The Ending [Sekuel The Letter]

By MsLoonyanna

60.6K 6K 924

[ROMANCE-HURT/COMFORT-ADVENTURE-ACTION-SUSPENSE] Setelah perpisahan menyesakkan di Menara Astronomi dan juga... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
do me a favor?
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Epilog - When it All Ends
NEW FF! Mind to Read?

Chapter 12

3.9K 384 68
By MsLoonyanna

Harry Potter © J. K. Rowling
The Ending © MsLoonyanna
(Ms. Loony Lovegood)
.

Adventure-Suspense-Romance
Setting : Hogwarts War, 7th year

Modifikasi buku ke-7: Harry Potter and the Deathly Hallows

[Semi Canon]
.
.
.

"Crucio!"

"Aaaaaaargh!" Neville terjungkal ke belakang, menghantam salah satu bangunan kastil dengan keras hingga menyebabkan darah segar segera berebut mengalir keluar melalui kepalanya.

Semua pejuang Hogwarts mengangkat alis tinggi-tinggi dengan mata melebar di bawahnya menyaksikan insiden itu, terperangah. Namun, suatu hal yang lain tiba-tiba saja mengusik tatkala lengkingan pilu kepedihan menggaung di udara hampa.

"My son … Rooooon!" jerit histeris itu mau tak mau berhasil menarik perhatian seluruh penyihir yang berada di sana.

Di tengah kerumunan, Molly Weasley ditemani suaminya, Arthur Weasley, tampak meraung penuh air mata sembari kedua tangannya sibuk menjamah tubuh kaku seseorang—jasad Ron Weasley.

Semua terkejut, membeliak tak sudi untuk percaya, terkesan sangat enggan. Tak menyangka bahwa pemuda Gryffindor sahabat Harry Potter itu telah meregang nyawa lebih dulu.

Para Weasley mendung seketika, tak mengira seorang Ronald Billius Weasley—sosok pemuda komikal itu akan gugur dalam peperangan ini, bahkan sebelum perang yang sesungguhnya dimulai.

Satu hal yang mereka tak pernah tahu, yaitu bahwa sebenarnya sang pemuda Weasley gugur dengan cara yang lebih mulia—demi rasa persahabatan serta persaudaraan yang tinggi dan juga atas nama kasih sayang serta cinta yang agung.

Ginny tak kuasa menahan isaknya ketika menatap jasad sang kakak termudanya yang kini terbujur pias di hadapan semua orang. Sementara Draco dan Hermione—yang notabene sebagai dua sosok yang telah membawa jasad tersebut hingga ke Hogwarts terlihat sama terpukulnya dengan yang lain. Tak jauh beda dengan keadaan si kembar, Fred Weasley dan George Weasley.

Lalu tiba-tiba ....

"DRACO!"

Merasa namanya dipanggil, akhirnya pemuda itu berbalik dan mendapati sesosok wanita paruh baya dengan rambut hitam pirang diselingi putih membaur masuk di tengah kerumunan. Well, hal yang janggal mengingat keduanya bermarga Malfoy—yang pada hakikatnya terkenal sebagai keluarga bangsawan Darah Murni dengan kadar kesetiaan tinggi pada Pangeran Kegelapan. Bisik-bisik pun mulai terdengar di mana-mana. Sebagian besar merupakan bisikan curiga.

"Mereka memihak kita," cetus Hermione tiba-tiba, seolah dapat membaca pikiran para pejuang Hogwarts lainnya yang nyatanya masih menyangsikan fakta tersebut.

"Well, well … kisah keluarga yang penuh keharuan," cibir Voldemort diiringi gelak tawa beberapa pengikutnya. "Apa yang kalian harapkan? Potter kebanggaan kalian sudah mati di tanganku." Ia tertawa nyaring. Sontak pernyataan itu disambut dengan gumaman-gumaman tak terima dan tak percaya yang berasal dari kubu Hogwarts, tentu saja.

"FUCKING NO!" Seruan lantang Ginny Weasley yang tiba-tiba seolah mampu membelah langit, tetapi nyatanya hanya membuat Voldemort kembali terkekeh. Tak tahu bahwa di sisi lain, dengan sisa tenaganya, Neville kembali mencoba berdiri dengan gagah.

Semuanya terjadi begitu cepat dan ....

"HARRY POTTER TIDAK MATI!" Tanpa disangka-sangka, suara itu berasal dari Draco Malfoy. Mengejutkan? Memang.

Hening.

Lima detik berlalu sebelum akhirnya .…

Kekehan lagi dan lagi keluar dari tenggorokan Voldemort, disusul tawa mengejek nan menjijikan dari para pengikut setianya di belakang punggungnya. Kemudian ia menepuk tangan sebanyak dua kali, seolah hendak memanggil sesuatu. Tak berselang lama, dari lautan ratusan Pelahap Maut, tubuh besar Hagrid menjulang kokoh. Langkahnya terseok dengan bobot tubuh yang sepertinya bertambah.

Tunggu! Ada sesosok manusia dalam gendongannya. Di-dia .…

"Harry!"

"Potter!"

Secara bersamaan pekikan itu terlontar dari mulut Hermione Granger dan Draco Malfoy. Neville menganga tak percaya, tak jauh berbeda dengan ekspresi para pendukung Harry Potter yang lain.

"Harry ... oh, Harry ...." Isak tangis Hagrid terdengar, segera menyusul di tengah kerumunan, sementara semua orang kini menatap terpaku ke sosok yang ia bawa dalam gendongannya.

"Stop," Voldemort memberi perintah dan Hagrid berhenti berjalan tepat ketika para Pelahap Maut berhasil membuat garis menghadap masuk pintu kastil Hogwarts, bersiap-siap dengan posisi kalau saja perang berlangsung secara tiba-tiba.

Formasi baru itu kini membuat semua orang dapat menyaksikan dengan sangat jelas sosok Hagrid di tengah para Pelahap Maut, menangis terisak di antara janggutnya yang lebat. Ya, semua.

"TIDAK!"

Teriakan tersebut terasa mengerikan karena tak ada yang pernah menduga ataupun memimpikan jika Profesor McGonagall mampu mengeluarkan suara semacam itu ketika matanya tak lagi dapat membohonginya bahwa tubuh kecil dalam gendongan benar-benar tubuh mati seorang Harry Potter. Tawa melengking terdengar setelahnya dan Draco segera tahu bahwa bibinya yang kejam, Bellatrix Lestrange, sangat gembira dengan keputusasaan Minerva McGonagall sekarang.

"Merlin, NOOO! Harry, HARRY!" Siapa sangka jika ternyata suara Ginny Weasley bahkan jauh lebih mengerikan dibanding suara Profesor McGonagall? Isak tangisnya semakin pecah ruah menyaksikan orang yang dicintainya ternyata benar-benar telah … mati. Oh, ayolah, ia bahkan baru saja kehilangan kakak laki-lakinya.

Sementara di kubu Voldemort, gelakan tawa mengejek dan meremehkan kambali menggaung di udara, menjadi kepulan sesak mencekam di dada para pejuang Hogwarts. Tentu saja mereka tidak akan percaya hal ini, tetapi apa mau dikata? Kenyataan pilu jelas-jelas sudah disodorkan tepat di depan hidung. Jadi haruskah mereka percaya sekarang?

Teriakan histeris terakhir dari sosok Minerva McGonagall serta Ginerva Weasley kontan memicu teriakan dan jeritan-jeritan lain dari para pembela Hogwarts. Kini beberapa di antaranya bahkan mulai melempar beberapa makian dan sumpah serapah yang dialamatkan pada para Pelahap Maut hingga ....

"DIAM!" seru Voldemort tiba-tiba, disertai dengan kilatan cahaya terang yang membelah udara dingin di malam itu, membuat semuanya terpaksa diam. "Semua sudah berakhir." Ia tersenyum tipis. "Hagrid, turunkan dia persis di bawah kakiku, tempat di mana ia seharusnya berada." Bagai kerbau dicucuk hidungnya, Hagrid menurut. Ia meletakkan tubuh kecil Harry Potter secara perlahan di atas rerumputan.

"Kalian lihat? Harry Potter sudah mati! Dari dulu hingga sekarang, kalian benar-benar tertipu dengan selalu mengagung-agungkan sosok Potter kecil yang lemah ini, yang faktanya hanya selalu mengandalkan orang-orang di sekelilingnya berkorban untuk dirinya yang sebenarnya tak ada apa-apanya sama sekali!"

"Dia mengalahkanmu!" Sekali lagi, itu teriakan Draco Malfoy. Interupsi tak sopan itu mau tak mau kembali membuat Voldemort melemparkan mantra lain yang berbentuk suara letusan keras sehingga semua pembela Hogwarts lagi-lagi menjerit hingga suara letusan kedua, yang lebih nyaring, melenyapkan suara mereka kembali.

"Dia terbunuh sewaktu mencoba menyelinap keluar dari halaman kastil," kata Voldemort. Ada kenikmatan dalam suaranya ketika mengucapkan kebohongan itu. "Terbunuh ketika ia berusaha menyelamatkan dirinya sendiri, sementara kalian berusaha mati-matian berkorban nyawa demi dirinya. Benar-benar pengecut." Gelak tawa memenuhi udara malam menjelang subuh itu, Bellatrix yang paling nyaring.

"Secara tidak langsung, peperangan ini telah kami menangkan. Kalian telah kehilangan setengah dari pejuang. Pelahap Maut-ku lebih banyak dibanding kalian, dan Si-Anak-yang-Katanya-Bertahan-Hidup, toh, kini sudah tamat riwayatnya. Sama seperti yang kukatakan sebelumnya, sebaiknya jangan lagi ada perang. Barang siapa yang masih ingin terus menentang, baik laki-laki, perempuan, bahkan anak kecil sekalipun akan dibantai. Begitu pula dengan anggota keluarganya," Voldemort menjelaskan panjang lebar sebelum kembali berujar, "Bergabunglah denganku sekarang, berlututlah di hadapanku dan kalian akan diampuni. Orang tua, saudara-saudara, serta anak-anak kalian akan dimaafkan. Kalian semua akan bergabung denganku di dunia baru yang akan kita bangun bersama."

Ada keheningan yang sangat menusuk dari dalam dan juga luar kastil, sementara orang-orang bergelut dengan pikiran masing-masing, mulai mencerna penjelasan panjang lebar Voldemort. Hingga ....

"NEVER IN A MILLION YEARS!" Si kembar Weasley, Fred dan George, entah bagaimana secara kompak berseru lantang seperti itu. Beberapa orang terkagum-kagum selagi beberapa yang lainnya hanya diam tak bersuara, seolah bingung harus senang atau justru takut Voldemort akan menjadi lebih murka.

"Baiklah kalau begitu," sambut Voldemort pelan. Namun, Hermione dapat merasakan adanya bahaya yang lebih besar dari suara halusnya ketimbang kutukan paling hebat sekalipun. "Jika itu mau kalian, maka dengan sangat terpaksa kita harus kembali ke rencana awal." Masih dari balik bulu matanya, Hermione mengamati pergerakan tongkat Voldemort.

Sesaat kemudian, dari salah satu jendela kastil yang rusak, sesuatu seperti burung hitam yang aneh terbang melayang dan mendarat di tangan pucat Voldemort. Itu Topi Seleksi. Sang Pangeran Kegelapan melambai-lambaikan benda itu dengan ujung jarinya, membiarkannya berayun-ayun lemah, acak-acakan, dan ... kosong.

Sedetik, Neville berharap agar Pedang Gryffindor dapat muncul secara ajaib dari sana. Namun ... tidak. Pemuda itu kini kembali berdiri tegak di barisan pejuang Hogwarts paling depan, sehingga Voldemort kembali dapat menjangkaunya dengan mata merahnya yang tajam.

"Tak akan ada lagi Topi Seleksi di Hogwarts. Tak akan ada lagi pembagian asrama-asrama bodoh karena lencana, perisai, dan warna leluhurku, Salazar Slytherin, cukup untuk semuanya." Voldemort berseri-seri ketika mengatakannya. "Bukankah begitu, Longbottom?" Ia mengarahkan tongkatnya kepada Neville, sampai turun melewati matanya. Ada gerakan-gerakan kecil dari kerumunan di depan kastil dan serentak para Pelahap Maut mengangkat tongkat mereka, menghempas beberapa para pejuang Hogwarts yang hendak bertindak itu.

"Neville Longbottom sekarang akan mendemonstrasikan secara sukarela tentang apa yang akan terjadi kepada orang-orang bodoh yang masih terus ingin menentangku," Voldemort memberi tahu dan dengan satu kali jentikan tongkat, Topi Seleksi terbakar hangus.

Jeritan-jeritan membahana di subuh hari itu bersamaan dengan Neville yang juga ikut terbakar. Ia bahkan tak mampu bergerak, benar-benar hanya diam dengan api yang mulai menggerogoti tubuhnya. Namun, tanpa disangka-sangka, di sisi yang lain, tubuh Harry justru sedikit bergerak. Sayangnya, Hagrid yang sudah berada dalam taraf lara akutnya sama sekali tak bereaksi bahkan hanya untuk sekadar menyadari pergerakan kecil Harry Potter itu.

Lalu tiba-tiba ....

"REDUCTO!"

Kawanan Pelahap Maut di balik punggung Voldemort tiba-tiba pecah dan tumpah secara acak. Bellatrix menjerit secara refleks. Beberapa di antara mereka terluka oleh mantra peledak barusan—dan Neville, entah bagaimana, berhasil mengangkat mantra Ikat Tubuh Sempurna dari tubuhnya. Topi Seleksi yang masih menyala dengan kobaran api kecil juga berhasil dilepaskannya, sebelum ia menarik keluar sesuatu dari baliknya—sesuatu berwarna keperakan dengan gagang batu delima yang berkilau, Pedang Gryffindor, bantuan yang selalu datang kepada mereka yang berjiwa berani. Namun, faktanya adalah bahwa belum ada satu pun di antara mereka yang menyadari hal tersebut, sementara orang-orang masih sibuk mencerna apa yang barusan terjadi. Ledakan itu, orang-orang yang berhamburan lalu ....

Hening.

Seriously, apa yang sebenarnya terjadi?

Tak berselang lama, sorak-sorai kemudian terdengar dari kubu Hogwarts; beberapa ada yang berteriak, menjerit, dan melakukan hal serupa lainnya. Sangat berbeda dengan keadaan berkabung yang menyelimuti mereka beberapa saat lalu.

"Harry is back! Harry Potter is back! HE'S REALLY BACK!" teriak salah satu di antara mereka, dan seiring dengan pernyataan itu, perang pun dimulai.

Mau tak mau, siap tak siap, semuanya saling bertekad untuk merobohkan satu sama lain, memenangkan masing-masing kubu yang mereka pihak.

~oOo~

Harry melihat Charlie Weasley menyusul Horace Slughorn yang masih mengenakan piama zamrudnya. Ia berpikir bahwa mereka berdua mungkin tengah memimpin para keluarga, sahabat-sahabat dari Hogwarts, beberapa teman serta kerabat dari Hogsmeade yang juga ikut bergabung dan berperang.

Centaur Bane, Ronan, dan Magorian menerjang masuk aula dengan bunyi gemerincing dari kuku-kuku mereka, sehingga daun pintu menuju dapur yang tepat berada di belakang Harry terhempas lepas dari engselnya. Dengan itu, kontan para Peri Rumah berhamburan keluar dari sana. Menjerit-jerit seraya melambaikan pisau dan golok di masing-masing tangan mungil mereka. Kreacher terlihat memimpin di depan dengan liontin Regulus Black di dadanya. Dengan suara yang besar serta lantang, ia terus-terusan menyerukan suntikan semangat kepada rekan-rekan sesama Peri Rumah-nya.

"Lawan! Lawan! Lawan demi tuanku, sang pembela para Peri Rumah! Lawan Pangeran Kegelapan demi nama Regulus yang gagah perkasa! Lawan!" Mereka menyayat dan menusuk mata Pelahap Maut yang bisa mereka jangkau. Wajah mereka dipenuhi kebencian mendalam.

Di sisi lain, Bellatrix tampak bertarung dan berduel dengan tiga orang sekaligus: Hermione Granger, Luna Lovegood, dan Ginny Weasley. Perhatian Harry Potter, yang awalnya sibuk mencari keberadaan Voldemort, teralihkan seketika tepat di saat ia melihat lecutan mantra Avada Kedavra nyaris mengenai tubuh Ginny. Pemuda itu baru akan berlari menyelamatkan sang gadis ketika tiba-tiba ia merasa tubuhnya terdorong ke belakang tanpa sengaja.

"NOT MY DAUGHTER, YOU BITCH!!!"

Molly Weasley melepaskan mantelnya sambil berlari, membuat lengannya bergerak dengan bebas dan leluasa. Bellatrix berputar di tempatnya, tertawa terbahak-bahak melihat sosok penantang barunya.

"BERI AKU JALAN!" teriak Molly Weasley lagi kepada orang-orang yang sempat menghalangi jalannya. Dean Thomas dan Seamus Finnigan yang datang secara tiba-tiba di tempat itu menyaksikan dengan ngeri, tetapi juga bahagia selagi tongkat Molly mengayun dan berputar, memulai duel. Senyuman Bellatrix memudar, digantikan dengan geraman kesal.

"Apa yang akan terjadi kepada anak-anakmu setelah aku membunuhmu, huh?" Secepat kilat menyambar, kekehan mengejek serta sebuah senyuman kembali menghiasi bibir Bellatrix.

Tanpa menunggu emosinya terbakar lebih jauh lagi, Molly segera melayangkan sebuah kutukan ke arah wanita berambut keriwil itu.

Kutukannya persis meluncur di bawah lengan Bellatrix Lestrange yang terentang lebar, menghantamnya di dada, tepat di atas jantungnya. Senyum Bellatrix membeku, matanya tampak menonjol keluar. Untuk sepersekian detik, ia sadar betul dengan apa yang terjadi. Namun ... terlambat. Detik itu juga tubuhnya roboh ke belakang. Kaku tak bergerak.

Kontan kerumunan penonton yang sejak tadi berkumpul menyaksikan, bersorak-sorai gembira, sementara Voldemort menjerit cukup keras.

~oOo~

"Stupefy! Kau tak apa?" Draco berlari tergesa mendekati Hermione setelah tongkat Hawthorn-nya berhasil menumbangkan salah seorang Pelahap Maut yang hendak menyerang kekasihnya itu secara diam-diam dari belakang.

"Draco!" Hermione memekik terkejut, melompat ke dalam pelukan pemuda Malfoy.

"Harry sedang bertarung melawan Voldemort!" Gadis ikal itu mencoba menjelaskan, meskipun hal tersebut sama sekali tak akan banyak membawa pengaruh. Namun, tak apa, ia hanya ingin melontarkannya begitu saja. Hanya sekadar untuk membagi rasa kalut dan takutnya—meski rasa berharapnya jauh lebih besar dari itu.

"Aku tahu," jawab Draco singkat. "Ayo!" Ia lalu menggamit lengan Hermione, menautkan jari-jemari mereka untuk saling menguatkan.

Keduanya berlari membelah kerumunan yang juga sama sibuknya menumbangkan satu sama lain. Cahaya warna-warni terpancar di seluruh penjuru, pertanda bahwa masing-masing pihak masih saling berebut dan berlomba menjatuhkan musuh. Tak ada yang ingin mengalah sama sekali.

"Itu Longbottom!" Telunjuk Draco mengarah ke sudut kastil. Manik cokelat Hermione bergerak cepat mengikuti telunjuk pemuda pirang itu.

Matanya memicing mencoba fokus sebelum ....

"Neville, destroy it now! You can do it!" Bersamaan dengan teriakan refleks Hermione tersebut, akhirnya Neville berhasil memenggal kepala ular kesayangan Voldemort, Nagini.

"I did it," pemuda bertubuh bongsor itu berbisik pada dirinya sendiri lalu tanpa sengaja berteriak agak kencang setelahnya, "I REALLY DID IT!"

Wajah Neville terlihat pucat dan tubuhnya sedikit bergetar, seolah belum percaya dengan kenyataan bahwa ia baru saja membunuh Nagini dengan Pedang Gryffindor di tangannya. Kepada Hermione dan Draco, ia mengaku bahwa pedang itu muncul begitu saja di dalam Topi Seleksi beberapa waktu lalu.

"Kau hebat!" puji Hermione tulus yang hanya dibalas senyum kikuk oleh Neville. Darah kering terlihat jelas di keningnya, tetapi hal itu seakan bukan menjadi sebuah penghalang untuknya—untuk tak terliput ke dalam euforia bahagia. Sementara di sisi lain, Voldemort merasakan ada yang aneh pada dirinya, tepat di saat Nagini mati di tangan seorang Neville Longbottom.

"Jadi, pada akhirnya semuanya akan berujung di sini, 'kan?" bisik Harry. "Apakah tongkat di tanganmu tahu kalau pemilik terakhirnya sudah dilucuti? Karena kalau memang ia tahu, akulah pemilik sejati tongkat Elder itu sekarang!"

Semburat cahaya merah tiba-tiba melintasi angkasa di atas mereka, tepat ketika cahaya matahari muncul dari jendela di atas kedua penyihir hebat yang tengah bertarung itu. Cahaya tersebut jatuh di atas wajah keduanya secara bersamaan sehingga Voldemort mendadak terlihat kabur. Harry Potter mendengar pekikan tinggi, sementara ia juga berseru sekeras-kerasnya ke langit sambil mengarahkan tongkat sihirnya.

"AVADA KEDAVRA!"

"EXPELLIARMUS!"

Terdengar letusan bagaikan tembakan meriam disertai nyala keemasan yang berasal dari tongkat mereka berdua: Harry dan Voldemort. Pemuda Potter itu melihat mantra hijau Voldemort beradu dan saling bertumbukan dengan mantra miliknya. Ia juga melihat tongkat Elder melayang tinggi, membentuk garis gelap yang sangat kontras dengan cahaya matahari pagi. Benda itu melayang-layang beberapa detik di udara, mengarah ke arah pemilik sejatinya: Harry James Potter, yang kemudian menangkapnya dengan kecakapan luar biasa.

Voldemort jatuh ke belakang dengan kedua tangan terbentang. Mata merahnya yang berpupil tipis berputar ke atas. Sosok itu, Voldemort a.k.a. Tom Riddle, menghantam tanah dengan keras. Tubuhnya seketika layu dan mengerut. Tangan putih pucatnya kosong, wajahnya yang mirip ular kini hampa sama sekali.

Voldemort mati, terbunuh oleh kutukannya sendiri yang justru berbalik menyerangnya. Harry berdiri menatap mayat musuhnya itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Kedua tangannya memegang dua tongkat sihir sekaligus. Untuk sejenak, keheningan terasa mencekam. Perasaan syok menggantung di udara. Lalu ... kegemparan seketika pecah di sekeliling Harry ketika teriakan, jeritan, raungan, dan sorak-sorai serta ingar-bingar membelah udara.

"KITA MENANG! Harry berhasil mengalahkan Pangeran Kegelapan!" Tiba-tiba jeritan histeris memekakkan telinga itu terdengar menelusuk ke indra dengar semua penyihir yang sedang bertarung di tengah aula—mereka belum tahu apa yang terjadi di luar sana.

Secepat kilat Hermione, Draco, serta Neville menelengkan kepala mereka dan mendapati sosok Ginny Weasley yang wajahnya dipenuhi senyum semringah, meskipun luka-luka goresan tampak jelas menodai wajah cantiknya.

Seolah sudah tahu bahwa hal ini yang memang akan terjadi, Draco dan Hermione saling menoleh lalu bertemu pandang selama beberapa saat diiringi dengan senyuman terkembang di wajah satu sama lain.

"Kita menang," ungkap Hermione penuh bahagia.

"Ya, semuanya berakhir. Kita menang," tegas Draco Malfoy kemudian, mengulang pernyataan sukacita itu.

Di kejauhan, mereka dapat mendengar Peeves melintasi koridor-koridor sembari menyanyikan sebuah lagu kemenangan hasil ciptaannya sendiri.

"Kita berhasil .... Kita menang .... Kita hancurkan mereka. Weee, Potter-lah orangnya dan Voldy sudah lapuk. Mari bersenang-senang!"

Draco dan Hermione yang mendengar lagu konyol sekaligus menghibur itu sekali lagi saling bertukar pandang sebelum akhirnya tertawa renyah di detik yang bersamaan. Draco menarik Hermione ke dalam pelukannya, mengangkatnya tinggi-tinggi di udara dan memutar-mutarkannya selama beberapa saat hingga mereka akhirnya kembali saling bertukar pelukan, kecupan, bahkan ciuman juga saling tercurah di antara mereka diiringi dengan sorak-sorai kemenangan dari para pejuang Hogwarts lainnya yang seolah menjadi backsound di belakang kedua insan dimabuk haru sukacita itu.

"Hidup Harry Potter! Hidup Harry Potter! Hidup Harry Potter!" Tiga kata sederhana sebagai manifestasi rasa senang dan bangga itu tak henti-hentinya menggema di segala penjuru, mengelu-elukan nama sang Anak-yang-Ditakdirkan-Hidup.

The End

.
.

But really?

Do you guys think that Draco and Hermione would end up together or ... not? No one knows yet though:)

So, epilogue in the next chapter as the answer of your question.

So, stay tuned!
.
.

Thanks for all of you who keep commenting and giving this story some votes (Thanks for the 2k+ reads and 300+ votes!) After all this time? Please, always. Hehe. It means a lot. Don't forget to do the same for this chapter:) I'd be so freaking happy if you guys could appreciate my work, but only if you like it tho:) No force, no worries. But, I seriously love every single one of you who's reading this story! Whoever you are!

This is such a hard work that I put in this chapter, so hope you enjoyed it. Hm ... you know what? It's almost 3k words and I think it's the longest chapter in T.E.. Hope you guys weren't too bored while reading this.

Btw, cukup seru, gak, chapter ini? Saya harap iya:) See you soon in the next chap: epilogue! Stay tuned, bc that would be the last update of T.E.!

P.S. : sorry that it's kinda late update, I was busy with my final test at college, but now awww! I'm already on holiday! Beach beach beach. Yay! xD Happy holiday, guys!

.
.
With love,
MsLoonyanna

Continue Reading

You'll Also Like

133K 10.3K 88
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
43.2K 368 4
well, y'know? gue fetish sama pipis dan gue lesbian, eh gue sekarang sepertinya bi, kontol dan memek ternyata NYUMS NYUMS Apa ya rasanya Mommy? juju...
67.4K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
80.3K 7.7K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG