Antipole

De nunizzy

2.1M 232K 31K

•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang presta... Mais

Prolog
1st Pole
2nd Pole
3rd Pole
4th Pole
5th Pole
6th Pole
7th Pole
8th Pole
9th Pole
11th Pole
12th Pole
13th Pole
14th Pole
15th Pole
16th Pole
17th Pole
18th Pole
19th Pole & QnA
20th Pole & Giveaway Time
21st Pole
22nd Pole
23rd Pole & Disclaimer
24th Pole
25th Pole
26th Pole
27th Pole
28th Pole
QnA
29th Pole
30th Pole
31st Pole
32nd Pole
33rd Pole
34th Pole
35th Pole
36th Pole & Promotion
37th Pole
38th Pole
Fun Facts
39th Pole
40th Pole
41st Pole
42nd Pole
43th Pole
44th Pole
45th Pole
46th Pole
47th Pole
48th Pole
49th Pole
50th Pole
51th Pole
52nd Pole & QnA#2
53th Pole
54th Pole
55th Pole
Sekilas Promo
QnA#2 (Part 1)
QnA#2 (Part 2)
56th Pole
57th Pole
58th Pole
Epilog
Pidato Kenegaraan Antipole

10th Pole

42.3K 4.1K 458
De nunizzy

                  

10th POLE

~~||~~

"Jahat lo nggak cerita-cerita sama gue!"

Perempuan itu mengaduk-ngaduk makanannya tanpa minat, kemudian menatap Inara–yang duduk dihadapannya–dengan tatapan tajam.

"Gue nggak bermaksud, Sab. Serius deh. Gue masih belum siap. Bahkan untuk nerima semuanya aja gue butuh waktu," ucap Inara membela diri.

"Kejam!" suaranya bahkan terdengar lebih keras dari hiruk pikuk kantin di telinga Inara.

"Gue minta maaf!" jawab Inara sedikit keras. Sejak tadi, Sabrina selalu menghiraukan permintaan maafnya.

"Ya lo biasa aja dong!"

"Lo yang ngegas duluan!"

"Ya habisnya lo nyebelin!"

"Dari tadi gue minta maaf lo kacangin!"

"Apa yang gue lewatkan?" tanya Gala yang tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Sabrina.

"Inara kakak-adek-tirian sama Rahagi." perempuan itu mengambil napas sebelum melanjutkan ucapannya. "Dia jahat banget sampe gue nggak dikasih tahu. Kalo kemaren nyokap nggak ngajak gue ikut ke kondangan Tante Tyas, mungkin gue nggak bakal tahu," lapor Sabrina.

Gala yang semula menatap Sabrina dengan serius, kini mengalihkan pandangannya kepada Inara. "What the..."

"Hua, gue minta maaf!" rengek Inara. "Jangan dipojokin terus. Gue minta maaf."

"Gue baru bilang 'What the' doang, Na," tanggap Gala.

"Tampang Sabrina tuh! Nyeremin." Inara menunjuk Sabrina.

"Lo nyebelin sih!" gerutu Sabrina.

Gala menutup telinganya.

"Besok kalo ada apa-apa, cerita sama gue! Kalo nggak, gue gorok."

"Iya, ish."

"Tapi, kok bisa, Na?" tanya Gala.

"Nyokap gue kolega bisnisnya bokap Rahagi. Nyokap gue punya butik, sedangkan bokap Rahagi punya perusahaan tekstil. Jadi cocok deh!" jawab Inara.

Gala tergelak mendengar akhir kalimat Inara.

"Eh iya, Sab. Kemaren gue ketemu si itu!"

"Si itu siapa?"

"Calvin Gavino."

Sabrina membulatkan matanya. "Wanjir. Dia nggak ngapa-ngapain lo, kan?"

Inara menggeleng. "Dia bahkan nggak inget gue. Dua minggu yang lalu, gue tabrakan sama dia di restoran. Terus dia malah memperkenalkan diri!" Inara tertawa mengingat kejadian itu. "Bego emang."

"Mungkin karena puberty hits you so much jadi dia pangling sama lo, Na. Sampe nggak ngenalin." Sabrina tertawa.

"Sa ae," ucap Inara.

"Roda berputar. Makanya, jangan nilai orang dari fisik. Karena, ada puberty yang bisa menghantam," tutur Sabrina begitu mengingat kejadian empat tahun yang lalu, ketika mereka berada di tahun pertama SMP. "Mata gue karatan kali ya, sampe bilang dia ganteng."

"Calvin Gavino siapa?" tanya Gala.

"Gebetan Inara pas kelas 7."

*

"Cie, Inara!"

"Ih, kalian apaan sih!" Inara menutup wajahnya yang memerah. Ia baru saja berpapasan dengan Gavin di kantin. Hal sesederhana itu berhasil membuat wajahnya memerah, di tambah dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya–padahal kini ia sudah berada di dalam kelas.

"Gue baru inget kalo gue satu TK sama dia," ujar Karyn.

"Anaknya sombong abis lho, Na. Hati-hati aja," ucap Prita–salah satu temannya yang lain.

"Tapi ganteng!" tambah Sabrina.

"Elu mah yang penting ganteng ye, Sab," komentar Karyn. Perempuan itu kemudian menatap Inara. "Dia harus tahu gimana perasaan lo, Na!"

"Ah? Nggak. Gue lebih suka mendem."

"Seenggaknya dia tahu, gitu," tutur Sabrina.

Inara menggeleng kuat. "Jangan."

"Eh, udah jam dua belas lewat dua puluh. Kalian nggak sholat apa?" Prita mengingatkan.

"Serius?" tanya Inara. Gadis itu bersyukur ada topik yang berhasil mengalihkan perhatian teman-temannya dari topik sebelumnya.

"Mushola, yuk!" ajak Karyn seraya berdiri. Ia mengeluarkan mukenahnya dari dalam tas.

"Yah, gue nggak bawa mukenah," ucap Sabrina.

"Pake punya gue," tawar Karyn.

Sabrina mengangguk. "Dah, Prit! Baik-baik di kelas."

"Makasih udah ngingetin, Prita Cantik."

"Sama-sama kalian yang unyu." Prita tersenyum lebar mengiringi keluarnya ketiga sahabatnya dari kelas.

Perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk saling mengingatkan pada kebaikan.

Waktu berlalu. Kini, Inara, Sabrina, dan Karyn sudah selesai melaksanakan kewajiban mereka.

"Lewat kelas Gavin, yuk!" seru Karyn.

"Eh? Buat apa? Muter dong?"

"Hitung-hitung olahraga, Na. Lagian, kelas Gavin isinya cogan semua," tambah Sabrina.

"Tau aja lo maksud gue apa, Sab!" Karyn dan Sabrina bertos ria.

"Gue lewat jalan yang biasa aja deh. Lebih deket."

Sabrina tersenyum, menggoda Inara. "Bilang aja malu."

"Malu tapi mau." Karyn mencolek bahu Inara.

"Apaan sih!" seru Inara yang tidak tahan digoda oleh kedua sahabatnya.

"Ayo!" Karyn menggandeng tangan Inara, sedangkan Sabrina berjalan di belakang.

Saat melewati kelas Gavin, kebetulan lelaki itu tengah berdiri di depan kelas. Seperti sedang menunggu seseorang.

"Hai, Gavin!" sapa Karyn.

Lelaki itu menatap Karyn kemudian tersenyum tipis. Zaman taman kanak-kanan dulu, Karyn adalah salah satu teman dekatnya.

"Inara Sekar suka sama lo," ucap Karyn blak-blakan.

Mata Inara membulat. Ia mencubit lengan Karyn. "Karyn ngapain sih..." bisiknya.

Sementara itu, Sabrina hanya tersenyum geli di belakang ketika melihat gelagat Inara. Sabrina yakin wajah sahabatnya itu sudah mencapai warna merah yang maksimum.

Gavin menatap Inara dengan tatapan sombong–dan tak berminat–miliknya.

"Cewek jelek kayak dia suka sama gue?" tanyanya seraya menaikkan sebelah alis.

Detik itu juga, Inara merasa harga dirinya jatuh. Ia malu, dan ia benci pada Gavin.

Kasar. Kayak lo yang tercakep aja, batin Inara kesal. Perempuan itu melepaskan gandengan Karyn, kemudian berlari menjauhi mereka.

Karyn–yang masih terkejut atas respon Gavin–hanya diam mematung, menyesali perbuatannya. Sementara, Sabrina memicikkan matanya, menatap Gavin dengan kilat kebencian. Ia maju selangkah, berdiri di posisi yang sebelumnya ditempati Inara.

"Kayak lo yang paling ganteng aja, Bego! Lo bakal dapet balasan suatu hari nanti!" seru Sabrina kesal, kemudian membalikkan badan dan menyusul Inara.

*

"Songong parah. Mungkin dia perlu dibawa ke psikiater," komentar Gala ketika Sabrina selesai bercerita.

"Sekarang dia dapet karmanya, Gal. Kalo menurut alur cerita Wattpad, Gavin pasti suka sama Inara pada pandangan pertama sejak tabrakan di restoran."

"Wattpad mulu dah hidup lo," komentar Inara.

"Wattpad adalah ladang baper bagi jomblo."

"Aish, menyedihkan," ringis Gala. "Makanya cari pacar."

"Belum ada yang pas di hati."

"Rahagi, noh," tawar Inara.

"Ogah. Tapi kemaren pas resepsi, dia keren sih."

Inara dan Gala senyum-senyum melihat tingkah Sabrina.

"Hati-hati ntar suka," bisik Gala dengan nada misterius.

"Cuma bilang keren doang ampun dah."

"Ngaku aja! Lo udah suka kan?" Gala tersenyum geli.

"Serah lo pada. Gue mau makan." Sabrina menyuapkan makanannya yang sudah tidak sehangat sebelumnya.

Sementara itu, Inara dan Gala masih larut dalam tawanya.

# # #

"Saya sudah capek menghadapi kamu, Rahagi." wanita paruh baya itu memijit pelipisnya.

"Saya tidak meminta ibu untuk menghadapi saya," jawab Rahagi.

"Kamu kalau dibilangin jangan menjawab! Saya ini guru kamu." Bu Aminah selalu naik darah ketika berbicara dengan Rahagi. Lelaki itu punya sejuta hal yang perlu dikomentari dan diperbaiki. "Nggak punya santun! Sampe kapan kamu mau kayak gini? Bisanya menjatuhkan nama almamater."

"Blackpole nggak kayak gitu. Ibu nggak usah sok tahu."

"Mana buktinya? Saya sudah tahu apa yang kalian lakukan di sana. Merokok, pemerasan, dan baru-baru ini saya mendengar... balap liar?!"

Inara–yang sedari tadi berada di luar ruangan Bu Aminah–hanya diam mendengarkan percakapan mereka. Seseorang memberitahu dirinya bahwa ia dipanggil Bu Aminah ke ruangannya. Namun, inilah yang didapatkan Inara. Terjebak dalam keadaan bimbang–haruskah ia masuk atau tidak.

"Percuma saya membuktikan. Ibu juga tidak akan percaya. Permisi." Rahagi beranjak dari tempat duduknya, kemudian keluar dari ruangan tersebut tanpa sepatah kata lagi.

Ketika membuka pintu, ia hampir menabrak Inara yang masih berdiri di depan pintu.

"Lo nguping?" tanya Rahagi datar.

"Hah? Nggak! Gue emang mau masuk."

Rahagi mengangguk, kemudian berjalan menjauhi Inara. Inara hanya menatap punggung Rahagi. Kena masalah apa lagi dia?

Gadis itu mengabaikan rasa penasarannya, kemudian masuk ke dalam ruangan Bu Aminah.

"Ah, Inara." wanita itu lantas tersenyum melihat Inara yang menyalaminya, lalu mengambil tempat di hadapannya.

"Ibu manggil Inara?"

Aminah mengangguk. "Ibu dengar, kamu dan Rahagi saudara tiri ya?" tanyanya.

"Iya, Bu. Dua hari yang lalu mama nikah sama papanya Rahagi."

"Wah. Ibu titip salam buat Tyas, ya. Ngomong-ngomong, gimana perkembangannya?" gurunya itu memberi tatapan kamu-pasti-mengerti kepada Inara.

"Ngg–Inara belum bisa nyimpulin, Bu. Sejauh yang Inara amati, anggotanya banyak dan cowok semua. Silaturahmi sama alumni juga masih terjaga."

"Kamu laporkan terus perkembangannya ya, Inara."

Inara mengangguk.

"Tentunya sekarang akan lebih mudah mendekati Rahagi, karena kamu tinggal serumah dengannya."

Gadis itu hanya tersenyum menanggapinya.

~~||~~

A/N

Yihi, semoga gue diberikan keberkahan dan kelancaran supaya bisa update cerita ini secara rutin.

Ngomong-ngomong, udah pada punya Blacky White belum? Kalo bisa, beli secepatnya terus nabung lagi soalnya The Destroyer bakal terbit kira-kira bulan Oktober atau November.

Oh iya, deskripsiin Rahagi dalam dua kata :3

18 Agustus 2016.

Continue lendo

Você também vai gostar

2.3M 244K 59
"Je, lo beneran nggak pacaran lagi sama Ganesh?" "Iya, kan gue juga udah bilang putus sama dia 30 Januari." "Terus kenapa dia masih suka perhatiin lo...
Shalkania [TAMAT] De Lula Thana

Ficção Adolescente

37.9K 5.2K 32
"Nggak mau minta maaf?" Shalka mendongak. "Maaf?" ulangnya bingung. "Maaf karena Io udah cium gue dua kali." Shalka melotot, apa cowok itu bilang?! ...
Morphine De yurlitasr

Ficção Adolescente

9.3K 960 52
Laki-laki pertama yang mencuri ciuman pertama Annisa Celesta si gadis bar-bar adalah si pemabuk Fatir Hugo Mahendra. Seorang laki-laki yang berpacara...
Silent ✔ De Holaa

Ficção Adolescente

384K 19K 60
[COMPLETE✔] [CERITA PANJANG⚠] "Untuk bisa bertahan aku harus diam, jika tidak ingin terluka mulutku harus tetap bungkam. Membuat semua menjadi keboho...