LOTS OF LOVE | BTS SUGA ✔

Por 97JKHYUN

151K 15.1K 1.3K

[COMPLETED] [SEGERA DIREVISI] Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Baek Arin membuat dirinya terjebak di dalam... Más

Accident
First : Stupid Decision
Second : Spoiled Snail
Third : His Cousin
Fourth : My Mother
Fifth : Wet and Night
Sixth : Barbarian Girl?
Seventh : Everyday With You
Eighth : Pitiable Problem
Nineth : Sleeping Handsome
Tenth : Slowly, Little by Little
Eleventh : Stay With Me
Thirteenth : Lotte World
Fourteenth : Rock-Scissor-Paper
Fifteenth : I am You, You are Me
#16 : Confession Day
#17 : Closer : One Step Two Steps
#18 : Dream Catcher
#19 : Closer : Shooting Love
#20 : Jeon Jung(baby)kook
#21 : Closer : Cheer Up!
#22 : Draw a Love
#23 : Closer : Big Liar
#24 : I Need U
Twenty Five : Difficult Choice
Twenty Six : Between Mind and Heart
Twenty Seven : The Choices
Twenty Eight : God's Menu [FIN]

Twelfth : Cockroach Baby

5K 540 35
Por 97JKHYUN

Arin duduk menopang dagu, seolah tidak pernah lelah memperhatikan Min Yoongi yang sedang asyik melahap makanan setelah gipsnya diganti dengan yang baru. Beberapa menit yang lalu, Arin histeris dan heboh sendiri ketika gips Yoongi berubah warna menjadi merah darah.

"Kau tidak apa?" tanya Arin, memastikan.

Yoongi menghela napas panjang sambil terus mengunyah.

"Ini sudah kelima kalinya kau bertanya hal yang sama."

Arin berdeham kecil mendengar hal tersebut, menyadari dirinya begitu khawatir pada kondisi Yoongi. Dengan rutukkan yang ia tujukan kepada diri sendiri, Arin menundukkan kepala.

"Cepat makan," titah Yoongi, membuat Arin mengangkat wajah.

Pandangan gadis itu beralih pada makanan hangat yang selesai ia masak beberapa menit yang lalu. Diiringi dengan helaan napas, Arin mengambil sumpit besinya, kemudian mulai memakan makanan rumahan tersebut.

"Hei, aku minta maaf," ujar gadis itu.

Yoongi mendengus tak suka, kemudian memukul kepala Arin dengan sendok sehingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Aw!"

"Aku bosan mendengar kata maaf," ujar Yoongi, sarkastis.

Arin hanya mengerucutkan bibir sambil mengusap kepalanya yang berdenyut nyeri.

"Aku janji takkan membahas tentang Jimin lagi di hadapanmu."

Yoongi terkekeh mendengarnya.

"Kenapa? Kau takut aku marah?"

Arin mengangguk polos. Ia sadar bahwa bertengkar tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan membuatnya tambah runyam. Arin sudah bertekad untuk menghindari segala hal yang tidak Yoongi sukai demi kedamaian mereka berdua.

"Itu bagus, jadi aku tidak akan kesal lagi."

Yoongi kembali melanjutkan aktivitasnya untuk makan, sementara Arin masih terus berdiam memikirkan sesuatu. Gadis itu hanya menggigit ujung sendok sembari menatap kosong pada mangkuk nasinya. Pikirannya berkecamuk memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya kepada Min Yoongi yang kaki kanannya patah.

"Em, Min ...," panggil Arin.

"Hm?"

Arin berdeham kecil, kemudian membasahi bibirnya yang kering. Tenggorokannya juga mendadak terasa kering sehingga ia kesulitan untuk mengeluarkan kata-kata.

"Itu ... hmm ...."

"Apa?" tanya Yoongi dengan benar, penasaran.

Arin melirik sekilas pada Yoongi yang sedang menatapnya penuh minat.

"Itu ... apa kaki yang patah bisa disembuhkan?"

Yoongi tersedak ludahnya sendiri mendengar hal tersebut. Pria itu mengulum bibir, mencegah dirinya sendiri untuk tidak tertawa terpingkal setelah mendengar pertanyaan bodoh yang Arin tanyakan.

"Bisa. Tapi waktunya tidak singkat."

Arin mengangguk mengerti seperti orang bodoh. Kembali, gadis itu termenung menggigit sendok, memikirkan hal lain yang membuat isi kepalanya seolah penuh dengan berbagai macam dugaan negatif.

"Ngomong-ngomong, kau tidak berpikir untuk mengikuti turnamen, 'kan?" tanya Arin, hati-hati.

Yoongi menghentikan gerakan tangannya, menatap kosong pada mangkuk nasi, membuat Arin gugup sekali, takut menyinggung dan membuat Yoongi marah lagi.

"Aku tidak memikirkannya. Tapi, tadi sore ... aku mulai berpikir lebih dari dua kali untuk berusaha sembuh."

"Dan mengikuti turnamen itu."

Tubuh Arin mendadak menegang mendengarnya. Sementara Yoongi mulai tersenyum entah kepada siapa, kepada mangkuk nasi yang sedang ditatapnya, mungkin?

"Itu ide gila, 'kan? Aku tidak mungkin sembuh saat turnamen."

Itu kata-kata patah semangat. Arin mengerutkan kening ketika senyuman Yoongi terlihat hambar sekali, seolah dipaksakan. Hatinya kembali teriris melihat Yoongi yang seperti ini, Yoongi yang tidak memiliki semangat.

"Aku hanya bercanda, aku tidak memiliki niat apa pun untuk ikut," ujar Yoongi, menunduk memainkan nasi dengan sumpitnya.

Arin menghela napas panjang, kemudian menaruh sumpit di samping mangkuknya.

"Mari lakukan."

Yoongi terkejut mendengarnya. Dengan cepat, pria itu mengangkat kepala dan mendapati raut wajah ceria penuh semangat milik Baek Arin.

"Ayo kita buat kakimu sembuh lebih cepat."

"Tidak mungkin," ujar Yoongi, meremehkan sambil mendengus mengibaskan tangan di udara.

Arin mengerucutkan bibir dengan kening yang mengkerut sebal.

"Aku sungguh-sungguh!"

"Aku akan membantumu semampuku! Aku akan merawatmu lebih baik lagi! Dan kau akan bisa sembuh lebih cepat!"

*×*

Yoongi membuka pintu kamar Arin yang tidak dikunci dengan perlahan, takut membangunkan Arin. Dengan langkah pelan pula, Yoongi berjalan dengan kruknya dan berhenti tepat di samping ranjang Arin.

"Seharusnya aku yang minta maaf," gumam Yoongi, kemudian berjongkok.

Pria itu tersenyum menatap wajah tenang Arin yang sangat cantik. Pelan-pelan, tangan Yoongi terulur untuk mengusap pipi seputih kapas itu dengan lembut.

"Seharusnya aku tidak melibatkanmu dalam masalahku. Seharusnya aku tidak membuatmu berada di sisiku. Aku sangat menyesal," gumam Yoongi, seolah sedang berbicara kepada Arin.

Sekali lagi, Yoongi mengusap pipi putih itu. Wajahnya perlahan mendekat dan mendekat. Sampi akhirnya, bibir Yoongi mengecup lembut pipi merah muda tersebut.

"Tapi, aku senang kau bersamaku."

Kepala Yoongi terangkat perlahan. Setalahnya, bibir Yoongi beralih mengecup kening Arin yang tertutupi poni dengan lembut.

"Aku benar-benar bersyukur."

*×*

Arin bangun dengan wajah yang memerah, entah mengapa, tapi ia juga tidak tahu mengapa wajahnya jadi terasa panas seperti ini.

"Ah, kenapa ini?"

Arin mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah, menggerutu seperti orang gila di hadapan cermin kamar mandi.

"Aish, lupakan," gumamnya.

Arin mulai melepaskan pakaian atasnya.

"Hei, apa kau punya-"

Arin memekik cukup kencang ketika pintu kamar mandi terbuka, menampilkan wajah polos Min Yoongi yang baru saja hendak melangkah masuk, namun terhenti ketika menyadari bahwa Arin sedang melepaskan pakaian.

"YAK! APA YANG KAULAKUKAN?! DASAR MESUM! KELUAR! YAK!"

Arin menutupi tubuh atasnya yang baru saja terlepas dari piyama itu dengan handuk putih. Setelahnya, Arin mengambil benda apa saja yang ada di sampingnya, kemudian melemparkannya secara asal guna mengusir Min Yoongi yang baru saja mengintip.

"Augh. Oh ... maaf."

Pintu kamar mandi tertutup dengan damai namun kedua mata Arin masih saja melotot marah. Gadis itu memgerang frustasi sambil berjongkok, menyembunyikan tubuh di balik lutut. Kedua irisnya bergerak gelisah.

"Apa si pria gila itu sempat melihat sesuatu?"

Arin menggigit bibirnya dengan gelisah.

"Aish! Akan kubunuh dia nanti."

*×*

Yoongi duduk melipat dada menghadap meja makan, sedang melamun memikirkan sesuatu. Pria itu mengingat kejadian satu jam lalu di kamar mandi Arin. Bukannya ia tidak mau mengetuk pintu, tapi ia kira Baek Arin sedang mencuci wajah, bukannya mandi.

Jadi, karena itulah ia masuk tanpa permisi.

"Aish, seharusnya aku mengetuk pintu tadi," gumamnya, merasa menyesal.

Kedua irisnya beralih menatap punggung Arin yang terlihat sibuk sekali bermain dengan alat-alat memasak. Mendadak, tenggorokan Yoongi terasa kering, maka dari itu ia mulai berdeham kecil sambil menyentuh tenggorokan.

"Dia pasti akan mengacuhkanku seharian," gumam Yoongi.

Pria itu sedikit tersentak dengan gerakan kecil Arin yang sedang berbalik dan meletakkan beberapa makanan yang sudah matang di atas meja. Yoongi menelan ludahnya dengan kasar begitu kedua matanya bertatapan langsung dengan mata jernih Arin.

"Apa lihat-lihat?!" sentak Arin, mengerutkan kening dengan kesal kemudian kembali ke dapur untuk melepaskan celemek.

Yoongi berdeham kecil, memperbaiki posisi duduknya sebelum mengambil sumpit.

"Aku tidak sengaja tadi," ujar Yoongi, tepat setelah Arin duduk.

Yoongi mendapatkan tatapan tajam dari Arin, membuat pria itu meyakini suatu hal bahwa nanti malam ia harus makan ramyun karena kemingkinan besar Arin tidak akan mau memasak untuknya.

"Apa kau ... melihat sesuatu?!" sentak Arin.

Yoongi berdeham kecil, kemudian menggeleng tidak berdosa.

"Kalau kau melakukan hal itu lagi ...," Arin menggantungkan ucapan, menatap tajam pada Yoongi sambil meremas sumpitnya kuat-kuat.

" ... kau akan tamat!" ancam Arin, membuat gerakan seperti menyayat ala pisau di depan lehernya.

Yoongi mendengus, kemudian mengangguk pelan.

*×*

Yoongi menyandarkan punggung di sandaran kursi setelah lelah memperhatikan Kwang-ssaem yang tengah berceloteh dengan rumus-rumus listrik di depan kelas.

Pria itu melipat tangan di dada, menghela napas panjang sambil melirik ke luar jendela. Sama seperti Arin, tempat duduk Yoongi berada di samping jendela. Dan Yoongi duduk sendirian, mengasingkan diri di bangku paling belakang.

Tiba-tiba, perkataan Kogyeol tadi pagi berhasil membuat Yoongi bernostalgia mengingat masa lalu.

'Kau tahu, aku itu penggemar beratmu. Saat melihat kau melompat dan memasukkan bola ke dalam ring dengan seluruh perasaanmu, di situlah aku menemukan sebuah ketertarikan kepada basket.'

'Aku ingin seperti dirimu, yang bermain basket dengan perasaan dan tidak terlalu terobsesi dengan kemenangan.'

'Aku benar-benar mengharapkan kau yang dulu, yang memberikan banyak contoh dan motivasi kepada orang lain.'

Yoongi tersentak ketika mendengar dehaman keras dari Kwang-ssaem yang setelah disadari kini melirik tepat kepada Yoongi.

"Sedang memikirkan apa, Min Yoongi?"

Yoongi menggeleng sambil menurunkan tangan.

"Tidak, ssaem."

*×*

Yoongi menangkap satu kaleng cola yang baru saja Arin lemparkan kepadanya. Dengan tanpa raut wajah apapun, Yoongi berjalan mendekati Arin yang sedang menyandarkan punggung pada mesin minuman kaleng sambil menenggak cola.

"Tadi aku bertemu dengan Jimin, jika kau ingin tahu," ujar Arin.

Yoongi membuka penutup kaleng, kemudian mulai menenggaknya.

"Aku tidak bertanya," jawab Yoongi dengan ketus.

"Aku terpeleset saat hendak masuk ke kelas."

"Aku tidak ingin tahu," balas Yoongi, tak kalah ketus dari sebelumnya.

Arin kembali menenggak cola, kali ini dengan satu tangan yang terlipat rapi di dada. Gadis itu menghela napas. Tatapannya tidak berubah, ia masih menatap Yoongi dengan tatapan hangat meskipun Yoongi dengan jelas menolak mentah-mentah informasi yang Arin berikan.

"Aku menemukan kecoa di dalam lokerku."

"Bisa kau hentikan? Itu urusanmu dan aku tidak perlu tahu."

"Aku mengganti pakaianku karena basah."

Yoongi mengerutkan kening, lama-kelamaan merasa sebal juga dengan sikap Arin yang menyebalkan.

"Bukuku berisi banyak tinta merah."

"Baek Arin."

"Ada yang menjambak rambutku dengan sengaja hari ini."

"Baek Arin ...."

"Aku menemukan pakaian olahragaku basah di kamar mandi."

Mengapa Arin menceritakan hal itu kepada Yoongi? Pria itu benar-benar tidak tahu menahu mengenai maksud tersembunyi yang Arin selipkan di dalam seluruh perkataannya barusan.

"Hm, lupakan saja. Kau mau makan siang, 'kan?" tawar Arin.

Kedua kaki gadis itu berjalan perlahan menuju ke sebuah tempat sampah yang disediakan di sebelah mesin. Arin membuang kaleng cola yang sudah kosong itu ke dalamnya.

"Ayo," ajak Arin.

Setelah beberapa kali mencoba mencerna kembali perkataan Arin, Yoongi menyadari sesuatu, sesuatu yang sangat janggal.

Arin tersenyum, kemudian berbalik. Ia hendak berjalan lebih dahulu namun terhenti ketika tangannya ditarik dan tubuhnya dibenturkan kembali ke permukaan mesin minuman kaleng dengan keras. Arin mendongak, menatap Min Yoongi yang sedang menunduk untuk menatapnya.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Yoongi, dingin.

Arin meneguk ludahnya sendiri ketika mendapati tatapan Yoongi yang berubah tajam. Aura di sekitarnya juga mulai berubah dan membuat Arin merasa tidak nyaman.

"I-itu ...."

Arin menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan rasa gugup, namun gagal ketika Yoongi mencengkeram tangannya dengan lebih kuat.

"Katakan!" desak Yoongi.

Arin mendesah kecil, kemudian menunduk menatap sepatunya sendiri.

"Aku tidak tahu."

"Semuanya terjadi begitu saja. Aku tidak tahu," ulang Arin sembari menambahkan beberapa kata.

Yoongi mendengus, mendadak kesal kepada dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga Arin dengan baik.

"Sebelumnya aku tidak pernah diperlakukan seperti ini."

"Itu karena kau bersamaku," ujar Yoongi tajam.

Arin mendongak, menatap Min Yoongi yang masih menatapnya dengan tatapan tajam. Mereka berdua saling bertatapan, seolah berharap dapat mengirim sinyal dari perasaan mereka masing-masing.

"Itu resiko yang akan kauterima jika kau terus berada di sampingku," ulang Yoongi.

Dengan perlahan, tangan Yoongi terangkat untuk menyentuh pipi kanan Arin. Yoongi lantas tersenyum lembut, seolah berusaha meyakinkan gadis itu bahwa mulai saat ini ia akan melindunginya.

"HAKSAENG! APA YANG KALIAN LAKUKAN?! AH! AKU MENGENAL KALIAN!"

"BAEK ARIN DAN MIN YOONGI! BERSIHKAN GUDANG SEPULANG SEKOLAH!"

"Astaga, anak muda jaman sekarang. Sudah berani pacaran di sekolah, astaga, ya ampun ...."

*×*

Arin mendengus, meniup poninya dengan kasar ketika dirinya sampai di hadapan sebuah pintu yang terlihat usang sekali. Raut wajah sama juga ditunjukan oleh Min Yoongi yang berada tepat di samping gadis itu.

"Ini semua karena dirimu!" tuduh Arin, menoleh sengit.

Yoongi mendengus, keningnya mengkerut samar karena tidak terima mendapat tuduhan.

"Aku? Kenapa jadi aku?! Kau penyebabnya!"

Mereka berdua saling melemparkan tatapan tajam.

"Kau!"

"Kau!"

"Kau!"

"Kau!"

"Aish!"

Arin mendengus, kembali menatap lurus kepada pintu usang di depannya. Sambil meneguk ludahnya dengan kasar, Arin meraih knop pintu kemudian menariknya, menampilkan tampilan dalam gudang yang begitu berantakan dengan banyak debu dan sarang laba-laba.

"Astaga ...."

Arin tidak bisa mengatupkan mulut begitu melihat isi gudang.

"Ini, bersihkan."

Arin menoleh ketika melihat sebuah kain yang disodorkan oleh Yoongi. Dengan wajah cemberut, Arin mengambil kain lap itu dari tangan Yoongi.

Sementara itu, Yoongi sudah mempersiapkan diri dengan memakai masker hitam. Dengan sapu panjang yang akan ia gunakan untuk membersihkan sarang laba-laba yang banyak sekali.

"Augh ...."

Arin terbatuk ketika memasuki gudang. Sambil menjepit hidung dengan kedua jarinya, Arin mulai membersihkan kotak-kotak yang penuh debu itu dengan kain lap yang ia genggam. Setelahnya, Arin menempatkan kotak kardus tak terpakai itu dengan rapi di sudut gudang.

"Ini kotor sekali! Banyak nyamuk!" keluh Arin, menggaruk tangannya yang terasa gatal sehabis digigit nyamuk.

Sementara itu, Yoongi melepaskan salah satu kruknya untuk dapat membersihkan sarang laba-laba yang ada dengan mudah. Berkali-kali ia terbatuk begitu Arin mengempaskan kardus dengan kasar, membuat debunya berterbangan lagi.

"Yak! Letakkan dengan benar!" titah Yoongi geram, membuat Arin mencibir tanpa suara.

Mereka kembali membersihkan gudang itu dengan segala kegaduhan dan teriakan karena banyak makhluk-makhluk asing yang Arin waspadai.

"Astaga! Laba-laba!"

Arin berjingkat kaget sambil melompat-lompat tidak jelas ketika tangannya bersentuhan dengan tubuh laba-laba yang ukurannya besar sekali.

"Laba-laba raksasa! Itu! Moster!"

Arin berteriak histeris sambil menyembunyikan diri di balik punggung Yoongi. Sedangkan pria itu hanya menghela napas, kemudian menginjak laba-laba yang mencoba kabur itu dengan keras tanpa rasa belas kasihan.

"Yak! Kenapa kau membunuhnya?!" teriak Arin.

Yoongi mendengus, mendadak kesal dengan tingkah konyol Arin.

"Kau berteriak takut saat melihat laba-laba kecil ini, jadi aku menginjaknya agar kau berhenti berteriak! Itu membuat telingaku sakit!"

Arin mendengus kesal, kemudian melipat tangan di dada.

"Kecil? Buka matamu, bodoh! Laba-labanya besar sekali! Matamu benar-benar sipit, jadi tidak bisa lihat!"

"Bagaimana denganmu? Kau bahkan tidak punya bola mata yang besar!" balas Yoongi.

Sesama bermata sipit seharusnya tidak saling mengejek.

"Lagipula, kau juga takut kecoa! Di sini banyak kecoa dan aku bisa saja membawanya ke hadapan wajahmu!"

Mendadak, Yoongi bungkam. Pria itu melipat tangan di dada sambil berpikir, bagaimana cara untuk memenangkan adu argumen yang sering ia lakukan dengan Arin.

"Siapa bilang aku takut?!" balas Yoongi, mengelak.

Arin menyeringai. Kepala gadis itu mulai menunduk, menjelajahi lantai, berharap menemukan bayi kecoa yang menggemaskan untuk membuat Yoongi lari terbirit-birit di dalam gudang.

"Ah, dapat!"

Arin berlari menuju ke sudut gudang, dimana terdapat sebuah kecoa berukuran sedang. Arin menjepit antena kecoa itu, membuat tubuh Yoongi menegang takut.

Melihat perubahan raut wajah Yoongi mau tak mau harus membuat Arin menyeringai jahat.

"This is your cockroach baby, Min Yoongi."

Tanpa sadar, Yoongi melangkah mundur, membuat Arin tertawa jahat, bak ibu tiri Cinderella yang sedang memegang pisau tajam untuk kembali menyiksa Cinderella.

"Kemarilah, Min Yoongi ...."

"YAK! JAUHKAN ITU DARIKU!"

Mereka saling berlari di dalam gudang yang sedikit besar itu. Yoongi kesulitan berlari karena kakinya digips dan ia hanya memakai satu kruk. Sedangkan Baek Arin malah terus tertawa jahat tanpa mempedulikan kondisi Yoongi.

"TUNGGU! TUNGGU! AKU MENYERAH!"

Yoongi berbalik dan mendapati Arin sedang melipat dada dengan kecoa yang meronta minta dilepas di tangannya. Gadis itu masih menyeringai bak nenek sihir. Ia mulai berjalan perlahan mendekati Yoongi.

"Baiklah kalau itu mau- AKH!"

Arin memekik kencang ketika tubuhnya kehilangan keseimbangan karena menginjak tali sepatunya sendiri. Otomatis, kecoa yang ia genggam terlepas entah ke mana, dan tubuh gadis itu menimpa tubuh Yoongi yang berada di hadapannya.

Kedua mata Yoongi berubah gelisah begitu merasa bahwa bibir Arin menekan bibirnya yang tertutup masker hitam dengan cukup kuat karena baru saja terjatuh.

Sadar bahwa ia melakukan ciuman tidak langsung bersama dengan Yoongi, Arin segera melepaskan diri dan menatap kaget pada Yoongi.

"Ak-aku ... tidak sengaja!"

Arin berkata gugup sambil berdiri, meninggalkan Yoongi yang masih berbaring dengan tatapan kosong. Setelahnya, Arin tidak bisa tenang dan kepalanya terus bergerak gelisah menantikan reaksi Yoongi.

Pria itu mulai bangkit berdiri dengan kruk, menatap tajam pada sosok gadis yang sedang memalingkan wajah dari wajahnya tersebut. Tapi, setelah cukup lama menatap Arin yang tak kunjung menatapnya, Yoongi mendengus.

"Sialan," umpat pria itu.

Mendengar dengusan dan umpatan Yoongi rupanya berhasil membuat Arin menoleh dengan raut wajah terkejut. Walaupun hanya beberapa detik, tapi Yoongi mengamati wajah Arin yang berubah merah. Dengan gerakan cepat, Yoongi melepas kasar masker hitam yang menutupi mulutnya.

"Kau yang membuatku melakukan ini," ujar Yoongi, tajam dan dingin.

Setelahnya, Yoongi mendorong pundak Arin dengan keras sampai punggung gadis itu membentur dinding. Dengan gerakan cepat, Yoongi melangkah dan meraih wajah Arin agar mendongak menatapnya.

Tubuh Arin menegang luar biasa ketika bibir Yoongi menekan bibirnya cukup lama. Arin meneguk ludah dengan kasar karena mendadak kedua kakinya terasa lemas. Dadanya bergemuruh panas merasakan kelembutan bibir Yoongi.

Setelah sepuluh detik menahan diri, akhirnya Yoongi mulai menggerakkan bibir, menyapu bibir yang sering berbicara sesuka hatinya itu, melumat bibir yang sering mengucapkan umpatan kasar tersebut, dan menghisap bibir kecil yang cerewet itu dengan lembut.

Kedua mata Arin mengerjap merasakan kelembutan bibir Yoongi, memperhatikan kedua mata Yoongi yang tertutup damai sedangkan bibirnya terus membuat pergerakan yang membuat Arin ingin menenggelamkan diri di sungai Han.

'Dia seorang pria, tapi kenapa bisa bibirnya selembut ini?' batin Arin menerka-nerka.

Kedua mata Arin tertutup perlahan. Tangan-tangan kecilnya berpindah meremas kerah seragam Yoongi dengan kuat, menikmati sensasi menggelikan ketika ia dan Yoongi saling berpagutan mesra di dalam gudang yang remang.

*×*

Yoongi duduk melipat dada di halte. Dadanya bergemuruh panas mengingat ciuman tadi. Begitu menggairahkan. Begitu memabukkan. Membuat Yoongi tidak bisa menghilangkan rasa cherry bibir Arin dari fantasinya.

"Ini."

Arin menyodorkan sebuah ice cream cone yang ia beli dari pedagang ice cream keliling yang tak sengaja melintas.

"Hm."

Hanya gumaman kecil yang Yoongi jadikan sebagai respon atas ucapan Arin. Setelah Yoongi mengambil alih ice cream cone vanilla itu dari tangannya, Arin mendudukkan diri di samping Yoongi. Ia merasa gugup, maka dari itu ia sedikit menjaga jarak.

"Untuk yang tadi ... maaf," ungkap Yoongi dengan pelan, hampir terdengar seperti bisikan.

Mendadak, Arin berhenti menjilat ice cream cone nya. Gadis itu meneguk ludah dengan kasar. Pandangannya turun menuju sepatunya yang sedang ia ayun-ayunkan perlahan.

"Itu karena hormon," lanjut Yoongi dengan cepat.

Arin tersedak ludahnya sendiri mendengar hal itu. Benar, benar sekali. Semuanya terjadi karena kecoa dan hormon.

"Benar. Astaga ... hormon mudaku," ujar Arin, dengan ujung yang terdengar seperti gerutuan pelan.

Arin kembali menjilati ice cream cone nya, begitu pula dengan Yoongi. Mereka larut di dalam fantasi masing-masing. Berkali-kali Yoongi mencuri pandang pada Arin yang menatap jalanan malam dengan tatapan kosong. Karena mereka keluar dari sekolah pada jam tujuh malam, jadi mereka harus menunggu jam sembilan untuk kedatangan bus berikutnya.

"Lain kali, kau harus melawan ketika mereka menindasmu," ujar Yoongi, mendadak mengingat perkataan Arin tadi siang.

Arin mengerucutkan bibir dengan perlahan, mengingat beberapa kejadian menyebalkan yang menimpanya karena kepopuleran Min Yoongi.

"Aku ingin melawan, tapi aku tidak ingin melukai harga diriku."

"Melukai harga dirimu?" ulang Yoongi dengan dahi yang mengkerut tidak mengerti.

Arin mengangguk, menoleh kepada Yoongi yang sedang menatap heran kepadanya.

"Jika aku melawan, bukankah aku sama sialannya seperti mereka? Itu melukai kepribadianku yang baik."

"Cih, kepribadian baik," cibir Yoongi, kembali menatap ke depan dan menjilat ice cream cone nya.

Arin mengerutkan kening, memasang wajah cemberut, seolah tidak terima dengan cibiran Yoongi mengenai kepribadiannya yang memang baik.

"Aku memang berkepribadian baik! Daripada kau yang berkepribadian ganda!"

"Berkepribadian ganda?!" ulang Yoongi dengan suara tinggi, tidak terima jika dirinya dianggap penderita gangguan mental.

Arin mengangguk mantap sebagai jawaban. Setelahnya, gadis itu menerawang menatap indahnya langit yang dihiasi bintang-bintang.

"Kadang kau baik, kadang kau menyebalkan, dan kadang kau membuatku ingin membunuhmu."

"Ah, yang terpenting, kau itu mesum!" tegas Arin, membuat Yoongi menoleh dengan kedua mata melotot.

"MESUM?!" ulang Yoongi, tersinggung luar biasa.

Arin menggigit gigitan terakhir ice cream cone nya, kemudian menjilat ujung jarinya yang lengket karena ice cream. Setelahnya, Arin menatap Yoongi dengan tatapan meremehkan.

"Kau selalu mengintip saat aku mandi atau saat aku berganti pakaian!"

"TIDAK! KALAU ITU AKU TIDAK SENGAJA!" teriak Yoongi, benar-benar tersinggung karena merasa difitnah.

Arin kembali memasang wajah mencibir.

"Cih ... astaga! Mengapa aku bisa tinggal seapartemen dengan anjing gila ini!" ujar Arin, menatap Yoongi dengan tatapan seolah-ia-takut-kepada-Yoongi.

"ANJING GILA?!"

"Ya, benar! Kau adalah seekor anjing gila karena berteriak pada seorang perempuan di malam hari!"

Yoongi mengatupkan bibirnya yang baru saja akan berteriak memprotes lagi. Ia mengurungkan niat tersebut ketika memikirkan kembali mengenai alasan ia dipanggil anjing gila oleh Arin.

"Baiklah. Semua hal yang kaukatakan tentangku itu tidak benar, fitnah besar."

Arin menaikkan sebelah alis, seolah menantang.

"Aku pria baik-baik yang menyukai basket dan makan. Itu saja. Aku tidak suka perempuan apalagi mengintipmu!"

Keduanya saling memalingkan wajah dengan angkuh, saling mempertahankan pendapatnya masing-masing.

"Anjing gila!"

"Gadis jelek!"

*×*

Yoongi dan Arin duduk bersebelahan karena busnya cukup penuh, jadi Arin tak memiliki alasan untuk menolak ketika Yoongi menyuruhnya duduk di samping.

Tapi masalahnya ... sekarang Arin mengantuk luar biasa.

Berkali-kali, Yoongi melirik ke samping dan mendapati kepala Arin bergerak menunduk, namun kembali terangkat seolah ia sedang menunjukan bahwa ia tidak sedang mengantuk.

"Kau mengantuk? Kalau begitu, nanti jangan masak."

"Bagaimana denganmu? Kau tidak akan makan obat sebelum makan," ujar Arin, menoleh dengan kedua mata setengah tertutup.

Yoongi menghela napas, kemudian melipat kedua tangan di dada. Pria itu menatap keadaan di luar jendela, mencoba memikirkan sesuatu.

"Aku bisa masak ramyun."

"Jangan, nanti kau membakar dapur," balas Arin, menguap lebar.

Yoongi mendengus. Wajahnya mendadak berubah tanpa ekspresi ketika salah satu pundaknya terasa berat. Dengan gerakan cepat, Yoongi menoleh dan mendapati Baek Arin sedang menyandarkan kepala di bahunya.

"Oh ... maaf."

Arin tersadar ketika bus berguncang pelan, membuatnya menjauhkan kepala dari bahu Yoongi. Diam-diam, Yoongi menggeram kesal.

"Kau mengantuk, jadi kau harus tidur."

Yoongi menarik kepala Arin untuk mendekat dan kembali menyandar di pundaknya.

"Sekarang, tidurlah."

Dengan dada yang bergemuruh panas, perlahan Arin menutup kedua mata. Aroma khas Yoongi yang masuk ke dalam indera penciumannya membuat Arin semakin merasa nyaman.

*×*

Setelah mengganti pakaiannya dengan piyama, Arin merangkak naik ke tempat tidur. Gadis itu membaringkan tubuh, kemudian menarik selimut sampai lehernya tertutupi.

Suara gaduh peralatan memasak membuat Arin sadar bahwa Yoongi sedang memasak ramyun. Arin baru saja hendak menutup kedua matanya yang terasa berat ketika ingat bahwa Yoongi tidak akan makan kalau sendirian. Pria itu pasti akan makan sedikit kemudian pergi ke kamar setelah meminum obat.

"Astaga ... anjing gila itu ...," gumam Arin.

Gadis itu turun dari ranjang dengan malas, kemudian berjalan keluar kamar, menghampiri Min Yoongi yang sedang kesulitan memasak di dapur.

"Pergi. Biarkan aku yang mengurus ini," ujar Arin, setengah memerintah.

Yoongi mendengus, sedikit kaget karena Arin tiba-tiba datang dan merebut panci yang di dalamnya terdapat mie ramyun yang sedang direbus.

Yoongi berbalik, berjalan menuju ke meja makan dengan dibantu kruknya. Setelah duduk dan menaruh kruk, pria itu menatap punggung Arin yang sedang sibuk mengabaikan rasa kantuk untuk membuat ramyun.

Diam-diam, Yoongi menghela napas panjang. Bahkan saat ingin tidurpun, Arin peduli dengannya.

"AKH!"

Arin meringis ketika tangannya tak sengaja teriris pisau ketika sedang memotong sayuran yang akan dijadikan kimchi. Dengan gerakan cepat, Yoongi berjalan menghampiri Arin yang sedang menatap nanar pada jari telunjuknya.

"Dasar bodoh," umpat Yoongi, membuat Arin cemberut, manis sekali.

Yoongi meraih jari telunjuk Arin. Tanpa mempedulikan reaksi apa yang akan Arin tunjukkan, Yoongi mengarahkan jari telunjuk itu ke dalam mulutnya. Kedua mata Arin melebar begitu Yoongi mengulum jari telunjuknya yang terluka.

"Yak! Apa yang kau-"

"Dulu, saat aku kecil, Ibuku sering melakukan ini."

Yoongi menjauhkan jari telunjuk Arin yang sudah dipenuhi dengan air ludah. Setelahnya, Yoongi berjalan menuju ke wastafel dengan jari telunjuk Arin yang senantiasa ia genggam.

Setelah menyalakan kran, Yoongi membiarkan air ludahnya dibersihkan oleh guyuran air kran.

"Tunggu di sini."

Yoongi berbalik dan berusaha berjalan cepat meninggalkan Arin yang masih membasuh lukanya dengan air. Diam-diam, Arin menatap jarinya yang masih terasa hangat ketika memasuki mulut Yoongi.

"Ke sini," titah Yoongi.

Arin menurut. Setelah mematikan kran dan mengusap jari tangannya dengan piyama, Arin duduk berhadapan dengan Yoongi di meja makan.

Yoongi mengeluarkan plester, kemudian memasangkan plester itu pada jari telunjuk Arin yang terluka. Setelahnya, Yoongi meniup-niup luka yang tertutupi oleh plester itu dengan lembut.

"Hei, apa yang-"

"Sudah kubilang, Ibuku pernah melakukan ini padaku. Makanya aku menirunya."

Arin mengangguk dengan wajah yang dibuat setidak senang mungkin, padahal di dalam hatinya ia sangat terharu. Arin menatap hangat Yoongi yang masih meniup jari telunjuknya, seolah itu adalah luka terbesar yang akan membuat Arin mati jika tidak ditiup.

"Hei," panggil Arin.

"Hm," jawab Yoongi, kembali meniup jari telunjuk Arin.

"Ini hangat."

"Apanya?" tanya Yoongi, mengerutkan kening.

Arin hanya mengedikkan bahu, membuat Yoongi berdecak dan kembali meniup jari telunjuk Arin.

"Semua sentuhanmu terasa hangat."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TO BE CONTINUED

Seguir leyendo

También te gustarán

16.3K 2.7K 35
SUDAH DITERBITKAN .... [M] song jiyeon cerai-berai. air mata bagai sesuatu yang kini diabai. atmanya kelewat hasai, saat ia memergoki suaminya nam ji...
3.4K 556 6
"Seseorang baru saja membeli rumah kosong di sebelah rumah, lho," ujar Mama pada suatu hari, menarik napas simpati, lalu melanjutkan hati-hati, "Dari...
181K 27K 42
SOME, hubungan yang tidak terikat namun saling mengikat. Kang Seulgi, wanita berusia 28 tahun yang belum pernah menikmati manisnya hubungan percintaa...
353K 17.3K 31
Seorang gadis yang tersesat dikorea, dan beruntung bertemu dengan member Exo.