Winter Scent

By VanadiumZoe

3.7K 1K 306

Diusia pernikahan yang hampir menginjak 5 tahun, Taehyung dan Bora belum berencana memiliki anak, tetapi kedu... More

Hai! It's KTH Again
INTRO: HER
1
3
HURT
1
2
3
4

2

383 117 23
By VanadiumZoe

👑 🐹 👑

🌼🌼🌼

Sekali waktu Bora pernah mengingat-ingat, kapan terakhir kali berbicara hangat dan akrab dari hati ke hati dengan Hwang Minjung, Ibu mertuanya. Nyatanya Bora lupa, tahu-tahu hubungan mereka sudah berubah kaku dan kelu. Padahal Bora telah mengenal Minjung, jauh sebelum dia mengenal Taehyung.

Hwang Minjung adalah ketua yayasan Orion Education yang memberikan beasiswa bagi murid lulusan SMU berprestasi, meneruskan pendidikan ke universitas dibawah naungan perusahaan property Stellar and Orion. Han Bora menjadi salah satu murid yang beruntung, dibiayai kuliah di kampus bergengsi termasuk biaya hidup sehari-hari dari awal sampai lulus sarjana.

Di mata Han Bora pada masa itu, Hwang Minjung adalah sosok junjungan, superhero yang dia doakan selalu sejahtera. Cantik, anggun, pintar. Dia menjadikan Minjung sebagai tolak ukur kesuksesan perempuan dalam berkarir dan rumah tangga. Bagaimana Minjung mendampingi suaminya sebagai ketua grup Stellar and Orion yang begitu besar, juga mampu mendidik putra tunggalnya hingga layak menjadi penerus handal.

Malam itu, di awal musim semi, Hwang Minjung menberinya selamat atas kelulusan kuliahnya. Bora benar-benar tidak menyangka, kalimat yang dulu dia ingat-ingat sebagai sanjungan yang tidak akan dia lupakan seumur hidup, sekarang berakhir menjadi kalimat kaku yang menyakiti hati dan perasaannya.

"Selamat Han Bora, kau menjadi salah satu lulusan Taetonia University dengan nilai terbaik. Aku bangga padamu, kau melebihi ekspektasiku. Aku akan merekomendasikan prestasimu ke perusahaan rekanan Stellar and Orion, kau bisa pilih ingin berkarir di perusahaan mana."

Pelukan Minjung terasa akrab dan menenangkan, Bora begitu terharu di malam pertemuan para lulusan terbaik dengan ketua grup dan para donatur. Hari itu Bora mendapat banyak tawaran pekerjaan, tetapi dia memilih bergabung pada salah satu majalah fashion terkenal, HEUR Magazine, sebab Minjung adalah salah satu pemegang saham langsung di perusahaan itu.

Di pikiran Bora, dia ingin tetap terhubung dengan Minjung, dia ingin membuktikan kesuksesan bisa digapainya. Dia ingin Minjung jadi orang pertama yang dia beritahu tentang kesuksesannya kelak. Bagai takdir, setelah tahun demi tahun berlalu sejak pesta kelulusan itu, mereka kembali dipertemukan saat Bora telah menjelma menjadi wartawan majalah yang diperhitungkan.

Seolah takdir indah yang diimpikan banyak orang itu belum cukup sempurna, Bora bertemu Taehyung disaat mewawancarai seorang artis terkenal yang menjadi nara sumber. Pertemuan tak disangka-sangka, diwarnai kesalahpahaman yang sampai sekarang masih sering membuat keduanya tertawa, membawa mereka pada hubungan cinta yang terajut bagai cerita dongeng.

Bora selayak Cinderella, bedanya, tidak ada kisah Ibu tiri yang jahat. Hwang Minjung menerima Bora tanpa syarat, sementara karir Bora terus melejit. Pada saat itu Han Bora merasa hidupnya benar-benar menajubkan, dan menjadi sangat sempurna ketika Taehyung melamarnya setahun kemudian.

Hubungan Bora dan Taehyung terjalin baik dan lancar semenjak awal perkenalan, rasanya tidak ada permasalahan serius selama hubungan mereka berjalan. Selama 24 tahun semua yang Bora impikan, tercapai dengan mudah dan lancar. Karir dan pernikahan berjalan sukses beriringan.

Wajah cantik nyaris sempurna dengan karir cemerlang, menjadikan Bora menantu kesayangan yang dibanggakan. Minjung sering menghabiskan waktu bersama Bora diakhir pekan, mengajak Bora ke deretan butik-butik terkenal, melatih kemampuan Bora melihat gaya busana kalangan atas untuk menunjang karir Bora yang terus menanjak semenjak diangkat menjadi Editor.

Namun perjalanan hidup yang nyaris sempurna itu sirna, setelah Bora keguguran di kehamilan pertamanya, dia stress berat sebab tidak siap kehilangan. Bora memutuskan menunda memiliki anak sampai bertahun-tahun kemudian, keadaan psikisnya berubah menjadi sangat buruk. Han Bora didiagnosa menderita anxiety disorder dan depresi tahap awal, rasa cemas akut yang telah mengubah segala hal menjadi seburuk keadaannnya sekarang.

"Bora, kapan kau mau punya anak?"

Pertanyaan itu menyambut kedatangan Bora di acara temu keluarga, duduk di antara tatapan menilai para tamu akan eksistensi seorang anak tak kunjung hadir di pernikahannya yang nyaris menyentuh angka lima tahun.

"Karir di kantor memang penting, tapi bukan berarti kau melupakan kewajiban sebagai istri."

Bora tidak berkata apa-apa. Komentar apa pun tentang alasannya belum ingin memiliki anak sampai sekarang, jelas-jelas tidak akan berdampak banyak. Orang-orang akan tetap memberi label atas penjelasannya sebagai alasan yang dibuat-buat, bukan rahasia lagi bila orang-orang sering menganggap remeh perihal penyakit mental.

"Bagi menantuku, kesehatan mentalnya nomor satu," kata Minjung, mengabaikan Bora yang duduk di sebelahnya. "Aku sudah lelah membujuknya, mungkin Bora baru mau hamil setelah aku mati."

Minjung melirik Bora yang bergeming, membuang napas yang dipanjang-panjangkan sebelum berkata pada salah satu sepupunya. Han Soohee, datang bersama menantunya yang cantik dan dua cucu perempuan.

"Soohee, kau beruntung sekali. Menantumu sangat baik, tahu kewajiban seorang istri dalam rumah tangga. Parkheur Paradise Hotel sudah memiliki penerus, dua sekaligus. Sementara aku bahkan tidak tahu mau mewariskan Stellar and Orion kemana, menantuku tidak mau diajak kerjasama."

Jari-jari Bora mengepal di bawah meja, gemetaran di atas pangkuan. Bora menyesal datang duluan karena Taehyung masih ditahan pekerjaan, maniknya mulai perih dan napasnya agak berat melihat orang-orang berbisik dan menertawakannya. Bora meremas serbet di samping cangkir teh, nyaris membanting serbet itu saat semua orang mulai membandingkan dirinya dengan sederet sepupu Taehyung yang sudah memiliki momongan.

Bora beranjak dari kursi, tetapi Minjung menarik lengannya sampai dia duduk lagi.

"Mau kemana?" tanya Minjung setengah berbisik. "Kau ingin mempermalukanku sebanyak apa lagi, Han Bora?"

"Ibu, aku datang ke sini bukan untuk dijadikan bahan pergunjingan, aku ke sini untuk Ibu dan keluarga suamiku."

"Siapa yang bergunjing, kita sedang membahas kenyataan. Oh, terkadang kenyataan memang tidak selalu menyenangkan, Bora."

"Ibu tahu pasti tentang kondisiku, tapi kenapa Ibu tetap melakukan ini padaku?"

"Karena kau sulit diatur, kau tidak pernah mendengar pendapat orang lain yang peduli padamu. Usiamu hampir 28 tahun, mau sampai kapan kau menunda kehamilan hanya karena kecemasan yang dibuat-buat itu."

"Hanya?!" Suara Bora naik dan mengundang perhatian, kini semua orang melihat ke arahnya. "Apa Ibu tahu bagaimana rasanya dikejar suara-suara itu, melihat bayiku sendiri berlumuran darah dan mendatangiku hampir setiap malam?"

Butiran bening menggantung di ujung pelupuk, tetapi Bora menahan sekuat tenaga agar tidak jatuh. Dia tidak sudi dikasihani, balas menatap orang-orang yang memperhatikanna, dingin nyaris datar.

"Aku menghormati Ibu sebanyak aku menghormati Ibu kandungku, jadi kumohon jangan memperlakukanku seperti ini lagi."

Final, Bora mendorong kursinya ke belakang, bunyi dencitan kaki kursi beradu dengan lantai marmer memecah kebekuan yang berhasil mendatangi ruang tamu yang luas itu. Bora siap keluar dari tempat yang menyesakkan itu, sebelum dia mendapati Taehyung di ambang pintu.

Bora meloloskan napas lega begitu Taehyung tersenyum kepadanya, memberikan lengan untuk menopang tubuhnya yang terasa tidak punya tulang. Rasa-rasanya Bora ingin menangis begitu lengan Taehyung merangkul bahunya, usahan lembut Taehyung berhasil mendatangkan ketenangan yang menjalar sampai ke dalam pikirannya yang penuh.

"Ibu, Bora sudah berusaha, tapi kondisi Bora sekarang belum memungkinkan untuk kami punya anak." Taehyung menggenggam erat jemari istrinya yang dingin. "Doakan saja yang terbaik, bila waktunya sudah tepat kami pasti punya anak," tukas Taehyung.

"Kau benar Taehyung, paling penting kesehatan dulu," kata Soohee. "Psikis yang buruk tidak baik untuk bayi di kandungan, menantuku juga menunggu sampai dua tahun baru bisa hamil."

"Tapi itu karena Raina mengidap kista," sahut Minjung, "bukan karena kecemasan tidak masuk akal seperti Bora."

"Ibu, kecemasan Bora sama berbahayanya dengan kista, ini bukan jenis penyakit sepele," sela Taehyung, menahan suaranya agak tidak meninggi sekuat yang dia bisa.

"Kau selalu saja membela istrimu, mangkanya dia jadi besar kepala." Minjung mendengus kasar, beranjak dari sofa yang dia duduki.

"Ibu, aku tidak sedang membela Bora, tapi memang ini kenyataannya. Bora sakit—" kalimat Taehyung tertahan. Bora memegangi lengannya seraya menggeleng samar, meminta berhenti berdebat dengan Minjung di antara tatapan para tamu keluarga.

"Kalian berdua membuatku sakit kepala, aku sudah tidak minat dengan pertemuan ini. Kita bicarakan lagi lain kali."

Minjung berlalu dari ruangan tanpa kata tambahan, meninggalkan para tamu yang kini bersikap manis penuh keprihatinan atas kondisi Bora. Sikap yang membuat Bora mual dan kepingin muntah, tidak ada satu orang pun yang berani mencela bila Taehyung berada di sekitarnya.

🍁🍁🍁

Hujan gerimis datang sejak Taehyung membawa Bora pulang satu jam lalu, tidak tega melihat Bora yang jelas kesusahan mengatur ritme jantung di antara cemas yang tak kunjung reda di sepanjang sisa acara. Setelah Bora minum obat, Taehyung memeluk istrinya di depan balkon kamar yang sengaja dibuka, membiarkan petrichor memenuhi kamar sampai ke tiap sudutnya.

Bora suka aroma hujan, suka cokelat panas, kucing putih dan salju. Bora juga senang duduk di bingkai jendela, memandangi hujan dari balik kaca yang berembun, berjam-jam. Taehyung memandangi Bora tertidur pulas, setengah berbaring di dadanya. 

Dia bangkit pelan-pelan, memindahkan Bora ke tempat tidur dan menarik selimut sampai dada. Butuh 23 menit bagi Taehyung, sampai Bora tertidur dengan napas teratur. Taehyung beranjak ke jendela untuk menarik pintu kaca geser sebab hujan turun kian lebat, tetapi suara Bora dari atas ranjang tidur menunda niatnya.

"Jangan ditutup," kata Bora, bersandar di ranjang.

"Kenapa sudah bangun?" Taehyung duduk di pinggiran ranjang, mengusap wajah pucat Bora yang sedingin salju.

"Taehyung, bagaimana kalau kita mencobanya?" Bora tiba-tiba berkata. "Kita cari calon Ibu pengganti untuk bayi kita, atau mungkin Ibumu sudah menemukan calon yang tepat untuk kita pijam rahimnya selama proses surogasi gestasional."

Sesaat Taehyung berpikir Bora ingin mencoba punya anak dari rahim sendiri, bahunya turun begitu Bora mengutarakan niat menjalani program bayi tabung gestasional yang tidak pernah ada di rencana hidup Taehyung. Rahim Bora sehat, mereka sama-sama subur dan tidak ada masalah kesehatan reproduksi.

"Aku tidak pernah bilang setuju dengan rencana Ibu pengganti atau apalah, kita masih bisa punya anak, Bora."

"Aku tidak pernah yakin untuk punya anak, aku tidak bisa," tukas Bora, nada suaranya mulai gemetar.

"Kita tidak akan membahas ini lagi, kalau hanya akan membuatmu cemas. Lagi pula proses bayi tabung itu tidak mudah, kemungkinan gagalnya juga besar." Taehyung melihat Bora diambang tangis, gemetaran sambil mengigit kuku-kukunya, buru-buru dia memperbaiki jawaban hanya agar Bora bisa lebih tenang.

"Oke, kita akan melakukannya sesuai yang kau inginkan, jangan cemas lagi. Hhmm?"

Bora mengangguk, tersenyum saat Taehyung mencium keningnya lalu menariknya bersandar di dada Taehyung yang hangat dan bidang. Keheningan menjalari keduanya, di antara hujan dan aroma rumput segar memenuhi kamar. 

Kim Taehyung dan hujan, kombinasi yang membuat Bora merasakan ketenangan luar biasa, menjalari aliran darahnya.

Bora memejam saat merasakan Taehyung menciumi puncak kepalanya, turun ke pelipis, mata, sebelum menghujani bibirnya yang pucat dengan ciuman kecil-kecil sampai terasa hangat. Kini dia terbaring di ranjang, Bora tahu apa yang Taehyung inginkan, dia pun menginginkannya.

Sayangnya kecemasan itu membuat dia mendorong Taehyung menjauh, dia menangis melihat Taehyung memohon. Bora selalu merasa bersalah setiap kali menolak Taehyung, sungguh dia tidak bermaksud begitu.

"Maaf—" ucap Bora, mendorong Taehyung yang hampir menindihnya, memalingkan wajahnya saat Taehyung bersikukuh menciumnya lagi. Bora seperti sedang menghindari pria asing yang ingin melecehkannya, lagi-lagi itu membuat Bora merasa bersalah sampai air matanya berderai.

"Oke, aku minta maaf." Akhirnya Taehyung menyerah, mengusap sudut mata Bora yang basah. "Maaf, sudah membuatmu takut."

Taehyung beranjak dari Bora, duduk di pinggir ranjang. Dia menghela napas panjang-panjang, menumpukan lengan pada pinggirannya bersama permasalahan berat yang tak kunjung dapat jalan keluar. Taehyung ingin beranjak pergi, sebelum dia lupa diri dan menyakiti istrinya.

"Taehyung—" Bora menahan lengan suaminya, memandangi Taehyung yang balas menatap. "Apa kau masih mencintaiku, seperti lima tahun lalu?"

"Enam tahun lebih tepatnya," jawab Taehyung. "Aku mencintaimu sama seperti enam tahun lalu, tidak ada yang berubah." Dia tersenyum saat Bora menangkup wajahnya, menciumnya sekilas.

"Maaf, aku terlalu sering mengecewakanmu."

"Aku juga." Taehyung mengusap pelipis Bora lembut, menyingkirkan anak rambut dari kening putih Bora ke belakang telinga.

Keduanya saling tatap untuk tiga detik, lalu entah siapa yang memulai tahu-tahu keduanya sudah mencium satu sama lain. Ciuman awalnya lembut, berubah menuntut begitu tangan kanan Taehyung menyelinap di balik punggung Bora untuk melepas pengait bra.

Dua menit kemudian—atau begitulah rasanya—Taehyung sudah membawa Bora menikmati permainan cinta paling hebat, yang pernah mereka lakukan sejak Bora mengidap kecemasan. Kali pertama keduanya tidak memikirkan dampak yang bisa ditimbulkan, karena melakukan hubungan seks tanpa pengaman.

Kini keduanya pindah ke sofa dekat jendela, duduk memandangi hujan sambil memeluk satu sama lain di balik selimut agar tetap hangat. Jemari Taehyung mengusap punggung polos Bora sampai istrinya nyaris ketiduran, menciumi jari-jari Bora yang dia genggam erat berulang-ulang.

Ponsel Bora yang berdering menjeda suasana hangat itu, Bora beranjak dari Taehyung untuk menerima telepon. Panggilan dari Minjung, dalam hitungan lebih cepat dari detik jam telah berhasil membuat Bora pucat pasi. Dia buru-buru memalingkan wajah, tidak mau Taehyung melihat kecemasannya.

"Ibu sudah menemukan perempuan yang tepat untuk menjadi Ibu Pengganti bayi kalian," kata Minjung di seberang sambungan. "Kapan kita bisa menemuinya, membicarakan hal ini lebih lanjut."

Bora membeku untuk dua detik, lalu mendongak begitu Taehyung mencium puncak kepalanya sebelum menjauhi sofa, masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kebiasaan Taehyung yang akan mandi sesegera mungkin setelah melakukan kegiatan ranjang, Taehyung tidak suka mendiamkan keringat berlama-lama di tubuhnya.

"Dia cantik dan terpelajar, dari keluarga baik-baik. Kau tenang saja, Ibu sudah mengecek asal usulnya, Ibu juga tidak mau kalau cucu Ibu mewarisi sifat buruk dari ibu biologisnya."

"Maksud, Ibu?" Bora menggenggam selimut yang menutupi tubuhnya kelewat erat, sampai kukunya menyakiti telapak tangan. "Kita hanya meminjam rahim untuk surogasi gestasional, kurasa kita tidak perlu sampai mengecek asal usulnya sejauh itu, Bu."

"Ibu tahu, kita bicarakan ini besok."

"Tidak bisa Bu, besok aku ada meeting seharian untuk persiapan pemotretan."

"Ibu tidak mau tahu tentang pekerjaanmu, lebih cepat lebih baik," sela Minjung. "Dengar Bora, Ibu melakukan ini untuk kebaikan dan kesehatanmu. Dokter psikiatermu juga setuju, anak akan membawa dampak baik bagi kesembuhanmu."

"Ibu menemui dokter Seokjin?" Bora mulai geram, ibu mertuanya semakin melewati batas dari waktu ke waktu. "Apa saja yang sudah Seokjin katakan pada Ibu?"

"Tidak banyak, hanya memastikan keputusan kita ini tidak berbahaya untuk kesehatanmu. Ibu ingin kau sembuh Bora, Ibu ingin kau kembali seperti menantu yang dulu Ibu kenal. Kau tidak berpikir Ibu membencimu, 'kan?"

"Tentu saja tidak, baiklah," putus Bora, menyadari tarikan napasnya mulai pendek. 

"Beesok, jam delapan, kita akan menemui gadis itu sama-sama. Bagaimana?"

"Iya, Bu."

"Oke, Ibu tunggu di restoran biasa. Terima kasih banyak, ingat ini untuk kesembuhanmu," ucap Minjung dengan nada terlalu gembira, sebelum panggilan itu selesai.

Bora tetap duduk nyaris tanpa bergerak sepuluh menit setelahnya, sampai Taehyung muncul lagi dengan pakaian santai dan rambut setengah basah. Bora tersenyum sewaktu Taehyung berjongkok di depannya, memintanya mandi sementara Taehyung menawarkan menu makan malam.

"Taehyung," panggil Bora, setelah berdiri depan pintu kamar mandi sambil menahan lengan Taehyung.

"Hhmm...?"

"Saranghae—" ucap Bora dan mencium pipi Taehyung. Dia tertawa melihat Taehyung termangu, lalu buru-buru menutup pintu kamar mandi, saat Taehyung mengodanya untuk ikut mandi lagi.

Bora masih bisa mendengar suara Taehyung yang membujuknya membuka pintu, lalu tawa Taehyung yang renyah dan ringan terdengar setelahnya, sebelum langkah-langkah Taehyung bergerak menjauh dari kamar. Meninggalkan Bora di balik pintu, terduduk dengan kedua kaki yang dilipat, mendapati satu pesan yang sempat dia baca setelah panggilan ibu mertua selesai.

Bagaimana kalau kita mencoba surrogasi cara tradisional—Ibu mertua.

[ ... ]

👑 🦁 👑

Hwang Min Jung | 55 tahun | 168 senti

Continue Reading

You'll Also Like

35.5K 3.3K 20
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...
381K 39.4K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
262K 27.3K 29
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
47.9K 10.6K 121
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...