My Love CEO

By adpray

12.7M 397K 6.6K

"Kalau kamu belum punya pacar, papa akan kenalin kamu ke anak sahabat papa siapa tahu aja dia suka sama kamu... More

Introduce
1. Pagi yang buruk
2. Dasar Nyebelin!
3. WHAT?! Dijodohkan??
4. First date
5. Kebersamaan
6. Lunch with Bulepetan
7. Menemani Oliver
8. The Best Days of Life
Attention
9. Jealous?
10. Fitting
11. The Wedding
12. Special's Day
13. Bule Mesum (15+)
14. After Wedding
15. Apa? Cucu?!
16. Surprise
17. Aloha!
18. Honeymoon
19. Dia Siapa?
20. Trouble (1)
21. Trouble (2)
22. Strange
23. Sekretaris
24. New House
25. Mr. Jealous
26. One Day in Singapore
27. The Party
28. Mess Up
29. Bad
30. Little Past
32. Crazy Oliver
33. Oh No!
34. She's Fine
35. Selamat Tinggal
36. My Love CEO - End.
Visualisasi MY LOVE CEO
Extra Part
Sekuel - Franzel
Pemberitahuan
Hello

31. Pregnant

254K 7.7K 84
By adpray

Oliver benar-benar gelisah sekarang. Karen menepati janjinya untuk marah padanya. Alhasil Karen mengabaikan Oliver. Seperti sekarang ini, Oliver disuruh untuk tidur sofa ruang tamu. Karen mengunci kamarnya agar Oliver tidak mengganggunya.

Berulang kali Oliver mencoba memejamkan matanya. Namun rasa kantuk tak kunjung datang juga. Ia malah tidak bisa tertidur karena tak bisa memeluk Karen seperti biasanya. Ditambah tidur sofa membuat seluruh badannya pegal-pegal.

"Shit! Ini benar-benar sangat menyiksa.." gumam Oliver. Ia pun menggerak-gerakan tubuhnya kesamping kanan maupun kiri, namun tetap saja matanya masih terjaga. Akhirnya Oliver memutuskan untuk bangun.

Ia pun berdiri di depan pintu kamar yang tertutup. Sepertinya Karen sudah tidur di dalamnya. Oliver mencoba membuka knop pintu, namun tetap saja pintu dikunci dari dalam oleh Karen. Lebih sialnya lagi Oliver tak memiliki kunci cadangannya.

"Sayang.." Oliver mengetuk pintu yang masih tertutup rapat itu.

"Sayang, buka dong pintunya. Aku gak bisa tidur di sofa.." ucapnya lagi dengan tangan masih mengetuk-ngetuk pintu tersebut.

"Sayang, kamu sudah tidur?" tanyanya pada pintu terutup. Tak ada jawaban dari dalam sana.

"Sayang, aku mohon buka pintunya. Aku gak bisa tidur kalau gak peluk kamu" lagi-lagi hanya hening yang Oliver dapat dari dalam. Sepertinya Karen sudah benar-benar tertidur.

"Aku minta maaf, sayang. Maafkan aku.." ucap Oliver.

"Aku janji bakal jelasin semuanya ke kamu. Asal kamu jangan abaikan aku seperti ini. Ini sangat menyiksa, sayang.." ucapnya lagi.

Sementara dari dalam kamar, Karen memang belum tertidur pulas. Ia masih terjaga. Karen dapat mendengar suara Oliver beserta gedoran pintu. Namun Karen tak berniat membukanya.

Tak dapat dipungkiri Karen, jika sekarang ia juga merasa tidak nyenyak tidurnya. Entah dorongan darimana, Karen rasanya ingin sekali Oliver memeluknya yang tertidur. Namun Karen tetap pada egonya untuk marah dan sedikit memberi pelajaran pada suaminya itu.

Karen mencoba memejamkan matanya berusaha tidak mendengar gedoran beserta teriakan Oliver dari luar kamar. Tetap saja matanya tidak bisa terpejam dan malah keinginannya untuk tidur dipeluk oleh Oliver pun makin menjadi.

"Sayang, maafkan aku.." terdengar suara Oliver dari luar sana.

Akhirnya Karen mengalah dengan rasa egonya. Ia pun menyingkirkan selimutnya lalu bangun hendak membukakan pintu.

"Sayang, maaf----"

"Masuk!" Oliver menganga tak percaya, jika dihadapannya Karen akan membukakan pintu kamarnya.

"Cepat masuk!" ucap Karen sedikit meninggi.

"Sayang, kamu--" lagi-lagi ucapan Oliver sudah dipotong terlebih dahulu.

"Cepat masuk atau aku akan berubah pikiran?" ucap Karen dengan nada seriusnya. Oliver pun tak mau menyia-nyiakan kesempatannya.

Ia langsung masuk ke dalam kamar dan berbaring di samping Karen. Oliver langsung memeluk Karen yang memunggunginya. Karen juga tak menolak dengan pelukan Oliver karena memang ia ingin.

"Sayang, maafkan aku" ucap lirih Oliver. Karen dapat merasakan nafas hangat Oliver dilehernya.

"Aku janji aku bakal jelasin ke kamu semuanya sayang. Tapi aku mohon jangan abaikan aku.." lanjutnya semakin mengeratkan pelukannya pada Karen. Oliver pun menenggelamkan kepalanya pada lekuk leher Karen sesekali mengecupnya.

Karen terdiam memejamkan matanya merasakan sensasi pada lehernya. Karen ingin sekali membalikkan tubuhnya dan memeluk Oliver. Namun ia tahan dan tetap membiarkan Oliver yang memeluknya dari belakang.

"Aku harus gimana, sayang agar kamu maafin aku?" ucap Oliver hampir putus asa.

"Sayang, jangan diam aja.." ucapnya lagi. Karen pun tak tahan untuk tak berbicara.

"Aku mau kamu jelasin ke aku semuanya" sahut Karen lirih.

"Aku janji akan menjelaskan tentang masa lalu aku" ucap Oliver. Karen pun membalikkan tubuhnya menghadap Oliver. Oliver merapatkan pelukannya.

"Kamu mau aku mulainya dari mana?" tanya Oliver. Ia benar-benar serius sekarang.

"Aku ngantuk, Ver. Bisakah besok aja?" Ucap Karen lalu ia menenggelamkan kepalanya pada dada bidang Oliver.

"Selamat malam, sayang" Oliver mengecup kening dan puncak kepala Karen lalu mengeratkan pelukannya.

**

Pagi harinya, Karen merasakan perutnya bergejolak dan ingin mengeluarkan semua isinya. Karen pun melepaskan pelukan Oliver yang masih ternyenyak. Ia langsung berlari ke kamar mandi.

"Hoekk..." Karen memuntahkan cairan bening itu di wastafel. Tiba-tiba kepalanya menjadi pening.

Oliver yang masih tertidur pun bangun. Ia langsung panik begitu memdengar Karen di kamar mandi. Oliver langsung menghampiri Karen.

"Hoek..." Karen benar-benar merasa dirinya masuk angin.

"Sayang, kamu kenapa?" Oliver langsung memijat tengkuk Karen serta menyingkirkan rambut Karen yang terurai di sekitar wajahnya.

"Aku pusing" sahut Karen. Ia pun berkumur-kumur setelah rasa mualnya sudah berhenti.

"Kita ke dokter ya?" Ucap Oliver. Ia sangat khawatir dengan Karen sekarang.

"Aku hanya masuk angin. Mungkin karena kemarin bermain di taman" ucap Karen lirih.

"Aku panggil dokter aja kalau begitu" ucap Oliver.

"Gak usah, Ver. Aku minum obat pusing aja nanti juga hilang kok" sahut Karen.

"Sayang, aku gak tega lihat keadaan kamu seperti ini" ucap Oliver.

"Aku cuma butuh istirahat aja, Ver" jawab Karen.

"Aku tetap akan memanggil dokter" bukan Oliver namanya jika tidak sedikit memaksa agar Karen menurut padanya.

"Gak, Ver"

"Karenina, turuti ucapan suamimu!" Ucap Oliver dengan nada tegasnya. Karen langsung terdiam tak berani membantah jika Oliver sudah menggunakan nada tegasnya.

"Sekarang, kita kembali ke kamar" Oliver pun menggendong Karen ala bridal. Karen hanya diam menuruti Oliver.

Setelah meletakkan Karen kembali di kasur, Oliver pun mengambil ponselnya dan menghubungi dokter langganan keluarganya.

Oliver juga membuatkan teh hangat untuk Karen serta menyuruh Pak Kardi untuk membelikan bubur.

"Minum dulu tehnya, sayang" ucap Oliver menyodorkan segelas teh pada Karen.

Baru saja Karen mendengus aromanya, membuatnya kembali merasakan pening.

"Gak mau, Ver" Karen menjauhkan gelas teh itu.

"Sedikit aja, sayang. Nanti dokter akan kesini sebentar lagi.." Ucap Oliver. Namun Karen tetap menggeleng. Ia pun tak memaksa.

Tak lama kemudian, seorang dokter muda datang ke apartemennya. Oliver pun menyambutnya dengan ramah.

"Terima kasih sudah datang, dok" ucap Oliver.

"Sama-sama. Perkenalkan saya dokter Rey, putra dari dokter Albert, dokter pribadi keluarga Rossler" ucap dokter Rey.

"Baiklah, silahkan masuk, dok. Istri saya merasa mual-mual" ucap Oliver.

Dokter Rey mengeluarkan stetoskop dari tasnya dan mulai memeriksa keadaan Karen.

"Apa yang anda rasakan?" Tanya dokter Rey sambil memeriksa Karen. Oliver memperhatikannya.

"Kepala saya pusing juga mual, dok" sahut Karen.

"Apakah anda merasakan nafsu makan meningkat?" Tanyanya lagi.

Karen mengangguk. Benar sekali dugaan dokter Rey bahwa saat ia memeriksa Karen, ia dapat merasakan tanda adanya kehidupan di dalam diri Karen.

"Bagaimana keadaan istri saya, dok?" Tanya Oliver dengan tidak sabaran. Dokter Rey pun berdiri dan tersenyum pada Oliver.

"Selamat, anda akan menjadi seorang ayah, Mr Rossler!" Dokter Rey menjabat tangan Oliver.

"Apa istri saya hamil, dok?" Tanya Oliver dengan tidak percayanya.

"Ya. Usianya sudah memasuki minggu ke-4. Jika selama ini anda merasakan istri anda yang sensitif, itu bawaan dari janinnya" ucap dokter Rey.

"Dan sebaiknya jika istri anda mengalami morning sickness seperti tadi, buatkan teh mint dan biskuit asin itu akan sedikit meredakan rasa mualnya. Saya akan memberi obat dan vitamin agar janinnya terlindungi dari virus dan penyakit karena janinnya masih rawan. Anda bisa menebusnya di apotik terdekat.." Ucap dokter Rey panjang lebar dan memberi selembar kertas berisi resep obat dan vitamin pada Oliver.

"Baiklah, saya permisi karena harus praktek di rumah sakit. Sekali lagi, selamat untuk Mr and Mrs Rossler" ucap dokter Rey lalu pamit.

"Terima kasih banyak, dok" Oliver pun segera mengantar dokter Rey hingga pintu apartemen.

Karen merasa tidak percaya apa yang dikatakan dokter Rey padanya. Jadi selama ini yang membuatnya berubah adalah keinginan janin dalam kandungannya. Karen pun mengelus perutnya yang terdapat kehidupan di dalam sana.

Oliver kembali menghampiri Karen dengan senyuman mengembang. Tak dapat dipungkiri, jika saat ini ia sangat bahagia. Keinginannya menjadi seorang ayah dan memberikan janjinya pada kedua orang tuanya terwujud.

"Sayang, dugaan aku selama ini benar. Kamu hamil. Makasih sayang, aku sangat bahagia.." Oliver tak henti-hentinya mencium kening Karen. Karen hanya terdiam dan menyunggingkan senyum samar. Bahwa Karen juga bahagia seperti Oliver.

"Hey, Oliver junior. Aku janji akan melindungi kalian dan melakukan apa saja untuk kalian.." Oliver mengelus perut Karen yang masih rata.

"Terima kasih, Tuhan. Terima kasih engkau mengabulkan doaku dengan hadirnya malaikat kecil di keluarga kami.." Oliver tak henti-hentinya bersyukur dan mencium bibir Karen dengan lembut. Karen mengalungkan kedua tangannya pada leher Oliver.

"Mulai sekarang, kamu harus menjadi ayah yang baik. Luangkan waktu bekerja kamu untuk aku dan anak kita" ucap Karen.

"Pasti sayang. Pasti. Hmm, btw, kamu sudah maafkan aku kan?" Ucap Oliver. Karen menarik tangannya dari leher Oliver.

"Siapa bilang aku sudah maafin kamu!" Karen langsung memasang wajah juteknya dan memunggungi Oliver.

"Hey, kok gitu sih?" Protes Oliver. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Cepat sekali perubahaan ibu hamil ini.

"Sayang, maafkan suamimu ini.." Ucap Oliver dengan nada memelasnya. Karen menyunggingkan senyum. Mengerjai suami sekali-sekali tidak apa-apa.

"Sayang..." Oliver memeluk Karen berharap Karen memaafkannya. Karen geli dengan ucapan memelas suaminya itu.

"Aku sudah maafin kamu, Ver. Tapi..." Ucapan Karen sengaja ia gantungkan.

"Tapi apa sayang?" Seketika raut wajah Oliver berbinar.

"Hmm.." Karen sengaja menggantungkan kalimatnya.

"Jawab dong, sayang" ucap Oliver tidak sabaran.

"Anak kamu yang tidak mau memaafkannya" sahut Karen.

Oliver membalikkan tubuh Karen sehingga Karen terlentang. Kemudian menggulung piyama Karen hingga perutnya terbuka. Karen cukup terkejut dengan suaminya itu.

"Kamu masih marah dengan daddy? Hey, sayang bahkan kamu masih terlalu kecil diperut mommy. Maafkan daddy ya.." Oliver pun mencium perut Karen yang masih rata.

Karen tersenyum melihat tingkah Oliver yang begitu manis. Bahkan ia sudah mengajak anaknya yang bahkan masih membentuk gumpalan kecil berbicara.

"Apakah Oliver junior sudah memaafkanku?" Tanyanya lalu kembali mencium perut Karen.

"Oliver junior sudah memaafkan daddy. Tapi daddy harus jujur sama mommy.." Ucap Karen menirukan suara anak kecil membuat Oliver bahagia.

"Daddy janji akan jujur pada mommy.." Oliver mengelus perut Karen lembut. Karen tak sengaja melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 10.

"Jam 10, Ver. Kamu gak ke kantor?" Tanyanya pada Oliver yang masih saja betah dengan perutnya.

"Aku gak ke kantor hari ini.." Sahut Oliver santai.

"Lalu bagaimana perusahaan kamu?" Tanya Karen lagi.

"Sayang, aku itu bos nya jadi suka-suka aku masuk atau tidak. Lagipula nanti kamu sama siapa di apart?" Ucap Oliver santai.

"Perut aku masih belum membuncit, Ver. Tenang aja, aku gak kenapa-kenapa kok" ucap Karen.

"Oh ya, bagaimana dengan Stella, sekretaris baru itu?" Tiba-tiba saja Karen mengingat wanita itu yang membuatnya marah dengan Oliver.

"Sudah aku pecat. Lagipula siapa bilang aku butuh sekretaris baru?" Sahut Oliver dengan santainya.

"Aku maunya tetap kamu yang menjadi sekretaris aku, sayang. Biar sambil bekerja aku bisa mengawasi kamu secara langsung" lanjut Oliver.

"Ya sudah, tapi hari ini aku izin cuti, Mr. CEO" ucap Karen. Oliver terkekeh dengan panggilan baru Karen padanya.

"CEO ini juga cuti hari ini sepertinya.." Balas Oliver.

"Gak, kamu harus tetap ke kantor. Pekerjaan kamu pasti numpuk apalagi kita baru pulang dari Singapore" ucap Karen.

"Biar Gerald yang mengerjakannya. Nanti aku kasih triple bonus untuknya" sahut Oliver dengan entengnya.

"Ver, kasihan Gerald. Ini kemauan anak kamu. Titik" ucap Karen final.

"Tapi kamu sama siapa di sini, sayang?" Ucap Oliver khawatir. Rasanya berat meninggalkan Karen.

"Kamu gak usah khawatir. Aku mau ke rumah mama" ucap Karen. Oliver pun mengangguk setuju.

Oliver pun bersiap-siap untuk ke kantor dan Karen juga bersiap ke rumah mamanya. Pasti mamanya sangat senang saat Karen memberi tahu padanya bahwa ia hamil.

**

Setelah mengantar dan menitipkan Karen di rumah mamanya, Oliver lanjut ke kantor. Ia yakin pasti Gerald marah-marah padanya karena ia ngaret selama berjam-jam. Jadi berasa yang pemimpin itu Gerald bukan Oliver.

Mama dan papa Karen sangat senang sekali mendapati kabar bahwa Karen tengah hamil saat Oliver mengantarnya tadi. Tinggal mommy dan daddy nya Oliver saja yang belum tahu perihal ini. Mengingat keduanya tinggal di Frankfurt.

Hari ini Oliver menjadi semangat bekerja mengingat berita kehamilan istrinya. Ia sampai tersenyum-senyum sendiri hingga masuk ke ruang kerjanya dan ternyata sudah ada Gerald di dalamnya berdiri dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku sambil menggelengkan kepalanya.

"Ckck, jam berapa ini?" Ucap Gerald berlagak bos saat sahabatnya itu masuk ke ruang kerja.

"Ngapain lo di ruangan gue?" Bukannya menjawab pertanyaan Gerald, Oliver malah tanya balik.

"Sudah hampir jam 12 lo baru datang. Benar-benar bos yang tidak berguna.." Ucap Gerald. Oliver memicingkan matanya. Apa salahnya ia datang siang hari. Toh kantor ini miliknya.

"Apa-apaan lo tiba-tiba ada di ruangan gue?" Tanya Oliver sarkastik.

"Lama-lama gue pecat jabatan CEO lo. Mana ada bos datang seenaknya dan dengan gak tahu dirinya menyerahkan semua pekerjaannya ke gue.." Sahut Gerald menyindir. Ya memang, tadi pagi Oliver menyerahkan pekerjaannya pada Gerald karena dirinya ingin mengambil cuti. Namun akhirnya tak jadi.

"Ini kantor punya gue. Jadi suka-suka gue mau datang jam berapa. Dan soal pekerjaan yang gue kasih ke lo, tenang aja. Gue bakal kasih triple bonus" ucap Oliver santai tak mengindahkan wajah kesal Gerald di hadapannya.

"Ngomong enak ya, Ver. Bukannya gue gak mau bonus, tapi kerjaan gue jadi 2 kali lipat" ucap Gerald. Ya memang, pekerjaannya ditambah oleh pekerjaan Oliver membuatnya tidak bisa beristirahat karena harus menyelesaikan dokumen-dokumen itu.

"Bagus, dong. Dengan begitu kan, lo adalah karyawan teladan. Gak salah gue jadiin lo wakil CEO" Oliver menepuk-nepuk pundak Gerald. Gerald segera menepisnya.

"Lo aja yang jadi CEO gak bener.." Sahut Gerald tak mau kalah.

"Aduh merinding gue.." Ucap Gerald tiba-tiba. Oliver langsung menatap sahabatnya.

"Hah lo kebelet, Ger?" Tanya Oliver dengan tampang polos.

"Bukan, hih seram banget ruangan lo, Ver!" Ucap Gerald semakin membuat Oliver tak mengerti padanya.

"Perasaan kantor ini sudah selamatan" sahut Oliver.

"Bukan makhluk halus, Ver. Tapi senyum lo buat gue merinding.." Ucap Gerald.

"Gue rasa lo kesambet. Datang siang ke kantor, senyum-senyum sendiri.." Lanjut Gerald.

"Lo gak tau apa yang gue rasakan, Ger" sahut Oliver lalu tersenyum lagi.

"Apaan?" Sahut Gerald melipat kedua tangannya di dada.

"Karen hamil.." Ucap Oliver dengan senyum yang semakin mengembang.

"Apa? Jadi gue bakal punya keponakan?" Gerald membelakkan matanya tak percaya. Oliver hanya mengangguk.

"Wah, lo harus traktir gue, Ver" Gerald juga ikut senang dengan kebahagiaan sahabatnya itu.

"Tenang aja" sahut Oliver lalu menyalakan laptopnya dan kembali bergelut dengan dokumen.

**




I hope you like it😄
Don't forget to vote next😊

To be continue ...

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 157K 44
Aluna seorang Mahasiswa di salah satu universitas ternama di Jakarta paras yang cantik bak bidadari mampu membuat siapapun tergila-gila padanya bahka...
3.4M 51.1K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
2.5M 37.6K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
6.5M 336K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...