Antipole

Od nunizzy

2.1M 232K 31K

•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang presta... Více

Prolog
1st Pole
2nd Pole
3rd Pole
4th Pole
5th Pole
6th Pole
7th Pole
8th Pole
9th Pole
10th Pole
12th Pole
13th Pole
14th Pole
15th Pole
16th Pole
17th Pole
18th Pole
19th Pole & QnA
20th Pole & Giveaway Time
21st Pole
22nd Pole
23rd Pole & Disclaimer
24th Pole
25th Pole
26th Pole
27th Pole
28th Pole
QnA
29th Pole
30th Pole
31st Pole
32nd Pole
33rd Pole
34th Pole
35th Pole
36th Pole & Promotion
37th Pole
38th Pole
Fun Facts
39th Pole
40th Pole
41st Pole
42nd Pole
43th Pole
44th Pole
45th Pole
46th Pole
47th Pole
48th Pole
49th Pole
50th Pole
51th Pole
52nd Pole & QnA#2
53th Pole
54th Pole
55th Pole
Sekilas Promo
QnA#2 (Part 1)
QnA#2 (Part 2)
56th Pole
57th Pole
58th Pole
Epilog
Pidato Kenegaraan Antipole

11th Pole

45K 4.3K 377
Od nunizzy

11th POLE

~~||~~

Inara membalikkan badannya ke kanan, lalu ke kiri. Gadis itu membuka mata dan menatap jam yang tergantung di dinding kamar. Kondisi cahaya yang minim menyusahkan Inara untuk mengetahui pukul berapa sekarang.

Beberapa menit yang lalu, Inara terbangun akibat mimpi buruk tentang ayahnya. Setelah menenangkan diri, Inara berniat untuk kembali tidur. Namun nyatanya, keinginannya tidak terpenuhi.

Inara duduk di atas ranjangnya. Diperhatikannya Naya yang masih tertidur pulas di sampingnya. Gadis itu lalu beranjak dari tempat tidur, kemudian menghidupkan lampu kamar. Waktu menunjukkan pukul dua pagi, terlalu dini bagi Inara untuk memulai ritual pagi–mandi, sarapan, dan lainnya.

Perempuan itu keluar dari kamarnya, lalu menutup pintu kamar dengan suara seminim mungkin. Ia tidak ingin membangunkan saudara-saudaranya yang lain. Inara memutuskan pergi ke dapur, untuk segelas coklat panas. Ia menuruni tangga dengan hati-hati karena pencahayaan yang minim. Hari ini ia berada di rumah Wira, akan sangat memalukan jika ia dibicarakan pada saat sarapan pagi dengan topik 'Jatuhnya Inara dari Tangga'.

Gadis itu menghidupkan lampu dapur, kemudian mengambil bahan-bahan untuk membuat coklat panas. Diikatnya rambutnya asal, kemudian menggulung lengan kaos kebesaran yang dikenakannya.

Hal itu refleks dilakukannya ketika akan membuat coklat panas. Selalu.

Setelah coklat panasnya selesai, Inara duduk di bar mini yang terdapat di sisi kiri dapur. Ia menyeruput coklat panas itu, kemudian menghembuskan napas panjang.

Coklat panas memang terbaik.

Inara memutuskan untuk menghabiskan coklat panasnya di kamar sambil membaca novel. Sebelum meninggalkan dapur, gadis itu mematikan lampu dapur.

Sayang seribu sayang, saat berada di belokan, ia tak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Coklat panas yang berada di genggamannya tumpah dan membahasi baju orang yang ditabraknya.

"WHAT THE–" seru lelaki itu.

Inara tersentak. "Aduh, maaf!"

Lelaki itu melepaskan bajunya, kemudian menatap Inara dengan garang. "Lo apa-apaan sih! Kalo jalan tuh lihat-lihat. Baju gue jadi kotor. Mana panas lagi!"

"Ya gue minta maaf. Lo kalo jalan lihat-lihat juga!" serunya.

Dalam hati, Inara bersyukur karena pencahayaan yang minim menghalangi pandangannya untuk melihat Rahagi yang topless.

"Eh?" gumam Inara ketika mencium bau sesuatu yang sangat familiar di hidungnya. "Lo ngerokok?" tanya Inara.

Rahagi sempat terdiam beberapa saat. "Bukan urusan lo."

"Dih, orang gue cuma nanya. Sekarang lo ganti coklat panas gue yang tumpah!"

"Harusnya gue yang minta pertanggungjawaban gara-gara coklat panas lo ngotorin baju gue."

"Lo yang tanggung jawab karna gue kehilangan kesempatan buat nikmatin coklat panas gue."

"Ogah." Rahagi masuk ke dapur lalu menghidupkan lampu.

"Nggak bisa gitu dong!" Inara membalikkan badannya dan mendapati Rahagi membelakanginya. Lelaki itu sedang mencari sesuatu di dalam kulkas. Lampu yang baru saja hidup menyebabkan Inara dapat menyaksikan punggung lebar Rahagi tanpa penutup.

Gadis itu menutup matanya dengan telapak tangan kiri. Malu karena melihat pemandangan itu.

"Lo nggak bisa pake baju dulu apa!" seru Inara. "Mau pamer badan lo yang bagus ya?!"

Rahagi yang sudah mendapatkan apa yang ia cari, lantas membalikkan badan. Di ambang pintu dapur, Inara tengah berdiri dengan tangan menutupi mata. "Baju gue di lantai dua, ja–" ucapannya terputus. Senyum geli terukir di wajahnya. "Berarti menurut lo badan gue bagus?"

"Pede banget!" Inara meletakkan gelasnya di meja dapur, kemudian membalikkan badan dan berlari menuju kamar.

Malu.

Rahagi yang melihat itu tertawa kecil. Adik tirinya itu sangatlah lucu.

# # #

Inara menatap tajam orang-orang yang membicarakannya. Hal ini sudah berlangsung sejak tiga hari yang lalu. Saat pertama kalinya ia datang ke sekolah di boncengan Rahagi.

"Rahagi calon ketua Blackpole itu? Tuh cewek udah ngerasa cantik kali ya sampe-sampe ngedeketin Rahagi."

"Kok kalian mau sih sama Rahagi? Dia nakal gitu. Nggak cocok jadi The Most Wanted, modal tampang doang."

Kayak Rahagi mau aja sama lo, batin Inara.

"Mereka sodara tiri, Bego."

"Hah? Sodara tiri?"

"Lo kemane aje."

"Kalo gitu gue masih ada kesempatan dong, ya."

"Kalo dia nggak badboy, gue mau."

Inara hanya menggelengkan kepala mendengar percakapan mereka. Perempuan itu bergegas menuju parkiran. Hari ini ia akan mengikuti pertemuan Blackpole yang dilaksanakan di rumah Radit, si ketua Blackpole. Ia akan pergi bersama Rahagi–dengan sangat terpaksa.

Sejak resmi menjadi saudara, Tyas mempercayakan Inara sepenuhnya kepada Rahagi. Selain karena mereka satu sekolah–dan satu angkatan, Tyas juga tidak bisa menjemput Inara terus-terusan. Begitu juga dengan Gafar, Naya, dan Bayu yang sibuk dengan kuliahnya.

"Lama banget!" gerutu Rahagi yang ternyata sudah menunggunya di parkiran, lengkap dengan hoodie biru tuanya.

"Sabar napa. Jam bubaran sekolah baru lima menit yang lalu."

Rahagi menatapnya datar seraya memberikan helm berwarna hitam. Inara mengambilnya. Seraya mengucapkan terima kasih, gadis itu memakai helm tersebut. Inara mengambil ancang-ancang untuk menaiki ninja itu.

"Ini gimana cara naiknya?" tanya Inara. Gadis itu memperhatikan rok selututnya.

"Tinggal naik aja. Duduk nyamping," kata Rahagi.

Inara memegang pundak Rahagi, kemudian duduk di boncengan.

"Udah?" tanya Rahagi.

Gadis itu mengangguk kemudian meletakkan tasnya di pangkuan. "Udah. Tapi, pegel juga ya."

Rahagi menaikkan bahunya, kemudian melajukan motornya meninggalkan sekolah.

Rumah Radit tidak terlalu jauh dari SMA Integral. Dalam waktu dua puluh menit, mereka sudah sampai di rumah Radit.

Rahagi memarkirkan motornya di pekarangan rumah Radit. Setelah mesin motornya mati, Inara turun dari motor itu. Pinggangnya terasa linu karena posisi duduknya yang tidak pas–duduk menyamping di motor ninja. Gadis itu melepaskan helmnya, lalu memberikannya kepada Rahagi.

"Inara! Kemana aja lo baru kelihatan," sapa seseorang. Inara berbalik. Dimas rupanya.

Inara hanya tersenyum simpul. Rahagi melepas helmnya, kemudian bersalaman dengan Dimas.

"Gila, semakin-semakin aja lo, Bro. Bareng Inara segala."

"Emang elu. Stuck di situ-situ mulu. Nggak ada perkembangan." Rahagi dan Dimas masuk ke rumah Radit. Meninggalkan Inara yang berjalan sendirian di belakang mereka.

"Ya si tai!" Dimas memukul pundak Rahagi. "Weh, udah rame aje." Dimas menyalami anggota Blackpole yang lain satu per satu. Begitu juga dengan Rahagi. Sementara Inara berdiri di balik tubuh Rahagi.

"Pacar lo, Gi?" tanya salah seorangnya.

"Lo sih jarang dateng pertemuan, Nan. Anggota baru tuh," seru Adit.

Lelaki itu menatap Inara. "Hai! Gue Keenan."

"Inara, Bang." gadis itu tersenyum.

"Nggak usah panggil 'Bang'."

"Gue usahain." Inara tersenyum simpul.

"Hari ini kita bahas apa, Dit?" tanya Adit.

"Pelantikan. Pembagian kelompok dan keperluan lain. Itu aja sih," jawab Radit. Lelaki itu membuka catatan-catatan yang harus disampaikan kepada anggota.

"Kayaknya lo butuh sekretaris, Dit," timpal Karel.

"Boleh juga tuh!" kata Dimas bersemangat.

"Inara!" tunjuk Farel.

"Calon ketua DisPara, Bro. Terlalu riskan," ucap Adit.

"Wih. DisPara kan bidang yang berselisih banget sama Blackpole. Kok bisa... tertarik buat masuk?" tanya Putra dengan tatapan menyelidik. "Dulu pas zaman gue jadi ketua, DisPara memusuhi banget."

"Doi adeknya Gafar," ucap Bayu seraya melayangkan senyum misterius kepada Putra.

"Gafar Adipati?" Putra melirik Inara. "Kok bisa?"

"Nah loh," ucap Dimas. "Ya bisa lah. Pabriknya produksi begitu."

Inara mengerutkan keningnya–tidak mengerti dengan percakapan mereka. Tak menyadari bahwa Putra tengah memperhatikannya.

"Langsung mulai aja, Dit," ucap Rahagi pada Radit.

Lelaki itu mengangguk. "Perhatian! Gue bakal bacain kelompok pas pelantikan anggota."

"Kelompok 1 ...."

Inara mendengarkan dengan seksama. Ia tidak tahu akan diletakkan di kelompok berapa. Namun, nyatanya namanya tidak disebutkan di kelompok mana pun.

"Karena Inara cewek, jadi sejujurnya gue nggak tahu dia mau dimasukin ke kelompok mana. Tapi, berhubung yang bawa Inara ke sini adalah Rahagi, jadi Inara gue jadiin sekelompok sama Ragi. Inara, lo kelompok 5."

"Asik, berarti gue sekelompok dong, sama Inara," ucap Dimas.

"Gue juga mau dong," kata Keenan.

"Inara udah gue kunci," ujar Dimas.

"Selagi kata sah belum terucap, gue masih ada kesempatan."

Dimas terkekeh. "Ye si cumi. Sekolah dulu yang bener. Pake sok-sokan bahas 'sah."

"Sewot aje lu."

"Pelantikan akan dilaksanakan dua minggu lagi. Tempatnya udah fix di puncak."

Tidak ada anggota yang protes perihal waktu dan tempat. Kini, hanya satu perkara yang ada di pikiran Inara. Apa alasan yang akan diberinya pada Tyas agar mengizinkannya pergi?

~~||~~

A/N

Kira-kira, ini ending ceritanya kayak gimana ya? (Plis deh Nu, baru chapter 11 aja udah nanyain ending).

But honestly, gue mau tau bayangan kalian tentang cerita ini ke depannya^^

20 Agustus 2016.


Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

1.5M 108K 46
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
Trust Od dhita

Teenfikce

4.2M 273K 54
Hidupnya indah, pada masanya. Satu masalah datang membuatnya bertransformasi menjadi dia yang lain, yang tak dikenal dan tak mau dikenal. Hidupnya be...
1.5K 107 5
Hidup dengan dua pria tampan membuat Ana membenci takdir hidupnya... tidak, bukan berarti Ana membenci Papa dan adik kembarnya yang memiliki paras ta...
563K 27.2K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...