Sora Rain

By andhyrama

126K 5.7K 3.2K

Setiap bintang di atas kubah Lattera mengendalikan satu bagian dari alam dan isinya. Orang yang diberikan kep... More

Hujan
Alkisah
Prolog
Glosarium
01|| Piramida Emas
02|| Permata Abadi (Bagian 1)
03|| Permata Abadi (Bagian 2)
04|| Gagak Hitam (Bagian 1)
05|| Gagak Hitam (Bagian 2)
06|| Naga Emas (Bagian 1)
07|| Naga Emas (Bagian 2)
08|| Sebuah Alasan (Bagian 1)
09|| Sebuah Alasan (Bagian 2)
10|| Bunga Kertas (Bagian 1)
12|| Monster Bekapak
13|| Pasukan Bintang (Bagian 1)
14|| Pasukan Bintang (Bagian 2)
15|| Menuju Sinjin (Bagian 1)
16|| Menuju Sinjin (Bagian 2)
17|| Festival Phajara (Bagian 1)
18|| Festival Phajara (Bagian 2)
19|| Mimpi Buruk (Bagian 1)
20|| Mimpi Buruk (Bagian 2)
21|| Permintaan Maaf

11|| Bunga Kertas (Bagian 2)

282 107 34
By andhyrama

Kadang, orang tidak perlu tahu kalau kita berkorban untuk mereka. Karena sesungguhnya, kita juga sedang berkorban untuk diri kita sendiri.

☁☀☁

Kapak Izor? Razo masih memikirkan kapak itu. Monster bernama Izor itu seperti apa? Menurutnya, namanya sangat tidak asing. Namun, dari mana ia mendengar nama itu sebelumnya. Tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Razo pun segera berhenti.

Memorinya kembali ke masa lalu. Gurunya pernah menceritakan tentang seorang monster yang membenci manusia. Mengingat gurunya membuat dadanya perih. Bukannya mencari permata terakhir, ia malah terjebak di misi yang bukan merupakan urusannya ini.

"Permata," gumamnya. Lagi-lagi, pikirannya malah menuju ke Zuli. "Perempuan itu benar-benar menyihirku. Bagaimana dia bisa menaruh dirinya di dalam otakku? Aneh."

Razo tidak memikirkan permata yang dimiliki Zuli, tetapi justru memikirkan wajah Zuli. Mata birunya, bibir manisnya, dan semua perkataan perempuan itu. Sepertinya, pikirannya teralihkan karena si penyihir jelas-jelas lebih indah dari permata keunguan di liontin yang dia miliki.

Kini, Razo kembali bergerak, ia menemukan pos penjagaan. Namun, di sana tidak ada siapa pun. Sepertinya, memang benar tentang apa yang dikatakan Panglima Hann dan Zuli. Musuh melakukan strategi benteng kosong, memang sedang berusaha menjebak mereka. Razo menyengir, merasa bahwa musuh begitu bodoh.

"Aku sangatlah kuat, ribuan orang bisa kuhadapi. Penyihir itu luar biasa, bisa berpindah-pindah tempat semaunya," ujarnya seraya melewati pos penjagaan. "Tapi, kenapa perempuan itu tidak mau menggunakan portalnya?"

Tiba-tiba, Razo tersenyum. Selama ini, Zuli menggunakan portalnya hanya untuknya. Menangkapnya, mencarinya saat ia ingin kabur, dan juga mengambil kalung dari bunga kertas yang ia petik. Kenapa itu membuatnya sangat senang?

"Aku disihir!" teriaknya di dalam hutan.

Tak lama kemudian, ia menemukan sebuah sungai. Dengan mengambil ancang-ancang, Razo berlari dan melompati sungai selebar belasan meter itu dengan sekali lompatan. Ia menoleh ke belakang—ke sungai—sembari memasang wajah bangga.

Kota kecil Calta sudah terlihat. Aneh. Kenapa kota itu seperti porak-poranda? Bukannya musuh hanya pergi meninggalkan kota dan kemudian datang menjebak? Apa yang terjadi? Razo kemudian berlari memasuki kota.

Dari kejauhan, ia melihat sosok besar sedang menghancurkan bangunan. Sosok yang membawa kapak. Razo menelan ludahnya. Lalu berjalan mengendap-endam menuju sosok itu. Ia menarik pedangnya yang ia gendong.

"Hai Tuan Monster!" seru Razo.

Monster itu kemudian berhenti menggunakan kapaknya, menoleh ke arah Razo. Sosok besar itu tampak sangat marah menyaksikan ada manusia yang meneriakinya. "Ayo bertarung!"

Razo mengangguk walau cukup kaget dengan suara berat milik sang monster. Ia bersiap, melakukan kuda-kuda saat sosok berkulit merah itu datang mendekat. "Namamu Izor, kan? Kudengar kau cukup terkenal, tapi kurasa aku jauh lebih terkenal."

Di bawah cahaya bulan yang terang, dua sosok itu berhadapan. Razo dengan pedang besarnya dan Izor dengan kapak beratnya. Mereka berdua sudah siap untuk bertarung.

Saat Izor yang marah mulai mengangkat kapaknya, Razo menjadikan pedangnya menjadi tameng. Ia menahan napas saat kapak itu membentur pedangnya. Terjadi getaran yang kuat dan suara benturan yang cukup keras. Tangan kekarnya menahan kuat-kuat serangan itu.

Melihat Izor kembali mengangkat kapaknya, Razo memilih menghindar. Ia melompat, melakukan salto di udara dan mendarat di belakang Izor. Monster itu langsung membalikkan badan dan ingin kembali menyerang Razo, tetapi pemuda itu berlari ke arah gedung-gedung kota.

Getaran terasa di tanah saat Razo berlari dikejar Izor. "Tangkap aku kalau bisa!"

Izor yang semakin geram berlari mengejar Razo, tetapi monster itu berlari dengan lambat sehingga memilih berhenti. Izor memilih untuk melempar kapaknya kuat-kuat.

Razo menoleh ke belakang, matanya membelalak saat melihat kapak besar tengah terbang ke arahnya. "Ups, sial!"

Razo segera memilih berbelok dan membuat kapak itu menabrak sebuah bangunan rumah. Razo menggeleng karena bangunan itu langsung hancur seketika. Lalu, matanya kembali terbuka lebar saat sosok monster itu melompat dan mendarat tidak jauh di depannya. Lompatan Izor sampai menimbulkan gempa kecil yang membuat Razo sedikit sempoyongan.

"Ba-bagaimana ka-kau bisa melompat sejauh itu?" Razo menunjuk si monster marah yang sedang mengambil kapaknya itu.

"Serang mereka berdua!" seruan itu membuat Razo menoleh ke berbagai arah.

Mata Razo menemukan begitu banyak panah menuju ke arah Izor dari belakang. "Awas!" Razo melompat kea rah Izor, naik ke pundak monster itu dan melompat lagi. Ia mengangkat pedangnya dan mengibas seluruh panah yang menyerang.

Setelah mendarat ke tanah, Razo menoleh ke arah Izor. "Aku tidak suka ada yang mengganggu pertempuran satu lawan satu," ujarnya. "Jangan salah sangka aku tidak menyelamatkanmu. Aku ha—"

Razo tidak diberikan kesempatan bicara karena Izor kembali menyerangnya. Kapak besar itu diayunkan ke arah sang Iblis Besi. Razo mundur, menghindar. Namun, kapak itu terus terayun. Ia menggunakan pedangnya untuk menangkis setiap serangan.

Jangan menyerangnya! Walau suara di kepala Izor memintanya berhenti, monster itu tetap menyerang. Dia sudah menyelamatkan kita, hentikan!

Walau masih terus menghindari serangan dan menangkis kapak besar yang ingin memotongnya menjadi dua, Razo masih sempat-sempatnya memperhatikan sekitar. Ia melihat gerombolan prajurit Magon datang.

"Tombak!" teriak pemimpin prajurit itu.

Razo menggunakan seluruh kekuatannya untuk menekan balik kapak yang menyerangnya. Izor cukup kewalahan. Saat melihat hujan tombak datang dari balik tubuh sang monster, Razo menggoyangkan pedangnya untuk menubruk kapak milik Izor. Kapak itu terlepas. Mengambil kesempatan, Razo melompat dan menebas semua tombak yang akan mengenai Izor.

"Jangan menganggu kami!" teriak Razo.

☁☀☁

Zuli dan rombongan peleton utama yang dipimpin Panglima Hann berhasil sampai ke Calta. Panglima Hann segera menyuruh pasukannya untuk menuju Oppidum sedangkan ia dan Zuli berdiri memandang kota yang tampak hancur.

"Apa yang terjadi?" tanya Zuli. "Kau dengar sesuatu?"

Panglima Hann memperhatikan ke arah reruntuhan bangunan yang jaraknya ratusan meter dari tempatnya berdiri. Lalu, ia melihat kapak yang terbang disusul sosok berpakaian hitam yang melompat.

"Itu Razo," tunjuk Zuli. "Apa dia sedang bertempur sendiri melawan pasukan Magon?"

Panglima Hann menoleh. "Aku tidak yakin, tetapi dia tidak sendiri. Kurasa dia bersama sosok yang sangat kuat. Aku tidak yakin itu baik atau tidak. Namun, kita harus segera bergegas." Panglima Hann menarik tangan Zuli untuk menuju ke pintu Oppidum—pintunya berada di tanah yang terhubung dengan tangga ke bawah.

Para prajurit bawahan Hann berhasil membantu para tahanan keluar penjara. Zuli menciptakan sebuah portal yang akan menuju ke balik bukit, tempat beberapa prajurit lain berjaga untuk mengantar para tahanan ke pengungsian.

"Kau kuat kan?" tanya Hann saat melihat orang-orang sudah mulai masuk ke dalam portal.

Para tahanan ini terlihat sangat memprihatinkan. Zuli merasa iba dengan orang-orang tua yang kesakitan, anak-anak yang tampak lemas dan lapar, dan penampilan para tahanan yang sangat kotor dan seperti tidak terurus.

"Terima kasih," beberapa dari mereka mengucapkan terima kasih pada Zuli dan Panglima Hann, dan juga para prajurit yang membantu.

"Biar kubantu," Panglima Hann menawarkan tangannya pada seorang nenek yang kesulitan menaiki tangga keluar Oppidum. Kemudian, ia membantu yang lain juga.

Wajah Zuli terlihat lemas, ia mamang terlihat hanya bediri di depan portalnya. Namun, pekerjaan yang tampak ringan itu sepertinya melelahkan. Keringat mengalir di pelipus perempuan cantik itu. Sembari menjaga portal, ia juga memperhatikan area kota yang menjadi tempat Razo bertempur melawan pasukan Magon.

"Masih ada lagi?"

"Tinggal satu orang."

"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" teriak seorang gadis yang dibawa oleh seorang prajurit keluar Oppidum. Gadis yang rambutnya dikucir kuda itu ingin melepaskan diri.

"Masuklah, kau akan aman di sana," kata Panglima Hann.

"Aku tidak akan pergi, aku tidak mau pergi sebelum adikku kembali." Letta menangis. "Adikku yang berubah menjadi monster dengan kapak besar itu. A-aku ingin dia kembali!"

"Monster dengan kapak?" Panglima Hann langsung menunjuk ke arah kota. "Dia di sana."

Letta menatap Panglima Hann lekat-lekat. Lalu, ia memberontak kepada prajurit yang memegang tangannya dan berhasil kabur. Ia berlari ke arah pusat kota tempat pertempuran sedang berlangsung.

"Jangan kejar dia!" teriak Zuli saat dua prajurit ingin mengejarnya. "Kalian segera masuk portal!" seru Zuli yang langsung diangguki para prajurit.

Saat semua prajurit sudah masuk, Panglima Hann hanya diam berdiri di depan Zuli. "Kau ingin ke sana, kan? Aku ikut denganmu."

Zuli menggeleng. "Aku tidak mau kau terluka. Masuklah!"

Hann juga menggeleng. "Aku tidak akan meninggalkan—"

Belum sang panglima selesai bicara, Zuli menggeser portalnya untuk memasukkan Hann secara paksa. Setelah laki-laki paling tampan yang pernah ditemuinya itu masuk, Zuli menghilangkan portalnya.

Ia memegangi dadanya, Zuli merasa lemas. Namun, ia tidak akan tinggal diam. Zuli membuka portal lagi dan masuk menuju ke area pertarungan.

☁☀☁

"Jangan membunuh mereka!" cegah Razo zaat Izor ingin menghabisi para prajurit yang menyerang mereka.

"Aku habisi saja kau!" kata Izor yang kemudian menyerang Razo.

Begitu banyak prajurit—ratusan—menyerang Razo dan Izor. Di sisi lain, Izor juga menyerang Razo. Sang Iblis Besi itu melakukan segala hal untuk bertahan dan melawan para prajurit Magon tanpa mebunuh mereka.

Razo menendang, menonjok, menjatuhkan senjata mereka, itu hanya dilakukan dengan dua kaki dan tangan kirinya. Tangan kanannya ia gunakan untuk menghalau Izor yang ingin membunuh para prajurit Magon dan juga dirinya.

"Lihat ada penyihir, dia muncul secara ajaib!"

"Razo!" teriak seorang Zuli.

"Serang perempuan itu, dia penyihir!" kata si pemimpin prajurit.

Razo segera menghindari setiap serang yang datang dan membuat beberapa prajurit terpental karena tendangannya. Sebelum Izor menyerangnya lagi, ia berlari kea rah Zuli yang sudah mulai didatangi para prajurit Magon.

Berhenti menyerang, aku bilang behenti! Suara di kepala Izor mulai menganggu konsentrasinya. Aku bukan pembunuh! Aku tidak mau melukai siapa pun! Berhenti! Tolong berhenti. Kapak yang Izor pegang pun terjatuh karena kepalanya menjadi pusing.

Razo yang menggunakan ilmu meringankan tubuh, melompat dan seperti terbang beberapa detik di udara hingga mendarat di depan Zuli. Ia segera menghajar para prajurit yang mendekati Razo. "Jangan melawan perempuan!"

"Aku bukan perempuan biasa," kata Zuli yang kini berada di belakang Razo.

"Walau begitu kau tetap perempuan, kan?" Razo masih mencoba bertahan dengan rentetan serangan yang datang.

"Lihat!" Zuli menunjuk ke arah monster besar yang kini tersungkur dan dihajar oleh puluhan prajurit.

"Izor, bangkit!" kata Razo yang masih menangkis dan menghajar para prajurit. "Kita belum selesai bertarung! Bangkitlah!"

Tiba-tiba, Zuli berteriak karena seorang prajurit membawa pedang menyerangnya. Seketika, Razo membalikkan tubuh dan langsung menjadikan punggungnya menjadi tameng. Pedang sang prajurit berhasil menyayat tubuh sang iblis besi.

Zuli tampak kaget. Tidak hanya tebasan pedang, panah yang meluncur juga mengenai punggung sang iblis besi. Lalu, sebuah tombak datang. Kali ini, Zuli tidak bisa diam sana. Ia langsung memunculkan portal yang memakan tombak itu. Lalu, portal muncul di atas prajurit yang melempar tombak itu dan ujung tombak langsung mengenai kepala prajurit yang langsung mati seketika.

"Kau membunuhnya!" Razo yang melihat itu tampak tak percaya.

Zuli tidak tinggal diam. Ia memunculkan portal-portal kecil di atas setiap prajurit Magon. Para prajurit itu tampak sangat ketakutan karena ada portal aneh di atas kepala mereka.

Kini, Razo menggeleng. Ia menyadari hal yang sangat aneh. Warna mata Zuli berubah menjadi merah. Razo menggoyangkan tubuh perempuan tukang sihir itu. "Zuli, sadar!"

Zuli mendorong Razo dan dorongan itu sangat kuat hingga Razo terpental beberapa meter.

Razo tak bisa bernapas, dadanya sangat sesak.

"Ludov!" teriak seorang gadis yang datang mendekat.

Razo benar-benar tak bisa mengeluarkan udara dari paru-parunya saat portal-portal kecil itu bergerak ke bawah dan melahap kepala para prajurit Magon hingga leher mereka. Sesuatu yang sangat mengerikan terjadi di depan matanya. Portal itu menghilang dan darah langsung memuncrat dari tubuh-tubuh tanpa kepala yang berjatuhan ke tahan. Tidak berhenti di situ. Kepala-kepala manusia jatuh dari langit seperti hujan.

Kini, Razo ketakutan. Tubuhnya bergetar. Zuli tampak sangat lemas dan terjatuh ke tanah.

"A-apa yang terjadi?" tanya Letta yang tampak begitu ketakutan saat melewati kepala yang tergeletak di tanah.

"Kita bertemu lagi," suara seorang perempuan.

Letta membelalakkan matanya saat melihat sosok perempuan berjubah hitam yang berjalan ke arah monster berkulit merah yang terbaring tak berdaya di tanah dengan penuh luka di tubuhnya.

"Kau harusnya bersyukur karena aku tidak membunuh kalian berdua. Aku hanya memberikan sedikit kesenangan kepada kalian."

Tangan Letta tergenggam. Ia sangat geram.

Semenatra itu, Razo masih tak bisa bisa bergerak, ia masih gemetaran, bahkan untuk menoleh saja ia tak sanggup. Kini, ia melihat sosok yang memakai kalung bunga kertas itu sebagai sosok yang sangat menakutkan.

Iblis Besi? Razo merasa julukan itu sangat konyol. Sosok penyihir yang sedang tergeletak di tanah itu mampu membunuh ratusan orang dalam hitungan detik. Apa yang lebih kejam dari iblis? Sesuatu yang ia kira indah, ternyata ... lebih kejam dari iblis.

Kini, Letta melihat sosok perempuan berjubah itu seperti tengah membacakan mantera. Tidak lama setelah itu, secara ajaib tubuh monster sekarat itu berubah menjadi tubuh Ludov yang penuh luka dan darah. Sosok berjubah hitam pun berubah menjadi gagak dan terbang pergi.

"Ludov!" Letta berlari ke arah adiknya.

"Ra-Razo!" Zuli seperti telah sadar dengan kondisi tampak begitu lemas.

Saat melihat wajah Zuli, Razo seperti ingin meraih pedangnya dan menebas kepala perempuan itu. Namun, saat Zuli melihat sekitar ia seperti sangat kaget dan bingung. "Ka-kau membunuh mereka?"

Zuli tidak sadar telah melakukan hal paling mengerikan yang pernah Razo lihat? Kini, Razo makin bingung. Ia benar-benar kacau, tidak pecaya.

"Ka-kau, melakukannya?"

Kini, yang bisa Razo lakukan hanya mengangguk.

☁☀☁

☁Questions☁

Apa pendapat kalian dengan bab ini?

Bagian mana yang paling kalian sukai?

Sejauh ini, siapa tokoh paling kalian benci di cerita ini?

Menurut kalian adegan aksi (termasuk pertarungan) di cerita ini gimana?

Kalau kalian ada di dunia fantasi, kalian penginya jadi apa? (putri/pangeran kerajaan, pendekar, penyihir, raja/ratu, peramal, dll)

Continue Reading

You'll Also Like

299K 22.3K 40
menikah dengan duke Arviant adalah hal yang paling Selena syukuri sepanjang hidupnya, ia bahkan melakukan segala cara demi bisa di lirik oleh Duke Ar...
1.1M 108K 71
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...
96.4K 9.8K 20
••Alethea Andhira Gadis cantik yang memiliki kehidupan sederhana memiliki sifat rendah hati dan ramah. Sosoknya yang cantik tidak membuatnya memiliki...
426K 24.9K 54
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...