Winter Scent

By VanadiumZoe

3.7K 1K 306

Diusia pernikahan yang hampir menginjak 5 tahun, Taehyung dan Bora belum berencana memiliki anak, tetapi kedu... More

Hai! It's KTH Again
INTRO: HER
2
3
HURT
1
2
3
4

1

481 121 30
By VanadiumZoe

👑 🐹 👑

🌼🌼🌼

"Apa hanya ini yang bisa kalian kerjakan?" Suara rendah Bora membekukan ruangan seketika, hanya tersisa gesekan spidol yang tengah bergesekan di atas puluhan deret foto yang Bora coret-coret di atas meja kerjanya.

Permintaan Ketua Editor yang terlampau ajaib membuat staf editor majalah HEUR pontang panting, menyiapkan segala sesuatu yang perlu diketahui oleh Han Bora, Editor-in-Chief HEUR Magazine. Harusnya rapat personal untuk tema tayang majalah bulan depan diadakan minggu besok, tapi siapa yang bisa menebak jalan pikiran Bora yang dikenal sering melakukan hal tiba-tiba, sesuka hatinya.

Lembaran foto yang sudah dicoret, Bora lempar kepada editor bersama dua asisten yang duduk di seberang meja. Dia tak acuh melihat stafnya berjingkat dari tempat duduk mereka, sebelum kembali mencoret sisa foto dengan gerakan lebih cepat dari sebelumnya.

"Ms Han, jika kita melakukan pemotretan ulang—" staf itu menjeda kalimat begitu pandangan Bora bergerak lamban kepadanya, menatap lurus sampai bulu tangannya meremang.

"Kau keberatan?" Bora meneliti wajah baru di seberang meja. "Apa yang kau kerjakan di sini?"

"Ms Han, sorry, dia Yunhee, editor baru yang menggantikan Samantha." Hoseok angkat bicara, editor senior meminta Yunhee (tanpa suara tentu saja) minta maaf karena telah mengintrupsi Bora.

"Jadi kau yang mensortir foto-foto ini?" tanya Bora.

"Ya, memang itu tugas saya."

Bora meneliti Yunhee sejenak; gadis muda dengan rambut sebahu, mengenakan kemeja putih dilapisi luaran sewarna pasir dan bleazer satu warna, celana panjang hitam tanpa high heels. Ada scarf kuning cerah di leher Yunhee, membuat Bora jadi sakit kepala. Dia menarik seringai tipis di ujung bibir, mengalihkan atensi pada Hoseok sementara tangannya menggerakkan spidol mencoret satu foto yang tersisa.

"Seharusnya dia bisa mencari pekerjaan di majalah lain yang sesuai dengan seleranya, tapi yang jelas bukan di sini."

Hoseok menelan saliva susah payah, lalu terkesiap dan nyaris berdiri saat Yunhee tiba-tiba menyela lantang.

"Anda tidak bisa menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja, Ms Han." Yunhee berujar tegas meski jarinya mulai dingin, dia tahu Bora memperhatikan cara dia berpakaian yang memang tampak kuno dari pada staf lain.

Jung Hoseok terlalu memukai dalam setelan trendi Alexander McQueen, sementara staf wanita di sebelah Hoseok terlihat cantik memakai dress pastel Vivienne Westwood. Jangan kau tanya outfit yang dikenakan Bora, Ketua Editor itu tampak seperti model di cover majalah fashion.

"Kita tidak sedang membicarakan penampilan luarmu, Yunhee." Suara Bora terdengar lagi, dia bergeser dari mejanya, satu foto terakhir yang dia pegang digebrak ke atas meja.

"Kau tidak memiliki gaya dan selera mode sesuai standar majalah ini," tukas Bora, menggeser foto di bawah jemarinya ke depan Yunhee.

"Aku tunggu hasilnya besok pagi," tukas Bora pada Hoseok, intonasinya masih sama, dingin dan tidak terbantahkan.

"Baik, Ms Han."

Hoseok bergegas keluar dari ruang kerja Bora disusul yang lain, dia sempat melirik Bora prihatin sebelum menghilang di balik pintu.

Hoseok bersama kedua rekannya bergegas menjauh dari ruang kerja Bora yang selalu membuat siapa saja seperti mengidap anxiety disorder, dia menarik napas panjang bersama beban berat yang bertengger di bahunya. Kedua rekannya merasakan hal sama, lunglai, berjalan terhuyung-huyung menuju ruang kerja yang mendadak jadi sangat suram.

"Padahal foto-foto ini sudah sesuai dengan konsep pemotreran bulan depan." Yunhee duduk merosot di kursinya, menengadah pada langit-langit ruangan yang berubah lebih suram.

"Aku benar-benar pusing menyesuaikan standarnya yang super kelewatan itu." Hoseok berujar lemah.

"Semakin hari dia semakin mengerikan." Nina ikut menimpali. "Kudengar, Ms Han stress karena masalah kehamilannya yang tidak kunjung datang. Kau tahu, suaminya seorang penerus tahta yang butuh keturunan. Atau, jangan-jangan Ms Han—mandul?"

"Hei, jangan terlalu kasar." Hoseok menyela, "kau juga perempuan Nina, bagaimana bisa?"

"Bukannya apa-apa, aku mendengar desas-desus yang kelewat jelas." Nina menoleh pada Yunhee. "Kau anak baru, pasti juga sudah mendengar rumor itu kan?"

Yunhee mengangguk, tapi kemudian buru-buru menggeleng saat Hoseok menatapnya. "Pernah dengar tapi aku tidak tahu kebenarannya, seperti yang kau katakan aku karyawan baru di sini."

"Duh, kasihan sekali suaminya. Padahal suami Ms Han sangat tampan, kaya-raya, dermawan, juga ramah sekali. Kenapa dia harus berjodoh dengan Ms Han yang temperamental dan sok nge-bossy begitu, ya?"

"Aku mengenal Bora sejak tiga tahun lalu," sela Hoseok. "Dulu Bora sangat ramah, tetapi sejak keguguran Bora agak berubah."

"Oh, sayang sekali." Yunhee berkomentar pelan, dia tampak prihatin atas kemalangan yang menimpa atasannya itu. "Memangnya, siapa suami Ms Han?"

"Kim Tae Hyung, penerus Stellar and Orion, perusahaan property terbesar di Korea."

"Benarkah?" ucap Yunhee, tanpa menyembunyikan keterkejutannya.

"Nah, dunia memang tidak adil. Harusnya Tuan Kim bisa dapat istri yang lebih baik, seharusnya dia dapat istri yang lembut, anggun, dan bersahaja."

"Nina, sudah cukup, aku pusing mendengarnya. Lebih baik kita selesaikan deadline sebelum Bora marah-marah lagi," tukas Hoseok.

Ketiganya menghela napas panjang, sebelum bergerak memperbaiki kesalahan. Memutar otak lebih kencang, agar hasil kali ini sesuai dengan standar bos besar mereka.

🍁🍁🍁

Di ruang kerjanya, Bora duduk berhadapan dengan asistennya yang tengah mengatur ulang jadwal selama satu minggu ke depan. Bora tiba-tiba minta waktu dua jam untuk acara temu keluarga dari suaminya, semacam acara ramah tamah bulanan yang awalnya tidak ingin Bora datangi sebelum didesak oleh ibu mertuanya tadi pagi.

"Sepertinya tidak bisa dua jam." Jungkook mengetuk ujung pen pada layar tablet dengan geram, mendesis melihat jadwal padat Bora jadi berantakan karena acara keluarga dadakan itu.

Bora bergeming, masih sibuk menganalisa wardrobe yang akan dipakai oleh model sampul dari majalah HEUR yang naik tayang bulan depan.

"Kalau satu jam, apa memungkinkan?" tanya Jungkook ragu-ragu, melirik bosnya dari atas tablet yang dia genggam.

"Oke."

Jungkook menarik napas lega, mengutak-atik tabletnya lagi selama setengah jam sebelum menjauh dari meja Bora.

Dia hendak menyeduh kopi untuk dirinya sendiri juga bosnya, karena sekretaris Bora yang biasa mengurus hal remeh-temeh hari ini absen. Urutan kegiataan monoton yang dilakukan Bora bila tiba di kantor, Jungkook menghafalnya semenjak menjabat sebagai asisten pribadi Bora selama dua tahun terakhir.

Namun niatnya tertahan begitu suara Bora terdengar samar, Bora berkata tanpa melihat pada Jungkook.

"Kenapa susah sekali mendapat persetujuan artis-artis itu? Bila sampai besok mereka tetap bersikap jual mahal, kau bisa mencoretnya dari daftar temu."

"I'm so sorry, Bora, jadwal Lalisa sangat padat. Menurut managernya dia baru kembali dari Celine fashion week dan dikabarkan positif covid-19, setelah keadaan normal dia menghadiri makan malam bersama keluarga tunangannya lalu mengisi acara di penghargaan MTV VMAs. Oke, kukabari hasilnya besok," tukas Jungkook buru-buru, begitu melihat pulpen yang digenggam Bora berhenti bergerak.

"Kenapa tidak ada kopi di mejaku?" Kali ini Bora menatap Jungkook, "dia mati atau bagaimana?"

"Hari ini Jisoo absen, anjingnya mati," jawab Jungkook. "Aku buatkan kopimu, tunggu sebentar."

Tujuh menit berselang, Jungkook muncul bersama secangkir kopi yang masih mengepul, melirik Bora yang tengah berbicara di telepon. Dia meletakkan kopi di meja tanpa meninggalkan bunyi, menjauh pelan-pelan menuju meja kerja sambil tetap mengamati Bora. Dari cara Bora berdiri; sambil mengikir Ibu jari, Jungkook bisa menebak Siapa yang tengah menelepon atasannya itu.

"Baiklah, kau datang berdua Taehyung 'kan?" tanya Hwang Minjung pada Bora, di sambungan telepon.

"Aku belum tahu jadwal Taehyung jadi tidak bisa memastikan, nanti kutanyakan tapi kurasa dia pasti bisa datang."

"Jadi kau tidak tahu jadwal suamimu sendiri?" Minjung mendengus sebal. "Istri macam apa tidak tahu jadwal suaminya, jangan-jangan kau juga tidak tahu apa yang Taehyung kerjakan."

"Kami berdua sama-sama tahu, Bu, meski tidak secara detail."

"Ah, sudahlah, Ibu pusing tiap kali bicara denganmu." Minjung menyela begitu saja. "Putraku benar-benar malang, kenapa juga dia harus menikah dengan wanita super sibuk sepertimu."

Minjung seperti bergumam pada dirinya sendiri bukan Bora, tetapi kata demi kata yang masuk ke pendengaran Bora terdengar begitu gamblang.

"Pokoknya kalian harus datang berdua, ada hal serius yang ingin Ibu bicarakan dengan kalian."

"Hal serius?" tanya Bora, jari-jari tangannya yang terbebas dari ponsel mulai lembab.

"Tentang calon cucuku."

Kalimat singkat itu berhasil membekukan Bora sampai ke jari-jari kaki, genggamannya pada ponsel mengerat begitu saja.

"Karena kau tidak mau punya anak, Ibu jadi berpikir kalian bisa menggunakan cara lain."

"Ibu, bukannya aku tidak mau—"

"Kita bicarakan besok saja."

Minjung memutus sambungan telepon secara sepihak, meninggalkan Bora dalam asumsi buruk yang kini memenuhi pikiran tanpa bisa dicegah, merayap cepat bak virus menular, serta merta membuat jari-jari Bora gemetar. Bora buru-buru menyambar cangkir kopinya yang panas, guna meredam kecemasan juga mengalihkan fokus otaknya.

"Bora, kau tidak apa-apa?" Jungkook tahu-tahu berdiri depan meja kerja Bora, menyadari ekspresi tidak nyaman dari bosnya. Dia melirik jari-jari Bora gemetar selagi memeluk cangkir, lalu dia buru-buru mengambilnya sebelum kulit Bora kemerahan.

"Ya, aku tidak apa-apa." Bora berusaha menahan gelas kopi, tapi jemarinya terlalu lemah untuk melakukan itu.

"Gelas ini benar-benar masih terlalu panas." Jungkook menjauhkan gelas kopi dari jangkauan Bora, mengabaikan raut bermusuhan Bora yang menatapnya lurus-lurus.

Dua menit berselang berjalan ganjil, sunyi senyap.

"Oke, kembalilah ke ruanganmu." Bora memutus kebisuan kaku di antara mereka.

"Bora, sesekali berhenti sebentar dan berbagi dengan orang lain tidak masalah. Kau tidak akan terlihat payah, percayalah padaku."

Bora tidak berkata apa-apa.

"Baiklah." Jungkook keluar ruangan dengan berat hati, melirik Bora dari atas bahu sebelum benar-benar membuka pintu dan keluar.

🍁🍁🍁

Kelelahan menjalari Bora di sepanjang sisa harinya di kantor sampai perjalanan pulang, dia berencana bersantai sejenak selagi menunggu Taehyung pulang. Udara musim gugur terasa terlalu dingin menerpa wajahnya ketika dia keluar dari mobil, buru-buru masuk rumah dan menyeberangi ruang depan yang luas dan bersih.

Setelah mandi dan ganti baju, Bora mengecek sederet pesan yang memenuhi inbox ponselnya. Membacanya satu-satu, termasuk pesan dari editor yang tengah lembur menyelesaikan deadline. Sebelum dia sempat membalas semua pesan, tanpa sengaja dia malah ketiduran masih dengan menggenggam ponsel.

Tujuh menit kemudian—atau begitulah rasanya—Bora terbangun oleh wangi mentega dan gula mengusik ujung hidungnya. Dia mengerjap sebentar, mencari-cari ponselnya yang tergeletak di lantai di posisi telungkup. Sambil mengumpulkan semua kesadaran, dia menghidu aroma manis yang membuat lambungnya bergejolak.

Satu pesan paling atas, mengusik Bora lebih cepat dari detik jam.

Bagaimana kalau kalian menyewa seorang ibu pengganti—Ibu mertua.

Bora tertegun tanpa pernah menemukan kata-kata balasan, tidak tahu harus merespon dengan cara apa. Hampir lima tahun tanpa anak membuat pernikahannya kerap dipertanyakan, apa lagi setelah tragedi kelam tiga tahun lalu berhasil mengubah setengah hidupnya.

"Hai, Sayang, sudah bangun?"

Kemunculan Taehyung di ambang pintu menunda kecemasan mendatanginya, Bora buru-buru bangkit dari ranjang untuk menggapai Taehyung dan memeluknya erat-erat.

"Kangen sama suamimu yang tampan ini?"

"Iya, kau sudah pulang dari tadi?"

"Hhmm, aku sedang membuat bebek panggang madu kesukaanmu." Taehyung melingkarkan lengan di punggung Bora, mengangkatnya sedikit, membuat mereka berdua berputar di tempat sebanyak dua kali.

Bora tertawa, menyandarkan kepalanya di bahu Taehyung yang bidang dan nyaman. Kemudian pikiran-pikiran tentang permintaan ibu mertua datang, saat suasana di antara mereka berubah terlalu tenang.

"Taehyung, apa besok kau bisa datang ke rumah Ibu?"

"Jam berapa?"

"Empat."

"Aku baru selesai jam lima." Jemari Taehyung menelusuri wajah Bora yang sore ini agak pucat, lalu tiba-tiba dia mencium Bora begitu saja.

Niat awal cuma kecupan ringan, tetapi berubah jadi berat dan nyaris tanpa jeda setelah Bora mengalungkan lengan di tengkuk Taehyung. Ditengah ciuman yang basah dan panjang itu Bora mengambil jeda, mengutarakan keinginan yang dirasa Taehyung terlalu ganjil.

Seolah semua kecemasan Bora selama tiga tahun terakhir belum cukup berpenggaruh pada kehidupan rumah tangga mereka, kini Bora menambahnya lagi dengan berkata.

"Aku ingin kita menyewa seorang Ibu pengganti."

Taehyung tidak berkata apa-apa, menunggu yang sebenarnya ingin Bora katakan kepadanya.

"Untuk mengandung anak kita sampai lahir, dengan perjanjian resmi berbadan hukum dan bayaran setimpal. Kau setuju 'kan?" tukasnya.

"Bora, kegiataan bayi tabung—"

"Setuju atau tidak?" Suara Bora turun, berat dan rendah. Lengannya sudah berada di dada Taehyung, mendorong pria itu menjauh. Dia bersedekap selagi menunggu jawaban Taehyung, suasana hangat yang sempat tercipta di antara mereka sudah kembali beku.

"Apa aku punya pilihan?" Pandangan Taehyung lamat-lamat juga berubah keruh, meski nada bicaranya tetap halus dan lembut.

"Oke, aku anggap kau setuju," sela Bora, "aku akan mengurus semua prosedurnya."

Bora tersenyum tapi tidak dengan Taehyung, dia memandangi Bora beranjak keluar dari kamar dengan pikiran-pikiran suram. Menyadari jarak bentang di antara mereka terasa kian jauh, dari hari ke hari, tahun demi tahun.

[ ... ]

Continue Reading

You'll Also Like

47.4K 5.9K 27
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
780K 79.6K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
46.5K 10.4K 121
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
267K 21.1K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...