Peka Banget! 「END」

By andhyrama

1.2M 57.3K 14.7K

Ketika Cantika dan Karlita-dua cewek pengidap kesehatan mental-bertemu dengan sosok cowok yang peka banget. M... More

PREVIEW
PENGANTAR
PROLOG: CANTIKA
PROLOG: KARLITA
01. CANTIKA: AKU ISTIMEWA!
03. CANTIKA: DIA DATANG!
04. KARLITA : AKU SENDIRI!
05. CANTIKA: LIHATLAH DIRIMU!
06. KARLITA: BUANG WAJAHMU!
07. CANTIKA: DIA MENGERTI!
08. KARLITA: TIDAK AKAN ADA LAGI!
09. CANTIKA: MEMBUATKU LUPA!
10. KARLITA: MEMBERI JANJI!
11. CANTIKA: TERIMA TANTANGAN!
12. KARLITA: BUKAN URUSANKU!
13. CANTIKA: INGIN MENYERAH!
14. KARLITA: TAK KUMAAFKAN!
15. CANTIKA: DIA MENGERIKAN!
16. KARLITA: RASANYA DAMAI!
17. CANTIKA: MAHKOTA BUNGAKU!
18. KARLITA: DIBUNGKUS PLASTIK!
19. CANTIKA: KENDALIKAN EMOSI!
20. KARLITA: JADILAH PEMAAF!
21. CANTIKA: TEPATI JANJI!
22. KARLITA: ADA MASALAH!
23. CANTIKA: ALASAN KLASIK!
24. KARLITA: AKU BERGUNA!
25. CANTIKA: JATUHKAN LUTUT!
26. KARLITA: TIDAK MUNGKIN!
27. CANTIKA: BERLARI PERGI!
28. KARLITA: PECAHKAN KACA!
29. CANTIKA: AKU BAHAGIA!
30. KARLITA: HIDUP KEMBALI!
EPILOG: CANTIKA
EPILOG: KARLITA

02. KARLITA: AKU SAMPAH!

73K 2.8K 961
By andhyrama

Mataku terbuka dengan malas, aku sadar kalau aku tengah mengalami proses yang dinamakan bangun dari tidur. Ah sial, aku masih hidup, masih di tempat yang sama, masih di kondisi yang sama, dan masih di tubuh yang sama. Aku butuh mesin waktu milik Doraemon, kembali ke masa di mana kedua orang tuaku pertama berjumpa, lalu aku akan membuat mereka tidak pernah bertemu agar eksistensiku di masa depan tidak akan pernah ada.

Kedua mataku memandangi kamar ini. Satu-satunya kata yang bisa mendeskripsikan keadaan di sini adalah berantakan. Banyak buku dan kertas berserakan di lantai, tumpukan baju kotor yang belum aku kirim ke laundry juga menggunung, meja dengan beraneka barang yang tergeletak, bahkan laptopku masih menyala juga di meja itu. Apa yang aku lakukan kemarin malam? Entahlah, aku tidak ingat.

Aku mencari-cari ponsel di atas kasur yang berantakan ini, yang aku temukan malah permen karet. Aku segera membuka bungkusnya dan memasukkan permen karet berwarna merah muda ini ke mulutku, mengunyahnya sembari memikirkan banyak hal. Hubunganku dengan orang tua, dengan teman-temanku, dan dengan pacarku.

Papa dan Mama selalu bangga dengan Kak Rita, dia adalah sosok anak idaman. Walau orang tuaku tidak akan pernah kesulitan uang, tetapi Kak Rita hampir tak pernah mengandalkan mereka. Dia bisa dapat beasiswa kuliah di Beijing. Setelah lulus, dia mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan asing.

Dia mengumpulkan uang dengan mudah dan membuka sebuah kafe bersama Bang Deva, pacarnya. Kini, dia dan Bang Deva sudah menikah dan akan segera punya momongan. Dia akan memberikan cucu untuk Papa dan Mama, sebuah hal yang paling diidamkan orang tua pada anaknya.

Apa yang pantas kedua orang tuaku banggakan dariku? Aku sampah. Aku tidak tahu sejak kapan aku tidak masuk kuliah, aku melihat seluruh mata kuliahku semester lalu tidak lulus. Sekali pun aku tidak pernah membuat mereka bangga! Aku jelek, bodoh, jorok, dan tidak punya etika. Aku tidak punya guna, hanya parasit yang pantas dihapuskan dari ada menuju tiada.

Teman-temanku? Apa aku sungguh-sungguh punya teman? Tidak ada yang mengunjungiku ketika aku benar-benar butuh mereka ada di sampingku. Mereka ke mana? Sibuk dengan dunia masing-masing. Pacarku? Dia dengan kejamnya memutuskanku. Namun, aku sadar diri, cowok sepertinya tidak pantas untuk memiliki kekasih sepertiku. Kini, aku merasa hidupku sia-sia saja. Pertanyaannya, kenapa aku masih mau-maunya bernapas di bumi?

Aku berhenti mengunyah permen karet karena rasa manisnya sudah hilang. Karena malas untuk membuangnya ke tempat sampah aku memilih menelannya. Aku kembali menarik selimut yang baunya sudah tidak karuan dan menutup mataku lagi. Kenyataan yang aku alami sangatlah buruk. Aku ingin kembali ke alam mimpi, hidup di sana dan tidak bangun lagi.

Mama, aku ingin dibanggakan juga. Papa, aku ingin diperlakukan sama dengan Kak Rita. Teman-teman, aku ingin kalian mengerti aku. Ares, kamu di mana? Aku rindu pelukanmu, walau kutahu sudah mustahil bagimu untuk mau menjadi pacarku lagi.

Aku benar-benar sedih dengan kesendirian ini. Aku ingin menangis, tetapi sudah sangat sulit untuk melakukan itu. Hampir setiap saat aku meneteskan air mata, kini aku yakin mataku sudah kering.

Aku membuka selimut saat sadar bahwa ada ponsel di bawah badanku. Aku bangkit dan duduk sembari memasukkan sandi pengaman. Ada sebuah notifikasi yang membuatku tiba-tiba menyengir senang. Dia menjawab pertanyaan anonimku di ask.fm.

Bas, apa definisi hati?

Hati, di mana kamu hanya perlu satu titik untuk membidik. Namun, harus tahu banyak sisi untuk mengisi.

Pertama kali aku kagum dengan sosok Bas, yaitu ketika beranda akun ask.fm milikku banyak menampilkan jawaban-jawaban dari Bas. Dari header di profilnya yang menampilkan rentetan gedung fakultas yang berwarna pelangi itu, aku tahu dia satu kampus denganku. Aku mulai stalking dia. Dia tidak aktif di sosial media mana pun kecuali di ask.fm. Dia suka menjawab pertanyaan dengan gaya yang unik. Kadang lucu, kadang manis, kadang juga penuh arti. Karena dia tidak pernah menampilkan fotonya, aku jadi begitu penasaran dengan sosok aslinya.

Tiba-tiba, seperti ada bisikan di telingaku. Lita, berhenti berbuat bodoh! Ares bukan cowok satu-satunya. Dia adalah bajingan tengik yang tidak pantas ditangisi. Bagaimana bisa dia memutuskan cewek sepertimu? Kurang goblok apa lagi sih, dia? Cowok pemilik akun @PanggilAkuBas itu adalah targetmu sekarang. Enyah dari kasur dan bersenang-senanglah! Habiskan uang dan ajak teman-teman bermain! Mereka pasti mau sesuatu yang gratis. Aku kemudian tertawa terbahak-bahak dan berdiri di atas kasur. Aku melompat-lompat dengan begitu senang.

Hore! Aku putuskan akan mencari Bas, menendang-nendang buku di lantai, melempar selimut, bantal, dan guling ke berbagai arah. Ayo bersenang-senang, Lita! Kamu berharga! Semua orang seharusnya tahu kamu adalah berlian! Kamu bisa menghadapi semuanya. Dengan cekikikan, tawa aku menuju ke kamar mandi untuk segera bersiap ke kampus.

"Gila, gue cantik banget!" pekikku saat melihat ke cermin di depan wastafel.

Aku punya kecantikan khas wanita Indonesia, kulit kuning langsat. Walau memang, kulitku dalam versi yang lebih gelap karena keseringan berjemur di pantai. Astaga, seharusnya aku bisa mendapatkan bule ganteng dengan kecantikanku yang membahana ini. Sayangnya, aku lebih suka produk lokal.

"Sialan, demi apa! Gue udah kayak Miss Universe!" pekikku lagi saat melihat cermin di pintu lemari setelah aku berpakaian.

Aku menari-nari sembari melihat diriku di cermin. Sudah cukup sok feminin, sekarang aku mau setel musik rock and roll dan mengobrak-abrik ruangan sebelum berangkat! Aku menyalakan musik keras-keras, lalu aku meloncat-loncat di atas kasur hingga rambut kuputar-putar seperti gaya biduan kesurupan. Pokoknya sampai pusing!

Setelah kegilaanku sedikit mereda, aku segera mencari kunci mobil. Mana dia? Sambil mencari sembari goyang juga dong, biar semangat! Ayo cari, Lita!

***

Aku tinggal di Jalan Pulo Raya, tepatnya di belakang kantor Walikota Jakarta Selatan. Dengan mengendarai mobil Toyota Sienta merah, aku menuju Jalan Nipah Raya kemudian belok kiri ke Jalan Prapanca, dan putar balik ke Jalan Iskandarsyah Raya.

Aku sangat menyukai mobil ini, selain modelnya yang unik, juga terasa nyaman untuk dikemudikan. Mataku selalu senang melihat kabin yang tampak lega dengan suasana two tone ini–beige dan hitam–ditambah motif jahitan warna jingga. Dashboard asimetris pun semuanya mengarah ke pengemudi. Dengan modal rengekan pada Papa, aku berhasil mendapatkan mobil ini dengan mudah.

"Minggir, lo bego!" teriakku ketika seorang pengendara motor ingin menyalip mobilku saat sedang lampu merah di perempatan Jalan Melawai. Aku membuka kaca mobil dan memunculkan wajahku ke luar. "Woy, kampungan! Kalian semua alay! Norak!" teriakku ke pengendara-pengendara lain. "Bercanda doang, kali! Cupu lo!" lanjutku saat beberapa dari mereka menoleh ke arahku.

Aku kemudian menutup kaca mobil lagi, mengeraskan musik dan menggoyang-goyangkan kepala mengikuti beat yang cepat. Aku senang sekali siang ini, semangatku meningkat sejuta kali lipat! Apa yang akan aku lakukan, ya? Setelah menemukan Bas, aku akan menilai penampilannya dulu. Kalau jelek bye, kalau ganteng lanjut! Kemudian, aku akan mengajak teman-temanku ke mal, berbelanja sepuasnya, nonton film komedi bersama, atau ke Dufan dan main sepuasnya! Ayo, Lita, habiskan uang dan waktumu untuk bersenang-senang!

Kini, aku memperhatikan wajahku di cermin, wajahku memang selalu cantik dan menggoda. Lipstiknya kurang tebal, goblok! Aku suka sekali lipstik merah yang tampak garang dan berani, itu membuatku yakin bahwa aku adalah cewek yang berkelas. Tetap menebalkan gincu di bibir, aku tidak peduli suara-suara klakson pengendara lain yang ingin aku segera cepat melajukan mobil.

Aku membuka kaca lagi dan melongok. "Gue lagi pakai lipstik, bego! Jalan tinggal jalan, goblok!" teriakku pada mereka. Dasar orang-orang itu tidak bisa mengerti betapa pentingnya dandan sebelum ke kampus, yang jelas ini lebih penting dari hidup mereka.

"Ini jalan umum, jangan berhenti saat lampu sedang hijau, Non," kata seorang pengendara motor yang muncul di sampingku.

"Iya, iya!" jawabku yang kemudian melajukan mobil. Sial, mau mereka sebenarnya apa? Tetap saja mereka membunyikan klakson karena aku melajukan mobil saat lampu merah. Dasar apa-apa salah! Apa-apa diprotes! Menyebalkan.

***

Kini, aku sedang mencari-cari Bas. Aku mendekati satu per satu anak kampus yang aku temui dan menanyai mereka. Ada beberapa yang tahu tentang akun ask.fm itu, tetapi belum ada orang yang tahu orang aslinya. Aku sudah berusaha dengan membentak mereka, mendorong mereka, sampai menyuap mereka agar memberikan info tentang Bas dengan jelas. Tapi, mereka malah kabur dariku atau mempertanyakan kewarasanku. Kurang ajar!

"Lu nggak tahu Bas? Pokoknya lo harus tahu!" bentakku ke cewek berkacamata yang punya kulit sawo matang itu.

"Makasih, Lita. Hanya kamu yang memberikan semangat bagiku, kalau aku harus jadi Tahu. Semua orang memanggilku Tempe di kelas," jawab cewek itu memelukku dan menangis. Dasar Tempe!

"Lo kenal Bas, nggak? Ini lho." Aku menunjukkan layar ponsel yang menampilkan akun Panggil Aku Bas. "Kenal, kan?" lanjutku dengan berharap.

Cowok dengan rambut mohawk itu tampak bingung. "Karlita cantik, ngapain cari cowok begituan? Sama gue aja, yuk," ucapnya yang memandangku dengan tatapan menggelikan.

"Pergi aja lo ke pasar loak! Muka bobrok kayak lo pantas banget bersanding dengan barang-barang rongsokan di sana! Minggir, gue mau lewat!" kataku yang kemudian mendorong cowok dengan wajah seperti pantat wajan itu.

Dengan kekesalan, aku berjalan entah ke mana. Tidak lama, aku berpapasan dengan seseorang yang langsung berteriak saat melihatku. "Lita! Aku ra ngimpi, iki Lita, kan? Ayo masuk kelas bareng," ucapnya dengan logat Jawa yang begitu kental. Cewek dengan dahi lebar dan rambut kucir tanpa poni ini menggoyang-goyangkan tubuhku dengan senang.

"Elin, gue ke sini bukan mau ke kelas. Gue lagi cari cowok yang namanya Bas, lo tahu nggak?" tanyaku ke Elin.

"Bas banyak, Lit."

"Ini loh, tadi pagi dia jawab pertanyaan gue," ujarku seraya langsung menunjukkan layar ponsel yang menampilkan jawaban Bas.

"Itu akun milik Mas Bas. Nek ra salah, doi anak Hukum," jawab Elin sembari menyipitkan matanya dan mengangguk-angguk.

"Mantap! Gue bakalan keliling Fakultas Hukum buat cari dia," kataku bersemangat.

"Ke pusat informasi aja, Lit, kalau penting," Elin menyarankan.

"Eh iya, nggak kepikiran gue," jawabku yang kemudian langsung lari ke gedung dengan cat warna biru nila itu.

Mengendap-endap, aku mendekati ruang informasi di lantai dasar. Aku menunggu situasi yang tepat untuk masuk ke sana. Akhirnya setelah lima belas menit, penjaga ruangan itu keluar. Dilihat dari wajahnya yang tampak kecut, sepertinya dia ingin ke toilet. Menengok kanan-kiri, situasi sudah sepi. Ini saatnya melancarkan rencana.

Aku masuk ke ruangan itu, duduk di kursi yang berada di depan meja yang sudah dilengkapi cabin switch master. Dengan audio paging system, aku hanya perlu menyalakan mikrofon di dekat switch master dengan puluhan tombol berwarna-warni ini. Dengan begitu, suaraku akan terdengar ke semua speaker yang terpasang di ruangan fakultas ini. Cara mudah menemukan Bas!

Tanpa basa-basi, aku langsung melakukannya, mendekatkan mulutku ke mikrofon tipe gooseneck ini. "Woy! Panggilan buat Bas yang tadi jawab pertanyaan gue di ask.fm, gue tunggu lo di taman. Gue pakai baju kuning berumbai-rumbai sama celana putih kusam karena belum dicuci lebih dari sebulan. Buru, tunjukin muka lo depan gue. Selamat siang!" Setelah memberi pengumuman, aku langsung keluar dari ruang informasi.

***

Empat jam sudah aku menunggu. Duduk di bangku taman belakang Fakultas Hukum, aku menunduk lesu. Semangatku tiba-tiba lenyap. Karlita, hidupmu sangat menyedihkan. Bisa-bisanya kamu mencari-cari orang yang tidak pernah kamu kenal? Orang yang bahkan tidak tahu eksistensimu di dunia ini. Bas hanya seorang pujangga yang entah ada di mana. Keberadaannya tidak akan mampu dideteksi olehmu, si sampah yang seharusnya dibuang ke TPA. Memikirkan hakikat hidupku yang tak berarti ini, aku merasa Tuhan menyia-nyiakan kemampuan-Nya dengan menciptakan makhluk sepertiku.

Suara petikan gitar sampai di telingaku. Aku menoleh ke samping. Aku kaget, karena ada seorang cowok memakai jaket hitam dengan rambut acak-acakan sedang duduk di bangku yang sama denganku. Aku lihat sisi gitar akustiknya, di sana ada tulisan B.A.S yang dibuat dengan spidol, entah kenapa aku langsung berpikiran bahwa dia adalah orangnya.

"Ketika segala hal tampak indah, aku bermata. Ketika segala hal tampak buruk aku pun buta. Ketika kamu buta, aku akan selalu bermata. Karena kamu adalah definisi indah, maka berhentilah menjadi buta," ucapku yang melafalkan jawaban dia tentang definisi 'indah' dengan pelan.

Suara senar-senar yang dipetik berhenti, cowok itu menoleh ke arahku. Detak jantungku hampir saja berhenti melihat tatapan matanya. Sumpah, dia kelihatan keren banget! Alisnya meruncing dengan tegas, matanya sangat tajam, hidung simetris dalam kondisi yang pas, bibir atasnya sedikit lebih tebal dari bibir bawah membuatnya tampak manis. Astaga, kalau ini yang namanya Bas, aku tidak akan pernah melepaskan dia.

"Kamu Karlita Devanita, kan?" tanyanya yang membuatku membelalak. Dia tahu namaku? Astaga, apa aku mimpi? Apakah aku benar-benar terjebak di dunia mimpi? Kalau iya, aku akan menghukum siapa pun yang membangunkanku dari mimpi terindah sepanjang masa ini. Tunggu, kenapa cowok ini melihatku terus? Lama-lama, aku bisa terbakar karena pipiku yang memerah panas.

"Panggil Aku Bas ...," ucapku dalam kondisi setengah sadar. "Lo pemilik akun itu?"

Dia mengangguk dan kemudian bibirnya membentuk senyum yang sangat melengkung. Sial, senyumannya bikin melting banget. "Ada apa memanggilku?"

"Gue ngefans, goblok!"

"Oh."

"Tadinya gue kira lo anak sastra. Habisnya kalau jawab pertanyaan suka puitis gitu, gue suka banget, tahu!"

"Aku hanya suka menjawab pertanyaan. Berbagi pandangan akan suatu hal dengan bebas," jawabnya singkat yang kemudian memalingkan wajahnya dariku.

Seperti tidak terjadi apa-apa, dia kembali memainkan gitarnya. Aku menggeser bokongku agar bisa berada lebih dekat dengannya. Aku mendekatkan kepala, mengamati wajahnya yang tampak senang dengan saksama. Jari-jarinya yang menekan dan memetik senar itu ingin sekali aku kunci dengan jemari. Hidung kecilku mendengus mencium wanginya dengan penuh penghayatan. Ada bau; micin, bumbu karedok, remah-remah Rinso, dan parfum Bellagio. Kok aku jadi peka banget, ya, sama bau-bauan?

"Apa yang kamu lakukan?" tanya dia yang tiba-tiba menoleh membuatku kaget.

"Dari gue nemu akun lo itu, gue udah penasaran banget sama lo!" jawabku dengan jujur. "Gue pengin kenal lo aja."

"Penasaran. Di saat ada debaran rasa untuk meraih kepuasan. Jangan penasaran padaku, aku tidak akan memberikan kepuasan padamu," jawabnya tenang sembari menyeringai.

Sumpah, dia bilang seperti itu malah membuatku ingin kenal lebih lanjut. "Ayo kenalan! Ayo kita berteman!" sontakku yang langsung menaikkan tangan, ingin berjabat tangan.

"Bas," kata dia menerima jabatan tanganku. Ah, tangannya menggenggam dengan mantap.

"Cukup panggil Lita," ucapku dengan tersenyum, "mau lebih, tambah Sayang."

Kemudian Bas menggeleng dan tertawa tanpa suara, aku pun menyahut dengan tawa kecil. "Baiklah," kata dia yang menahan senyumnya. "Lita Sayang."

Astaga. Lucu banget! Aku tidak percaya dengan apa yang namanya kebetulan. Pertemuanku dengannya pasti adalah takdir. Ih, senangnya ditakdirkan ketemu cowok kayak gini. Ah, jadi ingin teriak dan loncat-loncat di atas trampolin! Ayo Lita, beli trampolin!

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 142 43
Kata demi kata tersusun rapi menjadi sebuah puisi indah yang menceritakan sebuah kisah tentang mu, tentang nya dan tentang kuu...
35.8K 5.3K 55
[SELESAI] Padahal jelas-jelas Naira sudah punya pacar. Pacarnya pun cakep, perhatian, dan personil band terkenal. Mereka juga saling sayang. Tetapi...
418K 29.7K 22
Atas permintaan Jessica, Dominic Vante terpaksa harus menikah dengan seorang gadis remaja 17 tahun bernama Olivia Orlin. Seiring berjalannya wak...