My Love CEO

بواسطة adpray

12.7M 397K 6.6K

"Kalau kamu belum punya pacar, papa akan kenalin kamu ke anak sahabat papa siapa tahu aja dia suka sama kamu... المزيد

Introduce
1. Pagi yang buruk
2. Dasar Nyebelin!
3. WHAT?! Dijodohkan??
4. First date
5. Kebersamaan
6. Lunch with Bulepetan
7. Menemani Oliver
8. The Best Days of Life
Attention
9. Jealous?
10. Fitting
11. The Wedding
12. Special's Day
13. Bule Mesum (15+)
14. After Wedding
15. Apa? Cucu?!
16. Surprise
17. Aloha!
18. Honeymoon
19. Dia Siapa?
20. Trouble (1)
21. Trouble (2)
22. Strange
23. Sekretaris
24. New House
25. Mr. Jealous
26. One Day in Singapore
27. The Party
28. Mess Up
30. Little Past
31. Pregnant
32. Crazy Oliver
33. Oh No!
34. She's Fine
35. Selamat Tinggal
36. My Love CEO - End.
Visualisasi MY LOVE CEO
Extra Part
Sekuel - Franzel
Pemberitahuan
Hello

29. Bad

191K 6.8K 157
بواسطة adpray

Oliver lagi-lagi dibingungkan oleh sikap Karen. Karen menjadi gampang menangis jika keinginannya tidak dituruti. Karen juga menjadi doyan makan dan Oliver hampir selalu menyerah dengan semua keinginan Karen.

"Ver, aku mau pecel madiun" Karen merengek pada Oliver yang sedang sibuk dengan laptopnya dihadapannya.

"Nanti kita cari ya resto indonesia di sekitar sini.." ucap Oliver tanpa mengalihkan tatapannya pada layar monitor didepannya dan jarinya yang senantiasa menari diatas keyboard.

"Aku maunya beli di Indonesia.." lanjut Karen lagi dengan cemberut.

"Iya sayang, besok kita pulang ke Jakarta dan beli pecelnya ya" bujuk Oliver. Tidak biasanya Karen meminta dengan menuntut seperti ini.

"Aku maunya asli khas Madiun.." ucap Karen.Ia ingin sekali makan pecel yang berisi sayur-sayuran disertai saus kacang itu.

"Aku paham, sayang. Besok kita cari di restoran khas Madiun di Jakarta" ucap Oliver. Karen mulai merengek. Ini yang Oliver sangat khawatirkan.

"Aku mau belinya di Madiun langsung. Sekarang juga!" ucap Karen. Ia sudah mengeces ingin segera menyantap pecel madiun itu.

Oliver mematikan laptopnya dan duduk disofa samping Karen. Karen membuang muka saat Oliver duduk disampingnya.

"Kalau itu mau kamu, aku segera telpon---" Baru saja Oliver ingin mengeluarkan ponsel dari saku celananya, Karen langsung menahan tangannya.

"Aku gak mau orang lain yang beli. Maunya kamu" tekan Karen memandang Oliver dengan wajah memelasnya. Oliver menjadi tidak tega dengan tatapan memelas istrinya itu.

"Tapi sayang, Madiun itu jauh dari sini" ucap Oliver. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinya harus bolak balik.

"Kamu gimana sih? Kan kamu punya jet pribadi. Kamu bisa terbang dengan mudah!" Timpal Karen kesal. Mengapa suaminya ini lola sekali? Sudah jelas-jelas ia mempunyai jet pribadi yang selalu siap siaga tatkala membawa dirinya pergi kapan pun dan kemana pun.

"Apa?" Oliver membulatkan kedua matanya mendengar penuturan kesal Karen.

"Ver, please.." Karen memasang wajah puppy eyes nya. Inilah yang paling Oliver tidak tahan untuk segera memenuhi kebutuhan istrinya itu.

"Okey aku akan beliin pecel itu. Tapi dengan satu syarat!" Ucap Oliver mengerlingkan matanya.

"Apa syaratnya?" Karen berbinar senang.

"Hmm.. Aku minta jatah rutin setiap malam" Oliver mengedipkan sebelah matanya. Senyum diwajah Karen tiba-tiba memudar.

"Gak ada syarat lain?" Ucap Karen. Ia langsung bergidik dengan permintaan Oliver.

"Gak ada, sayang" jawab Oliver dengan senyuman kemenangannya.

"Ayolah Ver. Kalau kamu minta satu ciuman, aku bakal lakuin.." Ucap Karen masih meminta penawaran.

"Kalau soal itu aku bisa melakukannya sendiri" sahut Oliver dengan cepat.

"Atau kamu mau aku masakin masakan yang paling spesial buat kamu?" Ucap Karen lagi.

"Tidak, sayang. Aku tetap maunya yang pertama" Oliver menggelengkan kepalanya.

"Emangnya kamu gak kasihan sama aku kalau kita melakukannya setiap malam?" Karen mencoba mencari alasan agar suaminya mengganti persyaratannya.

"Gak. Aku bakal membuat kamu ketagihan" sahut Oliver cepat.

"Kamu gak kasihan kalau badan aku pegal-pegal?" Rupanya Karen masih saja berusaha untuk bernegosiasi dengan suaminya sendiri.

"Gak akan sayang" Oliver tetap keras kepala akan pendiriannya.

Karen mengerucutkan bibirnya karena ia sudah kehabisan ide dan kata-kata untuk melawan suaminya yang keras kepala itu.

"Huh dasar mesum!" Umpat Karen kesal.

"Semuanya tidak ada yang gratis, sayang" Oliver terkekeh dan tersenyum sangat puas.

**

Oliver pun rela terbang dari Singapore menuju Madiun menggunakan jet pribadinya hanya untuk memenuhi keinginan Karen. Sedangkan Karen ia tetap menunggu di hotel dengan duduk manis. Padahal Oliver sudah mengajaknya untuk langsung kembali ke Jakarta, namun Karen masih betah di Singapore.

Kurang lebih dari tiga jam Oliver sudah kembali ke hotel tempat ia dan Karen menginap di Singapura. Ia meminta pilot pribadinya agar mengemudikan jet yang dibawanya dengan kecepatan maksimal karena Karen sudah merengek tak sabar melahap makanan satu itu.

Oliver pun masuk ke dalam hotel dengan menenteng paper bag berisi makanan keinginan istrinya. Karen yang sedang menonton tv di sofa langsung berlari ke arah Oliver begitu ia melihat suaminya yang datang membawa keinginannya.

"Kamu emang yang terbaik!" Karen langsung memeluk dan mengecup pipi kanan Oliver. Oliver membalas pelukan istrinya.

"Lain kali kalau kamu ingin sesuatu, yang mudah aku cari aja.." ucap Oliver menunjukkan wajah lelahnya setelah penerbangan kilat yang telah ia lalui hanya untuk memenuhi keinginan istrinya.

"Aku gak tau kenapa aku ingin ini dan itu.." balas Karen. Ia merasa sedikit bersalah dengan suaminya. Karenanya, Oliver harus rela jauh-jauh untuk mendapatkan keinginannya.

"Tapi makasih Ver kamu sudah mau memenuhi keinginan aku" ucap Karen lagi.  Oliver tersenyum tulus pada istrinya.

"Sama-sama sayang. Asalkan itu tidak membuatmu menangis" balas Oliver. Ya, ia akan melakukan apa saja agar Karen bahagia dengannya. Oliver sudah berjanji tidak akan membuat Karen menangis terlebih karenanya.

Karen pun beralih ke sofa dan menghidangkan pecelnya. Ia langsung melahap pecelnya yang sudah ia inginkan sejak tadi. Oliver hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan istrinya yang akhir-akhir sangat doyan sekali makan.

"Kamu mau?" Disela-sela makannya, Karen menawari Oliver yang hanya mengamatinya makan.

"Buat kamu aja" sahut Oliver.

"Ayolah ini enak loh, Ver. Bukannya kamu suka sayur-sayuran?" ucap Karen lagi.

"Memang. Tapi itu buat kamu aja. Aku sudah membelinya jauh-jauh kan buat kamu.." sahut Oliver. Karen hanya mengangguk dan meneruskan makannya lagi.

Oliver mengganti channel tv dengan acara yang lebih menarik. Sedangkan Karen asyik dengan makanannya sehingga ia mengabaikan tv yang ditonton sejak tadi.

"Aku merasa agak aneh dengan sikap kamu akhir ini.." ucap Oliver setelah beberapa menit mereka terdiam dan hanya suara tv lah yang menyeruak.

"Aneh? Perasaan gak deh.." sahut Karen. Ia tidak mengerti dengan ucapan Oliver.

"Kamu tentu gak merasa. Tapi aku yang merasakan. Akhir ini, sifat kamu selalu berubah" ucap Oliver.

"Kamu menjadi lebih banyak makan, mudah ngambek, mudah marah, lalu manja" lanjut Oliver. Karen hanya mendengarkannya sambil memakan makanannya yang masih tersisa setengah.

"Aku juga gak tau ada apa dengan aku, Ver" sahut Karen mengangkat bahunya acuh tak acuh. Ia juga merasakan dirinya aneh. Tapi Karen berfikir itu wajar, karena sikap orang memang selalu berubah kan.

"Aku menyimpulkan bahwa sikap labil kamu ini adalah bawaan" ucap Oliver. Ia memang sudah curiga dengan Karen sejak kemarin dan ia sedikit demi sedikit mulai paham dengan kelakuan Karen sekarang.

"Bawaan, maksud kamu?" Karen lagi-lagi tidak mengerti apa yang dibicarakan suaminya.

"Mungkin saat ini kamu sedang ngidam" ucap Oliver. Karen langsung menghentikan makannya dan menatap Oliver.

"Ngidam? Aku gak merasa diri aku sedang ngidam, Ver. Aku hanya ingin makan ini saja" sahut Karen. Karen memang merasa dirinya aneh, tapi ia tidak merasa bahwa keanehannya itu adalah ngidam. Ia hanya merasa ingin sesuatu saja.

"Makanya itu kita perlu ke dokter untuk memastikan" ucap Oliver. Karen menggelengkan kepalanya kuat.

"Gak, Ver. Aku gak sakit. Kamu ini ada-ada aja" ucap Karen keras kepala. Karen tidak merasa sakit mengapa sejak kemarin suaminya ini menyuruhnya untuk ke rumah sakit.

"Aku cuma ingin memastikan feeling aku benar atau gak" ucap Oliver. Ia semakin yakin jika istrinya ini memang sedang ngidam. Dan Oliver akan senang jika itu memang benar.

"Pokoknya aku gak mau!" ucap Karen mengerucutkan bibirnya.

"Harus, sayang" Ucap Oliver dengan tegas.

"Gak"

"Harus"

"GAK MAU"

"HARUS!"

Jadilah mereka berdua sedang berdebat. Oliver tak habis pikir jika Karen juga menjadi keras kepala seperti ini. Biasanya Karen akan menuruti apa kata Oliver jika ia mengucapkannya dengan nada tegasnya. Namun kali ini Oliver tak habis pikir.

"Aku bilang gak mau!" tolak Karen lagi.

"Ha---" Baru saja Oliver ingin berkata, namun ponselnya bergetar.

Karen menghembuskan nafas leganya. Oliver segera mengangkat panggilan yang berasal dari Gerald.

"Halo.."

".........."

"Benarkah?"

".........."

"Ya sudah kalau begitu, besok gue dan Karen balik ke Jakarta"

"........."

"Thanks infonya, Ger"

"........."

Oliver memutuskan sambungannya dengan Gerald. Karen sangat penasaran apa pembicaraan Oliver dengan Gerald di telepon itu. Kelihatannya sangat penting sehingga ia mendengar jika besok ia dan Oliver kembali ke Jakarta.

"Ada apa, Ver?" Tanya Karen dengan penasarannya.

"Besok kita harus pulang" sahut Oliver langsung.

"Kenapa?" tanya Karen lagi.

"Gerald sudah menemukan sekretaris baru buat aku. Besok kita harus balik ke Jakarta" jawab Oliver. Karen mengangguk mengerti.

Oliver sebenarnya tidak suka ada sekretaris baru. Ia hanya ingin Karen yang mendampinginya saat bekerja. Namun ia juga tidak mau Karen kelelahan bekerja. Cukup dirinya saja yang bekerja dan mencari nafkah untuknya.

**

Pagi ini Oliver dan Karen sudah tiba kembali di Jakarta. Oliver memutuskan untuk langsung ke kantor karena Gerald yang terus menghubunginya memberi kabar bahwa sekretaris barunya itu sudah tiba di kantor.

Karen mau tidak mau mengikuti Oliver yang langsung pergi ke kantor tanpa pulang ke apartemennya dahulu untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

"Ayo turun, sayang!" Oliver membuka pintu mobil begitu tiba di depan kantornya.

Karen mengikuti Oliver yang masuk ke dalam kantor. Seperti biasa, Karen memberikan senyuman ramahnya kepada para pegawai kantor ini.

Oliver menekan tombol lift yang akan membawanya ke ruangannya. Gerald sendiri sudah di depan ruangannya menunggu kedatangan Oliver sejak tadi.

"Akhirnya pak bos tiba juga.." Ucap Gerald begitu ia melihat Oliver keluar dari dalam lift bersama Karen.

Oliver sudah rapi dengan setelan jas abu-abu serta kemeja biru dongker. Disampingnya Karen menggunakan gaun santai berwarna peach selutut. Gerald dapat melihat wajah lelah Karen disamping Oliver. Mungkin itu efek kepulangan mereka yang dari Singapore langsung ke sini.

"Dimana sekretaris barunya, Ger?" Tembak Oliver langsung. Ia tidak mau berbasa-basi lama-lama.

"Ada di dalam" sahut Gerald seraya mempersilahkan Oliver masuk ke ruangannya.

"Hai Gerald!" Sapa Karen tersenyum manis pada Gerald.

"Oh hai juga, Ren" balas Gerald tersenyum.

Mereka pun masuk ke dalam ruang kerja Oliver yang sudah terdapat seorang wanita yang tengah duduk di sofa.

"Baiklah Nona Stella, ini Mr Rossler, CEO kantor ini yang akan menjadi bos anda.." Ucap Gerald. Wanita yang sedang duduk disofa itu pun menoleh.

Ia tersentak dengan wajah CEO nya. Ia sangat hafal betul siapa CEO ini. Hatinya melompat senang.

"Kak Oliver?" Gumam wanita itu dengan berbinar. Oliver mengernyitkan dahinya, bagaimana calon sekretarisnya ini bisa tau? Sedangkan ia tidak merasa kenal sama sekali dengan wanita ini.

"Apa benar ini kak Oliver?" Ucap wanita itu lagi setelah Oliver lama terdiam. Sementara Karen dan Gerald saling memandang bingung.

"Maaf, apa sebelumnya kita pernah bertemu?" Tanya Oliver dengan tatapan bingungnya.

Wanita di depannya hanya berdecak kesal. Mungkin Oliver lupa dengannya mengingat mereka hanya bertemu sekali dan itupun sudah sangat lama, lebih tepatnya empat tahun yang lalu.

"Kak Oliver benar-benar lupa dengan aku? Ckck" wanita yang bernama Stella itu berdecak kecewa.

"Maaf tapi saya tidak mengenal anda" sahut Oliver. Ia sendiri benar-benar tidak mengenal wanita didepannya.

"Mungkin kakak lupa. Aku Stella kak. Aku sepupu kak Gina pacar kakak dulu.." Ucap Stella berharap Oliver mengingatnya.

Oliver masih menerka-nerka. Ia tidak ingat. Sementara Karen, ia bingung dengan kata-kata wanita itu.

Gina? Pacar Oliver? Batin Karen mulai penasaran. Oliver bahkan tak pernah cerita padanya tentang yang satu itu.

"Sepupu Gina? Saya tak ingat dengan anda" ucap Oliver.

"Apa kak Oliver masih berhubungan dengan Kak Gina?" Tanya Stella penasaran. Oliver langsung menatapnya. Bisa-bisanya wanita ini menyebutkan nama yang ingin sekali ia musnahkan.

Karen tak dapat berkata-kata. Ia mendengar nama itu dengan jelas. Oliver tak pernah menceritakannya tentang masa lalunya. Suasana di ruangan Oliver menjadi tegang.

"Tidak. Saya tidak mengenal wanita itu. Tolong jangan membawa masalah pribadi anda ketika berada di kantor" ucap Oliver dengan tatapan mautnya. Namun sepertinya wanita di depannya tidak merasa terusik.

"Apa? Kak Oliver tidak mengenal kak Gina? Bukankah kalian berpacaran?" Namun rupanya Stella tidak merasa terintimidasi dengan tatapan Oliver. Apa benar jika Oliver sudah putus hubungan dengan kakak sepupunya itu? Stella penasaran akan hubungan mereka berdua.

"Saya tidak mengenalnya dan saya mohon untuk tidak berbicara tentang orang lain di kantor. Saya sudah memiliki istri, Nona Stella.." Ucap Oliver dengan tegas namun tak tersulut emosi. Ia masih tenang dan tidak terbawa emosi walaupun Oliver merasa tidak nyaman dengan percakapannya dengan Stella.

Gerald dapat menyadari perubahan pada ekspresi Karen. Ia yakin, Oliver belum menjelaskannya pada Karen. Gerald hanya bisa diam. Sedangkan Karen masih menatap Oliver dan wanita yang bernama Stella itu dengan pandangan yang bertanya-tanya.

"Benarkah kak? Bukannya kak Oliver hanya cinta mati pada Kak Gina?" Jantung Oliver rasanya ingin menyembul keluar. Mengapa wanita ini sangat keras kepala dan malah membuat suasana menjadi tegang. Oliver sudah tak mau kembali ke masa lalunya.

Hati Karen tercelos mendengar apa kata Stella. Tiba-tiba saja air matanya mengalir begitu saja tanpa permisi. Ia tidak tahu menahu tentang Oliver. Ia jadi teringat pada saat mereka dijodohkan, apa Oliver hanya terpaksa berjodoh dengannya?

"Siapa Gina itu, Ver?" Tanya lirih Karen tanpa bisa mencegah air matanya keluar.

Oliver semakin tertohok melihat Karen yang mengeluarkan air mata.

"Sayang, aku bisa menjelaskannya.." Oliver menghampiri Karen.

Namun Karen mengangkat tangannya agar Oliver tak mendekatinya. Karen tidak merasa dirinya bersedih, seperti ada dorongan lain yang membuatnya merasa sangat sedih.

"Stop. Aku mau pulang saja.." Ucap Karen serak lalu berbalik menuju pintu keluar ruangan. Ia butuh waktu untuk menyendiri.

Oliver mengacak rambutnya kasar. Mengapa hari ini sangat kacau. Semua ini gara-gara wanita yang bernama Stella yang mengaku sepupu Gina.

Gerald yang melihat Karen keluar, ia langsung berlari mengejar Karen.

"Puas? Apakah anda sudah puas melihat istri saya yang pergi?" Ucap Oliver dengan nada tinggi. Wajahnya memerah marah menatap Stella.

Sedangkan Stella ia tidak tahu jika Oliver sudah memiliki istri. Stella menundukkan kepalanya tak berani menatap Oliver yang emosi padanya.

"Maafkan aku kak..." Ucap Stella lirih.

Oliver membanting barang yang berada di sekitarnya. Stella menunduk takut akan amukan Oliver.

**




Hai, guys.
Maaf ya aku lama banget lanjutnya, hehe.
Makasih yang sudah setia menunggu kelanjutan cerita ini.
Next part aku usahain lebih cepat.

Semoga suka part ini😊
To be continue ...

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

CEO with little girl بواسطة Xray

قصص المراهقين

7.9M 225K 44
(Selesai) Dasar om - om menyebalkan, aku sangat benci kepadamu tapi, mengapa di sisi lain aku kangen senyum dingin mu dimanapun aku berada. Apa yang...
118K 6.9K 32
[COMPLETED] "Kelas berapa?" "Kelas 10" "Oh pantes gak pernah liat" Oh kakak kelas toh -Salma Copyright © 2017 by Shameron9498 A Fanfiction by Calsal ...
10.2K 1K 30
Lavender punya arti kesetiaan, ia menjujung tinggi rasa percaya tanpa sedikitpun ingin berkhianat. 《Percintaan bagaikan sebuah bunga lavender, harus...
1.3M 31.4K 44
Dirga dan Gladis. Dua anak SMA yang harus mengemban tanggung jawab berumah tangga diusia yang masih belia. Seharusnya mereka menikmati masa masa rema...