The Ending [Sekuel The Letter]

By MsLoonyanna

60.6K 6K 924

[ROMANCE-HURT/COMFORT-ADVENTURE-ACTION-SUSPENSE] Setelah perpisahan menyesakkan di Menara Astronomi dan juga... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
do me a favor?
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Epilog - When it All Ends
NEW FF! Mind to Read?

Chapter 3

4.3K 496 25
By MsLoonyanna

Harry Potter © J. K. Rowling
The Ending © MsLoonyanna
(Ms. Loony Lovegood)
.

Adventure-Suspense-Romance
Setting : Hogwarts War, 7th year

Modifikasi buku ke-7: Harry Potter and the Deathly Hallows

[Semi Canon]
.
.
.

"Avada Kedavra!" Pancaran kilatan sinar hijau menyilaukan meluncur dari salah satu tongkat—entah siapa. Menghantam seseorang telak di dadanya. Beberapa pasang mata melebar terkejut.

Sebuah suara masih sempat terdengar pelan dalam nada samar nan menyayat sebelum seluruh napas cikal bakal kehidupannya harus berakhir di ujung tenggorokan dengan tragis.
























"Aaaarrgh!" erang sebuah suara.

"Draco, kau tak apa?" Hermione bertanya panik bercampur rasa cemas menjadi satu. Mereka, Draco dan Hermione, baru saja tiba di suatu tempat. Tepatnya di sebuah hutan besar dengan berbagai pepohonan berdaun rimbun.

Keadaan Hermione sekarang sudah sedikit membaik dari sebelumnya. Rasa sakit dan perih di lengannya berangsur-angsur mulai mereda. Justru kini giliran gadis itulah yang membopong tubuh lemah Draco untuk mencari tempat berteduh sementara di bawah salah satu pohon lebat di dalam hutan mengerikan itu.

"Duduklah," perintah Hermione. Dengan perlahan ia melepaskan rangkulan Draco di pundaknya, kemudian ikut mengambil tempat di sebelah pemuda pirang yang terlihat semakin pucat itu.

"Apa yang terjadi padamu, Draco?" Hermione kembali membuka percakapan, bersamaan dengan hazelnya yang seketika membulat terkejut setelah mengamati pemuda di sebelahnya lebih teliti.

"Merlin! Yang benar saja?! Kau terluka!" jeritnya tiba-tiba sembari menutupi mulutnya yang sedikit terbuka, syok. "Bagaimana bisa?" Kini ia menatap wajah kuyu Draco dengan alis yang berkumpul menjadi satu tepat di tengah.

"Entahlah, 'Mione. Tadi setelah kita ber-apparate ke sini, tiba-tiba saja perasaanku jadi tak enak, entah mengapa. Dan selanjutnya aku pun tak begitu sadar ketika sebuah duri salah satu tanaman liar di sini menggores kakiku," jelas Draco. "Tapi sungguh, kau tak perlu cemas. Aku baik-baik saja," tambahnya cepat-cepat ketika dilihatnya air muka Hermione yang berubah semakin cemas.

"Draco Lucius Malfoy! Goresan panjang seperti ini kau bilang tak apa-apa dan baik-baik saja, hah?!" Hermione berkata tak percaya, suaranya meninggi tanpa bisa ia tahan. Maniknya melebar dramatis.

Gadis itu lalu bangkit dari duduknya sembari memegangi kening. Sementara tangan kanannya diletakkan di sekitar pinggang rampingnya dengan gaya akimbo—berkacak pinggang. Ia terlihat sedikit kesal dan cemas dalam satu waktu yang sama. Hanya saja, rasa cemasnya jauh lebih dominan.

"Hermione, kau tak perlu secemas itu. Kau tahu? Luka ini tak sebegitu parahnya, aku bahkan masih bisa berjalan," bantah Draco sengit sembari mencoba menggerak-gerakkan kakinya yang sayangnya hanya membuatnya berhasil meloloskan erangan kecil.

Hermione berbalik ke arahnya. Pandangannya seketika melunak. "Oh, I'm sorry, Draco. Aku ... aku tak bermaksud untuk membentakmu. Aku hanya terlalu cemas dengan keadaanmu, kau tahu?" tuturnya, merasa bersalah.

Hermione kembali berlutut di sebelah kekasihnya yang kini tengah duduk berselonjoran. Kaki kiri pemuda itu masih tetap mengeluarkan darah segar, menembus celana kain hitam panjangnya. Manik sang gadis kemudian beralih ke arah jas hitam yang dikenakan Draco. Dengan sigap ia melepaskan jas tersebut hingga kini hanya menyisakan kemeja putih di balik tubuh bidangnya, yang akhir-akhir ini terlihat semakin mengurus.

Bagaimana tidak? Beban yang harus ditanggung Draco tentu sangat berat. Pastilah belakangan ini ia banyak berpikir dan kemungkinan tak makan teratur. Pelahap Maut termuda dengan usia yang bahkan baru menginjak usia tujuh belas tahun, demi Merlin! Bayangkan apabila kau berada di posisinya. Meskipun dulu ia sempat bangga ketika terpilih menjadi Pelahap Maut termuda yang masuk dalam daftar orang kepercayaan sang Pangeran Kegelapan, tetapi percayalah, ia menyesalinya. Benar-benar sangat menyesal. Oh, see? Kini hatinya benar-benar telah berkhianat dengan kenyataan yang ada.

Jauh dalam relung dan jiwa Draco, ia meringis dan merasa sedih ketika melihat sesuatu tercetak di lengan pucatnya. Sesuatu seperti tato merah yang lama-kelamaan berubah menjadi hitam pekat. Tampak sangat jelas bahwa itu adalah gambar sebuah tengkorak dengan ular terjulur keluar dari mulutnya, sama dengan gambar yang beberapa tahun lalu muncul di angkasa pada malam Piala Dunia Quidditch ataupun saat Bellatrix memunculkannya dari atas Menara Astronomi setahun silam tepat setelah kematian kepala sekolahnya, Albus Dumbledore.

Ya, itu Tanda Kegelapan. Tanda yang mengikat dan menjadi bukti nyata bahwa dirinya adalah seorang Pelahap Maut, pengikut sang Pangeran Kegelapan—yang nyatanya sekarang telah menjadi seorang pengkhianat. Well, bisa saja setelah ini ia akan dicap sebagai Blood Traitor, sama seperti para Weasley. Namun, sungguh, ia sudah tak begitu peduli dengan statusnya yang masih terikat sebagai Pelahap-Maut-sang-Pangeran-Kegelapan-Tanpa-Celah-Hidung itu. Sekarang yang terpenting adalah ia ingin bebas dan memperjuangkan cinta serta pilihan hidupnya sendiri.

Hermione menunduk memandangi pakaiannya, matanya tertuju tepat di saku celana. Ia ingat betul bahwa sebelumnya ia menyimpan tas manik-manik kecil serba guna di dalam saku celananya yang telah ia daraskan mantra perluasan. Dengan cekatan ia merogoh saku, mengeluarkan tas manik-manik yang tentunya telah ia mantrai dengan mantra perluasan juga. Hermione kemudian meraih sebotol kecil cairan ramuan berwarna hijau pekat dari sana bersama sebotol kecil lainnya yang berisi Dittany, lengkap dengan kapas dan perban.

"Whoa!" Draco berseru takjub. Hermione hanya memandanginya sekilas dengan sedikit seringai tipis di bibirnya. "Kau memang genius, 'Mione!" ujarnya lagi, lebih kepada memuji.

"Well, aku selalu memikirkan hal-hal yang mungkin tak orang lain pikirkan," jawab Hermione sekenanya.

Jemari mungilnya kini sibuk membenahi ramuan serta beberapa alat-alat pengobatan yang akan digunakannya pada Draco. Ia kemudian menyingkap celana panjang hitam pemuda pirang platina itu perlahan dan seketika meringis ngeri saat melihat luka goresan—sebenarnya, jauh lebih tepat dikatakan robekan—yang panjang dan terlihat dalam di kaki pucat Draco, tepat beberapa senti di atas tumit hingga betis atasnya.

"Tahanlah, Draco. Aku tak yakin kalau ini tidak akan sakit," Hermione mewanti-wanti.

Draco hanya mengangguk patuh dan gadis berambut cokelat mengembang itu pun lantas mulai menempelkan kapas yang sebelumnya telah ia beri Dittany ke sekitar area luka Draco. Meskipun ia melakukannya dengan teramat hati-hati, tak urung pemuda Malfoy itu masih meringis dan bahkan mengerang pelan karenanya.

Setelah selesai membersihkan luka-luka tersebut, Hermione pun mengambil perban dan membalutkannya pada kaki pucat sang Pangeran Slytherin lalu segera menyuruh pemuda itu untuk meneguk sebotol ramuan cair berwarna hijau pekat, katanya berfungsi untuk memulihkan stamina.

"Bagaimana rasanya?" Hermione bertanya dengan alis yang melengkung ke dalam.

"Wow! Ini luar biasa, 'Mione!" jawab Draco berusaha terlihat kuat dan bersemangat.

Hermione memutar bola matanya, tahu betul bahwa Draco berbohong. Maksudku, yang benar saja? Rasanya pahit, jika kau ingin tahu dan itu memang faktanya. Tak lama kemudian, ia kembali memasukkan peralatan-peralatan medisnya ke dalam tas manik-manik miliknya.

"Draco, jujur saja sejak tadi aku bertanya-tanya. Kita di mana sekarang? Aku sama sekali tak
mengenal hutan ini." Hermione kembali duduk di sisi kiri sang Pangeran Slytherin sembari memutar leher ke arah sekeliling mereka, mencoba mencari tahu.

"Aku belum memberitahumu rupanya. Well, ini adalah hutan pribadi milik keluargaku, keluarga Malfoy," terang Draco di sela-sela ulasan senyum tipisnya. "Tapi kuakui, hutan ini memang belum begitu terawat." Pemuda itu mengangkat bahunya ringan, sementara Hermione sedikit menganga mendengarnya. Ia tak tahu bahwa saking kayanya keluarga Malfoy, bahkan mereka sampai memiliki hutan pribadi—bukan hutan untuk umum seperti halnya dengan hutan-hutan lainnya di wilayah itu. Hening selama beberapa detik sebelum sebuah tawa renyah keluar dari bibir Hermione.

"You're a little bastard!" canda gadis itu seraya melayangkan tinju kecil ke lengan Draco. Sementara si pemuda hanya tersenyum lebar lalu ikut tertawa bersamanya. Tawa mereka terdengar benar-benar asing, satu-satunya suara di dalam hutan itu selain suara beberapa hewan—mungkin serangga—dan juga suara gemericik air dari kejauhan.

Faktanya, sebenarnya Hermione sempat merasa rendah diri dan bahkan sempat merasa tak pantas untuk bersama Draco, mengingat status pemuda itu yang merupakan seorang Darah Murni bangsawan kaya raya. Sementara dirinya? Oh, ia hanya seorang muggle-born biasa. Namun, akhirnya ia menepis jauh-jauh perasaan itu. Yang terpenting adalah bahwa Draco mencintainya dan itu sudah cukup. Lebih dari cukup.

"Hermione, kita harus mencari tempat yang tepat di sekitar sini untuk menginap sebelum petang datang," usul Draco.

"Ah? Err, maksudku ... ya. Kau benar, Draco." Hermione tiba-tiba tersenyum kikuk.

Dan perjalanan pun kembali dimulai.

• • •


"Avada Kedavra!" Pancaran kilatan sinar hijau menyilaukan meluncur dari salah satu tongkat, entah milik siapa. Menghantam seseorang telak di dadanya. Beberapa pasang mata melebar terkejut.

"Draco..." Suara itu masih sempat terdengar, begitu pelan dalam nada samar nan menyayat sebelum seluruh napas cikal bakal kehidupannya harus berakhir di ujung tenggorokan dengan tragis.

Seluruh pasang mata yang berada dalam ruangan tersebut sontak terkejut, tanpa terkecuali—bahkan orang yang merapalkan mantra terkutuk itu sekalipun. Ia jelas salah sasaran dan ia benar-benar tak menyangka bahwa lemparan kutukannya akan meleset. Ya, terang saja, mendaraskan mantra kutukan paling berbahaya dengan membabi-buta dalam keadaan kacau di suatu ruangan seperti ini tentu tak akan mengantarkanmu pada suatu hal yang baik. Dengan kata lain, kendati mantranya bisa tepat sasaran, siapa pun berani bertaruh bahwa kemungkinannya akan sangat kecil. Mungkin seperti membidik satu bintang tertentu di antara jutaan bintang lainnya.

Tubuh ringkih itu terjatuh kaku dan ambruk menghantam lantai dingin nan keras Malfoy Manor. Satu kata, tepatnya nama, berhasil ia ucapkan sebelum mantra laknat tersebut tepat mengenai dadanya dan merenggut segala atmosfer kehidupannya.

Draco

Itulah sebuah nama yang sempat ia ucapkan.
.
.
.
To be continued ....

-----

Hi, beautiful! Ah, sayang ya, di chapter ini belum kebongkar siapa yang kena mantra tak termaafkan itu, hehe. Tapi sudah ada clue-nya, lho. Yang pasti ini orang terdekatnya Draco, ya. Kira-kira aunty Narcissa atau uncle Lucius? Atau justru nenek lampir Bellatrix? :D Mendingan yang mana hayo selain Bellatrix?

Anw, thank you for the vomments in the previous chap! It's fast update because you guys made me happy somehow.

Jangan heran kalau tiba-tiba ada notif update padahal nggak. Karena itu artinya saya mengedit beberapa hal, umumnya sih typos. I hate typos actually (who doesn't, though?) but somehow it's always there T_T

-MsAnna

Continue Reading

You'll Also Like

54.8K 8.5K 52
Rahasia dibalik semuanya
184K 15.5K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
248K 36.9K 68
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
67.6K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...