PARAMOUR

By Essencesso

4.1K 189 82

Judul sebelumnya : Boys and Their (.....) Ini bukan sekedar kisah cinta biasa yang akan memberikan cerita man... More

Start Off...
Chapter One: Axel's Pov
Chapter Two : Damian's Pov
Chapter Three: Axel's Pov
Essencesso is coming back!
Chapter Four : Damian's POV
Chapter Five: Axel's Pov

Chapter Six : Damian's POV

166 7 65
By Essencesso

Kalau ada hal yang paling menyebalkan, itu adalah sakit saat musim panas.

UHUK!

Benar-benar menyebalkan. Udara saat ini sedang benar-benar kering, aku paling benci masa peralihan cuaca seperti sekarang. Dan sialnya, kesehatanku memburuk di saat-saat seperti ini.

Kesehatanku juga yang membuatku terpaku di depan rumah sederhana di hadapanku.

Aku melihat pantulan wajahku di kaca pintu mobil, sepertinya tidak ada yang aneh. Kuperiksa juga kantong belanja yang ada di tanganku, semuanya lengkap.

Baiklah.

Aku berjalan menuju pintu rumah, menarik napas beberapa kali untuk meredakan rasa gugupku. Setelah merasa siap, aku mengulurkan tangan dan membunyikan bel.

Satu detik...

Lima detik...

"Coming!"

Dan pintu itu terbuka, menampilkan seorang wanita yang sedang mengenakan apron dengan rambut yang diikat ala ponytail.

Aah.. beginikah rasanya jika sudah menikah?

"Damian, kenapa kau terdiam seperti itu? Ayo masuk!" Phoebe terkekeh.

Dan seketika bayangan di otakku kembali hancur.

Tidak, kau pasti bisa mendapatkannya, Damian!

Yah...mungkin bisa...

Aku beranjak dari depan pintu, memasuki rumah itu. Sederhana, minimalis, tapi hangat. Sangat mencerminkan seorang Phoebe McKenzie.

"Terima kasih sudah membantuku berbelanja, aku benar-benar melupakan bahan-bahan untuk membuat salad." ucap Phoebe sembari mengambil kantong belanjaan dari tanganku. Sejenak, tangan kami bersentuhan, dan aku sangat ingin menahan tangan halus itu untuk terus berada di sana.

Tapi itu mustahil.

Aku bisa dianggap sebagai orang aneh nanti.

"Don't mention it, aku yang seharusnya berterima kasih dan minta maaf karena kau jadi repot."

"Damian, jika kau memang merasa demikian, harusnya kau berjanji untuk menjaga kesehatanmu. But, overall, I don't mind at all. I have fun doing this."

Phoebe tersenyum ke arahku, pandangan matanya menghangat. Dan aku sangat bersyukur dengan kesehatanku yang memburuk sekarang.

Phoebe menyuruhku untuk menunggunya di ruang tengah sementara ia memasak, tapi aku bersikeras ingin duduk di ruang makan, jadi akhirnya ia menyerah dan membiarkanku melakukan yang aku mau.

Tapi kenapa aku bisa sampai di sini sekarang?

Pertanyaan yang bagus...

***

Aku mengambil permen pelega tenggorokan yang tergeletak begitu saja di laci mejaku. Hari ini mungkin aku sudah menghabiskan lima permen atau lebih, dan rasa gatal di tenggorokanku tidak juga berkurang.

Dan hari ini Mr. Gremory akan melakukan evaluasi mengenai proyek yang menjadi tanggung jawabku.

Benar-benar sial.

Aku menghela napas panjang, mencoba menahan batuk yang akan keluar, menyandarkan punggungku ke sandaran kursi. Kuraih cangkir yang berisi air hangat dan kusesap pelan-pelan. Aku heran, kenapa obat yang kuminum tadi pagi seolah tidak memberikan efek apapun?

Kulirik tumpukan berkas yang sudah kuperiksa, jumlahnya berbanding terbalik dengan berkas-berkas yang harus kuperiksa yang kuletakkan di atas meja. Mungkin ini salah satu penyebab kondisiku drop sekarang.

Di saat-saat krusial.

Kalau sudah seperti ini keadaannya, yang bisa kulihat di otakku hanyalah Phoebe yang sedang berkacak pinggang dengan ekspresi tak senang di matanya yang makin lama akan semakin menyipit.

Aku menghela napas sekali lagi, memejamkan mataku sejenak.

Lalu kudengar suara pintu yang terbuka.

"Damian, kau harus melihat ini, kurasa ada sesuatu yang kurang dalam presentasi kita nanti." lagi-lagi, Phoebe datang di saat yang sangat-tidak-tepat.

Aku cepat-cepat berdiri dan menyingkirkan barang-bukti-penanda-bahwa-aku-sedang-tidak-sehat, memasukkan bungkus permen yang tersisa ke saku celanaku. Tapi, sekali lagi, sialnya, tampaknya wanita ini menyadarinya.

"Apa yang kau sembunyikan, Damian?"

"Tidak ada." jawabku, se-innocent ­mungkin.

"Oh, really?" Phoebe terlihat percaya dengan pernyataanku, "Well, if that's the case...I think you need to fix some things before the meeting." suara Phoebe melembut, ia meletakkan lembaran kertas yang ia pegang ke atas meja kopi.

Dan selanjutnya ia mendekatiku.

Jemari lentiknya menyentuh kerah kemejaku.

Memperbaiki letak dasiku.

Perlahan, seolah meluruskan serat-serat kain yang kusut di bahuku.

Turun ke lengan atasku, menyusurinya pelan dari pangkal pundak sampai ke pergelangan tanganku.

Dan...

"Tentunya kau bisa menjelaskan bunyi gemerisik yang ada di saku celanamu, kan?" bisik Phoebe dengan senyum manisnya.

Shit!

Aku nyengir, "Hanya bungkus permen, tidak lebih."

"Dan kau tidak akan makan permen apapun kecuali tenggorokanmu bermasalah."

Aku baru saja membuka mulutku untuk mengeluarkan pembelaan lainnya, tapi Phoebe sudah lebih dulu menyela, "I know you, Damian. Aku tahu semua kebiasaanmu di kantor, jadi percuma kalau kau pikir bisa mengelabuiku untuk urusan yang satu ini, Mr. Workaholic."

Aku menutup mulutku, menelan semua pembelaan yang akan keluar. Sejenak aku kesal karena selalu tampak bodoh di hadapannya, tapi kata-katanya barusan cukup membuatku tersanjung...

Apa dia memperhatikanku??

"Petugas keamanan di bawah juga tidak sengaja memberitahuku bahwa kau sering pulang larut akhir-akhir ini. Apa sesi terapi kantong teh darurat waktu itu belum membuatmu jera, huh? Aku heran kenapa kau sepertinya sangat senang untuk tampil buruk di hadapan klien ataupun petinggi perusahaan lainnya." Phoebe terus mengoceh sembari keluar dari ruanganku, suaranya makin meredup tapi aku masih bisa mendengarnya meskipun sayup.

Baiklah, ingatkan aku untuk menutup mulut petugas keamanan itu lebih rapat lain kali. Mungkin secangkir kopi dengan donat di pagi hari akan cukup?

Phoebe kembali ke ruangan dengan termos kecil di tangannya, "Dan jangan berpikiran untuk menyogok Mr. Pretsle dengan apapun karena aku sudah membuatnya berjanji untuk melaporkan kepakau jika hal serupa terjadi lagi."

Damn Mr.Pretsle and his absession with pretty girls!

"Seriously, Damian. Bisakah kau memperhatikan kondisimu sedikit saja? Aku yakin semua pekerjaan itu tidak akan lari darimu, bahkan jika kau hanya berada di kantor dengan durasi yang sama seperti para pekerja lainnya."

Aku hanya menatapnya, ada sedikit rasa bersalah karena selalu membuatnya bersikap seperti ini, tapi di sisi lain aku cukup senang karena aku dapat memastikan pikirannya hanya terpusat padaku untuk sementara waktu.

You can call me childish, I don't mind.

"Minum ini."

Aku menerima cangkir yang disodorkan Phoebe. Cangkir milikku yang tadinya kosong sekarang sudah terisi dengan sejenis teh. Pandanganku kembali kepadanya sebelum aku menyesap isi cangkirku.

Manis.

"Apa ini?"

"Chamomile and honey tea. Aku seharusnya membuatkanmu teh jahe, tapi hanya itu yang kupunya saat ini, sebenarnya itu minuman untuk rileksasi, tapi tidak ada salahnya dicoba, kan?"

Aku tersenyum simpul, wanita ini selalu membuatku jatuh cinta dengan setiap tindakan kecilnya.

"Baiklah, pulang kerja nanti, kau harus mampir ke rumahku."

Aku hampir saja tersedak, "A-apa?"

"Aku bilang, kau harus mampir ke rumahku, aku tidak yakin kau tidak akan bermalam di sini setelah evaluasi, jadi tampaknya aku harus memaksamu."

***

Dan aku pun 'terdampar' di sini.

Entah hal ini bisa disebut keberuntungan atau tidak, Mr. Gremory tadi tiba-tiba membatalkan pertemuan dan aku pun bisa pulang lebih cepat. Phoebe memutuskan untuk pulang dan bersiap lebih dulu sementara aku membereskan hal-hal kecil di kantor.

Tidak terlalu banyak hal yang bisa kulakukan sekarang, jadi aku mengeluarkan handphone-ku dari saku celana dan mencoba mencari berita terbaru mengenai apapun yang bisa membuatku cukup sibuk.

Because, seriously, aku sangat membutuhkan pengalih perhatian sebelum aku membayangkan banyak hal.

I mean, lihat saja dia. Dengan apron, masih mengenakan kemeja kantor yang cukup tipis – mengingat ini sudah akhir musim panas, dan rambut yang diikat ke atas. Jika aku tidak sedang mengincarnya, mungkin aku tidak akan membiarkan pikiranku melang-lang buana, bertanya-tanya bagaimana reaksinya jika aku memeluknya dari belakang, menyandarkan dagu di pundaknya, 'mengganggu' aktivitas memasaknya...

...aku benar-benar butuh pengalih perhatian. Kuputuskan untuk tidak terlalu mengamatinya lagi dan lebih memusatkan perhatianku ke layar handphone.

"KAKAK!?!?"

Aku menoleh kaget. Di hadapanku kini berdiri seorang gadis dengan tampang kaget. Penampilannya kusut, apa ia baru bangun tidur? Tapi melihat gelagatnya, aku yakin ia bisa berteriak hal lain jika aku tidak cepat-cepat meluruskan berbagai spekulasi yang ada di otaknya.

"A-aku bisa jelaskan..." kataku gelagapan sambil berusaha berdiri.

"Kau memanggilku?" suara Phoebe terdengar dari arah counter memasak. "Oh, kalian sudah bertemu rupanya. Baiklah, jadi anak baik sementara aku menyelesaikan masakan ini." Phoebe melongokkan kepalanya sedikit sebelum kembali menghilang.

Gadis itu segera menyusul kakaknya setelah memberikan cengiran terbaiknya. Meninggalkanku dalam keadaan bengong karena intervensi barusan.

Aku melihat ke arah dua orang yang sedang berada di area dapur. Tampaknya mereka sedang membicarakan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, yang kulihat setelahnya hanyalah Phoebe mementung dahi gadis itu dengan sendok salad.

Oke, itu lucu.

Gadis itu kemudian berbalik dan menuju ke meja dengan mangkuk salad di tangannya. Aku kembali ke posisiku semula. Ia berjalan perlahan sambil sesekali mencuri pandang ke arahku. Tak berapa lama, Phoebe menyusul dengan semangkuk besar spagetti.

" Maaf menunggu " kata Phoebe sambil menaruh mangkuk pasta tersebut di meja. Gadis yang tadi berteriak ke arahku meletakkan salad yang ia bawa tak jauh dari pasta tersebut, lalu ia mengambil tempat duduk di sisi lain meja makan berbentuk persegi itu, sedangkan Phoebe duduk berseberangan denganku. " Oh, aku lupa memperkenalkan kalian. Summer, ini bos-ku, Damian."

Bos...baiklah.

Gadis bernama Summer itu tersenyum, lalu menyalamiku yang berada di sisi kanannya.

"Dia adikku, Summer." lanjut Phoebe, aku hanya mengangguk menanggapi.

"Jadi...apa ini semacam makan malam untuk urusan pekerjaan?" tanya Summer.

Aku terkekeh, "Tidak."

"Jadi apa yang anda lakukan di sini, Sir?"

"Cukup panggil aku Damian, Summer. Aku tidak setua itu...uhuk"

"Lihat, batukmu tidak berhenti juga, mungkin kalau kau tidak kutarik untuk makan di sini, kau tidak akan makan malam sama sekali. Dasar maniak kerja."

"Hey, aku tidak semaniak itu."

Phoebe terus mengoceh sembari mengambilkan seporsi pasta untuk kami bertiga, tidak peduli dengan apapun yang kukatakan untuk membela diri.

"Ada masalah?" tanya Phoebe tiba-tiba, ia menoleh ke arah Summer, aku pun ikut memperhatikan gadis di sebelahku tapi tidak menemukan hal ganjil apapun.

"Tidak... " jawab Summer cepat, nada suaranya memang terdengar aneh.

"Kami hanya rekan kerja, Summer."

Hanya rekan kerja, huh? God, apa ini hukuman untuk menyadarkanku dari bayangan-bayangan yang ada di otakku tadi?

Summer tertawa, "Apa maksudmu, Kak? Aku kan tidak mengatakan apa-apa padamu."

"Oh, sudahlah, aku akan mengambil minuman." Phoebe mengibaskan tangannya dan berjalan ke arah dapur, meninggalkan aku dan Summer. Kuputuskan untuk mulai menikmati pastaku.

Suara langkah kaki Phoebe semakin menjauh saat Summer tiba-tiba bertanya secara frontal, "Sejak kapan kau menyukai kakakku?"

Tanganku terhenti di udara. "A-apa maksudmu?"

Sial, lagi-lagi aku gelagapan.

"Siapapun bisa mengetahuinya dengan jelas..." Summer tertawa pelan lalu cepat-cepat menambahkan, "Kecuali kakakku tentunya, ia sedikit...ehmm...dense?"

"Haha.. mungkin... kau benar-benar mengenal kakakmu ternyata"

"Hey, aku serius. Apa kau tidak berpikir untuk mencari wanita lain saja? Aku tidak tahan melihat ekspresimu tadi saat ia mengatakan kalian hanya teman kerja."

Aku hanya bisa tersenyum mendengar kalimat Summer barusan, " Aku juga serius disini, Summer. Tidak akan mudah bagi seorang pria untuk mengubah posisi seorang wanita di hatinya. Apalagi jika wanita itu sudah sangat membuatnya nyaman "

Summer melongo beberapa saat, ekspresinya benar-benar lucu, tidak seperti Phoebe, "Aku akan membantumu." cetusnya kemudian.

"Apa?"

"Aku tidak keberatan kau menjadi kakak iparku, kurasa kau seorang yang baik, sikapmu sangat berbeda dengan seorang pria yang aku kenal... "

Aku menggelengkan kepala, gadi ini sepertinya sangat naif. " Setiap orang memiliki kebaikan masing-masing, Summer. Mungkin kau hanya belum melihatnya saja "

Dan sekali lagi Summer terdiam. Ia tampak larut dengan pikirannya sendiri, jadi kubiarkan ia dengan apapun yang sedang berlangsung di dalam kepalanya.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tiba-tiba Phoebe muncul membawa pitcher berisi orange juice dan satu buah piring.

"Bukan apa-apa..." jawab Summer. "Apa itu, Kak?" tanyanya berusaha mengalihkan perhatian Phoebe.

"Ah, aku lupa, ini pesananmu tadi, Mrs. Scramgetti" ujar Phoebe sembari meletakkan piring tersebut di hadapan Summer.

Mrs. Scramgetti? Nama makanan macam apa itu?

Aku sedikit menoleh, penasaran dengan isi piring tersebut, dan detik selanjutnya aku mati-matian berusaha menahan tawa sedangkan Summer melirikku sambil tersenyum masam.

Mrs. Scramgetti, scramble egg yang disusun membentuk lingkaran sehingga menyerupai wajah dengan dua bola daging sebagai mata, potongan tomat sebagai mulutnya, dan spagetti bertabur keju sebagai rambutnya.

Continue Reading

You'll Also Like

3.9M 87.3K 54
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
406K 2.4K 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..
Cafuné By REDUYERM

General Fiction

122K 11.1K 36
(n.) running your fingers through the hair of someone you love Ayyara pernah memiliki harapan besar pada Arkavian. Laki-laki yang ia pilih untuk menj...
944K 21.3K 49
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...