One Shot - Miracle in December

By precious_unicorn91

93K 3.4K 115

Dulu dia bilang akan membuatku jatuh cinta pada dirinya. Namun di saat dia berhasil melakukannya, dia bermaks... More

Epilog

One Shot - Miracle in December

65.6K 1.7K 76
By precious_unicorn91

Selingan sejenak dari saya

Cerita yang terinspirasi, lagi-lagi, dari lagu EXO - Miracle in December

Maaf kalau banyak typo atau feel yang kurang dapat, saya mengerjakan ini hanya dalam waktu semalam waktu itu.

Semoga bisa menghibur

---

Sesha POV

"Jadi pacarku ya?" tanya pemuda berusia 14 tahun itu di depanku. Aku menatap wajah seriusnya dengan bingung. Kami sedang berada di kelas mengerjakan tugas piket sebelum pulang sekolah sore ini. Pemuda yang baru saja bertanya padaku adalah Kaisar Aditya atau biasa kupanggil Kai, teman sekolah sekaligus teman sebangku ku sejak dua bulan yang lalu. Dia pindah dari Seoul ke SMPku ini. Ayahnya adalah duta besar Indonesia untuk Korea Selatan dan ibunya adalah warga Negara Korea Selatan yang dulunya bekerja menjadi bawahan ayahnya sebelum akhirnya menikah.

Dua bulan lalu mereka pindah ke Jakarta karena ayahnya dinaikkan jabatannya dan bekerja di Kementrian Luar Negri sekarang. Walaupun penampakannya seperti orang Korea, tapi namanya sangat Indonesia. Tingginya tidak jauh berbeda dariku, badannya agak berisi dan pipinya pun tembam, rambutnya cepak, kulitnya putih bersih, tapi matanya besar seperti ayahnya. Kai cukup tampan walaupun tidak setampan Edo ataupun Galih yang merupakan pangeran sekolah kami.

Untuk anak yang besar di Seoul, bahasa Indonesianya terlalu lancar. Dia bahkan bisa berbicara dengan bahasa gaul yang biasa digunakan anak remaja di Jakarta. Dia sendiri bilang karena di rumahnya, ayahnya selalu menggunakan bahasa Indonesia dan Kai sendiri sering menonton acara Indonesia di internet untuk mengetahui bahasa gaul di Negara asal ayahnya.

Aku tertawa kecil dan membalas ucapan anehnya barusan. "Jangan bercanda, Kai. Tidak lucu" Aku kembali menulis di buku piket. Kai kemudian menghentikan tanganku dan menatapku dengan sangat serius. Aku tidak pernah melihat dia seserius ini. Dia adalah tipe cowo yang ceria, selalu bercanda, tidak pernah serius dan konyol.

"Aku serius, Sha" Kai kemudian menggenggam tanganku erat. Aku pun merasa sedikit tidak nyaman. Baru kali ini ada anak laki-laki yang memegang tanganku seperti ini. Walaupun temanku sudah banyak yang memiliki pacar sejak kelas 1 SMP, tapi aku belum pernah terpikirkan untuk memiliki pacar. Menyukai anak lelaki saja tidak.

"Kenapa tiba-tiba lo suka gue?" tanyaku menyelidik. Selama ini Kai tidak pernah menunjukkan tanda-tanda dia menyukaiku sama sekali.

Dahi Kai mengerut karena pertanyaanku. "Memangnya kenapa? Aku tidak boleh suka kamu? Aku suka kamu sejak pertama kali melihatmu. Kamu sangat manis walaupun sedikit jutek dan semakin lama mengenalmu, aku semakin suka. Apa itu cukup?"

Aku diam memikirkan ucapannya. Terus terang bagiku Kai tidak lebih dari sekedar teman. Aku merasa nyaman dengannya dibandingkan dengan anak lelaki lain.

"Kai, gue ga suka bohong. Tapi bagi gue, lo Cuma seorang teman aja. Gue ga punya perasaan lebih. Gue bahkan belum pernah suka sama yang namanya laki-laki"

"Aku tahu. Tapi tidak masalah kan?" katanya santai. Kenapa tidak masalah? Anak ini berpikir apa sebenarnya? Yang namanya pacaran kan harus mutual.

Aku menyandarkan badanku ke bangku dan menatap Kai yang sangat tenang. Apa benar dia suka padaku? Sepertinya tidak terlihat sama sekali.

"Kamu belum percaya ya? Memangnya untuk apa aku selalu mengikutimu kalau bukan karena aku memiliki perasaan khusus padamu?"

Aku mengangkat bahu dan berkata "Karena lo ga punya teman. Lo kan masih baru di sini"

Kai tertawa kecil. "Aku punya teman. Memangnya kamu pikir aku se-ansos itu?"

"Yah, mana tahu"

"Sudahlah, tidak perlu dibahas. Jadi bagaimana?" tanyanya lagi dengan senyum lebar diwajahnya. Aku pun berpikir sejenak. Semua temanku bilang yang namanya pacaran itu enak. Karena selalu disayang dan dijaga oleh pacar. Aku selama ini penasaran ingin mencoba tapi karena tidak tertarik pada siapapun, aku tidak bisa merasakannya. Mungkin ini kesempatan bagus buat ngerasain yang namanya pacaran. Nothing to lose juga.

"Oke. Boleh aja" Senyum Kai mengembang di wajahnya.

"Terima kasih, Sha" kata Kai sambil menggenggam tanganku lembut. Aku pun membalas senyumannya itu. Aku penasaran selama apa kami berdua akan bertahan saat aku bahkan tidak memiliki perasaan sama sekali padanya kecuali perasaan suka kepada teman biasa. "I will make you love me, just see" kata Kai pada akhirnya dengan cengiran aneh di wajahnya. Well, okay. Let's see then.

***

3 years later....

Sesha POV

"Sayaaaang" teriak Kai dengan riang sambil berlari ke arahku. Saat aku menoleh, Kai sudah memelukku dengan erat. Aku pun mendorong badannya dengan kesal karena malu di lihatin penghuni sekolah. Pagi-pagi Kai sudah bikin keributan.

"Apaan sih kamu? Jangan peluk-peluk di sekolah. Ga malu ya?" protesku saat Kai akhirnya melepaskan pelukannya. Mukanya berseri-seri menatapku. "Ada apa?" tanyaku judes.

"Kamu lucu banget sih kalau udah marah begini" katanya sambil mencubit pipiku. Aku pun menepis tangannya dengan cepat. Aku paling benci kalau dia mulai mencubit pipiku.

"Ada apa? Cepat! Aku mau masuk kelas" kataku tidak sabar sambil melihat jam di pergelangan tanganku yang menunjukkan pukul 7 pagi. Dia sudah telat masuk kelas Biologi.

"Aku lolos audisi, Yang" katanya dengan mata berseri-seri

"Audisi apa? Audisi orang gila se Indonesia?" kataku dengan penuh sarkastik.

"Audisi SM entertainment, Sayaaang" katanya dengan manja. "Begitu lulus SMA bulan depan, aku akan langsung ke Seoul untuk mulai training" katanya dengan sangat gembira.

Aku terdiam tidak bisa menjawab. Seoul? Maksudnya apa? Bukannya dia berjanji akan masuk Universitas yang sama denganku di Jakarta? Aku bahkan sudah keterima terlebih dahulu di pilihan pertama kami lewat ujian mandiri beberapa bulan lalu. Kenapa sekarang dia berkata dengan santainya akan training ke Seoul? Apa dia tidak ingat janji kami?

"Yang?" panggil Kai menyadarkan lamunanku. "Kamu kenapa diam?" raut wajahnya terlihat bingung. Kai sama sekali tidak mengerti perasaanku saat ini.

"Aku sudah telat. Aku mau ke kelas" kataku sambil berjalan menuju kelasku yang tidak jauh lagi. Kai mengikuti disampingku dan menatapku cemas.

"Kamu sakit? Mukamu pucat sekali"

"Sudahlah, kamu ke kelas sana. Nanti dimarahin Pak Bagas lagi, kamu minggu lalu terlambat masuk juga kan?" kataku mengingatkan Kai akan guru matematika horror itu. Kai sepertinya langsung tersadar dan berhenti melangkah bersamaku.

"Oh, iya. Untung kamu bilang" Kai memukul jidatnya pelan. "Ya udah, nanti pulang bareng ya. Bye, Sayang" Aku hanya tersenyum masam kepada Kai. Kai langsung berlari berlawanan arah dengan tujuanku. Aku menatap punggungnya yang menghilang perlahan di lorong sekolah. Air mataku tidak terasa mengalir dari kedua ujung mataku. Kai akan meninggalkanku. Apa yang harus aku lakukan?

"Ternyata lo di sini, Sha" kata April begitu menemukanku di dalam perpustakaan, di bagian paling ujung tempat novel-novel kesukaanku di simpan. Ku tutup novel di tanganku dan menepuk lantai di sebelahku, menyuruhnya duduk.

"Kenapa?"

"Kenapa?" serunya kencang.

"Ssstt" kataku sambil menutup mulutnya yang aku tahu, akan mulai mengeluarkan ocehan yang nyaring. "Ini perpus, Pri"

"Sebenarnya ada apa sih, Sha?" katanya dengan suara yang lebih pelan. Aku mengerti maksudnya, dia pasti menanyakan soal Kai.

"Ga ada apa-apa"

"Terus kenapa lo menghindari Kai selama sebulan ini? Lo tahu ga dia udah kaya orang stress nyariin lo ke sana ke mari dan yang bikin gue heran, kenapa lo bisa begitu jago bersembunyi dari dia selama ini? Apa emang dia aja yang bloon?"

Aku tersenyum masam pada April. Aku memang menghindari Kai sejak mengetahui rencananya pindah ke Seoul begitu kami lulus SMA. Aku mempersiapkan diriku untuk hidup tanpa dirinya, makanya aku menghindari dia habis-habisan sebulan ini. Semua kulakukan agar aku bisa mengikis perlahan perasaanku padanya.

"Sha, kalian berdua itu udah pacaran bertahun-tahun. Kalau ada masalah, lo omongin berdua. Bukannya main kucing-kucingan begini!" protesnya. April adalah temanku dan Kai sejak SMP, sehingga dia sangat tahu mengenai hubungan kami berdua sejak dulu.

Aku menatapnya ragu sejenak. Mungkin ada baiknya aku cerita saja pada April yang sebenarnya, mungkin dia bisa membantu permasalahanku ini.

"Apa?" tanya dia tidak sabar.

Aku pun menarik napas dalam dan mulai menceritakan semua padanya. April diam mendengarkan tanpa menginterupsi sedikit pun. Selesai aku bercerita, dia pun tampak bingung sama sepertiku.

"Kenapa lo ga larang dia pergi?"

"Ga mungkin, Pri. Itu impian dia sejak dulu. Sejak gue kenal Kai, dia selalu bilang bagaimana dia sangat ingin menjadi penyanyi dan penari. Seperti idolanya Usher"

April mendengus pelan. "Kayanya semua orang Korea pengen banget jadi artis ya. Heran gue"

"Ga gitu juga. Tapi sedari kecil, Kai kan emang hidup di lingkungan seperti itu. Tantenya kan koreografer dan mamanya juga dulunya penyanyi. Wajar kalau Kai jadi tertarik akan dunia itu dan gue ga bisa ngehancurin impian dia. Gue ga tega, Pri. Mending gue ikhlasin dia dan mundur teratur"

"Tapi lo kan cewenya. Bahkan dia duluan yang ngajak lo pacaran saat lo aja ga punya perasaan cinta sama dia. Sekarang, setelah dia bikin lo ga bisa hidup tanpa dirinya, dia mau pergi gitu aja? Oho, over my dead body. Gue tidak akan membiarkan dia menyakiti sahabat gue"

"April, gue tahu maksud lo baik. Tapi gue ga mau egois"

"Tapi dia duluan yang egois, Sha. Lo pokoknya harus ngomong sama dia. Jangan bersembunyi kaya gini terus. Jangan sampe nantinya lo menyesal karena tidak melakukan apapun untuk perjuangin cinta lo. Lebih baik menyesal karena lo berbuat sesuatu daripada menyesal karena lo tidak melakukan apapun"

Aku tersenyum mendengar dukungan April yang menggebu-gebu itu. Tapi dia benar, aku harus bicara dengan Kai. Bicara mengenai hubungan kami apabila dia memang mau mengejar impiannya tersebut.

***

"Sesha!" teriak Kai memanggilku dari kejauhan. Dia berlari dengan cepat begitu melihatku. Hari Sabtu ini, aku memutuskan untuk bicara dengan Kai. Aku mengirimkan pesan padanya agar menemuiku di taman tempat favorit kami berdua. Tempat dimana kami selalu menghabiskan waktu merajut kasih selama 3 tahun ini.

Aku tersenyum saat Kai sudah berada dekat denganku, belum sempat aku mengatakan apapun, Kai langsung memelukku dengan erat. Aku bahkan sulit bernapas karenanya.

"Oh God, Sesha. I really miss you" katanya terdengar sangat lega. Aku senang sekaligus sedih mendengarnya. Ternyata dia pun tidak bisa terlalu lama berpisah denganku, lalu bagaimana nanti saat dia akan pindah ke Seoul?

"Aku juga kangen kamu, tapi jangan memelukku seerat ini. Aku tidak bisa napas" kataku susah payah. Kai pun melepaskan pelukannya dan menatapku dengan mata berbinar bahagia.

"Kenapa kamu ngindarin aku sebulan ini? Apa salah aku? Aku sampai tidak konsen melakukan apapun karena kamu mengacuhkanku begitu saja" katanya dengan cepat tanpa mengambil napas sedikit pun.

"Pelan-pelan, Kai. Kamu selalu bernafsu kalau sudah ngomel"

"Well, yeah! Tentu saja. Aku mau tahu apa salahku" katanya menatapku penuh keingintahuan.

"Oke, aku akan mengatakannya tapi kita cari tempat yang enak dulu ya untuk ngobrol?"

Kai pun mengangguk. Dia menggenggam tanganku dan mengajakku ke tempat dimana kami bisa berbicara dengan tenang.

***

"Kenapa kamu berpikir aku akan mengakhiri hubungan kita ini?" tanya Kai heran setelah aku mengatakan semua isi hatiku.

"Kamu akan tinggal di Seoul entah sampai kapan, sedangkan aku tetap di Jakarta. Bagaimana caranya menjalani hubungan seperti itu?"

"Banyak cara untuk berkomunikasi saat ini. Kita bukan lagi hidup di tahun 80an, dimana telepon saja masih sulit. Sudah banyak teknologi yang memudahkan kita tetap berhubungan walaupun kita tinggal berjauhan"

"Kai, aku tidak yakin dengan LDR. Banyak pasangan yang putus karena LDR. Dengan adanya jarak yang memisahkan kita, akan timbul banyak permasalahan nantinya. Kesalahpahaman. Belum lagi rutinitas kita yang berbeda. Aku tahu seperti apa perjuangan yang akan kamu lalui nantinya sebagai trainee. Kamu bahkan tidak akan punya waktu untuk diri kamu sendiri apalagi orang lain"

"Untukmu, aku akan selalu punya waktu. Saat aku menerima tawaran ini, aku tidak pernah berpikir aku harus melepasmu. Banyak memang yang mengorbankan hubungan mereka dengan kekasih agar bisa konsentrasi menjalani pelatihan. Tapi aku tidak akan melakukan itu. Aku bisa seperti ini pun karena dukungan kamu, tanpa kamu, aku ga akan bisa apa-apa, Sha"

Aku menghela napas panjang. Kai tetap ngotot untuk mempertahankan hubungan kami berdua, mau seperti apapun keadaan yang akan kami hadapi nantinya. Aku senang dia tetap memikirkanku tapi tidak akan semudah itu. Aku lihat sendiri bagaimana teman-temanku yang berpacaran berjauhan, padahal masih di Indonesia juga, putus begitu saja karena tidak kuat. Banyak godaan yang akan datang dan juga cobaan lainnya.

Aku bukannya pesimis dengan Kai, tapi aku tidak mau menjadi beban baginya. Kalau dia terus memikirkanku, dia tidak akan pernah bisa fokus dengan impiannya. Aku akan menghambatnya.

"Pokoknya kamu tidak usah berpikir seperti itu. Kita akan baik-baik saja. Aku janji" katanya sambil menggenggam tanganku dan menatapku dengan penuh keyakinan.

Aku pun hanya bisa mengangguk dan tersenyum kecil.

***

Hari berlalu begitu cepat hingga hari kelulusan kami. Di saat aku mengira Kai akan pergi tidak lama setelah upacara kelulusan, ternyata pihak dari SM Entertaintment menunda keberangkatan Kai hingga Desember karena masalah administrasi. Tanggal yang ditetapkan oleh manajemen untuk keberangkatan Kai adalah 25 Desember. Sehari setelah peringatan hari jadi kami berdua. Sepertinya ini pertanda dari Tuhan kalau dia masih memberikan kami kesempatan terakhir untuk merayakannya sebelum dia berangkat ke Seoul.

Kai menyusun banyak rencana untuk memperingati hari jadi kami ke-empat itu. Dia sangat bersemangat melakukannya, untuk membuat kenangan indah bersama denganku sebelum dia pergi. Tapi aku pun sudah memiliki rencana sendiri untuknya. Rencana yang sudah aku pikirkan matang-matang selama beberapa bulan ini.

***

"Kamu senang hari ini?" tanya Kai sambil tersenyum lebar padaku saat kami sedang menyantap makan malam di restoran yang sudah dia pesan jauh-jauh hari untuk kami berdua. Seharian ini kami menghabiskan waktu melakukan berbagai macam.

Menonton, berjalan-jalan ke pantai, makan di pinggir pantai, melihat pertunjukkan musik dan terakhir makan malam di restoran yang sangat terkenal akan keindahan desain dan viewnya ini di Jakarta.

Walaupun badanku terasa sangat lelah, tapi aku sangat menikmati semuanya. Menikmati saat-saat terakhirku dengan Kai. Memuaskan diri bermanja dengannya, bergandengan tangan, berpelukan, berciuman. Menatap setiap lekuk wajahnya agar aku bisa mengingatnya terus.

"Iya, aku senang. Kamu?"

"Banget" katanya dengan cengiran lebar. "Ayo, cepat habiskan makanan kamu. Kita akan ke planetarium untuk melihat bintang malam ini. Aku sudah membeli tiketnya kemarin" katanya dengan semangat.

"Kai" panggilku pelan.

"Ya"

"Kalau kita tidak usah melihat bintang gimana?"

Kai menatapku bingung "Kamu tidak suka?"

"Bukan itu. Aku mau melakukan hal lain" Jantungku berdegup kencang saat ini. Aku takut dia akan menolak ideku untuk melakukan hal lain dibandingkan melihat bintang setelah ini.

"Apa?"

"Aku ingin kamu membawaku ke suatu tempat"

"Kamu mau ngapain?"

"Aku akan jelaskan nanti, setelah kita sampai di sana"

"Oke" kata Kai pada akhirnya. Aku tahu dia pasti sangat penasaran saat ini. Tapi aku belum bisa mengatakannya sekarang. Aku takut dia akan menolak langsung apabila aku mengatakannya di sini. Lebih baik kami sampai di tempat itu terlebih dahulu.

***

"Mau apa kita di sini?" tanya Kai heran bercampur kaget. Kami berada di dalam kamar hotel yang sudah aku pesan beberapa hari lalu. Aku menggunakan tabunganku agar bisa memesan kamar tipe suite ini untuk kami berdua malam ini.

"Kai, ka..kamu tidak mau mandi dulu? Kita sudah seharian di luar" kataku dengan gugup.

Mata Kai melebar menatapku. "Sebenarnya apa rencana kamu? Apa yang mau kamu lakukan?"

Aku menarik napas dalam sebelum mengatakan maksud dan tujuanku saat ini.

"Aku...aku mau kamu menjadikanku milikmu seutuhnya, Kai"

"What?" seru Kai terkejut. "Kamu bercanda kan, Yang?"

Aku menggeleng. "Aku serius. Aku ingin yang pertamaku dengan kamu" kataku dengan suara parau. Aku pasti terdengar sangat murahan saat ini. Mengajak pacarnya duluan untuk berhubungan intim.

"Aku pun begitu. Tapi tidak sekarang. Saat kita sudah menikah nanti" katanya tegas.

Aku tahu prinsip Kai ini. Tiga tahun kami pacaran, Kai tidak pernah melakukan hal yang lebih menjurus selain berciuman. Dia sangat menjagaku selama ini. Dia menghargaiku dan melindungiku. Namun, membayangkan Kai akan berada di lingkungan yang dipenuhi wanita cantik membuatku cemas. Masih bisa kah Kai menahan dirinya seperti saat ini. Aku tidak akan rela apabila hubungan intimnya yang pertama diambil oleh wanita lain. Selain itu, dengan inilah aku bisa setidaknya mengikat dirinya.

"Memangnya kamu ada rencana untuk menikah dengan lelaki lain?" tanyanya dengan menyelidik.

"Tidak. Aku hanya sayang sama kamu"

"Lalu kenapa kamu ingin melakukannya saat ini?? Apa yang sudah merasuki dirimu hingga berpikir hal semacam ini?" katanya dengan nada tinggi. Kenapa Kai tidak mengerti kegelisahanku ini?

"Aku begini karena aku takut kehilangan kamu! Banyak wanita cantik di sana, bagaimana kalau kamu mulai menyukai salah satu dari mereka dan melupakan aku?" kataku emosi. Mataku mulai berkaca membayangkan hal-hal yang kukatakan tadi.

"Kamu pikir aku semudah itu terlena akan kecantikan seorang wanita?"

"Bukan itu! Tapi kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi di masa depan nanti. Kita Cuma bisa menjalani saat sekarang dan aku tidak mau menyesal"

Air mataku mengalir. Rasa sedih dan sakit menjalar di hatiku. Aku takut setengah mati akan kehilangan Kai. Aku bahkan sampai se-desprate ini untuk memastikan dia adalah milikku. Cuma milikku seorang sampai kapan pun.

Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku dan menangis perih. Air mata yang selama ini hanya aku keluarkan di saat aku sendiri akhirnya mengalir dihadapan Kai. Kemudian aku rasakan kedua lengannya merangkul tubuhku. Membawaku ke dekapan hangatnya. Tangannya mengelus punggung dan juga kepalaku dengan penuh kelembutan.

"Kenapa kamu begitu takut kehilangan aku? Kamu tidak percaya pada aku? Pada cinta kita?" katanya sambil mengecup puncak kepalaku. "Aku hanya akan mencintai kamu seumur hidupku. Cuma kamu"

Aku memeluk badannya dengan erat tanpa berniat melepaskannya sama sekali. Air mataku mengalir lebih deras lagi.

"Kalau dengan itu kamu bisa lebih tenang, aku akan melakukannya" katanya pada akhirnya.

Aku melepaskan pelukannya dan menatap ke dalam matanya. Mencari kesungguhan dari ucapannya itu.

"Aku tidak mau membuat kamu cemas dan menangis seperti ini"

"Benarkah?"

"Tapi karena aku pun belum pernah melakukannya, aku mungkin tidak akan bisa memuaskanmu seperti yang kamu harapkan"

"Aku tidak peduli. Selama dengan kamu, aku akan bahagia"

Kai tersenyum dan mengecup bibirku lembut.

"Aku sayang kamu, Kai" kataku lirih

"Aku juga sayang kamu. Sangat sayang"

Kai pun kembali menciumku dan merebahkanku di tempat tidur. Malam ini, kami akan membuat kenangan yang tidak akan pernah kami lupakan seumur hidup kami. Kenangan indah dimana aku menjadi miliknya seutuhnya dan begitupula dirinya, menjadi milikku seutuhnya dan semoga selamanya.

***

Kai POV

Suara alarm dari ponsel Dae-Ho membangunkanku dari tidurku yang bahkan belum ada dua jam sejak aku menutup mata tadi. Tapi karena pagi ini kami punya schedule, mau tidak mau aku harus memaksakan tubuhku untuk bangkit dari tempat tidur. Mataku terasa perih dan badanku seperti habis digebukin saat ini. Menjadi idol, memang lah tidak mudah dan ini semua adalah konsekuensinya.

Tapi aku tidak menyesal, karena impianku pun menjadi kenyataan. Menjadi penyanyi sekaligus penari yang dicintai banyak orang. Bisa tampil dihadapan jutaan orang, membawakan lagu kami sendiri dan menghibur orang banyak. Hampir semua impianku menjadi kenyataan. Hampir.

Aku raih ponsel di atas nakas dan berjalan keluar kamar. Memberku yang lain masih terlelap. Aku memang selalu yang bersiap paling pertama. Karena aku selalu mandi di pagi hari, sehingga aku butuh waktu untuk bersiap lebih lama dibanding yang lain.

Tenggorokanku terasa sangat kering akibat beer yang aku minum tadi malam saat makan. Aku pun mencari air mineral di kulkas dan minum terlebih dahulu sambil duduk di bangku meja makan, menatap ke seluruh penjuru apartemen kami yang cukup berantakan saat ini.

Tiba-tiba ponsel yang ku letakkan di atas meja berbunyi. Aku melirik melihat monitornya yang menyala dan membaca tulisan yang tertera di sana. Rasa sakit itu pun kembali muncul. Sakit dan kecewa yang kucoba kubur dalam-dalam selama ini tapi tetap saja tidak bisa hilang.

Reminder: Tomorrow = Our Anniverssary

Besok adalah peringatan hari jadiku dan Sesha ke-10, seharusnya. Seharusnya kami merayakannya bersama esok hari, seandainya saja dia tidak pergi meninggalkanku begitu saja.

Enam tahun berlalu sejak aku pindah ke Seoul dan selama itu pula Sesha hilang begitu saja dalam hidupku. Terakhir kalinya aku melihat dirinya, saat dia mengantarkan kepergianku di bandara.

Aku masih bisa mengingat jelas wajah sedih dan penuh tangisnya saat dia mengantarku saat itu. Dia bahkan tidak sanggup melepaskan tanganku saat akhirnya aku harus boarding. Dia memelukku begitu erat seperti tidak ingin melepaskanku lagi. Aku kira, dia akan terus menungguku, mendampingiku. Apalagi malam sebelumnya aku sudah mengikatnya dengan sebuah cincin tunangan dan aku pun sudah menjadikannya milikku sepenuhnya.

Tapi ternyata aku harus menerima kenyataan kalau Sesha memilih untuk meninggalkanku. Sesampainya di Seoul, saat aku ingin menghubunginya, ponselnya mati. Aku kira mungkin dia sedang kehabisan batre atau tidur. Tapi keesokan harinya dan keesokannya lagi dan keesokannya lagi, ponselnya tidak lagi pernah hidup. Hingga sekarang.

Aku mencoba mengontaknya menggunakan media lain tetap tidak bisa. Bahkan telepon rumahnya pun mati. Saat aku tanya teman-temanku dan juga sahabatnya, April, tidak ada yang tahu dimana keberadaan Sesha. Dia menghilang begitu saja dari peredaran.

Selama sebulan aku mencarinya setengah mati. Aku bahkan menyuruh adikku yang di Jakarta untuk mencarinya. Tapi yang kudapat adalah kabar kalau rumah Sesha sudah kosong dan tidak ada yang tahu kemana mereka pindah.

Aku hancur. Hatiku sakit sekali. Ternyata alasan sebenarnya kenapa dia memaksa ingin berhubungan intim denganku adalah karena dia memang sudah berencana untuk meninggalkanku sejak awal. Menghilang dari kehidupanku sepenuhnya.

Kenapa dia tega melakukan itu padaku? Aku masih belum bisa mencari alasan dari keputusan Sesha itu. Bukan kah dia tidak bisa hidup tanpa diriku?

Bahkan setelah 6 tahun berlalu, aku masih belum bisa mencintai wanita lain. Aku terus terbayang akan dirinya. Hatiku yang terluka tidak juga bisa sembuh mau bagaimana pun aku mencoba. Sampai kapan kah aku harus merasakan sakit ini?

Setiap tahun di hari jadi kami, aku akan mengasingkan diri dari memberku dan merayakan hari jadi kami dengan pahit. Kenapa aku masih juga mencintaimu, Sesha? Kenapa aku tidak bisa melupakanmu? Padahal kamu sudah meninggalkanku begitu saja. Kenapa?

***

"Yoboseyo"

"Eh, I'm sorry. Is this Kai's number?" tanya seorang perempuan di sebrang,

"Yeah, who is this?"

"Kai, ini aku April"

"Ada apa, Pri? Sudah lama kita tidak berbicara. Apa kabar lo?"

"Baik. Lo sendiri?"

"Not bad"

"Capek banget ya jadi idola?"

"Lumayan"

"Eng, gini sebenarnya Kai. Ada sesuatu yang mau gue sampein. Lo sibuk?"

Aku merasa apa yang akan disampaikan April ini pasti ada hubungannya dengan Sesha. Kulihat jam di tanganku. Masih ada waktu sejam lagi sebelum acara live show hari ini di mulai. Aku sudah siap sejak tadi dan saat ini hanya duduk di ruang tunggu bersama memberku sambil bermain games.

Aku pun berjalan keluar ruangan, mencari tempat yang lebih sepi untuk berbicara dengan April. Akhirnya aku pun berakhir di tangga darurat gedung ini.

"Oke, udah lebih sepi sekarang. Ada apa?"

"Ini soal Sesha" katanya ragu. Jantungku berdegup dengan kencang. Apakah Sesha sudah muncul kembali setelah menghilang selama ini? "Setelah sekian lama akhirnya gue tahu kemana dia pergi, Kai"

"Ya" kataku pelan. Aku menunggu lanjutan dari ucapannya dengan tidak sabar.

"Tapi lo harus kuatkan hati lo ya, Kai"

Hatiku langsung mencelos mendengarnya. Apa ini? Apakah Sesha sudah menemukan lelaki lain? Atau jangan-jangan dia sudah menikah? Degup jantungku semakin tidak karuan.

"Langsung aja, Pri. Lo buat gue nervous"

"Sorry, gue Cuma pengen lo siapin diri aja"

"Gue sudah siap, sangat siap" kataku mantap padahal dalam hati aku tidak yakin apakah aku benar-benar sudah siap mendengar kenyataan pahit mengenai Sesha saat ini.

"Jadi setelah mengantar lo ke bandara itu..."

"Just spill it!" seruku tidak sabar karena April kembali terdiam.

"Sesha mengalami kecelakaan, Kai"

Rasanya seperti dihantam batu besar saat ini. Sesha kecelakaan? Kenapa tidak ada yang tahu? Perasaanku semakin tidak enak.

"Dia sempat koma di rumah sakit"

"Lalu? Dia siuman kan? Please, lo bilang kalau dia tidak apa-apa! Dia kembali sehat seperti dulu dan menemukan lelaki lain. Gue mohon, Pri" kataku mulai emosi.

"Setelah koma kurang lebih setengah tahun, Sesha akhirnya meninggal dunia" kata April lirih.

Napasku rasanya langsung berhenti begitu saja mendengarnya. Meninggal? Hal terakhir yang aku pikirkan mengenai hilangnya Sesha. Ini bohong kan? Tidak mungkin Sesha-ku meninggal. Tidak mungkin.

Air mataku pun mengalir dari kedua mataku. Setengah mati aku menahan isakan tangisku agar April tidak bisa mendengarnya.

"Kai" panggil April

"Ya" jawabku dengan suara serak.

"Maaf ya, gue pun baru tahu ini dari teman gue yang kebetulan satu rumah sakit dengan Sesha saat itu. Dia bilang Sesha sama sekali tidak pernah siuman sebelum dia meninggal. Keluarganya putus asa dan akhirnya ikhlas melepaskan Sesha. Setelah itu, keluarganya pun pindah karena tidak sanggup tinggal di kota dimana Sesha menghembuskan napasnya terakhir"

Air mataku semakin deras mengalir. Apa yang dia pikirkan saat terakhir kalinya dia sadar? Apa dia mengingatku? Ataukah dia menangis karena kepergianku? Aku merasa sangat bersalah. Seandainya aku tidak pergi, dia pasti tidak akan mengalami kecelakaan dan meninggal. Seharusnya aku menjaganya.

"Seperti apa dia saat menghembuskan napasnya yang terakhir? Apakah dia tersenyum? Atau dia sedih? Pri, apa yang dirasakan Sesha saat itu?"

"Gue yakin dia pasti sedang memikirkan lo. Tapi gue ga tahu apakah dia tersenyum ataukah bersedih. Karena...kata teman gue, wajahnya hancur sampai sulit dikenali. Selama dia koma, wajahnya selalu terbungkus perban"

Ponsel ditanganku pun terjatuh ke lantai. Aku sudah tidak sanggup lagi mendengar kenyataan pahit mengenai Sesha tersebut. Hatiku yang selama ini sakit terasa makin sakit. Perasaan bersalah menggerogotiku. Saat ini aku malah berharap, lebih baik Sesha meninggalkanku untuk bersama orang lain daripada meninggalkannya untuk selamanya dengan tragis seperti itu. Seandainya aku bisa mengulang waktu, aku tidak akan pernah mencoba audisi di SM Entertainment. Saat ini aku menyesali keputusanku dulu.

Seandainya saja aku tetap bersama dengan Sesha. Seandainya saja aku menyerah dengan impianku menjadi penyanyi. Seandainya saja...

***

Kuletakkan cupcake kecil yang masih ada di dalam box di sebelahku. Aku mengetatkan jaketku dan merapatkan restletingnya hingga leher. Udara malam ini sangat lah dingin. Tentu saja, karena sekarang adalah bulan Desember. Ku lihat di seluruh penjuru taman yang cukup ramai malam ini. Aku menurunkan ujung topiku lebih rendah untuk menutupi wajahku. Aku tidak ingin ada yang menyadari kehadiranku di sini.

Kenapa aku di taman di malam hari saat orang-orang merayakan Christmast Eve? Karena hari ini adalah hari jadiku dan Sesha yang ke-11. Walaupun sudah setahun sejak aku mengetahui kenyataan bahwa Sesha telah meninggal, aku tetap merayakan hari jadi kami ini di taman. Taman ini mengingatkanku akan taman yang menjadi tempat favorit kami dulu berkencan di Jakarta. Walaupun taman ini jauh lebih indah dibandingkan taman kami dulu. Tapi kemiripannya membuatku teringat akan kenangan indah kami dulu.

Setahun berlalu aku pun mulai bisa menerima kematian Sesha dengan lebih baik. Aku ikhlas. Aku terus mendoakannya setiap saat. Berharap agar dia bahagia dan tenang di sana. Aku pun perlahan mencoba kembali maju ke depan setelah selama 7 tahun ini, berhenti di tempat.

Sesha akan selalu menjadi wanita no 1 di hatiku. Kenangan akan dirinya tidak akan pernah sirna. Tapi aku pun perlahan membuka hatiku untuk mencoba mencintai wanita lain. Memang saat ini aku belum menemukannya tapi aku harap pada saat orang itu muncul, aku bisa belajar mencintainya.

Aku buka tutup kotak cupcake yang kubeli. Cupcake dengan icing strawberry dan sprinkle, kesukaan Sesha sejak dulu. Kutusukkan sebuah lilin kecil di tengahnya dan menghidupkannya dengan pematik. Untung malam ini angin tidak kencang, sehingga api lilin tidak mudah mati.

"Sayang, happy anniversary ke-11 ya. Semoga kamu bahagia di sana. Aku akan selalu mencintai kamu sampai kapanpun. You're my number 1" bisikku sambil melihat ke langit yang dipenuhi dengan bintang. Aku meniup api lilin hingga mati.

"I love you, Princessa Mariana"

Seperti di film, tiba-tiba terdengar alunan piano dari toko musik terdekat. Aku tahu lagu ini, Miracle in December. Salah satu lagu hits dari idol group seniorku, EXO. Lagu yang entah kenapa, sangat pas dengan kondisiku saat ini. Aku memejamkan mataku meresapi setiap liriknya yang indah.

I try to find you, who I can't see

I try to hear you, who I can't hear

Then I started to see things I couldn't see, hear things I couldn't hear

Because after you left, I received a power I didn't have before

The selfish me, who always knew only myself

The heartless me, who didn't even know your heart

Even I can't believe that I changed like this

Your love keeps moving me

The one thing I can't do is bring you to me

I wish I didn't have this useless power anymore

I stop time and go back to you

I open your page in my book of memories

I am there inside, I am with you

I didn't know how thankful your love was

I thought it would stop once it ended

But every day, I'm fixing myself to want you

I think my love will endlessly continue

Lagu itu pun selesai dengan indah. Kenapa bisa ada lagu yang begitu menggambarkan isi hatiku saat ini? Tidak terasa air mataku mengalir dari kedua ujung mataku. Saat itu lah aku mendengar suara yang telah lama hilang dalam hidupku. Suara yang dulu selalu membuatku tergila-gila.

"Kai"

Sebegitu besarnya kah harapanku untuk bertemu dengan Sesha lagi, sampai aku berkhayal mendengar suaranya? Bukan kah aku sudah ikhlas? Kenapa aku masih terus berharap?

"Kai"

Aku pun membuka mataku. Mataku mengejap sebentar menyesuaikan dengan lampu taman yang terang. Saat aku bisa melihat dengan jelas, sosok itu berdiri dengan tegak di hadapanku. Kepalaku menengadah menatap wajahnya. Wajah yang sedikit berubah, tapi aku tahu kalau itu adalah wajah dari wanita yang aku cintai itu. Aku berdiri perlahan dengan mata terus menatap sosok di hadapanku. Aku bahkan tidak berkedip karena takut sosok ini menghilang kembali.

Aku mengulurkan tangan mencoba menyentuh pipinya, memastikan apakah aku hanya bermimpi atau tidak. Saat aku menyentuh pipi itu dan merasakan langsung sosok di depanku nyata, aku kembali mengeluarkan air mata.

"Sesha?"

"Masih boleh kah aku bersamamu?" tanyanya dengan lirih. "Masih pantas kah aku mendampingi kamu?"

Aku tidak menjawab pertanyaannya itu dengan ucapan, melainkan dengan ciuman lembut di bibirnya. Bibirnya yang sangat aku rindukan. Aku merasakan air matanya mengalir dan kedua tangannya memelukku erat. Akhirnya dia kembali, Sesha kembali kepelukanku.

Apakah ini suatu keajaiban? Tuhan mengembalikannya padaku dan kali ini aku berjanji, aku tidak akan melepasnya lagi. Akan aku jaga dia dan tidak akan aku biarkan dia menghilang untuk kedua kalinya. Tidak akan lagi.

"Jangan pergi lagi, Sayang" bisikku di telinganya saat kami berpelukan erat.

"Iya"

"Just stay with me forever"

----

Endingnya kurang greget? Mohon dimaklumi

Kai di sini bukan lah Kai alias Kim Jongin EXO

Saya kebetulan aja suka dengan nama Kai, makanya saya gunakan nama itu kali ini

Thanks for reading

Kecup sayang dari ane

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 147K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
2.3M 34.6K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
87.9K 10K 17
Kupikir menjalani hubungan dengan seorang idol seperti Chanyeol akan semudah seperti apa yang biasa terjadi dalam novel-novel ataupun film-film terke...
30.4M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...