My Naughty Boy [SUDAH TERBIT]

By anavetj

3.1M 19.5K 1.3K

SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU Dikenal sebagai dosen killer dan kaku, Britt di takuti oleh semua muridnya... More

Pengumuman [UPDATED]
I. The Black Mail
III. The Ugly Truth
IV. Play, Rewind, and Repeat
V. Dream and Nightmare

II. Once Bitten, Twice Shy

151K 3K 30
By anavetj

Brittany terbangun dengan kondisi kepala yang sedikit sakit dan ingatan akan kejadian kemarin yang masih terasa jelas.

Setelah ia berhasil mendapatkan kembali kendali dirinya kemarin, Brittany melupakan makan malamnya dan langsung membersihkan diri. Nafsu makannya hilang digantikan dengan perasaan khawatir di dasar perutnya.

Sepanjang malam, ia memutar otak cerdasnya tentang apa yang bisa di lakukannya untuk mencegah foto tersebut tersebar dan baru tertidur subuh tadi. Ia kesal karena tidak peduli bagaimanapun, Ethan lah yang memegang kendali dan Brittany benar-benar sadar bahwa kedua tangannya terikat dalam masalah ini.

Ia tidak bisa mengambil resiko bahwa mungkin Ethan hanya mengucapkan ancaman kosong untuk menggertaknya karena ia tidak tahu pria seperti apa Ethan. Dan satu-satunya cara yang akhirnya ia harus akui dapat menghentikan ancaman Ethan adalah dengan menurutintya. Ia hanya berharap pria itu adalah seorang gentleman yang memegang teguh ucapannya.

Brittany kemudian bangkit dan besiap-siap untuk pergi ke kampus hari ini.Ia memiliki kelas pagi yang juga dihadiri oleh Ethan dan Brittany bertekad untuk menyelesaikan masalahnya segera mungkin.

Dengan cepat ia menyiapkan sarapannya dan melahapnya dalam beberapa gigitan karena Brittany menyadari bahwa dirinya sangat lapar setelah melewatkan makan malamnya.

Sebelum ia berangkat, ia tidak lupa untuk mengecek assignment Anthony yang diberikan oleh Ethan kemarin. Ia membaca kasar tulisan-tulisan tersebut dan memutuskan untuk memberikan nilai C karena meskipun Anthony melakukan pekerjaannya dengan sangat baik, ia tidak bisa melewatkan cerita di balik bagaimana sampainya kertas ini ke tangannya.

Brittany lalu berangkat dengan mengendarai mobilnya dan segera melangkah menuju auditorium kelasnya begitu ia menginjakkan kaki di universitas karena ia hampir terlambat.

Brittany mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan melangkah memasuki ruangan kelas dimana sudah terisi penuh oleh mahasiswa dan mahasiswinya, ia menolak untuk merasa terintimidasi oleh seorang murid yang lebih muda beberapa tahun darinya.

Dengan kendali dirinya yang penuh, Brittany memulai kelas hari itu seperti biasanya.Matanya menatap tegas ke seluruh penjuru kelas, menyadari bahwa Ethan Hart sedang memandangnya lekat-lekat.

Ethan Hart adalah murid yang cerdas dan masuk ke universitas ini dengan beasiswa.Pria itu termasuk populer di kalangan murid-murid wanita meskipun Brittany tidak mengerti dimana menariknya pria seperti Ethan.

Tidak mau di anggap takut, Brittany membalas tatapan pria itu dengan tajam, seolah-olah menantang muridnya itu untuk berani melawannya. Ia tidak seharusnya takut akan ancaman Ethan apalagi setelah sekarang yang ia lakukan adalah menuruti kemauan muridnya itu. Yang perlu ia khawatirkan sekarang adalah apakah pria itu akan memegang ucapannya.

Mengakhiri kelasnya hari ini, Brittany kemudian berkata dari depan kelas kepada Ethan dan Anthony untuk datang menghadapnya sebelum ia meninggalkan kampus. Anthony terlihat terkejut dan bingung sedangkan Ethan memberinya tatapan yang tidak terbaca dengan sebuah senyum bak malaikat yang terukir di bibirnya.

Brittany bergidik melihat senyuman itu dan berusaha tenang berjalan keluar dari ruang kelas menuju ruangannya. Sebagai salah satu pengajar terbaik, Brittany memiliki fasilitas ruangan sendiri di universitas dan baru kali ini ia bersyukur bahwa ia memilikinya.

Ketukan di pintu ruangannya yang terbuka membuat Brittany menoleh dan melihat kedua sosok mahasiswa kelasnya berdiri di sana.

"Permisi, Professor," ucap Anthony pelan.

"Masuklah," Brittany mempersilahkan keduanya untuk masuk dan melambaikan tangannya ke arah kursi di depannya mempersilahkan mereka untuk duduk.

Kedua orang itu masuk dan duduk di depannya, Anthony dengan tatapan waswas dan Ethan dengan wajah tidak bersalahnya.

Matanya bersitubruk dengan mata Ethan untuk sesaat dan Brittany melihat kilat kemenangan disana yang seketika membuatnya merasa kesal.Menahan umpatannya, Brittany mengambil kertas assignment Anthony dari dalam tasnya dan memberikannya pada pria itu.

"Berterimakasihlah pada Mr. Hart di sini yang telah memaksaku untuk menerima tugasmu," ucap Brittany dengan geram.

Anthony memandang kertas itu dan melihat nilai yang tertulis di pojok kertas, tidak menyadari venom di dalam ucapan Brittany.

"Terimakasih, Professor!" seru pria itu senang karena tugasnya diterima meskipun nilainya lebih rendah dari biasanya.

Brittany hanya mengangguk dan mengalihkan perhatiannya pada Ethan dan berkata, "Sedangkan kau Mr. Hart, dengan berat hati harus kusampaikan bahwa kau harus mengulang pelajaranku semester depan."

"Apa?" seruan kaget itu bukan datang dari Ethan melainkan keluar dari bibir Anthony.

"Keberhasilanmu berdiri di atas kegagalan sahabatmu, Mr. Lane," jelas Brittany.

Wajah Anthony memucat. "Ta-tapi,"

"Sudahlah, Tony," potong Ethan. "Kau pergilah dulu, aku akan menyusulmu."

Anthony memandang Ethan khawatir.

"Tidak apa, Tony. Aku yakin Professor Brooks ingin mengatakan sesuatu padaku, kau pergilah dulu."

Meskipun ragu, Anthony akhirnya mengangguk dan keluar dari ruangan dengan hati yang tidak enak.Ia mengkhawatirkan sahabatnya, Ethan.

"Hapus semua foto itu maka aku akan meluluskanmu," ucap Brittany tenang setelah Anthony keluar dari ruangannya dan menutup pintu rapat-rapat.

Jika pria ini bisa mengancamnya, maka Brittany pun bisa melakukan hal yang sama kepada Ethan. Namun, senyum yang terukir di bibir Ethan membuat Brittany berpikir ulang tentang rencananya.

"Usaha anda sia-sia, Professor," Ethan berkata sambil bangkit berdiri. "Anda masih tidak menyadari bahwa anda yang berada di sisi lemah. Mengulang satu semester hanya akan menunda kelulusanku, tapi foto itu memegang reputasi anda, Professor Brooks."

Dengan acuh pria itu berjalan mengitari mejanya dan berdiri di samping tubuh kaku Brittany.Wanita itu tidak dapat bergerak ketika tangan Ethan mengelus anak-anak rambut yang keluar dari ikatan rambutnya.

"Apa maumu?" tanya Brittany dengan segenap usaha untuk tetap tenang. Keberadaan diri Ethan yang berdiri tepat di sampingnya mengusiknya di tingkat yang tidak pernah dirasakannya.

"Kau sudah berhasil membuatku menerima assignment Mr. Lane. Posisi kita impas, jadi aku harap kau bersikap gentleman dan menghapus foto tersebut," lanjut Brittany ketika Ethan tidak merespon.

Ethan hanya berdecak dan menyandarkan bokongnya di tepi meja Brittany dengan kaki yang tesilang. Sebelah tangannya dimasukkan ke dalam saku celana sedang tangannya yang lain diletakkan di atas meja.

Posisinya itu membuat celana Ethan sedikit tertarik dan mencetak bentuk selangkangan dan pahanya yang kokoh.Brittany yang masih duduk di atas kursinya berusaha untuk tidak menjatuhkan pandangannya pada bagian tubuh Ethan yang tepat berada dalam jarak pandangnya.

"Sayangnya aku bukan seorang gentleman, Professor," ucap Ethan dengan santai. "Lagipula, aku tidak pernah berkata akan menghapus foto ini begitu kau menerima assignment Tony."

"Kau!" Brittany berteriak marah dan bangkit berdiri.Lupa seberapa dekat pria itu berada di sampingnya sehingga tubuh mereka berhadapan langsung dan mata mereka bertemu dalam jarak dekat.

Ethan menarik tubuh Brittany dengan kedua tangannya dan langsung melumat bibir lembut wanita itu.Ia dapat merasakan tubuh dosennya membeku untuk sesaat sebelum akhirnya melemas dalam rangkulannya.

Ciumannya kali ini tidak terasa ragu ataupun pelan, tapi langsung dimulai dengan panas dan basah.Lidah Ethan menyeruak masuk ke dalam kehangatan mulut Brittany dan mulai menjelajah.

Ia menggoda lidah wanita itu lembut agar membalas belaiannya.Usahanya tidak sia-sia karena lidah Brittany mulai membalas ciuman Ethan dan ikut menjelajah bersamanya.Kedua tangan Brittany yang tergantung di kedua sisi tubuhnya perlahan mulai merayap naik dan mencengkram baju Ethan.

Ethan dapat merasakan napas Brittany yang mulai tidak teratur dan bagaimana dosennya itu semakin berjinjit dan merapatkan tubuhnya.Tangan Ethan sendiri tidak tinggal diam dan mulai bergelirya di punggung dan pinggul Brittany, sesekali meremas bokong wanita itu.

Erangan yang kemudian keluar dari bibir Brittany membuat tubuh Ethan semakin panas.Pria itu kemudian membalikkan posisi mereka dan mendorong Brittany berbaring di atas meja.Posisi ini menyadarkan Brittany pada apa yang sedang mereka lakukan.

"Hentikan!" ucapnya panik dan berusaha untuk bangkit berdiri.

Namun, tubuh Ethan yang lebih besar darinya itu sudah menjulang di atasnya dan menindihnya. Kedua tangan Brittany ditahannya di atas kepala wanita itu dengan satu tangan, dan tangannya yang lain mulai melepaskan kancing-kancing blazer Brittany.

Ketika tangan Ethan meremas kedua payudaranya yang masih terhalang blouse, Brittany melenguh dan sedikit membusungkan dadanya.

Bibir Ethan berpindah dari bibirnya dan turun ke leher. Pria itu dapat melihat bekas ciuman yang ia tinggalkan sehari sebelumnya mengintip dari kerah leher blouse Brittany yang tinggi.

Dengan cekatan, ia membuka dua kancing teratas pakaian itu dan menampakkan tulang selangka Brittany. Lidah nakal Ethan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan menjilat ceruk sensitif leher Brittany.

Brittany tak kuasa menahan desahannya dan mulai menikmati jilatan dan remasan tangan Ethan di dadanya. Dan tanpa ia sadari, kaki pria itu sudah menyusup diantara kakinya dan menekan kewanitaannya.

Merasakan sesuatu yang panas berpusat pada kewanitaannya, napas Brittany semakin terengah dan tidak teratur.Rok hitam ketat yang dikenakannya sudah naik dan berkumpul di pinggulnya sementara lutut Ethan mulai menekan kewanitaan Brittany lembut.

Brittany tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Ia hanya tahu bahwa kewanitaannya terasa panas dan sangat ingin disentuh.Tekanan lembut Ethan tidak cukup dan wanita itu mulai menggerakkan pinggulnya tanpa sadar.

"Ooh...," desah Brittany ketika kenikmatan yang dirasakannya mulai bertambah.

Ethan tahu apa yang sedang dirasakan oleh dosennya ini. Kedua mata wanita itu berkabutkan hasrat dan dadanya naik turun tidak beraturan.

"Kau menginginkannya, sayang?" bisik Ethan di telinga Brittany.

"Y-yes, please," Jawab Brittany terbata. Ia tidak tahu apa yang ditawarkan oleh Ethan, namun ia tahu bahwa pria itu bisa memberikan apa yang dibutuhkan oleh tubuhnya sekarang.

Ethan tersenyum dan melepaskan genggamannya pada kedua tangan Brittany yang ditahannya. Dengan cepat ia menyelipkan tangan kanannya ke balik celana dalam wanita itu sementara tangannya yang sebelah menangkup mulut wanita itu agar tidak bersuara.

Brittany mengerjapkan matanya merasakan jari kasar Ethan mengusap pusat kewanitaannya.Ia ingin berteriak namun tidak bisa karena tangan Ethan membekap mulutnya.

Pria itu memperhatikan bagaimana Brittany memejamkan matanya rapat-rapat dan bernapas kasar melalui mulutnya.Ia semakin mempercepat ritme belaian jarinya, ingin memberikan pelepasan pada wanita ini.

Ketika tubuh Brittany mengejang, Ethan menekankan jarinya dan menahannya di sana hingga klimaks yang dialami oleh Brittany reda.Brittany berusaha mengatur napasnya dan menenangkan pikirannya.Ia tidak dapat berpikir jernih saat merasakan denyut pelepasan pertamanya.

Setelah Brittany tenang, Ethan melepaskan tangannya dan menegakkan tubuhnya kembali. Ia memperhatikan pemandangan di depannya, dosennya dengan wajah memerah dan kacing blouse yang terlepas dua, dengan kedua kaki terbuka lebar menampakkan celana dalamnya yang basah.

Brittany bangkit berdiri dan berusaha mengancingkan blousenya dengan tangan yang gemetar.Wanita itu tidak sanggup menatap Ethan yang bediri dengan bangga.

"Anda memiliki tisu, Professor Brooks?" tanya Ethan.

Brittany mengerutkan keningnya bingung. Tisu?

Ia mendapatkan jawabannya ketika Ethan mengangkat tangan kanannya dan menunjukkan jemarinya yang basah.

Pria itu tertawa melihat wajah Brittany yang berubah semakin merah dan panas.Mengibaskan tangannya, Ethan mendekatkan wajahnya pada telinga Brittany.

"Aku tahu anda menikmatinya, Professor. Sampai jumpa besok."

Ethan langsung melangkah keluar dari ruangan meninggalkan Brittany yang terduduk lemas di lantai. Lagi.

Brengsek! Pull yourself together, Britt! Umpatnya dalam hati.

Tangannya masih gemetar dan Brittany dapat merasakan panas yang belum hilang dari wajahnya. Kedua tangannya saling menggenggam, berusaha untuk menghentikan getaran yang menjalarinya namun sia-sia. Ia tidak berusaha untuk bangkit berdiri karena ia tahu bahwa kakinya pun sudah kehilangan semua tenaganya setelah apa yang pria itu lakukan padanya.

Diumurnya yang sudah 25 tahun, Brittany mungkin masih sepolos anak kecil dalam hal ini, namun ia tidak bodoh. Ia jelas tahu apa yang baru saja ia alami dan apa yang telah Ethan lakukan kepadanya. Pria itu sudah memanfaatkannya dan membawanya menuju orgasme pertamanya. Orgasme yang harus Brittany akui mengoncangnya hingga ke titik terdalam tubuhnya.

Ia berusaha mencerna kenyataan bahwa ia menikmati hal tersebut dan dengan mudah jatuh ke dalam sentuhan muridnya sendiri sekali lagi. Tidak! Ia membencinya dan ia menyumpahi Ethan karena telah berani melangkahi norma yang di pegangnya. Ia berjanji bahwa ini adalah kali terakhir ia membiarkan pria itu melakukan hal tak senonoh padanya.

Brittany lalu menarik tubuhnya sendiri untuk berdiri. Ia dapat merasakan kebasahan mutlak pada pusat kewanitaannya dan itu sama sekali tidak membantu memperbaiki perasaannya yang terasa kacau saat ini. Apa yang ia rasakan di sana, hanya memperjelas bayangan akan perbuatan Ethan di benaknya, membuat wajah Brittany semakin panas.

Mengenyahkan bayangan sentuhan Ethan dari benaknya, tangan Brittany terulur ke arah celana dalamnya sendiri dan membetulkan letaknya yang sedikit miring akibat ulah Ethan. Ia mengumpat lagi begitu merasakan dengan tangannya betapa basah dirinya di bawah sana. Terlalu lembab untuknya merasa nyaman.

Ia tidak akan bisa bertahan barang 5 menit saja dengan pakaian dalam lembab yang sangat mengganggu ini. Membuatnya risih dan terus terbayangi apa yang baru saja terjadi beberapa saat lalu. Jadi, Brittany memutuskan untuk pergi ke kamar kecil dan membersihkan diri.

Brittany merapikan pakaiannya agar tidak terlihat kusut dan berantakan akibat perbuatan Ethan. Ia juga memastikan bahwa kancing blousenya sudah tertutup rapat dan tidak menampakkan kissmark yang ditinggalkan pria itu kemudian menyisir asal rambutnya dengan tangan, berharap bahwa tatanan rambutnya cukup rapi karena ia tidak memiliki cermin di ruangan ini.

Setelah yakin bahwa penampilannya cukup sempurna tanpa sedikitpun memperlihatkan sisa-sisa kejadian sebelum ini, Brittany berjalan ke arah pintu dan menariknya terbuka. Ia memandang sekelilingnya dan menyadari bahwa lorong gedung hari ini terhitung ramai dan banyak mahasiswa yang sedang bercengkrama di sepanjang locker mereka.

Menaikkan dagunya dan menatap lurus kedepan, Brittany melangkah dengan kakinya yang masih terasa lunglai, berdoa bahwa langkahnya cukup pasti dan tidak goyah. Ia dapat merasakan beberapa tatapan penasaran yang dilemparkan kearahnya, sebagian mata bahkan terkunci pada dirinya selama beberapa saat, dan Brittany mencoba bertahan untuk tidak menoleh ke arah orang-orang yang melihatnya.

Ia mempercepat langkah kakinya dan sudah hampir berlari ketika pintu kamar kecil terlihat di depan matanya. Dengan sekali sentakan, Brittany melesat masuk ke dalam salah satu bilik kamar kecil, sangat sadar dengan dua pasang mata di depan westafel yang memandangnya dengan mata penasaran.

Brittany mendengar bisikan halus kedua mahasiswa tersebut, yakin bahwa mereka sedang menggosipkannya meskipun Brittany tidak dapat mendengar ucapan mereka sama sekali. Setelahnya, terdengar kikikan mereka yang mengiringi langkah keduanya yang berjalan menjauh dan keluar, menutup pintu kamar mandi di belakang mereka. Kemudian hening.

Brittany menunggu selama beberapa saat dalam keheningan dan menghela napas. Ia merasa risau dan gugup namun tidak memikirkannya. Ia lalu mulai membersihkan dirinya sendiri dengan cepat, tidak mau berlama-lama berkutat dengan keadaannya karena setiap detik ia terlewati di dalam sini mengingatkannya tentang Ethan.

Saat sedang membersihkan dirinya, Brittany sadar tidak ada yang bisa ia lakukan tentang celana dalamnya yang basah. Ia terpaksa harus bertahan dengan kain yang terasa lembab diantara kakinya itu ketimbang harus menanggalkannya dan tidak mengenakan apapun di balik roknya.

Setelah Brittany yakin bahwa ia hampir kembali seperti dirinya semula, ia keluar dari bilik tersebut dan langsung dihadapkan dengan pantulan dirinya di cermin. Tidak ada yang salah dengan penampilannya. Setelan yang dikenakannya sudah rapi, setiap kancing bajunya tertutup rapat tidak menampakkan seincipun kulit dibaliknya, dan rambutnya pun tertata dengan sempurna.

Tapi hanya ada satu hal yang terlihat berbeda dari biasanya. Brittany mulai berjalan mendekati cermin tersebut dan berhenti di depan salah satu westafel. Ia memerhatikan pantulan wajahnya dan mencari hal apa yang membuatnya terlihat berbeda.

Matanya!

Matanya terlihat sayu dan berkabut! Berbeda dari kedinginan dan keangkuhan yang biasanya selalu mengisi kedua matanya itu. Dan jika ia perhatikan baik-baik, ada semburat merah muda alami yang menghiasi kedua pipinya dan bibirnya terlihat lebih penuh dari biasanya.

Secara keseluruhan, wajahnya terlihat lebih... ekspresif? Brittany tidak tahu kata apa yang pantas untuk menggambarkan raut wajahnya sekarang ini. Tidak heran hampir setiap mata memandanginya dan Brittany mengerang keras. Mereka tentu tidak menyadari apa yang baru saja ia lakukan, bukan?

Tangan Brittany terangkat ke arah bibirnya dan ia mulai menggigit ibu jarinya lembut, kebiasaan yang selalu muncul setiap kali ia gugup dan risau. Ia sudah memiliki kebiasaan itu sejak dulu dan jika keadaan tidak memungkinkannya untuk menggigit ibu jarinya sendiri, Brittany akan menggigit bibir bawahnya sebagai gantinya.

Sial! Umpatnya. Kebiasaannya ini sudah sangat jarang keluar dan ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Brittany melakukannya. Ia mudah gugup ketika menjalani masa pendidikannya dulu. Meskipun ia terberkahi dengan otak melebihi rata-rata, namun tekanan yang diberikan oleh kedua orang tuanya sama sekali tidak membantunya. Alhasil membuatnya menjadi mudah gugup dan khawatir mengecewakan mereka.

Semenjak ia berhasil lulus dengan nilai tertinggi, sebagian kegugupan itu hilang meskipun tekanan dari kedua orangtuanya masih ada. Perlahan-lahan ia membentuk dirinya menjadi seperti sekarang ini dan tidak lagi peduli dengan perkataan kedua orang tuanya yang sepertinya tidak akan pernah puas dengan hasil yang Brittany capai.

Well, terkutuklah ia jika sampai membiarkan Ethan mempengaruhinya sedemikian rupa. Ia hanya gugup karena tidak pernah dihadapkan dengan pria sebelum ini dan Ethan adalah hal baru dalam hidupnya. Tentu ia butuh penyesuaian, bukan? Ia tidak akan jatuh dalam hal yang sama untuk kali berikutnya. Brittany akan memastikan hal tersebut. Ya, harus.

Brittany mengulurkan tangan ke arah kran dan memutarnya. Ia mencuci kedua tangannya dan kemudian mencipratkan air yang terasa dingin itu ke wajahnya, berharap dapat membasuh semua ekspresi asing di wajahnya itu. Setelahnya ia baru merasa lebih baik dan kembali ke dirinya yang lama.

Ia membuka pintu kamar mandi dan bermaksud untuk keluar ketika menyadari keberadaan Anthony yang berdiri bersandar di samping pintu kamar mandi. Pria itu langsung menegakkan tubuh dan memutar tubuh ke arahnya, setengah menghadang jalan keluarnya dari kamar mandi.

"Professor," panggil Anthony, "Bisakah aku meminta waktumu sebentar?"

Brittany melirik jam tangan tua yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ia masih memiliki waktu sebelum kelas berikutnya dimulai, tapi sepertinya ia harus melupakan makan siangnya.

"Baiklah," ucapnya.

Anthony tersenyum dan mulai mengikutinya berjalan kembali ke ruangannya. Kali ini, Brittany membalas beberapa tatapan yang dilemparkan kepadanya lagi dengan tatapan dingin dan wajah tanpa ekspresinya.

"Apa yang ingin kau sampaikan, Mr. Lane?" tanya Brittany begitu mereka memasuki ruangannya lagi.

Brittany menarik kursinya dan duduk sambil melambaikan tangan ke arah kursi di seberangnya. Anthony tergopoh-gopoh melepaskan ranselnya dan duduk dengan canggung. Pria itu memeluk tasnya di pangkuan dengan kedua tangannya seolah-olah nyawanya bergantung pada benda tersebut.

"Mengenai Ethan, Prof. Brooks," gumam Anthony.

Pria itu semakin gugup ketika menerima tatapan dingin dosennya saat nama Ethan disebut. Sepertinya sahabatnya itu sudah melakukan suatu kebodohan yang membuat Brittany membencinya sehingga tidak meluluskan Ethan. Bahkan mendengar nama pria itu saja sudah bisa membuat wanita ini terganggu.

Yang Anthony sesalkan adalah, dirinyalah yang menjadi sumber masalah ini. Ia yakin jika bukan karena dirinya, Ethan tidak akan memiliki masalah dengan wanita es ini. Jadi harapannya datang ke sini adalah untuk membantu pria itu dan semoga saja ia bukannya malah menambahkan masalah lainnya.

"Ada apa dengan Mr. Hart?" tanya Brittany dengan nada sedingin ekspresinya.

Mereka sama-sama mendengar suara Anthony yang menelan salivanya. Pria itu menundukkan kepalanya sambil bertanya, "A-apa ia tidak lulus, Professor?"

Dilihat dari prestasi Anthony selama ini, Brittany tidak pernah menyangka bahwa muridnya ini adalah seoarang yang mudah gugup. Terlihat jelas bahwa Anthony berhati-hati dalam memilih kata-katanya, sebisa mungkin menghindari menyulut amarah Brittany.

Anthony melirik dosennya yang tidak menjawab dan malah semakin gelisah di bawah tatapan Brittany. Ia memainkan kedua tangannya di pangkuannya sambil masih memandang wajah Brittany.

"Sa-saya tidak bermaksud untuk ikut campur," ucap Anthony, "Hanya saja saya akan me-merasa bersalah jika ia tidak lulus karena saya. B-bagaimanapun, ia mendapatkan masalah karena berusaha membantu mengumpulkan tugas saya, Ma'am."

Brittany menghela napas sementara Anthony membeku di kursinya.

"Jadi kau ingin memintaku untuk meluluskan Mr. Hart?" tanya Brittany.

"I-iya?" jawab Anthony takut-takut.

Brittany heran ada apa dengan kedua muridnya ini, mereka berusaha untuk saling membantu dan membela satu sama lain. Masalah di tangannya sudah cukup merepotkan tanpa harus ditambah dengan permintaan Anthony ini.

"Aku mengerti, Mr. Lane. Kau bisa pergi sekarang tanpa perlu khawatir tentang sahabatmu," ujar Brittany sambil menautkan kedua tangannya di atas meja.

Alis Anthony naik menyatakan keterkejutannya dan ada sedikit ekspresi tidak percaya di sana. Pria itu terlihat menimbang selama sesaat sebelum buru-buru berdiri sambil meraup tas ranselnya. Ia hanya bisa berharap bahwa apa yang dimaksudkan oleh Brittany adalah sesuai dengan harapannya.

"Terimakasih, Professor!" ucap Anthony dengan perasaan lega.Pria itu lalu berjalan mundur sambil membungkukkan badan dan mengucapkan banyak terimakasih.

Brittany kembali menghelakan napasnya. Ia akan membiarkan Ethan Hart lulus dan tidak harus lagi bertemu dengan muridnya itu semester depan, karena hanya dengan memikirkannya saja sudah dapat membuat Brittany bergidik.

I knew he was trouble, gumam Brittany.

Beruntung bagi Brittany, ia selalu merasa dirinya cepat tanggap dalam menghadapi masalah. Meskipun tindakannya dalam meluluskan Ethan setelah mengancam pria itu akan terlihat seperti kekalahan, Brittany lebih memilih demikian. Ia tahu kapan harus mundur meskipun itu menggerogoti harga dirinya.

Paling tidak, ia tidak harus berhadapan dengan Ethan lagi setelah semester ini, yang jika diingat-ingat, akan berakhir kurang dari satu bulan lagi. Ia hanya perlu bertahan selama beberapa minggu kedepan.

Brittany lalu bersiap-siap untuk kelas berikutnya yang akan dimulai kurang dari beberapa menit lagi. Ia berjalan keluar dari ruangannya dan menemukan koridor yang sudah sepi karena kebanyakan dari murid mereka sudah beranjak ke ruang kelas mereka.

Ia berbelok ke arah tangga untuk naik ke lantai berikutnya dan dapat merasakan tatapan seseorang dari atas tangga. Entah kenapa firasatnya berkata bahwa ia tahu siapa yang sedang melihatnya dan ia mencoba untuk tidak mendongakkan kepala. Bahkan, bayangan pria itu dihadapannya saja sudah dapat membuat emosi Brittany bergejolak.

Brittany sudah berada di tengah tangga dan tidak mungkin ia berbalik dan berputar melewati tangga yang lain. Ia akan terlihat bodoh dan membuat Ethan berpikir bahwa ia lari ketakutan dari pria itu. Maka dari itu, ia melanjutkan langkah kakinya tanpa sekalipun melirik sosok yang ada di hadapannya.

Brittany melangkah melewati tubuh Ethan dengan menatap lurus ke depan, tidak peduli pria itu yang melihatnya dengan tatapan menilai. Ia dapat sedikit bernapas lega karena Ethan tidak akan berani melakukan apapun, karena meskipun suasana tergolong sepi, namun masih ada cukup banyak orang yang berlalu lalang di sekitar mereka.

Kelegaan Brittany hanya bertahan selama beberapa detik hingga ia merasakan sebuah tangan besar mencekal lengannya. Dan tiba-tiba saja Brittany mendapati dirinya dengan punggung melekat pada dinding dan Ethan yang berdiri menahan tubuhnya.

Pria itu membekap mulut Brittany yang terkesiap dengan tangan kanannya dan mengisyaratkan Brittany untuk diam dengan menempelkan telunjuk tangan kirinya ke bibir pria itu.

"Shh," bisiknya di telingga Brittany.

Dengan matanya yang terbelak, Brittany memperhatikan bahwa sekarang mereka berada di gudang alat kebersihan yang terletak tepat di samping tangga. Ia lupa bahwa ada ruangan tersebut disana, membuatnya sedikit panik ketika Ethan menariknya tadi.

Ethan kemudian melepaskan bekapannya dari mulut Brittany dan Brittany mendorong tubuh pria itu menjauh darinya.Well, masih terlalu dekat jika menurut pendapat Brittany namun ruangan tersebut memang kecil sehingga ia tidak bisa mengeluh.

"Apa yang kau pikir kau lakukan?!" desis Brittany ketika ia dapat bernapas melalui mulutnya.

"Mengucapkan terimakasih," bisik Ethan.

Brittany mengerutkan keningnya bingung. Sebelum ia sempat bertanya, Ethan sudah meraih tubuhnya dan menempelkan bibir mereka. Tubuh Brittany kaku pada sentuhan pertama itu namun ia tidak bergerak.

Otaknya berteriak agar ia menghentikan perbuatan Ethan kali ini namun semua inderanya malah terfokus pada bibir hangat yang mulai bergerak menggoda di atas bibirnya sendiri. Ia hanya bisa mencengkeram material mengajarnya di depan dada erat-erat.

Lidah Ethan mulai membelai sudut bibirnya, menggodanya untuk membuka mulut. Saat Ethan merengkuh tubuhnya dan mendekapnya erat tanpa ada celah sesenti pun diantara mereka, Brittany dapat merasakan ketegangan ditubuhnya mulai mencair.

Brittany mulai menikmati rasa bibir Ethan di bibirnya dan membiarkan lidah pria itu menyeruak masuk menjelajahi mulutnya. Untuk ukuran pria berbadan besar seperti Ethan, lidah pria itu terasa lembut di dalam mulutnya, membelainya tiada ampun dan memancing lidah Brittany untuk turut bergumul.

Brittany menyerah dan hanyut dalam ciuman Ethan. Mulut keduanya saling terbuka dan melumat satu sama lain, merasakan hembusan napas mereka masing-masing saling menerpa wajah mereka.

Ketika Ethan merasa bahwa ciuman mereka semakin panas dan pelukan tubuh mereka tidak lagi cukup, pria itu menarik tubuhnya dan menghentikan aktifitas mereka. Merasakan oksigen masuk ke paru-paru mereka lagi membuat keduanya bernapas dengan terengah-engah.

Brittany memandang Ethan dengan perasaan bingun dan seolah-olah belum sadar tentang apa yang baru saja terjadi. Ethan menyukai kenyataan tersebut, bahwa ia berhasil membuat Brittany melupakan semua normanya.

"Thankyou, Professor," bisik Ethan di sela tarikan napasnya yang belum teratur. Pria itu kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga Brittany dan lanjut berkata dengan suara serak, "Tapi, anda tidak akan bisa lepas dariku, tidak dalam waktu dekat."

Ethan lalu meremas bahunya dan menggigit daun telingga Brittany lembut sebelum kembali menjauh, memberikan sebuah kedipan kecil ke arah Brittany dan keluar. Ethan tahu bahwa Brittany merinding ketika mendengar ucapannya, menangkap janji yang tersirat dalam perkataannya itu.

Continue Reading

You'll Also Like

10.1K 915 39
[COMPLETED✔] Memang benar yah, kalau sahabatan sama lawan jenis itu pasti salah satunya bakal jatuh hati. Sama halnya seperti mereka. Penasaran? Baca...
18.8K 486 123
Lapak lirik lagu NCT 127 Jangan lupa Komentar + Vote nya Thank u
9K 1.3K 12
Cinta tidak memandang dari rendah atau tingginya derajat seseorang. Tetapi, cinta akan datang sendirinya mengisi jiwa yang kosong. Hati yang hampa, d...
55.4K 1.2K 31
18+ Dione adalah mahasiswi baru di kampus.Dione tak menyangka kalau di hari pertamanya dia akan bertemu dan jatuh cinta pada seniornya yang juga atle...