The Healer [Canceled Series]

By IreneFaye

32.4K 3K 521

Darien Otoniel Plouton adalah seorang tabib. Muak dengan kehidupannya di kota besar, Darien membereskan selu... More

Prolog
1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Epilogue

6

1.3K 170 22
By IreneFaye

Happy Holidays, folk. Tak terasa seminggu lagi tahun 2016 akan berakhir, dan karena itu rasanya aku harus menutup tahun ini dengan paling tidak satu chapter lagi, sebelum kalender kita berganti tahun.

Beberapa minggu terakhir ini mau tak mau saya dibuat terharu karena meningkatnya jumlah pembaca The Healer. Thank You guys! Thank You so much!

Chapter ini memang pendek, tapi saya harap tetap akan menghibur kalian di akhir tahun ini. 

Well, enjoy.

---

Matahari bahkan belum menunjukkan wujudnya saat Ho'okano menggiring dua kudanya ke pinggir Samsara. Dua orang pemuda yang berjaga di pinggir hutan menyadari kedatangannya. Dengan sigap keduanya menyilangkan tongkat penjaga mereka sebagai penghalang jalan. Ho'okano mau tak mau menghela napas panjang.

"Masa pengasingannya sudah berakhir, bodoh!" geramnya sebal yang sama sekali tak dihiraukan oleh kedua penghalang jalannya. Kedua pemuda itu tetap berdiri di tempatnya, masih dengan saling menyilangkan tongkat mereka sebagai penghalang. Ho'okano memutar bola matanya dengan jengah sebelum dengan luwes naik ke atas salah satu kudanya. Ia memegang tali kekangnya dengan satu tangan sementara tali kekang kuda keduanya ia pegang dengan tangan yang lain.

"Minggir!" desisnya seraya menendang rusuk tunggangannya dengan kedua tumit. Sekejap saja kuda itu meringkik dan mengangkat kedua kaki depannya ke udara, memaksa kedua pemuda tadi melompat ke arah berlawanan untuk menghindari tendangannya. Mereka cukup pintar untuk tahu kalau binatang itu mampu meremukkan tengkorak mereka. Dengan seringai dingin di wajah, Ho'okano memacu kuda-kudanya masuk ke dalam hutan.

Pemuda-pemuda penjaga itu seharusnya tahu makna kedatangannya dan tahu lebih baik untuk tidak menghentikannya. Mereka seharusnya sudah pulang ke rumah dan beristirahat. Masa hukuman sudah berakhir. Keberadaan mereka di sana hanya untuk mengawasi kalau-kalau Darien keluar dari hutan lebih cepat dari seharusnya. Sesuatu yang tentu saja tidak terjadi.

Tiga hari sudah berlalu sejak ia meninggalkan Darien sendirian dalam hutan itu. Ia mungkin baru mengenal pria itu lebih sedikit dari satu minggu, tapi sesuatu dari pria itu jelas menarik rasa ingin tahunya dan membuatnya peduli. Sesingkat apapun persahabatan yang mereka bangun, meninggalkan Darien sendirian di dalam hutan Samsara jelas meninggalkan rasa pahit di mulutnya, terutama karena ialah salah satu alasan yang membawa pria itu masuk ke Samsara.

Darien tak akan masuk ke hutan itu kalau saja ia berhasil menghentikan Keahi dalam misi bunuh dirinya. Tiga hari terakhir ini, ia harus memaksa dirinya memalingkan muka dari kenyataan bahwa ia telah menelantarkan orang tak bersalah ke Samsara. Hutan yang menjadi tempat pengasingan terberat di pulaunya.

Besar di desa Morbos, Ho'okano tahu bahwa, sepanjang sejarahnya, hanya ada kurang dari sepuluh orang yang pernah keluar dari Samsara setelah menjalani pengasingan. Rata-rata dari mereka selalu memberi cerita yang sama, hutan Samsara hidup, dan mereka tidak hilang karena tak satu pun dari mereka cukup nekat untuk berjalan jauh dari air terjun.

Penduduk Vitum percaya kalau air terjun itu adalah bentuk tangan penguasa hutan karena lokasinya yang tak pernah berubah. Hutan Samsara berubah setiap harinya, namun lokasi sungai dari air terjun tak pernah berubah. Seluruh penduduk pulau tahu kenyataan ini, tapi bagai tersihir, hampir seluruh penduduk pulau yang diasingkan selalu berjalan jauh dari air terjun dan menghilang. Ho'okano hanya bisa berharap kalau Darien tidak akan melakukan hal yang sama. Ia benar-benar berharap tabib aneh itu menuruti nasihat Kalea dan tetap berada dekat dengan air terjun.

Ia tiba di air terjun saat matahari telah berada cukup tinggi di atas kepala. Matanya dengan cepat menyusuri setiap sudut air terjun itu dengan cermat, hanya untuk merasa kecewa. Darien tidak ada di sana, dan kenyataan itu sayangnya sama sekali tak mengejutkannya.

Dua tahun lalu, saat salah satu pelayannya terserang sakit berat, penduduk desa juga mendesak pemuda malang itu untuk masuk ke dalam hutan. Pemuda itu baru berumur lima belas tahun. Satu-satunya penduduk desa Samsara yang menyambut keberadaannya sebagai penguasa dengan tangan terbuka. Pemuda itu bahkan dengan senang hati bersedia menjadi pelayan di rumah sementaranya yang sederhana.

Tiga hari. Sama seperti Darien, ia meminta pemuda itu menunggunya di air terjun selama tiga hari. Ia berjanji akan menjemputnya dan kemudian membawanya ke tabib di Roselan. Ia tentu saja sudah memaksa pemuda itu untuk ikut dengannya ke Roselan di hari pertama tubuhnya terserang demam, tapi pemuda itu tetaplah seorang pemuda Morbos yang memegang teguh kepercayaannya. Ho'okano tak dapat melakukan apapun saat tetua desa menjatuhkan vonis pengasingan padanya. Ia juga tak dapat melakukan apapun saat ia menemukan kalau pemuda itu sama sekali tak menuruti permintaannya untuk menunggu.

Ia menyeret beberapa pengawalnya untuk melakukan pencarian. Sesuatu yang tentu saja sia-sia karena saat malam menguasai hutan, ia menyadari bahwa kenyataan kalau ia sendiri berhasil keluar dari hutan itu adalah keajaiban tersendiri. Ia kehilangan salah satu pengawalnya dalam pencarian itu, dan tak ada satupun dari pengawalnya yang lain berani melakukan pencarian atas rekan mereka. Satu tahun kemudian, setelah tak menemukan sedikit pun tanda bahwa pelayan atau pengawalnya berhasil keluar dari hutan, ia terpaksa harus mengakui kalau baik pelayan maupun pengawalnya mungkin sudah tiada. Ia sama sekali tak ingin menerima kenyataan yang sama untuk Darien.

"Ya tuhan, kau tampak seperti hantu!" seruan yang datang dari balik salah satu pohon seketika langsung membuat Ho'okano menoleh. Dengan tertatih Darien tampak menyeret tubuhnya dari balik pohon sebelum menjatuhkan dirinya ke semak terdekat.

Tabib itu kehilangan jubah dan tasnya. Pakaiannya tampak lusuh, dan robek di berbagai tempat, rambut cokelat ikalnya tampak acak-acakan, dan sebagian bahkan tampak melekat ke wajahnya akibat sesuatu yang Ho'okano terka sebagai darah kering. Ia dapat melihat lebam dan luka di wajah dan sekujur tubuh pria itu. Darien jelas tampak kelelahan, tapi selain penampilannya yang mengerikan, pria itu tampak baik-baik saja.

"Kau selamat?" pertanyaan tak percaya itu serta-merta lepas dari bibirnya. Ho'okano sama sekali tak dapat mempercayai pandangannya. Darien jelas tidak menghabiskan waktunya di hutan ini hanya untuk menunggu di dekat air terjun. Penampilan dan keadaannya secara jelas menunjukkan petualangan yang tak mungkin ia dapatkan jika ia hanya menunggu. Tapi pria itu selamat.

"Kurasa itu bukanlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban," ujar Darien seraya beranjak dari tempatnya dan membasuh mukanya di sungai. Seperti yang telah diterka Ho'okano sebelumnya, benda yang merekatkan rambut Darien dengan wajahnya itu jelas darah.

"Apa yang terjadi padamu?" tanya pria itu akhirnya. Darien hanya menatapnya sekilas sebelum kemudian tersenyum.

"Tidakkah kau ingin tahu," goda pria itu penuh misteri. Sesuatu yang langsung mebuat Ho'okano ingin sekali menghajarnya, tapi belum sempat ia melancarkan niatnya, langkahnya seketika terhenti saat ujung matanya menangkap sekelebat sosok mungil yang berlari ke luar dari hutan dan mendahuluinya tiba di depan Darien. Sekujur tubuhnya tampak tenggelam dalam jubah Darien, sementara kedua tangan mungilnya tampak menggenggam erat tas perlengkapan tabib itu. Tepatnya dua benda yang tiga hari lalu dilihat Ho'okano tak pernah lepas dari tubuh Darien kini melekat pada sosok mungil yang Ho'okano duga merupakan seorang anak. Pria itu tak dapat benar-benar yakin. Jubah Darien benar-benar membungkus anak itu dari ujung kepala sampai ujung kakinya, sehingga Ho'okano hanya dapat menebak kalau sosok itu adalah seorang anak dari dua tangan mungil yang menyembul dari lapisan jubah yang membungkusnya.

"Terima kasih Ji Yan." Darien menepuk puncak gundukan jubah itu lembut sambil tersenyum dan menerima tas perlengkapannya dari tangan anak itu. "Ayo beri salam pada tuan tanah Morbos!"

Ho'okano hanya mampu menyaksikan dengan tercengang saat sosok itu berbalik dan menampilkan wajah polos seorang anak yang dengan patuh membungkuk ke arahnya sebagaimana yang diminta Darien. Ia benar-benar kehilangan kata-katanya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Siapa anak itu? Dan darimana anak itu berasal?

"Namanya Ji Yan. Dia anakku!" seolah untuk lebih memperburuk keadaan, hanya kalimat itulah yang keluar dari mulut Darien sebagai penjelasan. Kini selain mempertanyakan kewarasannya, Ho'okano mau tak mau harus mempertanyakan kewarasan tabib barunya.

"Apa maksudmu dia anakmu?!" hardik Ho'okano gusar yang langsung membuat Darien menggaruk kepalanya.

"Sama sekali tidak meyakinkan, ya?" tanyanya polos yang kali ini benar-benar dihadiahi Ho'okano dengan jitakan keras.

"Apa maksudmu meyakinkan? Kenapa kau harus meyakinkanku kalau dia adalah anakmu! Dia tidak mungkin adalah anakmu karena kau sendiri yang memberitahuku—" Ho'okano tak dapat melanjutkan kata-katanya. Matanya menangkap sosok Ji Yan yang kini telah bersembunyi di balik tubuh Darien dan mengintip ke arahnya dengan tubuh gemetar. Gadis kecil itu jelas ketakutan. Pria itu mau tak mau harus menarik napas dalam.

"Dengar! Aku adalah orang dengan pikiran paling terbuka di pulau ini. Kau dapat mempercayaiku, dan kau tahu itu! Jadi bagaimana kalau kau jelaskan padaku apa yang sebenarnya ada di kepalamu!" pinta Ho'okano akhirnya. Darien tertegun selama beberapa saat sebelum akhirnya menarik Ji Yan dengan pelan dari balik tubuhnya, dan membuka puncak jubah yang menutupi kepalanya. Juntaian rambut perak panjang seketika mengalir keluar dari balik jubah itu. Ho'okano seketika menahan napasnya. Matanya tampak terbuka lebar sementara tangannya dengan cepat bergerak untuk menutup mulutnya yang ia yakini telah menganga.

"Darien! Dia adalah—" Ho'okano tak sanggup menyelesaikan kalimatnya, tapi hal itu juga tak perlu ia lakukan karena Darien sudah terlebih dahulu mengangguk untuk membenarkan terkaannya.

"Di mana kau menemukannya?" tanya Ho'okano seraya kembali mencermati sosok gadis kecil yang berdiri di depannya itu dengan tak percaya.

"Aku menemukannya di pantai yang kuduga sebagai bagian paling utara pulau ini," jelas Darien yang kini kembali membungkus rambut Ji Yan dengan jubahnya. Gadis itu langsung kembali bersembunyi di balik tubuh Darien begitu ia telah aman terbungkus.

"Dia tak mungkin sendirian," desis Ho'okano yang kini harus menyandarkan dirinya ke pohon terdekat untuk tetap berdiri.

"Dia sendirian. Sekitar tiga puluh orang yang mungkin datang bersamanya telah menjadi satu dengan Samsara. Mereka telah menjadi bagian hutan ini selama hampir setahun. Siapapun yang mungkin selamat, jelas tak pernah mencapai Morbos jika kau tak pernah mengetahui keberadaan mereka selama ini." Darien meraih sebuah lencana berkarat dari tas perlengkapannya dan menunjukkan benda itu pada Ho'okano. "Ini kupungut dari jenazah salah satu dari mereka. Aku juga menemukan jurnal perjalanan yang mengindikasikan kalau mereka tiba di pulau ini akibat suatu kecelakaan. Mereka tidak dengan sengaja berada di pulau ini, jadi kurasa kau tak perlu panik," ujar Darien yang langsung membuat Ho'okano menggelengkan kepalanya dengan tak percaya.

"Satu tahun? Bagaimana anak itu dapat bertahan sendirian selama satu tahun?" tanya pria itu akhirnya. Darien hanya tersenyum sebelum merogoh saku bajunya dan menunjukkan sebuah kristal seukuran kerikil yang tampak berkilau di bawah terpaan cahaya matahari. Ho'okano menatap benda itu selama beberapa saat sebelum kembali melontarkan tatapan bingung pada Darien.

"Jika kau harus bertanya, maka aku harus mengatakan kalau ia tidak bertahan hidup sendirian selama satu tahun." Darien memasukkan kembali kristal itu kedalam sakunya sebelum kemudian menyandang tas perlengkapannya dan kemudian menggendong Ji Yan. Gadis kecil itu secara naluriah langsung memeluk leher Darien dan membenamkan kepalanya di bahu pria itu.

"Apa maksudmu?" tanya Ho'okano tak mengerti.

"Ia tidak hidup." Darien berjalan perlahan menuju salah satu kuda Ho'okano dan menambatkan tas perlengkapannya ke punggung kuda itu. "Sampai saat aku menemukannya, sekitar dua hari yang lalu, gadis ini terkristalisasi sempurna dalam keadaan mati suri. Dari usia kristalnya, kurasa ia telah berada dalam keadaan itu selama paling tidak lebih dari lima tahun."

"Ciezing?" kata asing itu seketika keluar dari mulut Ho'okano. Darien menoleh kearah pria itu dan mengangkat salah satu alisnya, jelas takjub Ho'okano mengetahui kata itu.

"Aku bekerja sebagai seorang saudagar selama lebih dari sepuluh tahun hidupku, Darien. Pelayaran dan kerja sama mancanegara merupakan bagian dari kehidupanku itu. Legenda tentang sihir seunik ciezing, bukanlah hal baru di telingaku." Ho'okano menegakkan tubuhnya sebelum kemudian ikut berjalan mendekati kuda-kudanya.

"Aku takjub kau mengetahui kata itu, tapi tetap mempertanyakan keselamatanku di hutan ini. Kau tahu aku tetap seorang Plouton, kan?" setengah tertawa Darien membantu Ji Yan naik ke atas kudanya sebelum menarik dirinya untuk duduk di belakang gadis itu.

"Nama itu hanya memberi tahuku, kalau kau adalah penyihir dengan kemampuan yang mungkin berada di atas rata-rata kemampuan penyihir lainnya. Hal itu sama sekali tak menjamin keselamatanmu di hutan ini!" gerutu Ho'okano seraya ikut menunggangi kudanya.

"Kau benar-benar akan membawa gadis itu ke Morbos?" tanya Ho'okano seraya memaksa kudanya untuk mulai berjalan. Mengingat lokasi mereka, ia tahu mereka baru akan mencapai desa jauh setelah matahari terbenam. Mereka harus bergerak dengan cepat.

"Tidakkah kau lihat mata dan kulit gadis ini? Ia berdarah campuran. Jika bukan karena rambutnya, tak akan ada yang akan mempertanyakannya jika aku mengatakan kalau ia adalah putriku!" seru Darien seraya memastikan kalau Ji Yan tidak akan jatuh sekalipun ia mempercepat laju kudanya.

"Satu-satunya kemiripanmu dengan gadis itu adalah warna mata kalian yang sama-sama hijau! Hampir seluruh penduduk lokal Roselan memiliki warna mata yang sama!" sembur Ho'okano jengah. Darien tertawa.

"Hei, lihat lagi matanya, ia punya bentuk mata yang sama dengan Sabine!" seru Darien yang mau tak mau memaksa Ho'okano untuk menoleh.

"Jangan mulai, Darien. Kau tahu kalau Sabine adalah putri dari salah satu keluarga bangsawan besar di Roselan. Paling tidak ada sepuluh keluarga lain di Roselan yang memiliki hubungan darah dengan keluarganya. Beberapa diantaranya bahkan tak lagi termasuk dalam golongan bangsawan dan kau berusaha mengatakan kalau ia mirip dengan istrimu? Selain rambutnya, anak itu hanya memiliki kesamaan dengan penduduk Roselan," tandas Ho'okano yang sama sekali tak menghentikan tawa Darien. "Lagipula darimana kau dapat nama itu? Ji Yan? Nama itu sama sekali terdengar sebagai nama dari Dontae," tanya Ho'okano yang langsung membuat Darien tersenyum lebar.

"Itu namanya! Ji Yan perkenalkan dirimu dan beritahu paman Ho'okano kenapa kau harus tinggal di Morbos!" pinta Darien lembut. Ho'okano memperlambat sedikit kudanya, dan menyenyajarkan kudanya dengan kuda Darien. Ia sama sekali tak tahu kalau gadis itu dapat berbicara.

"Namaku Chao Ji Yan, aku harus tinggal di desa Morbos karena Darien sama sekali tidak bisa masak dan akan mati jika aku tidak memasak untuknya!" kata-kata itu seketika langsung membuat Ho'okano menghentikan laju kudanya.

"Kau memaksa anak yang tak tahu apa-apa untuk menjadi juru masakmu?" tanya pria itu tak percaya. Darien ikut menghentikan laju kudanya dan menghampiri Ho'okano.

"Jika bukan karena gadis ini, aku pasti tak akan pernah bisa keluar dari hutan neraka ini!" aku Darien sambil tersenyum lebar. Senyuman lebar yangbenar-benar membuat Ho'okano tak mampu lagi berkata-kata.

 To Be Continued

Ilustrasi:
- Ji Yan by Clockface comic (thanks dude this is really cute)
- Darien by Riesling

Video: Ashitaka and San by Joe Hisaishi

Continue Reading

You'll Also Like

614K 37.4K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
2.7K 131 24
"Seo Eunkwang laki-laki baik." Semua orang yang pernah berinteraksi dengan Eunkwang pasti menyetujui ungkapan itu. Eunkwang laki-laki ramah yang pu...
347 121 17
[Pemenang Penulis Terbaik 10 kategori Novelet di Festival Menulis Ellunar 7] Selama bertahun-tahun Alice menyesal, dan berharap ia bisa bertemu lagi...
4.4K 686 22
#1 IN FAIRYTALE [20 APRIL 2022] #1 IN LIGHT ROMANCE [17 JUNE 2024] ...