Soprano Love [COMPLETED] SUDA...

By MargarethNatalia

3.3M 81.8K 1.5K

[COMPLETED random private . Follow first to read all part of story] Bisa kalian dapatkan di toko buku terdeka... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 14
Part 15
Part 16
Preorder Soprano Love

Part 13

53.8K 3.8K 52
By MargarethNatalia

happy weekend guys :)

"Aku tidak tahu apa yang anda bicarakan" gumam Avelyn datar, setidaknya ia berusaha membuat wajahnya agar terlihat sedatar mungkin.

Tapi Avelyn bisa melihat bagaimana tatapan wanita di depannya seakan tengah menilainya. Mata wanita itu terlihat begitu cerah dan itu terasa menyakitkan. Ada dua manusia yang tidak bisa dihadapi Avelyn, yang pertama adalah manusia yang peduli padanya. Kedua adalah manusia yang memiliki mata secerah matahari

Avelyn tidak bisa menghadapi Ivy dan ia tahu kalau ia harus segera pergi sebelum segalanya terlambat.

"Apa kau pikir tidak akan
ada satu orangpun yang dapat melihat kebohongan dalam dirimu?"

"..."

"Apa begitu menyakitkan untuk jujur pada dirimu sendiri, Lyn?" tanya Ivy lembut, ia mengulurkan tangannya kembali untuk menggenggam tangan Avelyn yang berada di atas meja.

Namun gadis itu menarik tangannya, Ivy dapat melihat kalau jemari Avelyn mulai bergetar walaupun wajah gadis itu tidak menampakkan emosi apapun. Tidak satupun emosi.

Avelyn turun dari kursinya, merogoh uang kecil dan meletakkannya di atas nampan. Nafasnya seakan tercekat di tenggorokannya, namun pada akhirnya ia bersyukur karena menemukan kembali suaranya. Ia berusaha menatap wanita di depannya dengan wajah datar yang masih dipertahankannya.

"Aku sama sekali tidak mengerti apa yang baru saja anda bicarakan" gumam Avelyn pelan

Ketika ia baru saja berpikir untuk membalikkan tubuhnya, seseorang dengan suara berat mampu membuatnya terdiam untuk sesaat. Dan di sanalah Avelyn menatap Warren yang berjalan kearahnya.

Bukan kearahnya, tapi lebih tepatnya kearah Ivy yang masih duduk di atas kursinya.

Pria itu seakan mengabaikan Avelyn, berjalan melewatinya dengan mudah seakan tidak pernah melihat kehadirannya. Warren menundukkan wajahnya dan mengecup wajah Ivy sekilas. "Apa yang mama lakukan di sini sendirian?"

"Mama tidak sedang sendirian, Warren. Apa kau tidak melihat kalau mama sedang bersama seseorang?" Ivy mengucapkannya sambil menjatuhkan tatapannya pada Avelyn yang masih terpaku di tempatnya.

Dari tempatnya berdiri, Avelyn dapat merasakan tatapan pria itu, begitu dingin dan terasa panas. Tatapan yang begitu dingin yang seakan dapat membekukan tubuhnya. Dan ia tidak bisa menggerakkan satu inchi tubuhnya sama sekali.

"Kenapa mama bisa bersama gadis ini?"

"Avelyn membantu mama di dekat Avenue Street, dan mama mengajaknya untuk berbelanja serta menghabiskan waktu"

"Aku tidak tahu kalau mama sering menghabiskan waktu bersama orang yang sama sekali tidak dikenal" ucap Warren dingin tanpa mengalihkan tatapannya pada wajah Avelyn yang masih menunduk tanpa melihatnya sama sekali.

Pergi, Avelyn, gerakkan kaki sialanmu dan segera pergi dari tempat ini sekarang.

Warren menatap tajam Avelyn dan berkata dengan nada yang sangat dingin, "aku tidak tahu kalau kau gemar menghabiskan waktu bersama orang yang tidak dikenal. Apa ini suatu kebiasaan karena kau sering menghabiskan waktu bersama pria yang tidak jelas disekelilingmu?"

"Warren!" tegur Ivy sambil berdiri dari tempat duduknya

Tapi Warren tidak memperdulikan teguran Ivy. "Aku tidak perduli kalau kau akan menghabiskan dua puluh empat jam waktumu bersama pria brengsek di luar sana. Tapi tidak dengan keluargaku, seharusnya kau tahu di mana tempatmu berada"

Avelyn mendongak dan membalas tatapan Warren dengan tatapan merendahkan, kemudian ia tersenyum sinis kearah pria itu.

"Vasquez, aku tidak tahu kalau kau begitu peduli denganku"

"Aku tidak-"

"Kalau kau ingin mengatakan kata-kata vulgar seperti betapa murahannya dirimu, Avelyn, just say it. Kau tidak perlu berputar-putar hanya untuk memperlihatkan pada seluruh orang kalau kau memiliki intelligent yang tinggi. Karena tidak ada yang perduli mengenai seberapa tinggi derajatmu di sini, Vasquez"

Avelyn menyelipkan beberapa helai rambutnya ke balik telinganya, dan melanjutkan ucapannya.

"Lagipula bukankah kalian sekeluarga yang seenaknya mendekatiku? Dan seharusnya kamu bisa berpikir, siapa yang murahan di sini"

Ketika Avelyn membalikkan tubuhnya, Warren menarik lengannya agar beputar kearahnya. Dengan geram ia menatap pria itu. "Tarik ucapanmu"

"..."

"Apa kau baru saja mengatakan keluargaku murahan?"

Avelyn tidak mengatakan apapun selain membalas tatapan pria itu dengan dingin. Ia ingin menarik tangannya namun genggaman Warren terasa menyakitkan di pergelangan tangannya. Hingga Avelyn hampir saja berterima kasih ketika Ivy menarik lengan Warren sehingga pria itu melepaskan genggamannya

"Warren Vasquez! Apa kau tidak mendengar apa yang kukatakan barusan?!" bentak Ivy pada Warren yang masih menatap Avelyn dengan geram

"Tarik ucapanmu" ulang Warren

"..."

Dengan kesal Ivy memajukan satu langkahnya dan menggenggam lembut lengan atas Avelyn dan bertanya dengan khawatir, "Apa kau terluka, Lyn?"

Avelyn menghentakkan tubuhnya menjauh dari Ivy dan menatap wanita itu dengan takut, namun hanya dibutuhkan waktu dua detik bagi Avelyn untuk menata wajahnya agar kembali mengenakan topeng dinginnya.

"Don't touch me"

"Lyn..."

"Aku tidak pernah meminta anda untuk mendekatiku, atau mengajakku berbicara!" Avelyn menatap Warren dengan dingin. "Kau bisa membawa keluargamu menjauh dariku karena aku tidak perduli dengan keluargamu sama sekali"

"Lyn" panggil Ivy lembut seakan berusaha menenangkan gadis itu

Namun Avelyn tetap mengatakan apa yang tidak ingin diucapkannya. "Kau dan keluarga besarmu sepertinya sangat suka menghakimi orang, bukan begitu? Apa kalian sebegitu menyukai status kalian sebagai orang besar sehingga menarik bagi kalian untuk bersikap seperti seakan kalian mengetahui segalanya?"

"Kau-"

Warren hampir saja mengguncang tubuh gadis itu lagi kalau saja Ivy tidak menarik tangannya seakan menyuruhnya untuk menahan diri

"Bukankah kau seharusnya malu karena iri dengan keluarga yang kumiliki? Aku kasihan padamu hingga tidak ada lagi rasa kasihan pada diriku, Avelyn. Kau adalah gadis yang menjijikan"

"..."

"Kau dan sikapmu. Dua hal itu sangat menjijikan"

Dengan sinis Avelyn tersenyum kearah Warren, "aku juga berpikir hal yang sama sepertimu, Vasquez" lalu ia berbalik dan meninggalkan House café itu dengan gerakan anggun yang dapat dipertahankannya.

Satu menit, kau hanya membutuhkan satu menit untuk mempertahankan topeng ini, Avelyn. Satu menit, gumam Avelyn pada dirinya sendiri ketika ia melangkahkan heels tinggi-nya keluar dari café itu.

Ivy menatap kepergian Avelyn hingga punggung kecil itu tidak terlihat lagi dihadapannya. Begitu banyak ucapan yang ingin diucapkannya kepada gadis itu. Tapi yang ingin diucapkannya bukanlah kemarahan, bukan itu yang ingin diucapkannya.

Ia menatap Warren dan menghela nafas panjang.

"Kau seharusnya tidak mengatakan hal sekejam itu kepada Avelyn, Warren"

"Jadi menurut mama, aku yang salah?" Warren menatap mama-nya dengan tatapan tidak percaya. "Mama serius mengatakannya? Dia baru saja menghina keluarga kita dan mama malah membelanya?"

"Aku tidak membela siapapun di sini"

Warren menggertakkan giginya, merasa kesal sehingga ia memutuskan untuk mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya. "Aku tidak mengerti kenapa mama memilih untuk menghabiskan waktu bersama gadis seperti dia"

"Memangnya seperti apa gadis itu di matamu, Warren?"

"..."

"Biar mama tebak, seperti Renata? Murahan dimatamu?" Ivy mengatakannya dengan gamblang hingga membuat Warren menatapnya dengan tatapan seakan-akan berkata 'mengapa mama bisa berpikir seperti itu'

Ivy menghela nafas dan menyisirkan tangannya di sepanjang ikalnya, "memangnya mama sudah berapa lama menjadi mama-mu Warren? Satu tahun? Dua tahun?"

"..."

"Dia bukan Renata, Warren"

"..."

"Avelyn sangat berbeda dengan Renata, gadis itu..." Ivy menimbang apakah seharusnya ia mengatakan hal yang dipikirkannya kepada anak laki-lakinya yang terlihat begitu emosi. Namun akhirnya ia memilih untuk menyimpan informasi itu untuk dirinya sendiri

"Apa yang ingin mama katakan barusan?"

"Tidak ada"

Ivy menatap bayangan Avelyn yang sudah tidak ada lagi di tempat itu, namun Ivy bisa melakukan kilas balik ketika gadis itu menatap kearah sebuah keluarga harmonis, wajah gadis itu terlihat begitu sedih. Dari awal, wajah Avelyn seakan-akan menariknya dan ia menyadari satu hal yang pasti.

Gadis itu memiliki bola mata yang redup namun menutupinya dengan senyum palsu yang sepertinya selama ini telah menjadi tameng terkuatnya.

"Kau sepertinya mengenal dia, Warren. Apa kau mengenalnya sejak lama?" tanya Ivy kemudian

Anaknya itu terlihat tidak ingin menjawab apapun, namun Ivy selalu bisa mendapatkan jawaban yang diinginkannya dari kedua anak-anaknya dan tidak terkecuali Warren.

"Warren" panggil Ivy sekali lagi

Warren menghela nafas panjang sebelum menjawab, "dia adalah teman Thalia, aku tidak mengenalnya dan aku tidak perduli"

Jawaban itu sudah cukup bagi Ivy untuk sekarang. Setidaknya ia bisa mendapatkan sebuah informasi dari anak perempuannya dan tatapannya kembali pada anak laki-lakinya yang masih mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya.

Lalu Ivy tersenyum kecil, tangannya terulur untuk mengurai kepalan tangan Warren dan menggenggamnya. "Hanya butuh satu menit bagi pria untuk jatuh cinta, namun membutuhkan ratusan jam bagi pria untuk menyadari hal itu. Karena itulah mama selalu menyebut pria seperti itu sebagai orang idiot"

"Maksud mama?"

Ivy mengendikkan bahunya tak acuh dan tidak berniat menjawab pertanyaan Warren.

Lima puluh delapan, lima puluh sembilan, enam puluh... Avelyn menghela nafasnya sembari menyelesaikan hitungan terakhirnya. Ketika ia sudah berada di jalanan Avenue Street yang jauh dari coffee house, Avelyn menghentikan langkahnya dan menatap kearah langit yang terlihat begitu biru.

Dia sudah tidak ada, Avelyn. Semuanya sudah selesai...

Mungkin bagi gadis biasa, ucapan Warren bisa dibilang sangat menyakitkan. Tapi Avelyn tidak merasakan satupun hal itu. Semua pria sama saja bukan? Selalu mengatakan hal yang menyakitkan, tidak ada bedanya.

Ketika Avelyn berjalan lagi, ia mendengar suara teriakan dari tempatnya berdiri. Ia menoleh dan melihat anak kecil yang sempat ditemuinya ketika ia berada di salah satu restaurant jepang.

Anak kecil itu...

"Seharusnya kau itu tidak pernah kulahirkan! Keberadaanmu sangat menyusahkanku, kau tahu?" teriak seorang wanita dengan rambut ikal panjang.

Ucapan itu sangat kencang dan penuh dengan emosi sehingga beberapa orang yang berada disekitar mereka menatap dengan penuh rasa penasaran. Tapi hal yang membuat Avelyn terdiam bukan karena wanita itu berteriak didepan wajah anak kecil itu melainkan karena anak itu tidak mengatakan apapun selain memegangi dada-nya.

Ia bisa mendengar beberapa orang yang berada disekitarnya mulai membicarakan kejadian itu.

"Apa itu ibunya? Tidak tahu malu"

Seorang pria berkata, "Apa dia tidak bisa melihat kalau anaknya sedang kesakitan? Ibu macam apa itu?!"

Degungan itu berlari seperti semut kecil di telinga Avelyn, ia benci pemandangan seperti ini. Ia juga benci situasi di mana seorang anak diperlakukan seburuk itu. Matanya terpaku pada wajah anak itu, bukan karena anak itu tengah merasakan kesakitan tapi karena yang dilakukan anak itu hanyalah terdiam sementara ibunya berteriak seolah mengejeknya.

Hal itu membuat Avelyn teringat kembali pada salah satu ingatan yang dibencinya. Sangat dibencinya...

Sepuluh tahun yang lalu

Tante Resti, adik ayahnya mengajak Avelyn dan juga Renata ke dalam pesta ulang tahun sahabatnya di Fairmount, jakarta. Pesta tersebut sangat megah dan Avelyn merasa ini sama sekali bukan tempatnya.

Mungkin ini adalah tempat Renata dan juga tante Resti, yang pasti bukan tempatnya.

Kemudian sambil menyeret kakinya, Avelyn mengikuti langkah Renata dan juga tante Resti yang membawanya ke center hall di mana sahabatnya berada di sana. Seorang pria setengah baya bertubuh tinggi mendekati mereka dan melayangkan pelukan sayang ke arah tante Resti

"Resti, bagaimana kabarmu?" tanya pria itu dengan senyum lebar

Tatapannya jatuh pada Avelyn yang saat itu mengenakan gaun berwarna hijau tosca, "siapa dia?"

"Putri kakakku"

"Preston?" dan tatapannya terlihat tidak percaya, "Well, aku pikir putrinya hanyalah Renata"

Renata maju kedepan dan mengulurkan tangannya. "Paman" sapa-nya anggun dan terlihat sekali bahwa tante Resti sangat bangga dengan keanggunan Renata.

Kemudian mereka berbincang-bincang dan Avelyn kini tahu ia tidak memiliki tempat di sana, jadi ia memilih untuk berjalan pelan dan menghindar dari mereka, termasuk dari tante Resti dan juga Renata.

Ia lebih memilih untuk menghabiskan makanan yang disediakan di pesta tersebut dibandingkan terus mendengar ucapan yang menyakiti hatinya seperti itu. Ketika Avelyn berjalan ke meja prasmanan, mengambil sebuah piring dan bersiap untuk mengisinya dengan makanan, ia mendengar suara.

"Tidak terlihat seperti anak Preston"

"Memalukan"

"Lihat pakaian murahan yang digunakannya? Memalukan"

"Bukankah dia sama seperti ibunya? Kalangan yang sama, wajah yang sama"

Avelyn menatap piring kosongnya dan meletakkannya kembali ke tumpukan piring. Ia sudah tidak terkesan lagi untuk menghabiskan seluruh makanan yang ada di meja tersebut. Puluhan ucapan yang sama itu telah membuat semangatnya benar-benar luntur. Ucapan menghina yang terlalu sakit untuk diingat.

Sebenarnya kenapa dengan bodohnya ia malah setuju untuk ikut ke pesta seperti ini?

Ucapan yang berasal dari belakangnya entah bagaimana mampu menyadarkan Avelyn dari lamunannya. Kemudian tatapannya kembali pada anak kecil itu yang kini tersungkur di atas jalanan beraspal dan tengah berteriak memanggil ibunya yang mulai beranjak pergi.

Jangan pedulikan anak itu, Avelyn. Kenapa kau harus perduli sedangkan tidak ada satupun orang yang perduli apakah kau hidup ataupun mati.

Pergi.

Dengan cepat ia membalikkan tubuhnya, setengah berlari, setengah berusaha menutup indera pendengarannya. Avelyn tidak mau mendengar jeritan anak itu, ia tidak mau mendengar lagi jeritan yang mirip dengan jeritannya sendiri sepuluh tahun yang lalu ketika ayah dan ibunya meninggalkannya sendirian.

Kau sudah meninggalkan kehidupan itu, Avelyn.

TBC | 25 September 2016 Republish

Continue Reading

You'll Also Like

8.2K 945 40
SEKUEL THE DARK DESIRE : Kinara 'Ara' Hartono. 21.Agen muda Badan Intelijen Indonesia yang memiliki senyum cantik dan secerah matahari. Bertekad menj...
767K 33.9K 21
Yang berminat baca cerita ini bisa membaca versi lengkap di Aplikasi Stary Writing ya. Cari saja akunku irma_nur_kumala Azalea, bunga yang melambangk...
19.1K 2.6K 10
"Katanya, perasaan nggak ada yang bisa mengontrol, kan? Jadi, kalo gue masih sayang sama lo, gapapa, kan?"
3.1M 31.5K 29
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...