So I Married A Senior

By aristav

11M 818K 36.6K

Tersedia di Seluruh Toko Buku! #SeriesCampus1 Biar kuberitahu kamu satu hal. Laki-laki itu, yang sedang bera... More

So I Marry A Senior
Nikah itu Apa sih?
Jiper
Surat Cinta untuk Presiden BEMku
Ada Apa dengan Jantung Keya?
Hari Terakhir Ospek
She's My Wife
Gara-Gara Bihun
Jiper Bikin Baper
Zona Baper
Firasat
Secarik Puisi
Kenanganmu
Kamu Istriku
Pesan dari LINE
Confused
Mimpi
If We Have A Baby...
Yakin, Siap LDR?
Jealous
In My Arms
How Can't I Love You?
Sorry
Before (1): Us
Before(2): His Pieces
Before(3): His Past
The Day: Close Your Eyes
Never Be Alone
Gone
Sementara Melepas Rindu
Akhir
Epilog
Sekuel
Dapatkan di Toko Buku!

Tentang Rania

279K 24.2K 1.4K
By aristav

Air hujan tumpah memukul-mukul atap gedung di kampusnya, menimbulkan sensasi dingin yang menyergap. Keya mengamati tetesan air itu dalam diamnya, sembari memandang ponselnya yang masih menyisakan bekas chat dengan Jiver beberapa menit yang lalu.

"Lo kenapa?"

Suara seseorang membuatnya menoleh. Laki-laki itu menatap Keya penasaran, adik kelasnya semasa SMA itu tampak memikirkan banyak hal dalam kepala kecilnya.

"Nggak papa Kak."

Ia menghela napasnya, lepas dari Maya dan Lili yang tadi sempat menagih jawabannya, ia memutuskan untuk mendiamkan dirinya di kafetaria kampus yang ada di fakultas sebelah. Sebenarnya Keya hanya iseng, namun keisengannya ini membuatnya bertemu Arsa--laki-laki yang pernah disukainya dulu semasa SMA, kakak kelas yang tidak pernah bisa ia dekati sampai saat ini, ya karena Arsa terlalu tinggi untuk Keya. Laki-laki itu tampan, mantan ketua ekskul futsal, mantan ketua MPK yang pasti memiliki banyak penggemar, walau Keya akui Arsa bukanlah datang dari kalangan anak ber-IQ superior, bisa dikatakan Arsa ini biasa-biasa saja.

"Lo lagi banyak beban. Kenapa? Cerita aja, gue siap nampung cerita lo."

Arsa bersuara lagi, laki-laki yang mengambil jurusan psikologi itu tampak memamerkan senyumnya yang selalu membuat Keya nyaman. Walau tidak semanis senyum milik Jiver. Tapi senyum yang dimiliki Arsa selalu bisa membuatnya tenang sekaligus penasaran.

"Lo ngeraguin kredibilitas gue sebagai mahasiswa psikologi yang sudah berkali-kali mabok teori behavior dan teman-temannya?"

Keya menggeleng, ia tertawa menatap jenaka pada Arsa.

"Apa perlu gue sebutin, teori apa aja yang bisa bantu lo?"
"Oke stop Kak, nggak perlu! Haha ntar gue ikutan mabok kayak lo. Jadi...nggak waras."
"Lah sialan, gue dikatain nggak waras."

Keya tergelak, ini yang disukainya dari Arsa. Laki-laki itu sedikit humoris dan tipe orang yang terbuka, Arsa suka bercanda dan supel. Berbeda dengan Jiver. Ia pikir laki-laki itu sedikit lebih serius.

"Lo masih aktif di organisasi, Kak?"

Keya mengalihkan pembicaraan. Pikirannya masih dipenuhi oleh Jiver, akan percakapan mereka di LINE tadi. Tapi bukan Keya namanya kalau ia tak bisa menyembunyikan perasaannya.

"Masih, tapi cuma di fakultas. Gue nyaleg di DPM. Ketua DPM, dewan percintaan mahasiswa haha."

"Garing lo, Kak."

"Serius atuh, Ke haha."

"Iyain aja biar lo seneng."

"Hahaha...lo, nggak pernah berubah, serius deh."

"Terus, gue harus berubah jadi apaan? Saras 008? Power rangers pink kayak lo? Haha..."

"Sialan. Masih aja lo inget insiden gue salah kostum rangers pink."

Arsa tergelak bersamaan dengan Keya yang tak bisa berhenti tertawa. Ia ingat, dulu semasa SMA ia pernah dikerjai teman-temannya untuk memakai kostum rangers pink di acara Gala Band di sekolahnya. Dan, bukannya mengurangi jumlah penggemarnya, kejadian itu malah membuat adik-adik kelasnya semakin gemas dengan Arsa.

"Eh, jalan yok ntar. Nongkrong di warung Kang Mat depan sekolah dulu."
"Telat lo, Kak. Gue ada janji sama orang."
"Yah...pacar lo ya?"
"Hahaha...aduh nggak usah nunjukin raut wajah melas gitu deh. Lo tahu itu nggak pantes."

Arsa berdecak, ia meminum teh botol yang tadi ia beli, Arsa tidak menyukai kopi hitam seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, teh adalah minuman yang sejak dulu menjadi sahabat setianya hampir setiap hari, setiap saat laki-laki itu menginginkannya.

"Gue beneran patah hati, Ke. Baru juga tahu lo kuliah di sini, eh lo malah udah punya pacar."
"Yek lo, Kak haha."
"Kecewa atuh, Neng."

***

Keya berjalan dengan setengah ling lung menuju kamar inap Jiver. Laki-laki itu bilang ingin menunjukkan suatu hal padanya. Hujan sudah reda satu jam yang lalu, tepat saat ia hendak berangkat ke rumah sakit usai bertemu dengan Arsa. Sebenarnya, Keya merasa cukup bersalah pada Jiver karena sudah bertemu Arsa tanpa izin laki-laki itu, tapi apa daya, semesta membuat kehendak baru, ia dipertemukan dengan Arsa, seseorang yang entah mengapa merasa membuatnya menemukan hal yang telah lama hilang darinya.

"Kamu sudah datang?" Kata Jiver sewaktu Keya memasuki kamarnya. Tak tampak kedua orang tua Jiver di sana, mungkin mereka sedang pergi. Jiver terlihat lebih segar sore ini, laki-laki itu sudah rapi dengan pakaian casual, meski wajahnya tampak pucat.

"Mau ke mana?" Tanya Keya.
"Ke suatu tempat, mau coba temenin pasien kabur?" Ucapnya sambil tertawa.
"Loh, katanya sudah boleh pulang?"
"Haha...ayo!"

Jiver menggenggam tangan istrinya itu, berjalan mengendap hingga sampai koridor, ia sempat memakai masker tadi.

"Naik taksi online aja, ya," kata Jiver, Keya mengangguk saja, ia masih bingung.

***

Mereka tiba di sebuah area pemakaman di barat kota, suasana sehabis hujan membuat udara sedikit lembab, aroma duka tampak menyeruak ketika kaki Keya menginjak area peristirahatan terakhir itu. Matanya mengamati setiap gundukan tanah yang tertata rapi, membentuk persegi panjang yang ditancapi nisan batu di atasnya. Wangi bunga kamboja tercium oleh hidungnya, sempat membuatnya sedikit takut, Keya hanya membenci kehilangan.

"Makam siapa?"

Jiver tidak memberi jawaban, ia terus membawa Keya menuju blok pemakaman yang dituju. Sampai langkah laki-laki itu berhenti di sebuah makam yang terlihat sama seperti makam-makam lainnya.

Rania Nur Maulida

Jiver mengamati nisan itu dalam diam, matanya tampak menyusuri makam Rania dengan kesedihan terpendam. Hari ini, hari ulang tahun Rania, seharusnya Rania sudah berusia dua puluh satu tahun, andai saja ia masih ada, Rania setahun lebih muda darinya. Seharusnya tahun ini Rania bisa jadi sarjana matematika seperti apa yang ia impikan sejak dulu, dan tinggalah itu semua menjadi kenangan. Rania sudah tenang bersama Tuhan di tempat terbaiknya.

"Selamat ulang tahun, Rania," kata Jiver, suaranya terasa tercekat, kenangan tentang Rania menguar lagi. Kehilangan adalah luka yang selalu bersuara dalam hidupnya.

Jiver meletakkan sebuket bunga tulip putih di atas makan Rania, juga secarik kertas yang berisi puisi. Ranianya suka puisi, maka ia membuatkan secarik puisi untuknya, meski Rania tidak akan pernah membacanya, dan meski puisi itu akan hancur bersamaan dengan derai air hujan yang turun.

"Keyana, dia istriku. Seseorang yang sedang kuperjuangkan."

Keya menunduk, ia ikut menabur bunga setaman yang tadi dibelinya bersama Jiver di depan kompleks makam.

"Rania, siapa?"
"Dia jiwaku," kata Jiver, ia tersenyum masam.

Ada sentakan dalam dada Keya ketika Jiver mengatakan hal demikian.

"Dulu, tapi sudah mati. Dan sekarang Tuhan memberiku jiwa yang baru, kamu--hidupku."

Hati Keya mencelus, haruskah ia menggadaikan masa depan yang ditawarkan laki-laki ini demi perasaan masa lalunya untuk Arsa?

"Rania adalah saksi hidupku yang sebenarnya, dia cinta pertamaku. Rania pergi karena kesalahanku."

Jiver mengelus nisan Rania dengan hati setengah meradang. Ia ingat, dulu Rania yang selalu berpesan padanya untuk bangkit dari keterpurukan, untuk percaya bahwa Tuhan selalu menguji umatnya untuk kemudian dikuatkan. Bagi Jiver, Rania adalah malaikat penuntunnya. Sayangnya Tuhan sudah memulangkan Rania ke tempat di mana seharusnya gadis itu ada, di sisi-Nya.

"Dulu aku nekad menyetir mobil saat umurku masih belum cukup untuk mendapat SIM, ya kupikir tidak masalah. Peraturan dibuat untuk dilanggar, Rania sudah melarangku, tapi aku nekad, aku masih menjadi pemberontak saat itu, rokok, membolos, tawuran dan segala macam kenakalan masih sering kulakukan."

Jiver tampak memandang ke arah Keya.

"Rencananya kami akan pergi ke toko buku mencari puisi Chairil Anwar. Sayang, kami kecelakaan dan Rania meninggal. Papa sempat marah besar sewaktu aku ditahan di kantor polisi, tapi kamu tahu sendiri, dengan uang semua beres. Keluarga Rania juga tidak menuntut, mereka memaafkanku. Hanya, tinggal aku yang masih hidup dalam penyesalan."

Jiver tertawa--pahit. Keya tahu, kehilangan itu menyakitkan, sama seperti dulu ketika ia kehilangan adiknya yang masih bayi, rasanya sakit meski ia baru melihat adiknya sekilas.

"Dan karena itu kamu takut menyetir mobil?"

Jiver tertawa lagi, ia mengangguk.

"Itu di kertas puisi kan? Masa nggak dibacain? Harusnya dibacain biar Rania tahu," kata Keya, ia ingin sedikit mengalihkan perhatian Jiver.

"Aku yang bacain deh kalau gitu."

Tanpa menunggu jawaban Jiver, Keya mengambil secari kertas yang Jiver letakkan di atas pusara Rania. Ia membuka kertas itu, meneliti isinya sebelum membaca.

Hujan masih sama,
Ia masih turun
Meski usia bumi semakin purba
Kepergianmu masih sisakan duka
Bersama luka yang semakin tua

Kehilanganmu adalah bencana
Yang tak mampu direda semesta
Berpisah darimu adalah lara
Yang tak mampu diobati angkasa

Kupikir dulu jiwaku mati
Bersamaan denganmu yang pergi
Tapi aku sadar, kini
Tuhan telah beri jiwa lagi

Maaf...luka kehilanganmu
Memang abadi
Tapi...
Ada yang lebih memiliki arti
Adalah dia, yang telah Tuhan beri

Janjiku padamu sudah kutepati
Untuk bahagia, untuk tertawa...
Raniaku, kamu harus tahu
Rinduku padamu tetaplah abadi
Rindu yang tidak mampu dibawa semesta
Rindu yang hanya bisa kutitip lewat doa
Rindu yang hanya bisa kurasa tanpa kukata
Raniaku, tenanglah dalam abadimu...

Keya meletakkan kertas itu lagi usai melipatnya menjadi dua, ia pandangi wajah pucat Jiver yang tak menunjukkan ekspresi apa pun.

"Kamu bahagia, Ke?" Tanya Jiver tiba-tiba tanpa memandangnya.
"Hah?"
"Apa laki-laki yang kamu maksud itu, Arsa?"

Keya membeliakkan matanya. Darimana Jiver tahu tentang Arsa? Ia bahkan belum menceritakan apa pun.

"Kamu tahu darimana?"
"Apa gunanya sosial media? Kalian tadi foto bersama. Apa, kamu bahagia?"

Jiver mengulang pertanyaannya lagi. Membuat Keya menelan ludahnya susah payah.

"Satu bulan, aku kasih kamu waktu satu bulan, Ke. Tapi kamu harus tahu, aku akan tetap memperjuangkanmu."

"Mas Jiver..."
"Kamu masih muda, aku tahu, seusiamu masih mencari jati diri, melarangnya hanya akan membuatmu jadi pemberontak sepertiku dulu. Aku memberimu waktu satu bulan."

Keya diam, ia tidak mampu bersuara.

***

"Keyana Marleni upil kering, lo mau pergi ke mana, heh? Jangan kabur woi!"

Maya berteriak di lorong kampus, beruntung masih sepi, jadi mereka tidak menjadi bahan perhatian. Keya menepuk dahinya, ia yang sejak kemarin galau gara-gara Jiver menjadi semakin galau karena melihat Maya dan Lily yang sudah berlari ke arahnya, siap menerkam dirinya seperti mangsa.

"Ly, ayo kita bawa ini anak ke kosan lo," kata Maya sambil menarik kerah belakang kemeja yang Keya gunakan.
"Hayok! Cus!"

Keya mengucap bismillah berkali-kali, mati sudah ia kali ini, apalagi ketika berpapasan dengan Nina di parkiran kampus, Keya menahan napasnya, Nina--salah seorang teman Jiver yang mengetahui statusnya malah menatapnya sembari menahan tawa.

"May, bonceng tiga? Yakin?" Tanya Lily.

"Halah iya, ayo buruan. Kita cuma punya waktu dua jam sebelum Pak Tohir masuk."

Jadilah mereka berboncengan tiga orang di atas motor Lily, menuju kost Lily di perumahan belakang kampus.

Seperti terdakwa, Keya didudukan di atas kasur di kamar Lily. Kedua temannya tadi menatapnya dengan garang.

"Jelasin!" Kata Maya.
"Nggg uh gue nggak tahu hehe..."
"Nggak mungkin."

Keduanya menjawab kompak.

Keya menelan ludahnya susah payah, tangannya mengeluarkaan keringat dingin.

"Eng oke eng, jadi istrinya Mas Jiver itu emh anu--"
"Key jangan nyebelin dah."
"Sabar Ly," ujar Maya.
"Gue," jawab Keya akhirnya.
"Hah?"
"What?"
"Upil kering, demi bon cabe level tiga puluh, lo, bercanda?" Teriak Maya.

Keya menggeleng, sudah terlanjur basah, sekalian saja ia berenang.

***

Notes:

MPK: majelis perwakilan kelas.
DPM: dewan perwakilan mahasiswa, berkedudukan di fakultas.

Diberitahukan pada semua pembaca untuk komen :D. Ada yg mau join grup pembaca gue? *digeplak

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 14.3K 10
Cerita lengkap ada di Dreame 🌻🌻🌻 "Aku bakal ceraiin dia secepatnya." Ines menggeleng, rasanya itu sangat mustahil. Ia akan menerima dosa yang besa...
15K 1.5K 200
Dia adalah Nona Muda Kelima dari Kediaman Jenderal yang dihormati, tetapi dianggap tidak berguna sebagai sampah. Promiscuous dan genit karena suatu k...
5.2M 282K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1M 14K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...