Program Nuklir Iran

By alterego

1.2K 6 2

More

Program Nuklir Iran

1.2K 6 2
By alterego

Program Nuklir Iran

Selasa 30 Maret 2010, Presiden Obama (Amerika) dan Presiden Sarkozy (Prancis) menagadakan konfrensi pers setelah melakukan diskusi lebih dari satu jam mengenai pemberian sanksi terhadap Iran atas ketidak patuhan Teheran terhadap aturan internasional mengenai program energy nuklir. Obama dan Sarkozy menyatakan bahwa mereka saling menyetujui bahwa komunitas Internasional harus mencegah Iran untuk mengembangkan senjata nuklir, salah satu caranya adalah dengan memberikan sanksi yang lebih keras kepada mereka. Prancis adalah salah satu dari 6 negara yang mendukung pemberian sanksi yang lebih berat untuk Iran atas ketidak patuhannya. Keenam Negara tersebut disebut sebagai 5P+1, yaitu: 5 negara Dewan Keamanan tetap PBB (Amerika, Perancis, Inggris, Rusia, dan cina) da Jerman. Namun Rusia dan China lebih memilih untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur negosisasi.

Sejak pertemuan Obama dengan Sarkozy tersebut, Obama memutuskan untuk mengadakan KTT Keamanan Nuklir yang akan diadakan di Washington D.C. pada tanggal 12-13 April 2010. Ia telah mengundang beberapa Negara dan termasuk diantaranya Negara 5P+1. 5P+1 memutuskan untuk menghadiri KTT tersebut kecuali China yang belum mengambil keputusan apapun sampai tanggal 2 April 2010. Pada tanggal tersebut akhirnya Presiden Hu (China) mengambil keputusan bahwa China akan mengikuti KTT tersebut. Namun, China tetap lebih memilih jalan perundingan secara damai daripada harus memberikan sanksi yang lebih berat kepada Iran. Akan tetapi apabila ternyata Iran benar-benar melakukan program pengembangan senjata nuklir, maka China bersedia untuk mendukung Amerika untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat terhadap Iran.

Diketahui bahwa sebelum China mengambil keputusan untuk mengikuti KTT Keamanan Nuklir, China mengundang Saeed Jalili untuk datang kenegaranya. Undangan tersebut berkenaan dengan kasus Iran yang akan dibahas pada KTT yang akan dilaksanakan di Washington D.C. tersebut. Iran pun memberikan kesaksian kepada China bahwa program pengembangan nuklir sipil yang mereka lakukan bertujuan untuk perdamaian dan akan mereka gunakan sebagai energi listrik dan pendukung fasilitas kesehatan mereka. Melalui perundingan tersebut juga Saeed Jalili mengungkapkan bahwa Iran bersedia melakukan perundingan. Untuk kita ketahui Iran tidak mengikuti KTT Keamanan Nuklir. (gram Nuklir Iran

Selasa 30 Maret 2010, Presiden Obama (Amerika) dan Presiden Sarkozy (Prancis) menagadakan konfrensi pers setelah melakukan diskusi lebih dari satu jam mengenai pemberian sanksi terhadap Iran atas ketidak patuhan Teheran terhadap aturan internasional mengenai program energy nuklir. Obama dan Sarkozy menyatakan bahwa mereka saling menyetujui bahwa komunitas Internasional harus mencegah Iran untuk mengembangkan senjata nuklir, salah satu caranya adalah dengan memberikan sanksi yang lebih keras kepada mereka. Prancis adalah salah satu dari 6 negara yang mendukung pemberian sanksi yang lebih berat untuk Iran atas ketidak patuhannya. Keenam Negara tersebut disebut sebagai 5P+1, yaitu: 5 negara Dewan Keamanan tetap PBB (Amerika, Perancis, Inggris, Rusia, dan cina) da Jerman. Namun Rusia dan China lebih memilih untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur negosisasi.

Sejak pertemuan Obama dengan Sarkozy tersebut, Obama memutuskan untuk mengadakan KTT Keamanan Nuklir yang akan diadakan di Washington D.C. pada tanggal 12-13 April 2010. Ia telah mengundang beberapa Negara dan termasuk diantaranya Negara 5P+1. 5P+1 memutuskan untuk menghadiri KTT tersebut kecuali China yang belum mengambil keputusan apapun sampai tanggal 2 April 2010. Pada tanggal tersebut akhirnya Presiden Hu (China) mengambil keputusan bahwa China akan mengikuti KTT tersebut. Namun, China tetap lebih memilih jalan perundingan secara damai daripada harus memberikan sanksi yang lebih berat kepada Iran. Akan tetapi apabila ternyata Iran benar-benar melakukan program pengembangan senjata nuklir, maka China bersedia untuk mendukung Amerika untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat terhadap Iran.

Diketahui bahwa di hari China mengambil keputusan untuk mengikuti KTT Keamanan Nuklir, China mengundang Saeed Jalili untuk datang kenegaranya. Undangan tersebut berkenaan dengan kasus Iran yang akan dibahas pada KTT yang akan dilaksanakan di Washington D.C. tersebut. Iran pun memberikan kesaksian kepada China bahwa program pengembangan nuklir sipil yang mereka lakukan bertujuan untuk perdamaian dan akan mereka gunakan sebagai energi listrik dan pendukung fasilitas kesehatan mereka. Melalui perundingan tersebut juga Saeed Jalili mengungkapkan bahwa Iran bersedia melakukan perundingan. Untuk kita ketahui Iran tidak mengikuti KTT Keamanan Nuklir. ( HYPERLINK "http://www.cnn.com" www.cnn.com)

Latar Belakang

Iran adalah salah satu dari Negara-negara yang menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty - NPT)**. Iran menandatangani HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Nonproliferasi_Nuklir" \o "Perjanjian Nonproliferasi Nuklir" Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan mengemukakan ketertarikannya dalam teknologi nuklir termasuk pengayaan nuklir untuk tujuan damai (sebuah hak yang dijamin dalam perjanjian), tetapi HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/CIA" \o "CIA" CIA (badan rahasia AS) dan beberapa negara barat mencurigai bahwa hal tersebut sebenarnya untuk menutupi program untuk pengembangan senjata nuklir dan mengklaim bahwa Iran memiliki sedikit kebutuhan untuk mengembangkan tenaga nuklir, dan secara konsisten memilih opsi nuklir yang dapat menjadi multi penggunaan dibandingkan dengan memilih teknologi nuklir yang hanya bisa digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik. Mantan Menteri Luar Negeri Iran HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kamal_Kharrazi&action=edit&redlink=1" \o "Kamal Kharrazi (halaman belum tersedia)" Kamal Kharrazi secara tegas menyatakan ambisi negaranya dalam teknologi nuklir: "Iran akan mengembangkan kemampuan tenaga nuklir dan hal ini harus diakui oleh perjanjian."

Permasalahan yang timbul adalah IAEA pada tanggal 24 September 2005 menyatakan Iran telah gagal mematuhi kewajibannya terhadap Kesepakatan Penjagaan dari NPT (Safeguard Agreements) sehingga muncul ketidakpercayaan atas program nuklir Iran untuk tujuan damai yang kemudian menjadi perhatian Dewan Keamanan PBB, sebagai badan yang memiliki tanggung jawab utama bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini diperburuk dengan laporan Direktur Jenderal IAEA, Mohammad El Baradei, yang pada 8 Februari 2006 melaporkan kepada DK-PBB bahwa Iran perlu lebih transparan dan bekerjasama dengan IAEA. Alhasil, DK-PBB untuk pertama kalinya mengeluarkan Resolusi 1696 pada tanggal 31 Juli 2006 yang memberikan batas waktu hingga 31 Agustus 2006 kepada Iran untuk mematuhi keputusan tersebut. Pada kenyataannya, Iran tidak mematuhi Resolusi 1696 dengan tetap meneruskan proses pengayaan uranium sehingga pada tanggal 23 Desember 2006, DK-PBB mengeluarkan Resolusi 1737 yang menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Resolusi ini pada intinya meminta Iran untuk menghentikan program pengayaan uranium pada sejumlah reaktor nuklirnya dalam waktu 60 hari.

Pada 22 Februari 2007, Dirjen IAEA mengeluarkan laporan yang antara lain menyatakan IAEA belum dapat menarik kesimpulan tentang sifat damai dari nuklir Iran karena Iran belum menghentikan kegiatan yang berkaitan dengan pengayaan uranium dan pembangunan reaktor air berat.

Sehubungan dengan penemuan tersebut, anggota tetap DK-PBB plus Jerman (P5+1) yang dipelopori oleh Amerika, sepakat untuk mengajukan rancangan resolusi baru terhadap Iran. Hal ini dikarenakan oleh kekhawatiran Amerika bahwa Iran akan memiliki senjata Nuklir yang dapat dijadikan senjata dalam suatu gerakan terorisme.

Dalam perumusan dan pembahasan rancangan resolusi baru tersebut, Indonesia sangat berperan aktif dalam mengajukan sejumlah amandemen sehingga substansi dari resolusi dimaksud akan lebih bersifat mencari solusi damai melalui opsi negosiasi dan damai ketimbang opsi militer (Indonesia adalah salah satu Anggota Tidak Tetap DK-PBB tahun 2007-2008). Pertama, Indonesia telah mengajukan amandemen untuk mencantumkan bahwa setiap negara pihak dari NPT memiliki hak untuk mengembangkan program nuklir dengan tujuan damai. Kedua, rujukan mengenai perlunya untuk menciptakan kawasan bebas senjata pemusnah massal di Timur Tengah. Ketiga, agar negosiasi yang akan ditempuh memuat kata-kata 'dengan itikad baik (in good faith) untuk mencapai hasil yang cepat dan dapat diterima oleh semua pihak". Amandemen terakhir yang diajukan adalah usulan untuk menunda (suspend) dan menghentikan (terminate) sanksi apabila Iran mematuhi seluruh ketentuan yang tertuang dalam Resolusi 1737 dan 1747.

Selain dari keempat amandemen yang diajukan, Indonesia juga mengusulkan perlunya untuk mencantumkan elemen yang dapat memberikan ruang harapan bagi Iran untuk dapat kembali bernegosiasi dan mematuhi keputusan DK-PBB dan kewajiban dalam NPT. Elemen tersebut adalah pengajuan sejumlah insentif bagi Iran apabila negara tersebut mematuhi Resolusi 1747 yaitu antara lain pengakuan program nuklir Iran untuk tujuan damai, kerjasama program riset tenaga nuklir, pemulihan perdagangan dan investasi, kerjasama penerbangan sipil, pengembangan teknologi canggih tenaga alternatif serta pertanian. Dan Amandemen tersebut diterima oleh anggota DK- PBB yang lain, sehingga disahkan menjadi Resolusi DK-PBB No. 1747 pada tanggal 2004 Maret 2007.

Setelah Resolusi 1747 tersebut diresmikan Iran dibawah kepemimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad mengambil keputusan untuk meneruskan program pengembangan nuklir sipil tersebut karena ia mengklaim bahwa kegiatan pengembangan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan Iran sebagai Negara yang independen. Akibat penolakan Irak tersebut DK PBB pun akhirnya menjatuhi Iran sanksi ekonomi dan embargo.

Krisis Yang Dialami Iran

Sanksi yang dikeluarkan oleh DK PBB tersebut membuat Iran mengalami masa-masa yang sulit. Terutama ketika sempat munculnya isu bahwa Amerika akan menyerang Iran karena aksinya yang tidak patuh tersebut. Rakyat melakukan demonstrasi pada Presiden Ahmadinejad atas keputusannya. Hal ini disebabkan masih begitu segarnya ingatan rakyat Iran dengan perang yang mereka alami melawan Irak sehingga muncul rasa ketakutan yang begitu besar apabila mereka harus kembali berperang melawan Amerika.

Namun jauh hari sebelum resolusi ini disahkan oleh DK PBB, Iran telah membuat suatu persiapan untuk menghadapinya denagn berencana mensponsori penjualan minyak, gas, dan hasil petrokimia mereka hanya dalam denominasi euro. Rencana itu dimatangkan dengan membentuk apa yang disebut sebagai Iran Petroleum Exchange atau lebih dikenal sebagai Iranian Oil Burse (IOB). Karuan, ini membuat gerah Washington karena terang-terangan keberadaan IOB akan menantang peran dua agen raksasa penjualan minyak internasional, New York Mercantile Exchange (NYMEX) yang berkantor di New York dan International Petroleum Exchange (IPE) yang berpusat di London. Sayangnya, rencana peluncuran IOB yang sedianya dieksekusi pada maret 2006 ini, entah kenapa tertunda. Namun, dengan adanya Resolusi 1747, diperkirakan langkah ke arah ini kembali terbuka lebar.

Pelan tapi pasti, ajakan untuk 'menggembosi' dolar sebagai alat transaksi untuk penjualan minyak Iran mulai disambut oleh mitra dagang Iran. Tak tanggung-tanggung, Zhuhai Zhenrong Corp, salah satu pembeli terbesar minyak mentah Iran, sudah mulai beralih membayar minyak Iran dengan euro pada tahun 2006. (Republika 9 April 2007).

Selain dengan rencananya itu Iran juga mengirimkan beberapa delegasinya ke China untuk mempelajari perekonomian China yang dinilai hebat oleh Iran. Dan setelah itu perekonomian Iran yang sempat melemah kembali menguat seiring dengan waktu. Bahkan mereka sempat membeli beberapa pesawat sukoi dari Rusia dan berhasil mempelajari pesawat tersebut sehingga mampu memproduksi sukoi sendiri di Iran.

Langkah diplomatik Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad, mengambil inisiatif dalam konteks hubungan AS-Iran yang kian memanas tampaknya akan memiliki dampak yang luas. Sekalipun mendapat caci-maki dari Presiden Universitas Columbia, Lee Bollinger, langkah berani Ahmadinejad bukan tak mungkin akan terbukti menghunjam lebih dalam ketimbang yang diperkirakan para musuhnya di AS.

Dan perihal isu nuklir Iran, Ahamdinejad mengungkapkan negaranya adalah anggota International Atomic Energy Agency (IAEA). Undang-undang IAEA dengan tegas menyatakan bahwa semua negara anggota mempunyai hak atas teknologi bahan bakar nuklir yang damai. Ini adalah pernyataan tegas dan eksplisit yang dibuat di dalam hukum. Dan hukum itu mengatakan tidak ada alasan atau dalih, bahkan pemeriksaan yang dilakukan IAEA sendiri, yang dapat mencegah negara anggota untuk memiliki hak itu.

''Tetapi sayangnya, dua atau tiga kekuatan monopolistik, kekuatan-kekuatan yang egois, ingin memaksakan pendapat mereka pada bangsa Iran sembari mengingkari hak mereka. Saya mau katakan ini pada Anda, di masa lalu, kami memiliki kontrak dengan pemerintah AS, Inggris, Prancis, Jerman, dan Kanada dalam pengembangan nuklir untuk tujuan damai. Lalu, secara sepihak, negara-negara tadi membatalkan kontrak-kontrak mereka dengan kami*. Akibatnya, bangsa Iran harus membayar kerugian miliaran dolar,'' tutur dia.

Ahmadinejad menambahkan, ''Untuk apa kami perlu bahan bakar dari kalian? Kalian bahkan tidak memberikan suku cadang yang kami perlukan untuk maskapai penerbangan sipil selama 28 tahun, atas nama embargo dan sanksi-sanksi lain, karena kami menentang, hak asasi manusia atau kebebasan? Dengan dalih itu pula, kalian menolak hak kami atas teknologi? Padahal, apa yang kami inginkan ialah hak untuk menentukan nasib sendiri di masa depan. Kami ingin independen. Jangan mencampuri urusan kami. Jika kalian tidak memberikan kepada kami suku cadang pesawat terbang sipil, mengapa kami harus berharap kalian akan memberikan kepada kami bahan bakar untuk pengembangan nuklir demi tujuan damai?''

Perkembangan Kasus

Dapat kita mengerti bahwa ternyata sanksi ekonomi dan embargo yang dijatuhkan oleh DK PBB menjadi tidak efektif karena keperluan dunia akan minyak sehingga membuat Iran mampu mengatasi masalah sanksi ekonomi tersebut, sehingga Iran dapat terus bertahan bahkan menjadi semakin kuat. Perkembangan Iran ini membuat Amerika semakin khawatir, sehingga Amerika kembali mengumpulkan kekuatan untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat kepada Iran agar Iran menghentikan Program Nuklir Sipilnya.

* Sebelum kemenangan Revolusi Islam, Iran melakukan aktivitas nuklir sipilnya dalam bentuk kerjasama dengan negara-negara Barat. Namun pasca kemenangan Revolusi Islam, tekanan bertubi-tubi muncul dari negara-negara ini dengan mengeluarkan pernyataan, resolusi, dan pelbagai laporan dari sejumlah lembaga internasional seperti Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

**Perjanjian Nonproliferasi Nuklir bahasa Inggris: Nuclear Non-Proliferation Treaty) adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli 1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir.

Isi Perjanjian

Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

1. Pokok Pertama: Non-Proliferasi

Terdapat 5 negara yang diperbolehkan oleh NPT untuk memiliki senjata nuklir:

Perancis (masuk tahun 1992)

Republik Rakyat Cina (1992)

Uni Soviet (1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh Rusia)

Britania Raya (1968)

Amerika Serikat (1968)

Hanya lima negara ini yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir.

Kelima negara NWS telah menyetujui untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-NWS, kecuali untuk merespon serangan nuklir atau serangan konvensional yang bersekutu dengan negara NWS. Namun, persetujuan ini belum secara formal dimasukkan dalam perjanjian, dan kepastian-kepastian mengenainya berubah-ubah sepanjang waktu. Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa mereka akan dapat menggunakan senjata nuklir untuk membalas penyerangan non-konvensional yang dilakukan oleh negara-negara yang mereka anggap "berbahaya". Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Geoff Hoon, juga telah menyatakan secara eksplisit mengenai kemungkinan digunakannya senjata nuklir untuk membalas serangan seperti itu. Pada Januari 2006, Presiden Perancis, Jacques Chirac menerangkan bahwa sebuah serangan teroris ke Perancis, jika didalangi oleh sebuah negara, akan memicu pembalasan nuklir (dalam skala kecil) yang diarahkan ke pusat kekuatan "negara-negara berbahaya" tersebut.

2. Pokok Kedua : Perlucutan

Pasal VI dan Pembukaan perjanjian menerangkan bahwa negara-negara NWS berusaha mencapai rencana untuk mengurangi dan membekukan simpanan mereka. Pasal VI juga menyatakan "...Perjanjian dalam perlucutan umum dan lengkap di bawah kendali internasional yang tegas dan efektif." Dalam Pasal I, negara-negara pemilik senjata nuklir (NWS) menyatakan untuk tidak "membujuk negara non-Nuklir manapun untuk...mendapatkan senjata nuklir." Doktrin serangan pre-emptive dan bentuk ancaman lainnya bisa dianggap sebagai bujukan / godaan oleh negara-negara non-NWS. Pasal X menyatakan bahwa negara manapun dapat mundur dari perjanjian jika mereka merasakan adanya "hal-hal aneh", contohnya ancaman, yang memaksa mereka keluar.

3. Pokok Ketiga : Hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

Karena sangat sedikit dari negara-negara NWS dan negara-negara pengguna energi nuklir yang mau benar-benar membuang kepemilikan bahan bakar nuklir, pokok ketiga dari perjanjian ini memberikan negara-negara lainnya kemungkinan untuk melakukan hal yang sama, namun dalam kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya tidak mungkin mengembangkan senjata nuklir.

Bagi beberapa negara, pokok ketiga perjanjian ini, yang memperbolehkan penambangan uranium dengan alasan bahan bakar, merupakan sebuah keuntungan. Namun perjanjian ini juga memberikan hak pada setiap negara untuk menggunakan tenaga nuklir untuk kepentingan damai, dan karena populernya pembangkit tenaga nuklir yang menggunakan bahan bakar uranium, maka perjanjian ini juga menyatakan bahwa pengembangan uranium maupun perdagangannya di pasar internasional diperbolehkan. Pengembangan uranium secara damai dapat dianggap sebagai awal pengembangan hulu ledak nuklir, dan ini dapat dilakukan dengan cara keluar dari NPT. Tidak ada negara yang diketahui telah berhasil mengembangkan senjata nuklir secara rahasia, jika dalam pengawasan NPT.

Negara-negara yang telah menandatangani perjanjian ini sebagai negara non-senjata nuklir dan mempertahankan status tersebut memiliki catatan baik untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Di beberapa wilayah, fakta bahwa negara-negara tetangga bebas dari senjata nuklir mengurangi tekanan bagi negara tersebut untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri, biarpun negara tetangga tersebut diketahui memiliki program tenaga nuklir damai yang bisa memicu kecurigaan. Dalam hal ini, perjanjian Non-Proliferasi bekerja sebagaimana mestinya.

PAGE \* MERGEFORMAT 3

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 41.5K 29
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
282K 14.7K 30
Awal mula mengkisahkan tentang seorang siswi yang meninggal akibat sebuah kecelakaan dan mendapat kehidupan kembali menjadi seorang anak bos Mafia te...
1.7M 88.5K 40
Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka jika Kana-nya pergi Dave benci melihat...
302K 24K 21
Seorang Assassin bersama Alter ego yang bertransmigrasi ke dalam Novel, dan menjadi seorang Figuran. CERITA BL⚠️ Start: 10 Januari 2024 End:-