[√] Finally, we meet. | SoonH...

By pitike17

1.9K 269 40

- extra part of Until we meet again... - "Double date? Bagaimana?" pitike17©2016 More

First and Last Part

1.9K 269 40
By pitike17

Finally, we meet.
extra part
of
‘Until we meet again…’

***

Ada yang nungguin sekuel? Sorry, pencerahannya baru datang sekarang. Happy reading!

***

Rumah itu sekarang tampak lebih lengang. Hanya ada Seokmin sendirian bersama foto mendiang adiknya yang masih terpajang di atas meja. Malam yang sendu. Rasa penyesalan yang berkelanjutan.

TOK! TOK! TOK! Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Seokmin. Ia segera berjalan ke depan pintu untuk membukanya.

“Aku pulang.”

Seokmin tampak biasa saja. Ia sudah tahu, Woozi tidak akan pulang secepat itu setelah ia memberikan kalung itu. Ia bahkan mengira Woozi tidak akan kembali lagi ke rumah ini.

“Masuklah!” suruh Seokmin membuka pintu lebih lebar dan menyingkir, memberikan jalan untuk Woozi.

Woozi langsung mengambil tempat di sofa dan duduk.

“Aku sudah menemukannya.”
Seokmin menoleh ke arah Woozi bingung.

“Namaku. Aku sudah mengetahuinya.”

Seokmin masih setia menunggu cerita dari Woozi. Ia tak berniat untuk bertanya banyak. Ia membiarkan Woozi yang menjelaskan semuanya.

“Namaku Jihoon, Lee Jihoon. Aku penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan 2 tahun lalu dan… aku sangat berterimakasih pada Chan yang telah menyelamatkan hidupku.”

Mata Seokmin terbelalak begitu mendengar nama adiknya.

“Chan. Dia seharusnya bisa keluar paksa melalui pintu darurat sebelum tabrakan. Tapi dia malah mendorongku yang duduk di sebelahnya.”

Mata Seokmin mulai berkaca-kaca.

“Sebelum mendorongku, dia bilang: “Aku tidak tahu kau akan bertemu dengannya atau tidak. Kalau kau masih hidup, carilah kakakku, Lee Seokmin dan bilang semoga dia mendapatkan apa yang ia cari, semoga dia bahagia.””

Tangisan Seokmin pecah. Ia menutupi seluruh wajah dengan tangannya. Jihoon mendekatkan dirinya pada Seokmin dan mengelus pundaknya.

“Aku tidak… tahu dunia begitu sempit,” isak Seokmin.

“Aku juga.”

***

“Terima kasih,” ujar Jihoon sambil menatap ke tempat Soonyoung berdiri sebelum ia pergi, di hadapannya.

Soonyoung sudah pergi dan ia belum sempat mengatakan apapun selain maaf dan hal yang tidak penting lainnya. Ia menengok ponselnya. Tinggal 1 jam sebelum pesawatnya lepas landas. Ia harus segera masuk ke bandara, check-in, dan sebagainya.

Agak lama menunggu, akhirnya ia dan penumpang lainnya diminta masuk ke dalam pesawat. Ia duduk di bagian tengah, di samping pintu darurat. Tidak banyak orang Korea yang menjadi penumpang pesawat. Mungkin karena sekarang bukan musim liburan.

“Hai,” sapa penumpang yang duduk di sebelahnya.

“Hai,” balas Jihoon agak canggung karena tidak mengenali orang itu.

“Aku orang Korea.”

“Ah, iya,” balas Jihoon semakin canggung. Ia tidak tahu apa yang harus dibicarakan oleh sesama orang Korea.

“Sekolah?” tanya penumpang di sebelahnya lagi dibalas anggukan singkat dari Jihoon.

“Ah, aku tidak tahu ada juga yang ingin bersekolah di Amerika selain kakakku,” celetuknya.

Jihoon hanya mengangguk seadanya. Berbicara dengan orang yang belum dikenalnya itu tidak mudah.

“Aku ingin mengunjungi kakakku.”

Jihoon memandangi penumpang di sebelahnya dalam diam. Ia memutuskan untuk mendengarkan saja apa yang sedang dibicarakan. Toh, ia tak punya alasan untuk kabur seperti ketika berbicara dengan Seungcheol di pesta.

“Kakak yang tidak pernah memperhatikan adiknya. Selepas SMA, ia langsung mengambil beasiswa dan bekerja sebagai dokter di Amerika. Ia sama sekali tidak berkeinginan kembali ke rumah atau ke Korea. Aku merindukannya. Tapi ia pasti tidak. Ia hanya menelpon ibu sekali sebulan dan tidak pernah muncul di layar ponselku sampai detik ini. Kakak macam apa dia?”

Jihoon memasang senyum terpaksa.

“Kau kelihatannya tidak memiliki kisah serumit ini. Oh, mengapa aku menceritakannya padamu? Kau bahkan tidak akan mengerti.”

Akhirnya orang di sebelahnya ini sadar.

“Oh, nama. Aku lupa mengenalkan namaku. Lee Chan,” ujarnya lagi sambil mengajak Jihoon bersalaman.

“Lee Jihoon,” balas Jihoon menyambut tangannya.

“Kalung yang bagus,” balas Chan menunjuk kalung perak setengah nada yang bertengger di leher Jihoon.

Jihoon tersenyum kecil sambil memasukkan kalung itu ke dalam bajunya.

“Dari ibumu?”

Jihoon terdiam sejenak. Ia tidak bisa mengatakan apa posisi Soonyoung. Kekasih? Bukan. Teman? Ah, tidak juga.

“Dari kekasihmu?”

Kedua pipi Jihoon memanas. Ia malu.

“Ah, benar. Sudah kuduga,” ujar Chan kembali duduk ke posisi semua sambil melipat tangannya, “Selain sekolah, kau juga ingin menemui kekasihmu di Amerika.”

“Dia di Korea.”

Chan terbelalak. Mungkin kata-katanya tadi sudah agak berlebihan.

“Maaf. Aku tidak bermaksud.”

“Tidak apa, dia bukan kekasihku,” balas Jihoon meluruskannya.

***

Jihoon memang sudah kembali. Tapi Soonyoung tetap saja belum bisa mempercayainya. Jendela apartemen yang biasa dipandangnya ketika merasa kehilangan masih saja dipandangnya. Hidup yang mengejutkan.

“Hyung!” Vernon berhambur begitu saja masuk ke apartemennya.

Soonyoung tersentak kaget dan menoleh ke arah Vernon yang berdiri dengan senyum tanpa dosanya.

“Hyung, aku sudah berbaikan dengan Seungkwan.”

“Lalu?”

“Kau sudah bertemu dengan Jihoon.”

Soonyoung menaikknya sebelah alisnya, mendesak Vernon untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya langsung tanpa berbelit-belit.

“Double date? Bagaimana?”

“Yang benar saja…”

“Hyung!”

“Jihoon… Aku bahkan belum…”

“Kau sudah merusak kencanku karena Jihoon minggu lalu dan aku sebagai dongsaengmu yang baik hati ini menawarkan double date dan kau menolaknya. Yang benar saja.”

Soonyoung mengedipkan matanya berulang kali. Vernon sekarang lebih… Entah kata apa yang menggambarkannya.

“Hyung! Kita bisa mengaturnya sekarang. Ini masih jam 10 pagi.”

“Jam berapa kau janjian dengan Seungkwan?”

“Jam 7 malam,” balas Vernon santai.

“HARI INI?” Soonyoung terbelalak.
Vernon mengangguk yakin.

“Hyung, kau tahu? This world is so small. Seungkwan ternyata teman sekelas Jihoon. Jadi aku menyuruhnya mengajak Jihoon juga di telepon.”

“Aku akan mati…”

Vernon berjingkat-jingkat ke arah pintu keluar. Ia mendelik dari balik pintu sebelum benar-benar menutupnya, “Jangan lupa membawa hadiah, hyung!”

“KAU YANG MELUPAKANNYA!!”

***

Kafe yang sama di mana Vernon mengalami kegagalan kencannya. Dekorasinya manis dengan tambahan garland di dinding, penerangannya cenderung berwarna keemasan, dan meja-meja kayu ditutupi taplak kecil berwarna putih.

Vernon dan Soonyoung datang terlebih dahulu sambil menggenggam hadiah masing-masing. Mereka gugup. Mungkin ini yang dinamakan second-date syndrome, bagi Vernon. Soonyoung sendiri, ia sudah lama tidak bertemu dengan Jihoon dan terbiasa kehilangan sosoknya.

Pintu kafe terbuka, dua orang memasuki kafe dan berjalan menuju meja mereka. Seungkwan dan Jihoon, mereka pasti tampak sempurna di mata dua orang yang sedang sibuk memandangi mereka dari kursi tempat mereka duduk.

Soonyoung sontak bangkit begitu Jihoon tiba di meja mereka dan menarik sebuah kursi bagi Jihoon di depannya. Vernon juga bangkit dari tempat duduknya tapi ia terlambat menarikkan kursi bagi Seungkwan yang langsung duduk.

“Tidak perlu melakukan itu,” ujar Seungkwan menenangkan Vernon.

“Kalian berdua sudah memesan sesuatu.”

Soonyoung menggeleng.

“Kita menunggu kalian datang… aaa… supaya kita bisa memesan makanannya bersama.” tungkas Vernon, mengutip kata-kata Seungkwan.

“Kau pintar sekali berbicara. Itu kalimatku,” balas Seungkwan.

“Kalimat yang bagus,” ujar Vernon menatap Seungkwan sambil tersenyum.

Soonyoung dan Jihoon masih berada dalam situasi hening. Jihoon hanya memandang Soonyoung sesekali dan merunduk.

“Ada apa denganmu? Bicaralah,” ujar Seungkwan menyikut Jihoon.

“Aish,” keluh Jihoon enggan.

“Perkenalkan, namaku  Jihoon, Lee Jihoon.”

Jihoon memperkenalkan dirinya canggung. Entah mengapa  tidak ada satu topik obrolan pun yang menyangkut di otaknya.

“Ah, Jadi ini Soonyoung-hyung, teman setempat latihanmu dan penghuni apartemen sebelahmu,” ujar Seungkwan lagi sambil menunggu pesanan mereka datang.

Soonyoung mengangguk, “Benar.”

Sejak awal kedatangannya, Soonyoung selalu memperhatikan Jihoon. Dia diam saja. Apa dia merasa tidak nyaman?

“Aku ke toilet sebentar,” ujar Soonyoung tiba-tiba.

Ia beranjak dari kursinya dan memandang Jihoon sekilas. Ia tampak bingung harus berbuat apa.

Soonyoung berjalan ke belakang dan tidak sengaja mendengar dua orang berumur sekitar 30-an berdebat.

“Bagaimana bisa? Dia membatalkannya? Sepihak? Dia sudah berjanji akan datang.”

“Maafkan kami,” balas salah seorang dari mereka menundukkan kepalanya.

“Anak paruh waktu itu juga selalu absen sejak minggu lalu. Hah, kita sangat membutuhkannya sekarang.”

Soonyoung mendekati mereka berdua, “Ada yang bisa saya bantu?”

***

Kembali ke meja makan, Jihoon masih membisu sementara Seungkwan  berusaha membuatnya berbicara dan Vernon menjadi pendengar yang baik.
Tiba-tiba kafe berubah redup mendadak dan terang kembali. Jihoon teringat sesuatu, ia langsung mengarahkan pandangannya ke panggung kecil di sudut kafe.

“Selamat malam, pengunjung kafe semua.”

Itu Soonyoung. Apa yang akan dia lakukan?

“Aku Kwon Soonyoung, akan menghibur kalian semua dengan membawakan sebuah lagu. Lagu ini kupersembahkan khususnya untuk seseorang di sana,” ujar Soonyoung sengaja mengarahkan tangan kanannya ke arah Jihoon.

Jihoon terkejut. Ia berharap tidak ada orang yang menyadarinya.

My life is so beautiful

My life is so beautiful

Eojjeomyeon maeil ttokgateun ilsang gatjimanseodo
(In a way, my life is the same everyday)

Teukbyeolhae neowa hamkkemyeon
(Even though it’s the same, it’s also special when I’m with you)

Beautiful

Neoman saenggakhamyeon
(Whenever I think of you)

Whenever paradise paradise beautiful

Ne sonjabeul ttaemyeon
(When I hold your hand)

Wherever paradise paradise beautiful

Gingin haruga jinal ttae neoui yeope isseo julge
(When a long day passes, I’ll be by your side)

Naega nege naega oh naega nege naega
(Me to you, me oh me to you, me)

Jihoon tertawa kecil. Suara Soonyoung sejujurnya tidak terlalu bagus. Ia banyak salah dalam mengambil nada. Tapi dia sukses menghilangkan kebosanan Jihoon.

“Terima kasih,” ujar Soonyoung mengakhiri lagunya diiringi tepuk tangan pengunjung.

Jihoon mengira Soonyoung akan segera turun dari panggung. Jadi ia membalik kembali badannya menuju mejanya yang sudah berisi sepiring makanan pesanan mereka.

“Ada satu hal yang sudah lama ingin kuungkapkan…”

Soonyoung belum turun dari panggung. Jihoon menghentikan kegiatan makannya.

”…dan hal yang sudah lama ingin kudengar jawabannya.”

Soonyoung menaruh mic-nya dan berjalan turun dari panggung. Ia berdiri tepat di samping Jihoon. Jihoon perlahan memberanikan dirinya untuk menoleh.

Sekarang Soonyoung sudah berlutut, menghadap ke arahnya. Wajah Jihoon bersemu merah.

“Aku menyukaimu, Lee Jihoon,” ujar Soonyoung menatap Jihoon lurus-lurus sambil memegang tangannya.

“Ah, tidak. Aku mencintaimu,” ralat Soonyoung sambil tersenyum.
Jihoon terdiam.

Sekarang mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kafe.

“Apa kau juga…”

Seseorang di belakang Jihoon – yang juga ikut memperhatikan mereka – merasa gemas.

Jihoon masih terdiam.

“Jawab saja!”

Tiba-tiba Jihoon didorong dari belakang dan bibir mereka bersatu.

Sontak saja satu kafe menjadi riuh melihat tayangan drama langsung di hadapan mereka.

Jihoon terbelalak. Soonyoung memegangi pundaknya agar dia tidak terjatuh.

Adegan ciuman itu hanya berlangsung 2 detik. Begitu sadar, Jihoon langsung terlonjak dan berdiri mendorong kursinya ke belakang. Ia mengusap bibirnya sambil menahan semu di pipinya.

Lupakan makanan di yang belum dihabiskannya! Ia terlalu malu untuk tetap tinggal di dalam kafe. Jihoon berlari keluar kafe.

***

Vernon dan Seungkwan sekarang tertawa kecil melihat Soonyoung yang sudah beranjak dari posisi berlututnya sedang mengusap bibirnya.

“Kejar dia!” seru Seungkwan.

Soonyoung menoleh ke arah Seungkwan lalu ke arah Vernon dengan wajah ragu.

“Tinggalkan saja, aku yang bayar,” balas Vernon dengan nada terpaksa.

Soonyoung tersenyum lebar lalu berlari keluar kafe, menyusul Jihoon.

***

Jihoon berhenti di pinggir jalan raya. Ia baru saja akan menyebrang jalan ketika tetesan air hujan jatuh ke atas kepalanya.

“Lagi?”

“Kau beruntung.”

Jihoon menoleh ke samping. Tetesan air tidak lagi jatuh ke atas kepalanya. Sekarang seseorang berdiri di sampingnya sambil memegang payung dan menatapnya sambil tersenyum.

“Apa jawabanmu?” tanya Soonyoung mengungkit pertanyaan yang belum selesai diucapkannya tadi.

Jihoon terdiam sejenak. Ia menarik nafas dalam-dalam dan memberanikan dirinya memandang Soonyoung. Soonyoung masih tersenyum, senyum paling bahagia yang pernah dilihatnya.

“Aku juga.”

“Hmm,” goda Soonyoung berpura-pura tidak mendengar kalimat Jihoon.

“Aku juga men-“
Dalam sekali hentakan, Soonyoung memotong pernyataan Jihoon dengan mencium pipinya singkat.

“Aku belum siap melanjutkan yang di dalam tadi,” ujar Soonyoung bersemu merah.

Ia merangkul tubuh Jihoon agar tidak basah oleh hujan.

“Maaf, aku baru mengingatmu sekarang,” balas Jihoon keluar dari topik.

Soonyoung tersenyum sambil mempererat rangkulannya. Sepertinya awan belum berniat menghentikan hujan.

“Jangan pergi lagi. Berjanjilah!”
Soonyoung mengacungkan kelingkingnya pada Jihoon.

Jihoon mengangguk sambil menautkan kelingkingnya pada milik Soonyoung.

“Aku mencintaimu,” ujar Jihoon menyelesaikan pernyataannya.

***

THE END

***

Yeah! Udah kelar!

Masih nggantung, nggak?

Kalo masih, relain aja, ya! Heheh


Pyung pyung dari maknae! ♡♡

Continue Reading

You'll Also Like

14.2K 2.8K 6
UPDATE SETIAP JUMAT | Drama | Romance Juni - Oktober 2018 (c) Maeko
102K 9.9K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
119K 18.5K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
13.7K 2K 26
Follow! Baru baca . . . Si Pendiam Geum Donghyun dan Si Playboy Hwang Yunseong Complete ✔