My Love CEO

By adpray

12.7M 397K 6.6K

"Kalau kamu belum punya pacar, papa akan kenalin kamu ke anak sahabat papa siapa tahu aja dia suka sama kamu... More

Introduce
1. Pagi yang buruk
2. Dasar Nyebelin!
3. WHAT?! Dijodohkan??
4. First date
5. Kebersamaan
6. Lunch with Bulepetan
7. Menemani Oliver
8. The Best Days of Life
Attention
9. Jealous?
10. Fitting
11. The Wedding
12. Special's Day
13. Bule Mesum (15+)
14. After Wedding
15. Apa? Cucu?!
16. Surprise
17. Aloha!
18. Honeymoon
19. Dia Siapa?
20. Trouble (1)
21. Trouble (2)
22. Strange
24. New House
25. Mr. Jealous
26. One Day in Singapore
27. The Party
28. Mess Up
29. Bad
30. Little Past
31. Pregnant
32. Crazy Oliver
33. Oh No!
34. She's Fine
35. Selamat Tinggal
36. My Love CEO - End.
Visualisasi MY LOVE CEO
Extra Part
Sekuel - Franzel
Pemberitahuan
Hello

23. Sekretaris

214K 7.4K 51
By adpray

Oliver sedang sibuk dengan berkas-berkas yang bertumpuk di meja kerjanya. Berulang kali ia membaca dan mengerjakan berkas itu dengan teliti dan tidak ada yang terlewat satupun. Ia sedang pusing. Tadi saat baru sampai kantor, ia menerima surat pengunduran diri dari sekretaris pribadinya. Jadilah ia repot mengerjakan semuanya.

Gerald masuk ke dalam ruangan Oliver. Ia tahu bahwa sekretaris pribadi Oliver baru saja mengundurkan diri secara mendadak. Ia pun bolak-balik ke ruang Oliver untuk mencari sekretaris baru untuk Oliver.

"Ver, untuk sementara gue bersedia jadi sekretaris lo .." ucap Gerald mendudukan dirinya di sofa. Oliver masih fokus pada laptopnya.

"Gak usah, Ger. Kan lo juga punya kerjaan sendiri. Sementara ini gue sanggup selesain ini semua" sahut Oliver tanpa menoleh dan jarinya bernari-nari ria diatas keyboard.

"Tapi lo bakal kerepotan kalau kerjain semuanya sendiri" sanggah Gerald. Ia sendiri jadi capek melihat sahabatnya yang dilanda kerepotan.

"Kita harus cari sekretaris baru buat lo, Ver" lanjut Gerald. Ia tak bisa melihat sahabatnya yang terus-terusan terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

"Ya. Cari secepatnya" Oliver langsung menjawab tanpa mengalihkan tatapannya pada laptop.

"Gue bakal berusaha secepatnya" ucap Gerald kemudian ia beranjak dan berpamitan keluar dari ruangan Oliver.

Sebuah ide terlintas di otaknya. Oliver kemudian meraih ponselnya di samping laptop. Lalu mendial salah satu kontak di ponselnya. Tak lama kemudian panggilan itu terjawab.

**

"Selamat Mel. Akhirnya lo jadi pengganti gue juga jadi manager" ucap Karen memberi selamat pada Melly. Ia baru saja di ceritakan oleh Melly bahwa sahabatnya itu sudah menjadi manager di perusahaan papanya.

"Thanks. Lo tau gak? Sejak gue jadi manager, gue kewalahan karena kerjaan yang datang tak menentu" adu Melly pada Karen. Karen hanya terkekeh. Ia tahu ini pertama kalinya bagi Melly bekerja lebih giat.

"Nanti lo juga terbiasa, Mel" ucap Karen terkekeh karena Melly yang terus saja menggerutu.

"Ternyata jadi atasan itu gak enak juga ya.." ucap Melly. Karen hanya terkekeh. Karen merasakan ponselnya berdering. Ia pun buru-buru mengangkat panggilan itu.

"Siapa, Ren?" Tanya Melly yang mendengar suara ponsel Karen.

"Oliver" jawab Karen setelah melihat nama yang tertera dilayar ponselnya.

"Cepat angkat. Nanti si ganteng marah-marah" Melly tersenyum menggoda Karen. Karen pun mengangguk dan menggeser layar ponselnya.

"Halo"

"Halo, sayang" sahut Oliver dari seberang.

"Ada apa?"

"Sayang, kamu bisa ke kantor aku sekarang gak?"

"ke kantor kamu?" Karen mengerutkan keningnya. Mengapa Oliver memintanya ke kantor pria itu atau ada berkas yang ketinggalan sehingga ia di telepon oleh suaminya itu.

"Iya sekarang. Aku tunggu"

"Lho, bukannya ini masih pagi dan belum masuk waktu makan siang? Jadi kenapa aku harus ke kantor kamu?" Ucap Karen terheran. Biasanya juga ia akan datang ke kantor pria itu untuk membawakan makan siang.

"Sudah datang aja"

"Tapi.."

"Datang aja, sayang" Karen membuang nafasnya. Ia mengerti jika Oliver sudah berbicara dengan nada tegasnya, tandanya ia tidak boleh menolaknya.

"Huh, iyadeh aku akan ke sana"

"Okey. Sampai jumpa nanti, sayang"

"Ya Bye"

Sambungan teleponnya dengan Oliver pun terputus. Sejak tadi Melly hanya memperhatikan Karen yang sedang menelpon dengan Oliver. Karen membuang nafasnya kasar. Untuk apa ia disuruh ke kantor Oliver? Padahal ini masih pagi dan jadwal biasanya ia akan ke kantor Oliver siang hari.

"Kenapa, Ren?" Tanya Melly yang melihat wajah Karen yang menahan kesal.

"Oliver menyuruh gue ke kantornya" sahut Karen dengan lirih.

"Buat apa dia menyuruh lo ke kantornya?" Tanya Melly penasaran.

"Gak tau. Biasanya gue ke kantornya nanti siang sekalian bawain dia makan siang" Karen menggendikan bahunya.

"Oh yaudah. Lo ke sana sekarang, gih" Ucap Melly.

"Lo ngusir gue Mel?" Karen mengerucutkan bibirnya. Melly tertawa.

"Bukan gitu. Nanti si ganteng kelamaan nungguin lo" ucap Melly.

"Gue duluan ya. Selamat bekerja, bu Manager" ucap Melly pamit sambil menggoda sahabatnya itu. Melly membulatkan kedua bola matanya akan godaan yang Karen lontarkan Karen padanya.

"Karen....." ucap Melly. Karen terkekeh dan segera meninggalkan ruangan Melly. Ia tahu Melly tidak suka digoda olehnya.

Karen pun segera ke kantor Oliver. Setibanya di depan kantor, Karen menyetop taksi karena Pak Kardi, supirnya sudah ia suruh pulang saat mengantarnya. Karen pun merasa tak enak jika menelpon Pak Kardi untuk menjemputnya. Karena sekarang, pasti Pak Kardi baru sampai di apartemennya.

Tak lama, sebuah taksi berhenti dan ia langsung masuk ke dalam taksi itu.

"Mau ke mana, mbak?" tanya Pak supir taksi dengan ramah.

"Ke kantor Rossler Company, pak" sahut Karen. Pak supir mengangguk dan segera ke alamat yang dituju.

Dua puluh menit kemudian, taksi yang membawa Karen sampai di depan antor Oliver. Karen segera mengambil dua lembar uang seratusan dan memberikannya pada supir taksi tersebut. Tak lupa juga ia berterima kasih pada supir taksi yang sudah mengantarnya.

Beberapa pegawai Oliver menyapanya dengan ramah. Karen pun membalasnya dengan tersenyum ramah. Ia pun segera menaiki lift menuju ruangan Oliver. Sampai sekarang ia masih menebak-nebak mengapa Oliver menyuruhnya datang ke sini.

Karen langsung masuk ke dalam ruangan Oliver tanpa mengetuk pintu dahulu. Ia bisa melihat berkas-berkas yang menumpuk di samping meja kerja Oliver dan Oliver yang tenggelam dalam perkerjaannya belum menyadari bahwa dirinya sudah datang. Karen pun berdeham agar Oliver menyadari kehadirannya.

"Akhirnya kamu datang juga, sayang" Oliver beranjak dari kursinya lalu mencium Karen. Ia terlalu serius dengan pekerjaannya sampai tidak menyadari kehadiran Karen.

"Kenapa kamu suruh aku datang ke sini?" Karen langsung menanyakan intinya pada Oliver.

"Hmm aku butuh bantuan kamu" sahut Oliver.

"Bantuan apa?" Karen mengernyitkan dahinya.

"Tolong bantuin aku menyelesaikan berkas-berkas ini. Tadi pagi sekretaris aku mengundurkan diri" ucap Oliver. Untung saja, ia mempunyai ide bahwa istrinya itu pernah bekerja sebagai manager dan tidak salah ia mencobanya. Lagipula lumayan jika Karen menemaninya bekerja. Oliver menjadi lebih semangat jika Karen di sampingnya.

"Sekretaris kamu berhenti kerja?" Tanya Karen. Pantas saja pada saat ingin masuk ke ruangan Oliver, Karen melihat meja sekretaris Oliver di depan kosong dan terlihat lebih rapi karena sudah tidak ada berkas yang bertumpukan di meja itu.

"Iya. Aku gak tahu dia berhenti secara mendadak. Jadi aku minta bantuan kamu. Aku tahu kamu mempunyai kemampuan. Lumayan juga kan daripada kamu sendirian di apartemen" ucap Oliver panjang lebar dengan senyumnya.

"Kamu ganggu aku aja, Ver. Tadi pas kamu telepon aku, aku sedang berada di kantor papa" ucap Karen cemberut mengingat pertemuannya dengan Melly harus ditunda. Padahal Karen ingin mengobrol lebih banyak dengan sahabatnya itu.

"Kamu ke kantor papa?" Oliver menaikkan salah satu alisnya.

"Aku cuma mau bertemu Melly aja, kok" ucap Karen melembut. Ia tahu jika Oliver terkejut karena Karen belum meminta izin pada Oliver.

"Ya sudah. Kamu bantuin aku untuk sementara aja ya sampai Gerald sudah menemukan sekretaris baru" pinta Oliver dengan tatapan yang tidak bisa Karen tolak.

Karen pun mengangguk. Oliver memberikan sebagian berkas yang harus Karen kerjakan.

**

Beruntung Karen mempunyai pengalaman bekerja. Jadi ia tidak perlu belajar lagi tentang berkas-berkas itu. Karen menyusun kegiatan yang akan Oliver lakukan hingga tiga hari ke depan.

Karen meletakkan pulpen yang habis ia gunakan menulis. Ia melirik ke arah arloji yang menempel di pergelangan kirinya.

Pukul 12.14 itu tandanya sudah siang dan ia biasanya baru datang jam segitu untuk membawakan Oliver makan siang. Dilihatnya Oliver masih sibuk menatap laptopnya.

Karen pun menghampiri Oliver untuk mengajaknya makan siang. Karen menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Ia baru sadar jika selama ini Oliver menyuruhnya membawakan makan siang karena pria itu pasti akan lupa makan jika dirinya tidak datang.

"Oliver, aku lapar.." Rengek Karen berdiri di samping kursi Oliver. Oliver menghentikan kegiatannya sebentar dan menatap Karen.

"Sudah jam berapa ini?" Tanyanya pada Karen.

"Jam 12.14" sahut Karen. Oliver tidak sadar kalau sudah siang. Ia terlalu hanyut dalam pekerjaannya.

"Pasti kamu selalu lupa makan kalau aku gak datang kesini bawain kamu makanan" ucap Karen. Oliver hanya nyengir tak berdosa.

"Kamu itu jangan sibuk-sibuk, Ver. Kalau kamu sampai lupa makan, nanti kamu sakit. Dan kalau kamu sakit kan aku yang repot" omel Karen pada Oliver. Oliver hanya memamerkan giginya yang putih.

"Itu sudah kewajiban kamu sebagai istri. Kalau aku sakit, kamu yang ngurusin aku" ucap Oliver menarik lengan Karen hingga Karen terduduk di pangkuan Oliver.

"Makanya kamu jangan sampai lupa makan. Pacaran terus sih sama kertas-kertas dan laptop" ucap Karen kesal masih sedikit membentak Oliver.

"Iya, sayang. Duh perhatian banget sih istri aku ini. Aku jadi mau--" ucapan Oliver terpotong.

"Mau apa hah?" Sambar Karen dengan garangnya. Oliver jadi makin gemas dengan istrinya ini.

"Mau cium kamu, maksudnya" ucap Oliver. Karen langsung menutup mulutnya sebelum Oliver menciumnya secara tiba-tiba.

"No way!" Karen menggelengkan kepalanya. Oliver menatapnya bingung.

"Kenapa, sayang?"

"Kamu itu kebiasaan. Ini kantor" ucap Karen. Ia takut ada orang yang tiba-tiba masuk ke ruangan Oliver, seperti Gerald misalnya.

"Memang kenapa kalau ini kantor? Orang-orang sini bahkan sudah tahu kalau yang aku cium itu istri aku sendiri bukan istri tetangga.." Ucap Oliver yang gemas dengan Karen. Bahkan Karen masih saja malu jika Oliver menciumnya di tempat umum.

"Tapi kan aku tetap aja--" Oliver langsung membungkam bibir Karen dan menciumnya dengan lembut.

Karen langsung terdiam saat Oliver melepaskan tautannya.

"Kan kamu jadi gak berisik lagi" ucap Oliver terkekeh.

"Oliver!" Karen langsung mencubit pinggang Oliver dengan gemasnya membuat Oliver terkikik kegelian.

"Aw.. Sakit, sayang" ucap Oliver.

"Kamu itu nyebelin banget" Karen mencubit pinggang Oliver dengan gemas lagi. Oliver terkekeh.

"Aw.. Sudah dong, sayang. Kamu membuat adik kecil aku terbangun nanti" ucap Oliver. Karen langsung menarik tangannya dan bergidik ngeri.

"Kamu kenapa diam?" Tanya Oliver dengan senyuman menggodanya. Ia tahu, Karen diam pasti karena ucapannya.

"Gak apa-apa" sahut Karen dengan wajah datar.

"Hmm.. Aku jadi ingin melakukan itu. Sudah lama kita melakukan itu. Sepertinya di meja kerjaku juga gak masalah" ucap Oliver menggoda Karen.

"Apa maksud kamu?" Karen tidak mengerti apa yang Oliver katakan.

"Melakukan itu" sahut Oliver singkat.

"Melakukan apa?" Oliver gemas sekali. Karen selalu saja lola jika ia membahas yang satu itu.

Oliver menyelipkan rambut Karen ke belakang telinga Karen kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga Karen dan berbisik.

"Program membuat anak, sayang" bisik Oliver yang langsung membuat Karen memelototkan matanya.

"Apa?" Sahut Karen. Oliver hanya tersenyum tidak jelas seraya menaik-turunkan alisnya.

"Aku cekik kamu sekarang juga kalau kamu mau melakukannya disini" ancam Karen dengan tatapan garangnya.

"Gak kok, sayang. Aku bercanda" Oliver terkekeh melihat wajah garang Karen yang membuatnya lucu.

"Ayo, kita makan. Aku sudah lapar" rajuk Karen.

"Aku bakal senang terus kalau ada kamu setiap hari nemenin aku kerja" sahut Oliver.

"Ayo, makan.." rengek Karen yang tidak mempedulikan ucapan Oliver barusan.

"Iya, iya ayo" ucap Oliver mengalah. Karen berdiri dari pangkuan Oliver.

Mereka berdua meninggalkan ruangan kerjaan Oliver untuk mengisi perut.

Sekitar tiga puluh menit mobil yang Oliver kemudikan, tiba di salah satu restoran Italia atas permintaan Karen. Ia sangat ingin makan pizza saat ini.

"Kamu mau pesan apa?" Tanya Oliver sambil membuka buku menu ditangannya.

"Aku mau big cheese pizza, pepperoni pizza, lasagna---" Karen menyebutkan semua keinginannya. Oliver langsung memotong ucapan Karen.

"Stop. Nanti siapa yang mau habiskan semuanya?" Tanya Oliver. Ia sendiri tidak masalah jika Karen memesan banyak bahkan rela membeli satu restoran sekaligus jika Karen yang memintanya. Masalahnya, ia keberatan jika makanan itu tidak habis.

"Hmm.. Kamu" sahut Karen langsung menunjuk Oliver.

"Aku? Enak aja. Aku gak mau makan pizza atau pasta" Oliver menggelengkan kepalanya.

"Terus kamu mau pesan apa?" Tanya Karen.

"Aku mau lettuce salad dan potato salad aja" ucap Oliver. Karen sudah tahu jika Oliver suka sayur, alias vegetarian.

"Cuma itu aja? Mana bikin kenyang?" Ucap Karen.

"Kan aku pesannya dua salad" sahut Oliver tak mau kalah. Namun bagi Karen, porsi segitu tidak membuatnya kenyang.

"Oke. Aku mau pesan pizza semuanya" ucap Karen.

"Dua porsi dengan 8 slice aja. Jangan semua jenis pizza disini kamu beli" ucap Oliver dengan tegas.

"Padahal aku mau semua jenis pizza itu.." Karen menggerutu kecil.

"Nanti gak habis, sayang makanannya" ucap Oliver.

"Baiklah, Tuan Oliver James Rossler" sahut Karen dengan kesalnya. Oliver hanya mampu terkekeh melihat ekspresi kesal Karen.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Karen sudah menahan air liurnya saat melihat double cheese pizza yang terlihat menggiurkan.

"Selamat makan.." Ucapnya lalu mengambil satu slice pizza double cheese itu dan melahapnya. Sedangkan Oliver memakan lettuce saladnya.

Karen makan pizza itu dengan lahap. Sudah empat slice pizza double cheese dan pepperoni yang ia makan secara bergantian.

Oliver sudah menghabiskan kedua saladnya. Ia pun menyesap wine khas Italia yang ia pesan tadi.

Karen yang melihat Oliver minum wine, dirinya jadi ingin wine. Seumur hidupnya Karen tidak pernah mencoba berbagai jenis alkohol termasuk wine yang diminum Oliver.

"Ver, aku mau coba dong" ucap Karen. Oliver mengernyitkan dahinya.

"Coba apa?"

"Itu. Wine yang kamu minum" sahut Karen.

"Tidak" sanggah Oliver dengan tegas. Karen langsung cemberut.

"Kenapa gak boleh?" Tanya Karen. Sewaktu dulu ia juga tidak diperbolehkan kakaknya saat melihat Reza minum wine.

"Ini berbahaya buat kamu.." Ucap Oliver. Walaupun wine yang diminumnya sekarang dengan kadar alkohol yang rendah namun ia tetap tidak akan memberinya pada Karen.

"Aku coba sedikit aja. Pasti gak berbahaya" pinta Karen dengan tatapan memohon.

"Tidak. Kamu minum saja cappuccino yang kamu pesan. Itu lebih baik" ucap Oliver dengan tegas.

"Please, Ver. Aku gak pernah minum itu. Papa dan Kak Reza juga selalu melarang aku minum itu" ucap Karen dengan tatapan memohonnya.

"Tidak. Sekali aku bilang tidak ya tidak" ucap Oliver membuat Karen tak bisa menolaknya lagi.

"Dasar menyebalkan!" Umpat Karen kesal lalu memakan kembali pizzanya.

Oliver terkekeh dengan tingkah Karen yang menurutnya sangat menggemaskan itu.

**





Don't forget to votement this story😊

Continue Reading

You'll Also Like

162K 6.3K 56
Devan Wijaya Pratama, cowok yang terkenal dingin tapi tampan dan memiliki sifat badboy disekolahnya, laki laki yang mempunyai kulit putih, berbadan t...
90.4K 3.6K 14
JANGAN PLAGIAT KALAU BISA LEBIH KREATIF!!! #Rank 2 Arkan 1,18k (19/01/2021) #Rank 45 Watty 2,03k (25/05/2021) Adhira Maharani Mahasiswa yang sudah me...
Bad Papa By CutMutiaaa

General Fiction

1.5K 112 15
Kabiru, pemuda berusia 18 tahun yang telah dikaruniai seorang anak perempuan berusia 4 tahun bernama Yora. Kabiru membeci anak itu, karena kelahiran...
5.7K 144 12
Claudio frinzy wijaya Seorang pemuda yang sanggat disiplin atas kepemimpinannya dalam segala hal seperti dalam organisasi mauapun di luar organisas...