adalah, Asclipus Stylianos. Pria yang menjadi pendiri akademi pertabiban Dontae. Jika ia tak salah mendengar, ia bahkan menjadi tabib pribadi Raja Durwin. Mereka tak membutuhkan Darien.

"Mereka tak menginginkanku kembali sebagai tabib." Darien membenarkan. Ho'okano langsung menatapnya dengan cepat.

"Apa yang mereka inginkan darimu?"

"Maximus Sepuluh," jawab Darien tenang.

Ho'okano termenung selama beberapa saat. Maximus Sepuluh adalah sepuluh penyihir besar kerajaan Dontae yang juga merupakan sepuluh panglima tinggi, dan pasukan sihir khusus kerajaan Dontae. Mereka adalah pelancar serangan pertama dalam setiap perang Dontae. Tak banyak yang diketahui tentang mereka selain bahwa mereka dikumpulkan sejak lahir dan dilatih untuk menjadi senjata hidup kerajaan Dontae. Hampir seluruh identitas mereka disembunyikan, kecuali Dustan Beorth Plouton, ayah Darien yang juga Maximus I, yang juga memegang posisi penting dalam konsili penasihat raja. Ho'okano kembali menghentikan pemikirannya selama beberapa saat.

"Jangan bilang padaku kalau kau adalah ...." Ho'okano tak perlu melanjutkan kalimatnya. Darien telah lebih dulu mengangguk untuk menjawab pertanyaannya yang menggantung itu.

"Perang telah dimulai. Mereka memanggil seluruh Maximus untuk berkumpul, dan aku adalah Maximus X."

To Be Continued

Video: World of Warcraft Medley (Violin and Vocals Cover) by Taylor Davis & Peter Hollens 

Image: Caelan Sigil by IreneFaye

Author's Note:

Damn, chapter 11. Akhirnya sedikit masa lalu Darien berhasil juga saya tulis. Selamat datang di Arc II The Healer, teman-teman, dan terima kasih telah setia membaca cerita gak jelas saya ini.

Cerita ini awalnya betul-betul saya tulis hanya untuk menjadi outlet latihan saya dalam menulis, untuk melatih lagi tangan saya--yang setelah hiatus panjang--untuk terbiasa lagi menulis. Sama sekali awalnya tidak terlalu diniatkan untuk terlalu dikejar, terutama sampai menetapkan deadline seperti ini. Tapi karena minat pembacanya yang lumayan, saya akhirnya memutuskan untuk menganggap serius proyek ini.

Proyek ini memang tidak akan terlalu panjang, dan jujur sebenarnya tangan saya sudah mulai gatal untuk merevisi habis-habisan cerita ini, tapi jika saya mulai revisi, maka cerita ini mau tidak mau akan saya unpublish dari wattpad, dan rasanya ada baiknya saya menyimpan catatan-catatan revisi saya untuk setelah saya menamatkan cerita ini.

Saya tahu cerita saya bertaburan typo dan kesalahan tanda baca, tapi sebagian besar ini karena saya tidak membaca ulang cerita saya. Kalau kalian menemukannya, silahkan dengan baik hati menunjukkannya pada saya. Dan komentar kalian berkenaan jalan cerita The Healer benar-benar saya nantikan. Hal ini penting bagi saya untuk menjadi masukan dalam catatan revisi yang sudah saya tulis.

Akhir kata, terima kasih semuanya.

Chapter 12 kemungkinan akan diaplot tanggal 26 Agustus 2017.

Continue Reading

You'll Also Like

11.9K 916 17
[Pemenang The Wattys 2018 Kategori The Heroes] [MASUK DALAM DAFTAR PENDEK (SHORTLIST) WATTYS 2018 (15/08/18)] Highest Rank: #1 di Wiaindonesia (15/07...
1.3K 150 25
[Daftar Pendek Wattys 2022] Nenalotta Angelica Gomez atau Lotta, seorang angelologist atau ahli malaikat berdarah Filipina, dijanjikan liburan menyen...
347 121 17
[Pemenang Penulis Terbaik 10 kategori Novelet di Festival Menulis Ellunar 7] Selama bertahun-tahun Alice menyesal, dan berharap ia bisa bertemu lagi...
3.4K 1K 50
(Saya akan sangat senang apabila teman-teman berkenan memberikan voment pada karya saya ☺︎︎) Wahai tuan yang masih sejauh angan, izinkan saya menanti...