Im Not Popular [COMPLETE]

Oleh MaCruzz

167K 16K 2.6K

Singto adalah pemuda yang tak menyadari bahwa dia sejak lama dikenal banyak orang dengan caranya sendiri. Rua... Lebih Banyak

Perkenalan yang terlalu terlambat (bukan story)
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Duabelas
Tigabelas
Empat belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan belas
Duapuluh
Duapuluh Satu

Enam

5.8K 673 64
Oleh MaCruzz

Krist tak paham apakah beberapa hari ini dia menghindari Praew atau gadis itu yang menghindarinya— atau mereka berdua sama-sama melakukannya.

Earth dan Gun merasa keanehan dari dua sejoli itu, tapi mereka tak punya saran karena Krist tidak menceritakan apapun pada mereka. Yah, Sejak berkencan dengan Praew- Krist memilih menceritakan segala permasalahannya pada Praew— Earth dan Gun juga tidak begitu mempermasalahkan hal ini karena jika itu yang membuat Krist nyaman mereka tetap senang— dan saat Krist dan Praew terlibat masalah, Krist lebih memilih diam dari pada menceritakannya.

"Kita ke bar? " ajak Earth saat mereka di kantin fakultas.

Meja itu di duduki oleh Krist, Ice, Earth dan Gun. Beberapa hari ini tidak ada Praew seperti biasanya sehingga sudah banyak gosip beredar kalau hubungan Krist dan Praew sudah berakhir.

"Ai'Earth, kau tidak ada kerjaan ya?"

Earth tersenyum lebar, "aku ambil cuti untuk sebulan ini.."

Alis mata Gun bertaut, "Tumben sekali?"

"Ada hal penting yang mau aku urus.. Jangan bertanya apa itu karena aku tidak akan memberitahukanmu"

Gun mendecak, ia beralih menatap Krist yang belum bosan mengaduk pink milknya sejak minuman itu tiba di meja 15 menit lalu.

Gun melirik Ice, ternyata pemuda itu juga sedang memandang Krist penuh rasa iba. Yah, Krist yang muram terlihat menyedihkan akhir-akhir ini.

"Kami tidak akan memaksamu menceritakan masalahmu pada kami. Tapi setidaknya, kehadiran kami ini jangan kau abaikan" ujar Gun.

Krist mengangkat wajah— menatap Gun sembari tersenyum lemah, "tidak kok. Aku hanya sedang bosan"

Ice menopang dagu menatap Krist, "kau jadi aneh. Kalau ada masalah dengan Praew, harusnya kau menyelesaikannya, bukan seperti ini"

Krist tidak menyadari kalau dirinya uring-uringan belakangan ini. Dia menjadi super menyebalkan lebih dari biasanya. Jarang bicara dan jarang makan. Krist berubah menjadi seseorang yang membosankan untuk teman-temannya.

Krist tak peduli ucapan Ice, dia masih tetap mengaduk minumannya tanpa tenaga.

"Sudahlah Ai'Ice, biarkan bocah ini melakukan apa yang dia mau" sela Earth, "by the way, besok ulang tahun Jan. Kita pergi bersama??" tawar Earth.

"Aku sepakat! Kita naik mobil Ice" seru Gun bersemangat.

"Aku? Kenapa aku?" heran Ice.

"Karena kami tahu kau akan pergi dengan mobil super keren keluaran terbarumu itu untuk menunjukkannya pada Jan. Benar kan?"

Ice tergelak begitu saja, "tebakan yang bagus sekali, Gun!" Ice menyukai Jan, sudah bukan rahasia lagi.

Earth mendecak pelan, ia kemudian menyikut Krist yang ada di sebelahnya, "Besok jam 6 sore kami akan menjemputmu. Oke?"

"Loh, acaranya kan jam 8 malam" heran Gun.

"Bodoh! Kita butuh waktu lama untuk menyeret bocah ini keluar dari rumahnya"

Gun dan Ice hanya bisa mengangguk-anggukan kepala. Tentu saja mereka melupakan fakta itu, bahwa Krist pasti berniat untuk tidak pergi ke ulang tahun Jan.

Sedangkan Krist tak begitu ambil pusing, diapun meneguk pink milknya hingga habis dalam sekali tegukan.

**

Push menatap anak perempuannya yang begitu cantik dengan riasan tipis dan dress abu-abu selutut—  terlihat elegan di tubuh ramping Puen.

Meskipun dia menatap Puen bangga, tapi Puen merengut sejak tadi. Muncul di rumah Singto dan berdandan seperti ini memang bukan rencananya, tapi rencana Push. Puen tahu dengan sangat jelas kalau Singto juga kesal setengah mati dengan rencana Pa-nya ini.

Puas melihat anaknya yang cantik, Push menoleh ke sampingnya. Adiknya yang tampan dan culun masih saja membaca buku dengan kacamata tebal padahal sudah memakai kemeja rapi.

"Lihat, Puen sudah sangat cantik. Kenapa kau malah berpenampilan seperti ini?" dengus Push.

Singto tak tertarik menanggapi pertanyaan kakaknya. Dia membuka lembar selanjutnya dari buku yang dia baca.

"Hey Sing..." Push menyikut adiknya hingga Singto meliriknya.

"Ini sudah jam 8, kalian tidak pergi?"

"P'.." Singto menarik nafas lelah, "kenapa P' harus muncul di rumahku dan menyuruhku ke pesta ulang tahun orang di kampusku— dengan membawa Puen??"

Puen juga mendecak kesal menatap Push, "Pa benar-benar mengesalkan! Aku kan tidak mau ke pesta mahasiswa apalagi menggandeng P'Singto!"

Puen dan Singto saling menatap dengan mata berkilat tajam.

Push tersenyum jenaka, memamerkan ketampanan wajahnya yang sudah sangat bosan dilihat Puen dan Singto.

"Salah sendiri kau simpan undangan ulang tahun temanmu sembarangan, aku kan membacanya"

"Dia bukan temanku" tandas Singto.

"Dia temanmu makanya kau di undang!"

Singto memutar bola mata bosan. Tak ingin membalas.

"Ai'Sing, P' hanya berpikir kau juga butuh pesta seperti ini. Kapan terakhir kau mengunjungi keramaian?"

"Sebulan lalu aku bahkan ke bioskop dengan Puen" jawab Singto.

"Bukan itu, idiot! Maksud P' seperti pesta dan lainnya"

Singto tak menjawab. Dia tak pernah menghadiri pesta apapun selain pesta rancangan kantor ayahnya, itupun hanya sekali dan bertahan 10 menit pertama. Pesta ulang tahun New ke 20 saja tidak dia hadiri waktu itu, karena New juga dengan bodohnya tidak ada di pestanya sendiri— lebih memilih kabur dari pesta untuk bermain game di kamar Singto.

Yah, Singto nyaris tak punya interaksi sosial di hadapan banyak orang. Pria itu menyukai ketenangan sehingga sebisa mungkin menghindari tempat-tempat ramai.

"Puen menemanimu agar kau tidak sendirian" lanjut Push lagi.

Kali ini Singto memandangi keponakannya yang cantik. Gadis itu sepertinya setuju dengan keinginan Pa-nya, buktinya dia tidak protes lagi.

"Kenapa P' New tidak di undang dan malah si culun yang di undang??" tanya Puen polos.

"Puen!!" seru Singto dan Push bersamaan menatap gadis itu. Puen cepat-cepat mengatupkan bibir seraya duduk di sebelah Singto.

"Kalian pergilah sekarang, acaranya pasti sudah di mulai" ujar Push.

"Tapi P', lepas dulu kacamatamu"

Singto menggeleng, "aku tidak bisa melihat jika tidak pakai kacamata"

"Dimana lensa matamu?"

"Sudah ku buang.. Ayoo!" Singto langsung mengamit tangan keponakannya, menariknya keluar rumah karena tidak ingin mendengar ocehan Push lebih lama lagi.

Singto merasa dirinya amat sial hari itu karena saat pulang ke rumah sudah menemukan Push dan Puen dalam rumahnya, Puen sedang nonton TV dan Push memasak. Mereka memang sering mengunjungi Singto jika Puen libur sekolah beberapa hari.

Namun hari itu pengecualian! Singto dalam mood tidak ingin diganggu tapi Push memaksanya pergi ke pesta ulang tahun Jan. Hebatnya lagi, Push tahu siapa Jan.

Oh ayolah, siapa yang tidak tahu Jan si bintang iklan terkenal di Thailand?

Dan disinilah Singto berada sekarang!

Sebuah ruangan megah dalam hotel mewah yang telah di dekorasi begitu cantiknya dengan dominan warna ungu.

Puen tersenyum senang melihat banyaknya manusia dalam ruangan itu. Dia tersenyum senang dan langsung mengakui kalau tidak ada yang salah dengan pesta para mahasiswa. Ini keren!

Puen menggenggam tangan Singto erat begitu sadar kehadirannya menjadi sorotan banyak pria yang ada disana. Menyadari kegugupan Puen, Singto segera melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu sambil mengajaknya mencari kursi yang kosong. Kehadiran kedua orang itu sempat mencuri perhatian banyak undangan.

"Seharusnya kau tinggal di rumah" desis Singto mengajak Puen semakin memasuki ruangan itu.

Banyak meja bundar berbagai ukuran— yang sudah ditempati para undangan. Di depannya disediakan panggung dengan kursi bak singgasana ratu, disanalah Jan duduk sambil tersenyum cantik pada setiap orang yang menyapanya di panggung.

Sungguh, pesta selebriti membuat Singto ingin cepat pulang, dia tidak nyaman dalam keramaian orang banyak. Berbeda dengan Puen yang sudah nyaman berada dalam lautan manusia.

Puen dan Singto duduk di kursi kosong dalam sebuah meja bundar. Disana ada beberapa orang yang Singto kenali sebagai teman-temannya di jurusan yang sama. Setelah membalas sapaan teman-temannya serta memperkenalkan Puen sebagai temannya, Singto terus menegur agar Puen tidak sampai berbuat aneh di pesta.

"P' memang sangat menyebalkan!" Puen merengut jengkel, "Oh ya P', kenapa tidak pergi menyapa temanmu yang ulang tahun? Aku harus memberikannya ini" Puen mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam tasnya.

Itu hadiah. Dan Push yang menyiapkannya. Sungguh, Singto tak habis pikir dengan kelakuan saudaranya itu.

"Dia bukan temanku" sahut Singto cuek.

Puen memicingkan matanya menatap Singto, "Lalu kenapa P' di undang?"

"Mana aku tahu.. "

Puen memasukan kembali kotak hadiah itu ke dalam tasnya. Ia mulai mencomot beberapa kue di piring sambil sesekali melihat ke sekitarnya, lalu perhatian Puen teralihkan sepenuhnya pada sosok yang muncul di pintu masuk ruang pesta.

Puen yakin tak pernah melihat pria setampan itu sebelumnya. Apalagi pria itu di kelilingi beberapa pria tampan lainnya. Sekejab Puen langsung menggenggam tangan Singto gemas sambil menunjuk para pemuda yang baru muncul.

Mata Puen berbinar-binar, wajahnya sumringah dan senyum tak lepas dari bibirnya.

"P' mereka tampan sekali.. Siapa mereka?"

Singto ikut melihat ke arah yang ditunjuk gadis itu. Dia menyadari ratusan pasang mata penuh kagum dari seluruh penjuru ruangan juga tengah menjadikan 5 orang pemuda yang baru masuk itu sebagai tontonan menarik. Singto tidak heran jika Puen begitu takjub, toh setiap hari banyak orang terlihat seperti Puen begitu memuja pemuda-pemuda itu.

Tapi Singto akui, malam itu-Krist selaku center dari kelima pemuda itu memang tampil menawan— atau memang selalu menawan?

"Mereka temanmu?" tanya Puen lagi.

Singto angkat bahu, dia memutuskan kembali menatap ponselnya. Dia tak begitu peduli dengan anak populer.

Sial, kapan acara ini berakhir?? Aku sudah sangat bosan!

"Astagaa, itu P' Earth! Apa dia mengingatku ya?? Aku harus pergi menyapanya" Puen menunjuk Earth di antara lima pria yang baru masuk, mereka sedang bercengkrama dengan undangan yang menyapa mereka.

Singto memutar bola mata bosan, "berhenti bersikap centil Puen. Kalau kau berani mendekati siapapun diruangan ini, aku akan menarikmu pulang"

Seperti biasa, Singto memang menyebalkan sekali bagi Puen. Jika Singto sudah mengancam, maka Puen harus menurut karena Singto tak pernah main-main dengan ancamannya.

Singto tak sengaja melihat lagi ke arah pria-pria pouler itu dan menemukan mata Krist sedang menatapnya. Krist langsung tersenyum lebar kala melihatnya, mendadak Singto merasa menyesal, ia mendengus berat. Krist pasti akan menghampirinya. Entah kenapa Singto yakin hal itu dan memang benar- Krist langsung berjalan ke arahnya sesaat setelah ia berbicara dengan temannya yang lain.

"Aku tidak menyangka kau juga ada disini" Krist menepuk bahu Singto akrab, dia langsung duduk di sebelah Singto yang kosong.

Singto tak membalas.

"Kau datang sendiri?" tanya Krist.

"Aku Puen!!" kata Puen tiba-tiba.

Krist sedikit terlonjak saat tangan seseorang muncul di depannya. Puen tersenyum cantik pada Krist- tangannya terulur menanti tangan Krist menyambutnya.

Krist sedikit bingung, tapi tetap menyambut uluran tangan itu, "Aku Krist"

"Aku teman P' Singto" kata Puen lagi, "tadi kan P' bertanya dengan siapa P' Singto datang. Dia datang dengan aku"

"Oohh, begitu.. " Krist manggut-manggut, merasa aneh karena Singto ternyata datang dengan seorang gadis.

"Aku lebih muda dari kalian, jadi semua teman P' Singto aku panggil P"

Krist mengangguk lagi, belum menerima dengan baik nuansa akrab yang datang dari Puen. Berbeda dengan Krist, Singto malah melirik kesal gadis di sampingnya.

Puen sudah mulai centil, awas saja bocah ini!

"New tidak ikut?" tanya Krist pada Singto.

Singto kembali melihat Krist lalu mengangkat bahu, tak berniat menjawab dan Krist sudah paham arti setiap gerakan Singto saat orang lain bertanya.

Singto tak menyambut baik keakraban yang ditawarkan Krist sejak mereka pulang bersama waktu itu. Tepatnya saat insiden di mobil Krist kala hujan, Krist menjadi dekat dengan Singto lebih dari biasanya.

Berbeda dengan teman-temannya yang tak mempermasalahkan kehadiran Krist di antara mereka, Singto justru sangat tidak nyaman akan hal itu.

Lebih lagi saat ini. Kenapa Krist duduk di dekatnya? Seharusnya dia duduk dengan sahabat-sahabat baiknya, iya kan? Atau dia bisa mencari Praew dan duduk berdua, bukankah mereka sepasang kekasih- atau tidak lagi?

Tapi yang jelas Singto ingin sekali mengusir Krist, meskipun rasanya tidak etis untuk mengusir orang sepertinya. Bagaimanapun kehadiran Krist di meja yang ia tempati menjadi kebahagiaan tersendiri untuk orang-orang yang duduk di tempat yang sama.

Beberapa di antara mereka diam-diam mencuri foto Krist. Ada juga yang diam-diam mengikut sertakan Krist dalam selfie tanpa pemberitahuan pemuda itu.

"P', apa dia ini artis?? Banyak sekali orang yang melihatnya.. Coba P' lihat" bisik Puen.

"Apa itu urusanmu??" dengus Singto.

Puen memasang wajah tak suka. Apalagi melihat Singto kembali berkutat dengan ponselnya, hal itu semakin membuatnya jengkel. Memilih Singto menjadi teman ke pesta adalah pilihan yang buruk, Puen akan mengingat hal itu selamanya dan berjanji tak akan mengulangi hal ini lagi.

Krist juga hanya diam saja. Sesekali dia melihat ke arah Singto meskipun terus di abaikan pemuda itu, tapi Krist betah berada disana. Singto orang yang sangat lurus, sikapnya tidak ia tutup-tutupi, buktinya saat ini dia terang-terangan mengabaikan Krist dan seorang gadis cantik yang duduk di sebelahnya.

Hingga akhirnya Singto menoleh ke arah Puen dan saling berbisik dengan Puen. Krist masih terus memperhatikan keduanya sambil mengangkat alis mata.

Krist awalnya tak menyangka kalau Singto bisa punya teman wanita secantik Puen yang dia ajak ke pesta ulang tahun Jan. Sungguh, sejak bergaul dengan Singto, hal yang tak pernah Krist lihat dari Singto adalah dekat dengan orang lain— apalagi gadis-gadis— di luar beberapa orang yang akrab dengannya. Dan saat ini Krist sedang mencoba peruntungannya untuk menjadi dekat dengan pemuda itu dan dia baru mengetahui Singto punya teman yang sangat cantik.

Malam ini Krist— atau bahkan orang lain— melihat sisi lain Singto dimana pemuda itu juga bisa menggandeng seorang gadis cantik. Oke, abaikan tentang pembicaraan gay dulu karena tidak ada hubungannya dengan itu sama sekali.

Singto dan Puen sangat akrab. Itu yang Krist pikirkan saat melihat ekspresi keduanya.

Puen tak seperti gadis yang sedang menyukai Singto ataupun berlagak seperti pacar. Singto pun demikian, dia lebih banyak bicara pada gadis itu dengan nada bicara yang lebih ketus sehingga Krist sering melihat wajah Puen menekuk sebal.

Sekitar 2 menit saling berbisik dengan Puen, Singto menoleh pada Krist.

"Bisa membantuku?"

Krist mengernyit, menjadi penasaran dengan apa yang akan dikatakan Singto.

"Aku ke toilet dan kau awasi gadis ini agar dia tidak kemana-mana. Jika dia mengajakmu bicara, cukup abaikan dia"

Krist nyaris tertawa saat mendengar permintaan Singto. Jujur saja, pria mana yang menyuruh pria lain menjaga teman 'kencannya' dengan cara seperti Singto? Sungguh, Krist tak habis pikir.

"Kau bisa kan?" Tanya Singto lagi.

Krist mengangguk sambil tersenyum. Singto menganggap hal itu sebagai kesanggupan Krist, sehingga ia buru-buru bangkit dari kursinya dan berlalu pergi.

Sepeninggal Singto, Krist melihat Puen mendengus sebal, "dia menyebalkan, bukan?? Dasar orang aneh.."

Krist mengangkat bahu, "tidak juga. Singto baik. Orangnya saja yang sedikit introvert"

Puen menghela nafas berat, "Apa P' kenal baik P'Singto? Dia tidak banyak teman sejak dulu" tanya Puen dengan nada tak percaya.

"Sepertinya N'Puen lebih kenal Ai'Singto dari pada aku" jawab Krist.

"Sebenarnya aku bukan temannya P'Singto.." ujar Puen.

Krist mengernyit penasaran dengan gadis di seberang kursinya, "N'Puen— pasti pacarnya?"

Puen mendecak, "ck! Gadis mana yang mau berkencan dengan dia?? Aku adik P'Singto. Tidak banyak yang tahu sih, tapi jangan beri tahu siapa-siapa yaa P'Krist. Jangan beritahu P'Singto juga, dia pasti akan mengomeliku"

Krist agak kaget mendengar jawaban Puen. Adik? Pantas saja sikap mereka seperti tadi. Krist menghela nafas lega, entah kenapa ia merasa tenang mendengar fakta itu, karena inilah sosok Singto yang dia kenal. Tidak dekat dengan gadis-gadis.

"Sungguh, aku tidak menyangka Singto punya seorang adik perempuan. Tenang saja, aku tidak akan beritahu siapapun" Krist tersenyum memandangi gadis cantik itu, "tapi kenapa N'Puen memberitahuku jika Singto melarangnya?"

"Karena P'Krist sangat tampaaaaan. Hehehehe.." Krist tertawa mendengar jawaban polos Puen, "Sebenarnya P'New juga sudah memberitahu P'Earth kalau aku adiknya P'Singto. Jadi tolong P'Krist bilang pada P'Earth ya kalau ini adalah rahasia"

Krist mengangkat alis tinggi-tinggi. Wow, Earth? Dengan New? Apa aku melewatkan sesuatu?

"Kenapa dia menyembunyikan hal seperti ini?" Krist memilih tak menyinggung soal nama 2 temannya.

Puen bersandar pada kursi. Tangannya menusukan garpu ke kue yang ada di mejanya, kemudian memakannya dengan cepat, "Entahlah.. Karena kami tidak mirip, rasanya menyenangkan mengajak P'Singto pergi kemanapun dan menggandeng dia layaknya pacar. Soalnya dia melarangku pacaran sebelum berusia 19 tahun, makanya kalau jalan-jalan disini aku harus bersamanya"

Pria itu kembali tersenyum tanpa sadar. Senang sekali mendengar sesuatu tentang Singto dari orang yang dekat dengannya. Sungguh, Krist ingin tahu lebih banyak tentang Singto.

"Ai'Singto keren ya.. Dia menjaga adik perempuannya sampai seperti itu. Bukankah dia sangat menyayangi N'Puen?"

"Dia lebih sayang buku bacaannya dari apapun di dunia, P'Krist"

"Hahaha.. Seperti apa dia di rumah?" tanya Krist tampak begitu tertarik.

Puen berpikir sejenak, "Hmm.. Sejak kuliah dia tinggal sendiri disini. Tidak ada tamu di rumahnya selain keluarga kami dan P'New. Dia sangat tertutup mirip orang dari gua. Dia pendiam, tapi anehnya tidak membosankan. Sebenarnya dia juga tidak culun, hanya orang banyak beranggapan dia begitu. Hmm, untuk keseluruhannya, dia tidak menarik sama sekali"

Krist tergelak mendengar ocehan Puen. Dia menjelaskan sosok Singto sama seperti yang Krist kenal selama ini. Lagi-lagi Krist tertarik.

Apakah berteman itu seperti ini? Begitu menyenangkan mengetahui banyak hal tentang temanmu dari orang terdekatnya, rasanya seperti kau berhasil menemukan harta karun milik temanmu tanpa berniat mengambilnya— hanya ingin ikut menjaga bersamanya.

Percakapan antara Puen dan Krist terus berlangsung lama. Tanpa sadar topik mengenai Singto begitu menyenangkan untuk di bicarakan. Krist jadi tahu banyak hal tentang Singto membuatnya senang karena merasa dekat dengan pemuda itu.
.
.

Singto keluar dari toilet yang letaknya agak jauh dari pusat acara. Dia berdiam diri cukup lama sambil memantulkan diri di kaca wastafel, kepalanya jadi pusing mendengar hiruk pikuk pesta yang membuatnya tidak nyaman. Dia ingin sekali pulang, tapi keponakannya itu pasti tidak ingin pulang secepat ini. Lebih lagi ada Krist duduk di dekatnya, Puen akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Krist.

Sialan Puen. Selalu saja menyusahkan!

Begitu Singto keluar toilet, matanya menangkap sosok gadis yang berdiri tak jauh dari toilet.

Gadis itu memakai gaun berwarna peach, wajah kecilnya dirias cantik tak lupa dengan tatanan rambut yang membuatnya tampak anggun sekali. Ia bersandar pada dinding sambil memperhatikan ujung high heels yang ia kenakan.

Gadis itu adalah Preaw. Entah untuk apa Praew berdiri seorang diri, tapi dilihat dari gelagatnya gadis itu sedang menunggu seseorang. Singto cuek, ia bahkan tak ingin repot melihat Praew saat berjalan melewati gadis itu.

"Sawatdee kha P'" sapa Preaw langsung menghampiri Singto.

Pemuda itu berhenti melangkah lalu berbalik hingga berhadapan dengan Praew, ia membalas wai tanpa kata.

"Ku pikir P' tidak datang ke pesta Jan" kata Preaw berbasa-basi. Senyum indahnya bahkan di balas kecut oleh Singto tanpa komentar.

"Eh P'Sing, begini— emmh, aku— aku ingin bilang kalau aku— "

Singto mengernyit heran mendapati Preaw menunduk gugup di depannya. Ia tak kunjung melanjutkan kalimatnya untuk detik-detik yang panjang.

"Aku akan ke dalam jika kau tidak mengatakan apapun" putus Singto seraya mengambil langkah namun dengan sigap Preaw menahan jas bagian lengan yang Singto kenakan.

Singto berbalik ke belakang lagi seiring jemari Preaw terlepas dari lengannya.

"P'.. Apa P' — P' Singto tidak kenal aku?" tanya Preaw langsung— begituu buru-buru.

Singto masih memandangi gadis di depannya dengan aneh.

"Kau cukup populer ku rasa" jawab Singto sekenanya.

"Maksudku.. Dulu— aku.. kita— "

"Pernah saling kenal" kata Singto begitu saja. Perlahan Praew mulai memberanikan diri menatap pemuda itu.

"Jadi P' ingat aku?" mata gadis itu berbinar.

"Dan kau kenal aku" cuek Singto.

Senyum di bibir Preaw terukir kembali. Menampakkan wajah cantiknya yang semakin cantik. Singto menikmati pemandangan itu, sudah lama sekali tak melihat senyum Praew dari jarak dekat. Masih cantik, dan selalu cantik.

"Ku pikir P' tidak kenal aku. P' tidak pernah menyapaku selama ini"

Singto tersenyum miring, "kenapa aku harus menyapamu?" sahutnya dingin.

"P'..." senyum Preaw hilang seketika.

"Jika hanya itu yang mau kau sampaikan, aku akan pergi" singto mulai berjalan menjauhi Praew namun kalimat Praew kembali membuat dia berhenti.

"Kenapa P' begini padaku? Kenapa P' pura-pura tidak mengenalku padahal setiap hari aku berusaha untuk muncul di depan P'!"

Kata-kata itu menggelitik Singto. Dia tak pernah membayangkan situasi seperti ini sebelumnya. Maksudnya, Praew yang dulu dia kenal akan menghampirinya dan berbicara soal masa lalu.

"Aku mencari P' selama ini. Berharap P' muncul saat makan malam keluarga, tapi P' tidak pernah datang. Setiap aku menghubungi P' tidak pernah ada jawaban"

Singto membalikan tubuhnya sehingga ia dan Praew saling berhadapan dalam jarak yang cukup untuk Singto bisa melihat seberapa dalam kata-kata Praew untuknya.

"Apa aku berbuat salah pada P?" tanya Praew sarkas.

"Apa kau sengaja menungguku untuk ini?"

"Ya! Aku ingin berbicara dengan P"

"Jadi kenapa Jan mengundangku adalah untuk ini?"

"Benar!"

"Jadi gunakanlah kesempatan ini untuk menyampaikan langsung apa tujuanmu, Nun.. Apa yang coba mau Nun sampaikan padaku" ucap Singto amat dingin.

"Aku— aku sangat merindukan P', sejak terakhir aku bertemu dengan P' aku— "

"Nun!" sentak Singto memotong ucapan Praew, "kita tidak punya rindu yang sama. Jadi hentikan omong kosongmu dan kembali pada Krist! Dia orang baik yang tak boleh kau kecewakan! "

Singto tak menunggu respon apalagi balasan dari Praew, ia segera melangkah pergi meninggalkan Praew. Gadis itu sangat terpukul dengan kalimat yang Singto ucapkan padanya, dan kata-kata terakhir Singto amat menyesakkan untuknya.

Sudah lama P', sudah terlalu lama aku mengecewakan Krist karena merindukanmu..

**

Double update nih ceritanyaa, soalnya chapter ini flat banget kan yaa.. 😂 tapi next chapter ini ga kalah flat nya kok, jadi tabah yaaa..
S

aya udah bertapa ke beberapa benua tapi ga dapet2 juga inspirasinya..
Jangan lupa voment yaa evribadi..

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

36.6K 4K 41
Omegaverse! Kerusuhan tiada akhir dari tiga bersaudara Dunk-Phuwin-Gemini yang hampir bikin papi Krist naik pitam, tapi selalu ada Daddy Singto yang...
1M 62.3K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
2.3K 169 5
cerita keseharian antara seorang dokter yang mempunyai kerja sampingan sebagai seorang aktor dan seorang aktor muda nan imut.. kisah manis antara 'La...