1 : The Drama
Barcelona—Spain.
"Increible!* Berita yang kaudapatkan kemarin benar-benar fenomenal, kau tahu! Itu sempat menjadi trending topic selama beberapa jam dan terus disiarkan oleh banyak stasiun berita hingga sekarang," ucap Clarissa kepada Anggy yang sedang berjalan ke arahnya.
Anggy Putri Sandjaya. Wanita berambut cokelat dengan warna mata biru kehijauan itu hanya mengangkat pundak sembari tersenyum mendengar ucapan penuh rasa antusias temannya. "Bukan aku yang membuat berita itu, tapi Jonathan...," ujar Anggy meluruskan.
"Benarkah? Wah, aku pikir kau. Ngomong-ngomong, Jonathan sangat baik, ya. Bisa saja dia menulis berita itu dengan namanya sendiri untuk menuai pujian dari bos saat ini."
Anggy mengangguk sembari terkekeh pelan. "Ya, dia memang baik. Saat itu kami ingin mewawancarai Elizabeth, mengingat dia yang akan merancang gaun pernikahan milik calon menantu dari King of Spain...."
Langkah kedua wanita itu bergerak memasuki gedung yang memiliki plang bertuliskan Socialite Media. Setelah itu, baik Anggy dan Clarissa sudah masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai di mana ruangan mereka berada.
"Lalu Jonathan tanpa sengaja melihat Angeline. Lebih tepatnya dia melihat Angeline baru saja keluar dari butik milik Elizabeth bersama dengan CEO perusahaan minyak bernama Rafael," jelas Anggy lebih lanjut.
"Wow! Jadi, dia memang benar-benar masih hidup? Aku sama sekali tidak tahu bagaimana arah pemikiran orang-orang kaya itu." Clarissa berkata dengan nada heran.
"Kenapa mereka berbuat hal bodoh di mana salah satunya membuat semua orang berpikir jika mereka sudah mati? Apalagi si Angeline itu ... dia benar-benar ratu drama. Aku bahkan masih ingat jika dulu dia juga sempat membuat kehebohan dengan tiba-tiba menyatakan diri keluar dari dunia musik," sahut Clarissa.
Anggy terkekeh pelan. Bunyi yang menunjukkan jika lift sudah berhenti di lantai yang tepat membuat mereka melangkah keluar setelah pintu lift itu terbuka.
"Ya, tapi bukankah kelakuan absurd mereka yang seperti itu yang memberi kita makan?" ujar Anggy di tengah kekehannya. "Mereka melakukan hal bodoh dan kita butuh berita. Jadi, kebodohan mereka sama saja dengan makan siang bagi kita."
Anggy mengatakannya ketika dia dan Clarissa sudah memasuki ruang kerjanya, dan dia sedikit heran melihat kondisi ruang kerja yang tidak seramai biasa. Orang-orang terlihat tenang. Padahal biasanya berisik sekali.
Sebuah suara berat membuat Anggy terlonjak kaget.
"Jadi, kebodohan kami adalah makan siang untukmu, Nona Sandjaya?" ucap suara bariton itu.
Anggy menoleh dan ia mendapati seorang lelaki bermata biru sedang menatapnya tajam. Tubuh lelaki itu mengenakan setelan kemeja mahal yang terlihat sangat pas di tubuhnya, sementara bibir lelaki itu mengatup seakan sedang menahan amarah. Tapi lelaki ini sangat tampan, seakan dirinya adalah sosok yang keluar dari lukisan para dewa Yunani. Rahangnya terlihat tegas, sesuai dengan matanya yang tajam, rambut hitam legam dan juga tubuh tinggi tegapnya.
"Angeline Neiva Stevano memalsukan kematiannya. Hal itu dibuktikan dengan foto yang menampakkan jika Angeline dan Rafael Lucero—CEO dari Bluemoon yang terlihat keluar dari butik Madam Elizabeth, Rabu, 2 Juli kemarin. Hal itu seakan memberikan asumsi pada publik jika Angeline dan Rafael sedang menyiapkan pernikahan mereka. Dan kemungkinan besar kebohongan tentang kematiannya digunakan untuk menutupi fakta akan pertunangan Angeline dengan Javier Leonidas—pewaris Leonidas Industry yang gagal pasca berita mengenai pelecehan yang sempat Angeline alami sewaktu kecil memenuhi laman media. Atau lebih tepatnya, berita tentang kematiannya dimaksudkan untuk menutupi aib keluarga Stevano yang tercipta karena keluarga Leonidas memutuskan untuk membatalkan rencana hubungan setelah mereka mengetahui masa lalu kelam Angeline."
Lelaki yang Anggy ketahui bernama Javier Mateo Leonidas itu mengulang setiap kata dari berita yang memang sudah tersebar dengan intonasi lancar seakan dia sudah benar-benar hafal. Sementara itu sorot mata Javier tidak pernah lepas dari wajah Anggy. Dan seandainya saja sebuah sorot mata bisa membunuh, Anggy yakin jika saat ini ia sudah mati berdarah-darah karena pandangan tajam yang Javier berikan.
"Bukan Anggy yang menyebarkan beri—"
"Ya, bukan dia. Tetapi media kalian dengan wanita cantik ini yang menulisnya. Bukankah begitu?" Javier memotong ucapan Clarissa. Dan lirikan tajam yang lelaki itu berikan pada Clarissa membuat wanita itu tidak bisa berkata-kata lagi.
Javier lalu mengambil dua langkah maju mendekati Anggy. Sedangkan Anggy tengah menatapnya dengan pandangan tidak terbaca. Tetapi, satu hal yang Javier tangkap dari pandangan mata Anggy sekarang—tidak ada ketakutan di dalam sana.
"Kau begitu berani, Nona Sandjaya," bisik Javier di dekat telinga Anggy. "Apa semua orang yang berasal dari negeri antah berantah sama sepertimu?" ucap Javier mengejek.
"Ketika aku mendapat data tentangmu saja aku harus membuka peta dengan teliti untuk menemukan dari bagian bumi mana kau berasal."
Ucapan Javier sangat membuat Anggy meradang. Wanita itu mendongak untuk menatap Javier penuh tantangan tanpa gentar. Tinggi badannya yang hanya sampai bahu Javier sebenarnya membuat Anggy merasa dirugikan. Bagaimana tidak? Dengan tinggi tubuhnya yang seperti ini sangat mudah bagi Javier untuk berusaha mengintimidasinya.
Alasan pertama: bukan dia yang menulis berita itu. Jadi, dia tidak memiliki beban mental sama sekali. Alasan kedua: dari awal Anggy melihatnya, Anggy sudah bisa menebak jika orang-orang kaya seperti Javier cenderung berbuat seenaknya, tapi bisa dipastikan Anggy tidak akan membiarkan Javier berbuat seperti itu padanya. Dan alasan ketiga: lekaki itu sangat angkuh dengan mengejek negera asalnya—Indonesia—dengan julukan negeri antah berantah. Memang, meskipun perawakan tubuh Anggy dengan kulit putih, mata biru kehijauan, disertai rambut coklat keemasan lebih mirip orang eropa daripada Indonesia, bukan berarti Anggy tidak mencintai negara di mana Ibunya dilahirkan, dia mencintai Indonesia melebihi cintanya pada negara yang ia pijaki sekarang.
"Dan apa semua orang menyebalkan sepertimu tidak tahu jika sekarang ada teknologi semacam Google yang membuatmu bisa mencari letak suatu negara hanya dalam lima detik?" Anggy mendorong dada Javier dengan telunjuknya semakin memangkas jaraknya dengan Javier.
Anggy tersenyum meremehkan, sementara matanya bergerak menatap Javier dari atas ke bawah. Yeah, Anggy mengakui jika lelaki di depannya ini memang tampan, tapi dengan tingkah arogannya membuat Anggy heran kenapa media selalu memuja-mujanya.
"You are so arrogant and control freak. Just get away from my way," ujar Anggy datar, dengan sengaja ia mengabaikan Clarissa yang menyuruhnya untuk jangan berkata macam-macam.
"Get away? Setelah kau membuat drama tentangku dan dia?" kekeh Javier geli sebelum kembali berbisik pada Anggy. "Listen, Woman.... Javier menunduk menyejajarkan tingginya dengan Anggy, "Asal kau tahu, berita yang kau tulis tentang Angeline hanya berisikan sampah atas dasar imajinasi liarmu. Kenapa kau tidak menjadi novelis saja daripada menjadi paparazzi yang kemudian menyusahkan orang-orang seperti kami?"
"Orang-orang seperti kalian? Apa yang kau maksud? Pembohong publik?" ketus Anggy sembari bergerak untuk meninggalkan Javier. Dari ujung matanya Anggy bisa melihat jika ia sedang menjadi bahan tontonan oleh beberapa rekan kerjanya, sementara di ujung sana—Mr. James, bosnya terlihat sedang memberikan arahan kepada bawahannya dengan pandangan mata yang sesekali terarah padanya dan Javier. Hell.... Kenapa mereka membiarkan lelaki seperti ini tetap di sini?
Cekalan di tangannya membuat Anggy berhenti melangkah. Anggy menoleh dan mendapati jika saat ini Javier sedang tersenyum manis padanya.
"Congratulation, I will give you what you love the most. Attention," kata Javier dengan senyuman yang semakin merekah.
Di detik selanjutnya Javier sudah bersimpuh di depan Anggy sembari menyodorkan sebuah kotak beludru berwarna merah yang entah sejak kapan sudah ia pegang. Anggy terkesiap, mendapati jika benda yang berada dalam kotak beludru yang terbuka itu adalah sebuah cincin dengan berlian besar di atasnya.
Hell, apa lelaki ini sudah gila?!
"Kau..."
"Will you have a perfect nightmare with me? Anggy Putri Sandjaya, the bitch from Indonesia," ucap Javier yang membuat Anggy menganga. Beberapa saat kemudian Anggy cukup terkejut ketika merasakan kilatan blitz kamera mengarah padanya.
"Yes, you will!" ucap Javier sambil berdiri dan menyematkan cincin itu di jemari Anggy, sementara perhatian Anggy sendiri masih tertuju pada photographer kantornya yang terlihat sedang mendengar arahan dari Mr. James—atasannya. What the hell is going on here?
"Kapan berita yang saya inginkan bisa dirilis, Mr. James?" Pertanyaan Javier membuat otak Anggy memroses pertanyaan yang mulai muncul di kepalanya. Dan ketika ia mendengar Mr. James berucap, "Sekarang, Sir. Hanya perlu menambahkan foto yang baru saja diambil, berita itu akan dirilis detik ini juga" Anggy sudah bisa mendapatkan sebuah kesimpulan akhir. Kesimpulan yang membuat ia sama sekali tidak percaya jika kebanyakan dari rekan kerja termasuk bosnya sendiri sudah bekerja sama dengan lelaki di depannya ini.
"Apa yang sudah kaulakukan, Bastard!" pekik Anggy marah, sementara Javier terlihat menatap kemarahan Anggy sebagai salah satu hal yang menarik.
"Aku tidak melakukan apa-apa, Sayang. Uang yang melakukan semuanya untukku. Tanganku bersih. Lihat...," ujar Javier sambil memperlihatkan telapak tangannya yang bersih.
Anggy menggeram.
"Ah, jangan marah...," gelak Javier sembari menangkup pipi Anggy dengan kedua telapak tangannya. Anggy berusaha menurunkan tangan Javier, tapi sekali lagi berakhir dengan sinar blitz yang kembali menerpanya di saat tangan Anggy memegang tangan lelaki ini.
"Matikan kameramu, bajingan!" Pekik Anggy saking kesalnya.
Javier terkekeh senang. "Mereka hanya ingin makan siang. Sekarang berbaik hatilah untuk menjadikan dirimu sebagai sarana berita agar teman-temanmu bisa makan, Sayang."
***
Author nore :
*luar biasa/spain
Note : Percakapan di cerita ini menggunakan bahasa Spanyol, keculai yang dituliskan dengan bahasa inggris.