Shadow Tamer

By TsubasaKEI

44.9K 3.2K 621

Di mana ada cahaya pasti ada kegelapan. Bagaimana kalau kegelapan itu lepas kendali? Terlalu banyak hingga me... More

Shadow Tamer
Rest My Little Shadow..
Shadow Encounter
Cookies and Promises
Seeking the Truth (1)
Seeking the Truth (2)
Two Hearts Voices
His Shadow, My Shadow
[FINAL] A Heart's Completion

By The Fire We Sing

3K 253 80
By TsubasaKEI

~Shadow Tamer~

By: TsubasaKEI

Don't try to make it yours!

Enjoy~

-------------------------------------------------

Chapter 6: By The Fire We Sing

Gelap. Ia kembali berada di ruang kosong; tidak berujung dan melayang. Fang menghela lelah saat menyadari ia kembali berada di mimpi yang sama.

Fang berdiri sendirian di sini, dan ia mulai merasa jengkel. Kenapa mimpinya tidak bisa lebih kreatif? Bukan kah lebih bagus jika sekali-kali ia diberi mimpi yang lebih berwarna? Tidak lagi hitam, gelap, dan menyedihkan. Sayang pencipta mimpi tidak punya selera yang sama dengannya.

Fang memutuskan untuk mulai berjalan—yah, mungkin berjalan–setengah–melayang lebih tepatnya. Walau Fang tidak melihat ada lantai di bawahnya ia bisa merasakan fondasi kokoh menopang dirinya. Lebih baik ia melakukan sesuatu, apapun dibandingkan diam saja. Waktu tidak berjalan sama di mimpinya. Bisa saja sehari sudah berlalu di sini tetapi di dunia nyata sejam saja belum.

"Huf, aku harus nunggu berapa lama? Sampai tua apa?" Geram Fang. Ia yakin ia bisa mati kebosanan di sini. Ia bahkan tidak bisa memainkan bayangan dengan kuasanya. "Lebih baik kalau ada sesuatu yang terjadi.." Harapnya dalam hati.

Tapi mungkin seharusnya Fang tidak berharap demikian.

Si pengendali bayang tengah memindai kegelapan, mengharapkan sesuatu mendadak muncul mengganti hitam. Tampaknya penguasa mimpi mengabulkan permintaannya. Di tengah hitam sepercik cahaya mekar dalam kegelapan. Berkedip layak bintang di langit malam dengan hangat.

Api. Ada api kecil melayang di depannya.

Oke, harapannya sudah dikabulkan. Sesuatu sudah terjadi. Lalu apa? Apa gunanya sepercik api yang bahkan tidak bisa menerangi ruangan sekitarnya?

'Coba sentuh?' Saran benaknya. Fang menggerdikan bahunya. "Kenapa nggak?" Lagi pula ia tidak akan rugi apa-apa di sini.

Fang menjulurkan tangan kirinya. Melangkah hati-hati menuju sumber cahaya. Api kecil itu berkedip. Menanti agar telunjuk Fang menyentuhnya. Hawa panasnya sudah terasa walaupun belum disentuh. Fang memperhitungkan kemungkinan jarinya dapat terbakar. Tapi hei, ini mimpi. Yang terjadi di sini tidak terjadi di luar sana.

"Whoa!" Fang melompat mundur sembari menarik kembali tangannya. Mendadak api itu berubah bentuk. Memilinkan dirinya, bergerak layaknya ular merah mencari mangsa namun tampaknya tidak menganggap Fang sebagai salah satunya.  Tak lama kemudian satu ular api berubah menjadi dua, terbelah saat bergerak di udara. Yang kemudian menjadi empat, delapan—Fang merasa kewalahan disini, sudah terlalu banyak untuk ia hitung. Melata—menari—di udara. Pita jingga dan kuning melikuk membuat tarian di hadapan Fang. Mengajaknya untuk ikut bergerak mengikuti irama khayalan.

Untuk sesaat Fang tampak tergoda, namun ia berpikir lebih baik mengapresiasi tarian mereka daripada ikut bergabung. Fang membayangkan sebuah melodi untuk mengiringi gerak elegan mereka; Lembut dan ringan, seperti lantunan gitar yang dimainkan saat bercerita di depan api unggun.

Fang menutup matanya. Dari dalam kelopak matanya ia masih bisa melihat para api menari, dan suara gitar itu terdengar semakin jelas seolah ada pertunjukan di depannya.

Suara lain ikut muncul di telinga Fang. Suara tawa yang familiar.

Ah, ini suara Boboiboy.

Fang menautkan alisnya bingung, mata masih tertutup. Kenapa bisa ada suara Boboiboy dalam mimpinya? Namun sebelum ia bisa melakukan apapun mendadak telinganya di mekakkan oleh jeritan seseorang—seorang gadis. Lantunan gitar menghilang. Secara reflek Fang menutup kedua telinganya rapat, namun hal itu tidak mengecilkan suaranya.

Yaya. Itu suara jeritan Yaya.

Fang membuka matanya. Dengan panik mencari-cari keberadaan kerudung pink atau topi dinosaurus. Tidak ada, hanya pita api yang menari semakin liar di depannya.

Jeritan yang lain. Kali ini suara Ying, diikuti oleh Gopal. Setiap detik kian mengeras, menusuk telinga Fang tanpa belas kasih.

"S-sialan! Apa yang terjadi?!"

Ular api meliuk mendekat, berkumpul menjadi satu membentuk api unggun raksasa. Kali ini Fang bisa merasakan panas membakar kulitnya yang mengharuskan Fang untuk bergerak mundur. Fang terus menggoncangkan kepalanya dengan harapan suara itu hilang.

"...Fang..."

Jantung Fang berhenti. Itu suara Boboiboy, namun seolah tenggelam dalam air. Putus asa memanggil Fang agar mengangkat kepala dan menatapnya, ke dalam kobaran api. Dan itu yang ia lakukan.

Keringat dingin jatuh dari wajah yang memucat seperti baru melihat hantu—menatap mata darah para makhluk bayang.

Nafas Fang berubah sesak. Ingin sekali ia lari dari mata merah yang menghantuinya saat malam. Namun ketika Fang membalikan badan kakinya tidak bisa bergerak. "Apa-apaan ini?!" Fang mengutuk ketika mendapati sulur-sulur hitam telah menjangkar kakinya di tempat. Dan sepasang mata merah terbelalak lebar dalam kobaran api.

merah—darah—Boboiboy—tertawa—merah—darah

Fang berteriak. Kedua tangan menggenggam kepalanya yang berdenyut ketika kilasan penglihatan itu tidak mau berhenti. Terus memberinya tampilan berdarah yang sama dan tawa Boboiboy yang ganjil.

Kini Tubuh Fang jatuh meringkuk. Mulut menganga lebar dengan jeritan sunyi—tenggorokannya sudah tidak lagi mampu bersuara. Mata tertutup rapat, namun air mata menyisip keluar besimpati akan rasa sakitnya.

'Hentikan!' Fang menjerit. Diikuti oleh gema jeritan yang sama oleh Yaya, Ying, dan Gopal bergema di sekitarnya. Menjerit seolah lidah api menjilati kulit mereka.

"Hentikan hentikan hentikan HENTIKAN!' Fang berusaha menutupi kepalanya, berdenyut liar bersama detak jantungnya yang tidak karuan. Dan suara Boboiboy seolah tertawa di atas penderitaanya.

Mata merah diam memperhatikan dari dalam api. Menatap senang saat melihat tubuh kecil itu meringkuk kesakitan. Sangat rapuh, sangat rentan. Api berkobar lebih terang, memantulkan kilatan liar di permukaan merah darah.

"Sebentar lagi, Fang. Sebentar lagi.."

.
~Shadow Tamer~
.

Fang membuka matanya perlahan. Manik amethyst bergerak lelah memindai kamar asing yang ia diami. Memori kemarin malam pun mulai bermunculan dan Fang mengerang lelah, kembali membenamkan wajahnya di bantal dan enggan untuk bangun. Mungkin ia bisa kembali tidur. 5 atau 10 menit mungkin? Ya, itu ide yang terdengar bagus...

BRAK!

"Pagi Fang! Ayo bangun bangun! Jangan jadi pemalas! Sarapan sudah siap!"

...Sebelum seorang bocah jingga penuh semangat mendobrak pintu kamarnya membuat Fang bangun seketika.

"Ngh, sialan kau Boboiboy. Ugh, ini masih pagi. 15 menit lagi.." Fang mengerang jengkel. Dengan mata masih tertutup ia meraba-raba selimut yang kemudian ia tarik agar membungkus seluruh tubuhnya, berusaha kembali tidur.

Boboiboy menggeleng-gelengkan kepalanya. "Huf, ya ampun. Ini sudah siang, Fang. Apa kau mau ku seret keluar?"

Dari gundukan selimut Fang menjawab,"Coba saja kalau bisa." Menantang Boboiboy secara tidak langsung.

Boboiboy menaikan alisnya. Sesaat memandang jam kuasanya sebelum mendelikkan matanya jahil ke arah Fang.

Pagi itu Tok Aba dihadiahi drama pagi dengan tiga orang Boboiboy mengangkat Fang berlapis selimut yang meronta-ronta ketika digotong paksa ke meja makan.

.
~Shadow Tamer~
.

"Terima kasih sudah menerima saya dua hari ini, atok." Fang menyalami Tok Aba dengan senyum. Ransel sudah siap di punggung.

Setelah kericuhan di pagi itu Fang hendak ijin pulang ke rumahnya mempersiapkan barang-barang untuk camping sore nanti (Sekalian menghindari Boboiboy—Taufan—yang tidak bisa berhenti menertawakan 'haha! Dadar gulung joget-joget!' Pada dirinya).

"Sama-sama. Atok juga seneng kau mau nginep di sini, rumah jadi lebih ramai. Boboiboy pasti juga seneng ada kau di sini." Fang merasa ujung bibirnya berkedut, hampir membuat senyum sempurnanya jatuh. Mendengar nama si pengendali elements saja sudah membuatnya kesal. Fang masih belum memaafkannya walaupun Boboiboy sudah berusaha memohon ampun—sembari menahan tawa.

"Ahaha... Sepertinya Boboiboy terlalu bersenang-senang kalau ada saya." Fang tertawa kering. "Kalau begitu, saya permisi dulu atok. Titip salamku untuk Ochobot." Atok terkekeh kecil dan mengangguk.

"Faaang!"

Yang terpanggil mendongakkan kepalanya ke belakang. Boboiboy memunculkan dirinya dari jendela kamarnya di lantai dua. Penuh semangat melambaikan tangannya dengan senyum lebar. "Jumpa lagi sore nanti!"

Fang berusaha tampak ketus dan langsung beranjak pergi tanpa perpisahan. Buat apa melambaikan tangan? Buang energi. Seperti kata Boboiboy, mereka akan bertemu lagi nanti sore. Ini tidak seperti salah satu dari mereka akan pergi berperang dan tidak akan kembali lagi atau apa. Iya 'kan?

'Yah, mungkin saja, sih.' Tapi Fang ingin membuang semua pemikiran negatif sebelum camping.

Dengan si pengendali bayang memunggungi Boboiboy, Fang mengangkat tangan kirinya sesaat sebelum menurunkannya kembali, berjalan menjauhi kediaman Boboiboy. Dari atas jendela kamar, Boboiboy menyikapi pamitan Fang dengan senyum kecil.

.
.

Fang baru berjalan melewati dua persimpangan dan segera emosi kesalnya pada Boboiboy sudah hilang berganti dengan rasa khawatir. Khawatir terhadap nanti malam dan khawatir apakah membawa dua pasang celana cukup untuk camping—yah, mungkin yang terakhir tidak terlalu penting, tapi ia memikirkan hal ini.

Namun yang membuatnya paling gelisah hanya satu—mimpinya.

"Mimpi apa-apaan itu?" Selalu. Kenapa semua ini selalu terjadi dalam mimpinya? Fang sudah terlalu banyak bermimpi. Kalau lebih banyak lagi, mungkin ia bisa bekerja menjadi cenayang—mengingat semua mimpinya berhubungan dengan bayangan dan jika mimpinya kali ini menjadi kenyataan Fang tidak tahu harus bertindak apa. Tapi, ia tidak ingin premonisinya menjadi nyata. Lebih baik terkena pistol emosi Y lagi daripada hal itu terjadi.

Mimpinya memang aneh, tidak masuk akal. Jadi kemungkinannya menjadi kenyataan seharusnya kecil, bukan?

'Tapi... Itu suara Boboiboy.' Suara si pengendali element yang terdengar salah dan menyiratkan bahaya. Fang merasakan kulitnya memanas, terbayang lidah api kemarin malam. Dan mata merah darah itu....

"Sebentar lagi, Fang. Sebentar lagi.."

'Apanya yang sebentar lagi?' Bulu kuduk Fang berdiri mengingatnya. Suara yang terakhir itu bukan suara yang ia kenal. Serak, seperti berbicara dengan sinyal jelek, penuh statis. Dan apa yang suara itu bilang seolah mengimplikasikan bahwa sesuatu yang buruk memang akan terjadi, seperti merekalah dalang kejahatan yang rencana menguasai dunianya akan berjalan sebentar lagi dengan kesuksesan 100%.

Walau begitu Fang harus mengingatkan dirinya, bahwa kemarin juga ia melihat sisi Boboiboy yang orang lain belum pernah lihat. Sisi yang rentan dan penuh kebingungan. Seorang hero yang penuh dengan emosi yang dibelenggu. Jadi tidak mungkin kan mendadak Boboiboy berubah gila dan tertawa Pisikopat sepanjang malam?

"Ugh, pikiran positif.. Positif.." Bibirnya terus merapalkan mantra itu. Terus positif, belum tentu terjadi malapetaka. Fang sungguh berharap otaknya tidak dalam mode galaunya. Mungkin memang benar lebih baik ia mengkhawatirkan celana apa yang akan ia bawa nanti dari pada meributkan mimpinya.

Fang berhenti di perempatan menunggu lampu merah. Jalanan kosong, namun kali ini Fang berniat untuk mematuhi peraturan. Dirinya berdiri sendiri, tidak ada orang lain. Bukan pemandangan yang asing, daerah ini memang cenderung sepi setiap saat. Semilir angin dingin membuatnya ngantuk, memberatkan kedua kelopak matanya. Fang menggoncangkan kepalanya mengusir kantuk dan melihat ke atas.

Untuk sekilas lampu penyebrangan terlihat seperti mata bayangan, kristal merah darah. Dinding bangunan sekitarnya terlapis cipratan darah segar berbau amis, Fang merasakan sarapannya naik mencekik tenggorokannya. Jalanan sepi itu mendadak dipenuhi mayat dengan serpihan kaca hitam tersebar di sekitarnya, bagai bunga kematian menghiasi kuburan. Dan bayangan di bawah Fang...hitam pekat dengan sepasang iris merah menatap dirinya.

Dalam satu kedipan semua itu menghilang. Lampu penyebrangan kembali hijau dan Fang dengan kaki gemetar melangkah maju, berusaha menelan kembali sarapannya, berusaha melupakan ilusi tadi.

Ya, Fang yakin ia jadi gila.

.
.

Dari: Fang gila bayang

'Oi, dua pasang celana cukup kan?'

Boboiboy berhenti sejenak dari kegiatan merapihkan perbekalan campingnya untuk menertawakan pesan dari rivalnya.

Dari: Rival bodoh

'Cukup. Salah satunya celana Olah raga saja, biar tidak usah bawa 3 pasang ^^ '

Fang menatap layar ponselnya lama, sebelum mengeluarkan celana panjang yang ia tumpuk paling atas dari ranselnya dengan tidak rela.

Dari: Fang gila bayang

'...oke'

Boboiboy kembali terkekeh. Ia bisa membayangkan yang di ujung sana sedang memanyunkan bibirnya saat mengorbankan salah satu celananya. Pasti dia sudah membekal 3 pasang.

Beberapa saat kemudian ponsel Boboiboy kembali berbunyi. Pesan baru.

Dari: Fang gila bayang

'Good luck'

Sesaat setelah Fang mengirim pesannya ia langsung mendapat balasan.

Dari: Rival bodoh

'Kau juga'

.
~Shadow Tamer~
.

"Sini Fang!" Boboiboy melambaikan tangannya dari lapangan olah raga sekolah. Ying, Yaya, dan Gopal mengikuti arah pandang Boboiboy dan menyadari kedatangan Fang lalu menyorakinya untuk cepat mendekat.

Fang mengeratkan pegangan ranselnya, mengingat-ingat lagi apakah semua perlengkapannya sudah lengkap. Ia menarik nafas dalam dan memberanikan diri untuk mendekat.

Oke, sejauh ini belum ada bayangan. Itu pertanda bagus 'kan? Matahari belum terbenam, namun apa salahnya jika Fang mempersiapkan dirinya kalau ada serangan dadakan?

"Woah, ranselmu besar sangat! Kau nak nginep berapa hari?" Gopal berseru kagum di sampingnya. Menatap atas-bawah ransel Fang.

"Terserah aku mau bawa apa 'kan?" Jawab Fang ketus. Boboiboy terkekeh di kanan Fang dan—sengaja—menepuk ransel keberatan itu dengan keras, membuat Fang tertatih kedepan.

"Oi! Sialan kau Boboiboy!" Fang membenarkan kacamatanya yang merosot dan menggeram kesal pada Boboiboy yang tertawa, dengan santai berjalan mendahului Fang.

Demi lobak merah, acara belum dimulai dan Boboiboy sudah mencari gara-gara dengan dirinya! Yang benar saja. Fang tidak yakin batinnya bisa sabar menghadapi cobaan berat nanti. Belum lagi ia harus menajamkan indranya jikalau para bayangan muncul. Ditambah otak-otak lemot di sekitarnya—baca; orang-orang macam Gopal—yang belum tentu bisa diajak kerja sama. Rasanya Fang ingin tidur saja. Melupakan semua kemungkinan yang dapat membahayakan semua orang dan bersantai seharian di kamarnya.

"Ayo cepat Fang! Sudah disuruh kumpul nih." Panggilan Boboiboy menyadarkan Fang yang tertinggal beberapa langkah di belakang. Si pengendali bayang menggeram lagi.

Boboiboy mendapati rivalnya terlihat lebih jerang dari biasanya. Menatap tajam semua kerikil yang ia tendang seolah masalah yang ia dapat berasal dari mereka. Tapi Boboiboy tahu apa yang mengganggu Fang. Mungkin lebih tepatnya mengganggu mereka semua.

"Kita akan melalui ini bersama. Kau lupa?" Boboiboy berucap memunggungi Fang. "Ayo, kita kumpul dulu."

Dari pinggir matanya Boboiboy melihat semua temannya memiliki tekad yang sama terpantul dari mata yang membara. Dan Boboiboy tersenyum ketika Fang menyesuaikan jalannya agar bersampingan dengannya. Si pengendali element mendekatkan bibirnya ke telinga Fang dan berbisik, "kau beneran bawa 3 pasang celana ya?" Fang memukul punggung Boboiboy tanpa belah kasih.

.
.

"Wahai anak didikku. Pada sore ini, kita akan mencatat sejarah baru di sekolah. Dimana kalian akan melakukan acara camping terhebat di Pulau Rintis, Camping 'Sekolah Rendah Pulau Rintis Yang Luar Biasa Dan Tak Terlupakan oleh Cikgu Papa Zola Pembela Kebenaran Sejati'. "

Fang memutar bola matanya diam-diam. Kaki tidak bisa berhenti bergerak gelisah dari tempatnya berdiri bersama murid seangkatannya. Beberapa murid juga merasakan penderitaan yang sama dengannya.

"Cekgu akan pastikan dua hari ini akan memberikan pengalaman tak terlupakan sepanjang hidup kalian. Yang nantinya kalian pasti akan berterima kasih pada Cekgu yang sudah mengusulkan acara ini. Hehe, terima kasih, terima kasih." Cekgu Papa membungkuk penuh apresiasi. Walaupun tidak ada satupun yang bertepuk tangan—kecuali Gopal yang tampak tersentuh dengan pidato tadi dan tengah bertepuk tangan paling meriah.

"Baiklah. Biar tidak menunggu lama, Cekgu secara resmi membuka acara ini! Dung dung dung!—nah, itu ceritanya gong itu. Kalian siapkan tenda dengan kelompok masing-masing lalu setelah 30 menit kumpul lagi di sini—Oke? Oke. Lakukan yang terbaik untuk kebenaran!" Dengan pose dramatik Cekgu Papa mengakhiri pidatonya. Guru lain menggiring murid agar menyebar ke seluruh lapangan mengklaim tempat untuk membangun tenda.

Fang memuji syukur pidato panjang itu akhirnya selesai. Sedikit kesal ketika mengetahui acara menantang maut ini diusulkan oleh Cekgu Papa, tapi apa boleh buat. Yang berlalu biarlah berlalu. Ia mulai bergerak bersama gerombolan murid yang lain.

Tendanya berada di daerah ter-barat lapangan oval itu. Sedikit jauh dari api unggun utama dan cukup terkucil dari tenda yang lain. Tapi dengan begitu mereka memiliki wilayah yang cukup luas untuk mendirikan dua tenda dan api unggun kecil. Ditambah ada batang pohon sisa kayu bakar untuk api unggun yang bisa mereka pakai.

Ketika Fang sudah sampai di lokasi yang lain sudah mulai mengeluarkan barang bawaannya. Ying dan yaya mulai membangun fondasi tenda mereka dengan presisi akurat. Bergerak cekatan seolah mereka sudah latihan terlebih dahulu.

Gopal di lain pihak—sesuai dugaan Fang—tampak kebingungan saat membaca kertas instruksi di tangannya. Bagian-bagian tenda tercecer di hadapannya dengan Boboiboy berjongkok berusaha menentukan apa fungsi benda kecil di tangannya.

"Boboiboy, aku 'kok nggak ngerti, ya? Trus napa Ying dan Yaya tu cepat sangat buatnya?" Gopal membolak-balikkan kertasnya. Fang mendengus, memangnya dengan begitu dia bisa langsung mengerti apa?

Fang memutar bola matanya dan merebut kertas instruksi dari Gopal. "Sini, lihat bagian panjang tu? Kau gambungkan pakai yang itu dengan tiang tenda yang lain, oke?" Fang segera berbalik ke arah Boboiboy sebelum Gopal bisa bertanya.

"Kau bikin fondasinya. Palu paku pancang ke tanah dan ikatin dengan tali. Kalau nggak yakin bakal kuat pakai kuasa gempa, buat fondasi yang lebih kuat." Boboiboy mengangguk mantap. Segera mengambil palu dan paku pancang dan memulai tugasnya.

Dalam 20 menit dan satu Fang yang frustasi setelah itu, mereka berhasil mendirikan tenda biru navy mereka. 5 menit lebih lama dari Ying dan Yaya—Fang heran kenapa bisa dua gadis itu mendirikannya begitu cepat. Untuk sentuhan akhir, Yaya meminta agar balok kayu besar yang menganggur dipindahkan di depan kedua tenda, menjadi batas antara tempat mereka tidur dan api unggun kecil. Sekalian bisa dijadikan senderan, usul Yaya.

"Oh ya, ini rundown acara dua hari ini." Boboiboy mengeluarkan kertas dari saku celananya. Segera yang lain mengerubunginya berusaha membaca.

"Kumpul, buat tenda, game main air, jalan sore sehat menantang—hah?—,tidur, game 'Ayo Eratkan Kebersamaan!' A' la Papa Zola—apa?—, kejar-kejaran maut—tunggu, maut?—,api unggun. Apa-apaan nama permainannya. Cekgu ingin nge-bunuh kita ke?" Seru Fang, menatap horror selembar kertas itu.

"Uuh, aku tak yakin bisa selamat melewati permainan macam tu, Boboiboy." Gopal menghela pasrah. Merasa yakin kalau camping ini akan menjadi cobaan terberat di hidupnya.

"Haiya, masa kalian langsung nyerah? Ini belum mulai 'ma." Ying berdecak pinggang melihat prilaku sahabatnya. "Belum tentu permainannya susah kan?"

"Ho'oh, betu kata Ying. Jangan menyerah dulu." Seru Yaya, berusaha menyemangati.

Fang pasrah. Memang betul, ia belum mencobanya. Dan wajah kedua gadis itu terlihat sangat yakin dengan ucapan mereka. Tapi sisi skeptis Fang tidak bisa berhenti membuat dugaan kreatif tentang masa depan dimana permainan itu akan menjadi neraka untuknya.

Tapi mungkin saja, terdapat kemungkinan kecil yang dapat membuat kegiatan ini menjadi menyenangkan.

Waktu 30 menit sudah berakhir dan peluit Papa Zola memaksa mereka kembali kumpul.

.
.

Salah, Ia benar-benar membenci acara Camping.

Main air adalah dimana Fang dilempari balon air dan disemprot selang air tanpa ampun. Seperti semua orang hanya mengincar dirinya. Terutama Gopal, ia selalu mengincar kepalanya dengan balon air. Untungnya ia berkomplot bersama Boboiboy untuk membalas dendam.

Lalu ada jalan sore—yang seharusnya baik-baik saja namun karena mereka tidak diijinkan untuk mengganti baju dahulu Fang menggigil setiap kali ada angin lewat. Ditambah maksud dari 'menantang' ternyata adalah menghindari tepung warna dan lebih banyak air saat melewati rintangan bangku-bangku yang disusun di trek lari—yang tentunya membuat Fang lebih basah dari yang sudah, tidak menyisakan bagian yang kering.

'Ini penyiksaan!' Gerutu Fang. Tantangan tidak masuk akal yang menyiksanya terus menerus. Kenapa bisa permainan ini dibilang menyenangkan dan orang-orang masih bisa tertawa dengan tubuh mereka yang babak belur penuh tepung. Fang tidak mengerti apa tujuan dari game itu. Mungkin 'latihan menyelamatkan diri dari hujan bomb' salah satunya.

"Ayo semuanya! Bergerak demi kebenaran!" Papa Zola berseru semangat, sebagai pemimpin barisan ia berada di paling depan menggiring siswa melalui jalur rintangan. Entah bagaimana bisa keluar tanpa luka perang walaupun caranya berjalan bisa disamakan dengan kuda liar. Fang hampir iri.

Fang berjalan lunglai di paling belakang. Entah mengapa energinya cepat sekali teruras. Rambut jabriknya layu tersiram air dan wajahnya tertampar tepung biru muda. Dan guru seni—yang melemparinya—terlihat senang sekali ketika serangannya tepat sasaran. Sialan, masih dendam rupanya.

"Ayo, Fang! Jangan lemas begitu." Fang mengerang lelah ketika Boboiboy menarik dirinya agar tidak kabur dari jalan sehat. Bibir dimanyunkan sebal, namun itu tidak bertahan lama. Bibir Fang naik sedikit, tersenyum pasrah ketika membiarkan dirinya diseret.

Keadaan Boboiboy tidak lebih baik darinya. Rambut hingga sepatu basah dengan cipratan tepung ungu dan oranye mewarnai tubuhnya. Walau begitu cengiran bodohnya tidak surut. Justru semakin melebar, Fang yakin pipi Boboiboy sebentar lagi keram.

Kalau Boboiboy yang menariknya, ia bisa mempercayai bocah bertopi itu agar tidak membuatnya jatuh. Dialah yang akan membuatnya tetap berdiri ketika ia yakin ia sudah tidak mampu. Mendorongnya untuk mengambil satu langkah lagi. Seperti yang dia lakukan saat ini, Boboiboy menariknya agar terus maju. Fang meyakini itu dengan sepenuh hatinya.

Langit menggelap, mewarnai langit dengan gradasi lilac dan jingga. Mempesona Fang untuk sesaat sebelum realita jatuh menghujaninya. Bulan. Adakah bulan malam ini?

Boboiboy merasakan tangan Fang menegang. Tanpa berbicara  ia meremas lembut tangan Fang, menenangkan rivalnya yang gelisah.

Fang membalasnya dengan tindakan yang sama.

.
~Shadow Tamer~
.

Fang tengah bersender di balok kayu menatap api unggun. Malam pertama Fang dapat menghela lega ketika bulan tidak muncul di langit, jadi ia memutuskan untuk mengistirahatkan dirinya. Tidak seperti murid lain yang tidak berhenti bergerak dari tenda ke tenda menghabiskan malam bercengkrama bersama teman.

Api di depannya berkedip, meminta perhatian Fang. Entah, lidah api itu tampak menari anggun di matanya. Bergerak tertiup angin, melahap kayu bakar dengan gradasi jingga yang kemudian membaur dengan warna langit berbintang, menciptakan warna violet gelap.

'Seperti rambutmu,' pikir Fang dengan suara Boboiboy di kepalanya.

Fang kemudian melepas kedua sarung tangannya. Sebatas iseng, ia ingin merasakan kontak kulit yang seharian ini belum ia dapatkan. Semua basah-basahan itu membuatnya jengah. Fang memperhatikan kedua telapak tangannya, terutama tangan kirinya. Luka panjang bekas petarungannya meninggalkan jejak. Garis yang akan mencoreng tangannya, mungkin seumur hidup. Rasanya aneh ketika Fang merabanya; kasar, serasa tidak pada tempatnya. Sebuah anomali. Fang mengepalkan tangannya.

"Itu karena bayangan?"

Boboiboy melangkah keluar dari tendanya. Rambut acak-acakan tertutupi dengan topi jingga khas-nya. Ia segera mengambil tempat di kanan Fang. Si pengendali bayang mengangguk dan—entah mengapa—tidak protes ketika Boboiboy mengambil tangan kirinya, perlahan membuka genggaman jarinya yang menutupi kerak luka di dalam.

Boboiboy tidak bersuara. Ia terus memperhatikan garis panjang di tangan yang ia genggam dengan kedua tangganya. Sampai akhirnya jari kecil mulai bergerak ragu, meraba luka Fang secara perlahan. Seperti takut melukainya, membuatnya lebih sakit dari yang sudah. Ibu jari Boboiboy bergerak pelan, mengusap halus mengikuti dekokkan yang kasar.

"...Maaf."

"Bukannya sudah kubilang kalau kau tu terlalu sering minta maaf?"

Boboiboy menundukkan kepalanya dan menarik kembali tangannya dari Fang. Sesaat Fang mengingkan kehangatan itu kembali ke tangannya, namun ia segera menghapus pemikiran itu.

"Yang cacat 'kan aku, bukan kamu. Nggak usah diributkan gitu."

"Kamu tidak cacat, Fang! Itu hanya luka saja, tidak terlalu mencolok, 'kan? Dibandingkan aku.." Lantur Boboiboy. Suaranya mengecil dan manik madu hanya mau menatap tanah. Ia memainkan jarinya, merenungkan apakah ia harus melanjutkan atau tidak.

Fang menaikan alisnya bingung. "Dibandingkan kau... Apa?"

Boboiboy tampak ragu, tangan memainkan poni rambutnya gugup. Fang tidak mengerti 'kecacatan' apa yang Boboiboy maksud dan ia tidak akan memaksa Boboiboy untuk memberitahunya. Si pengendali element mengangkat kepalanya, pelan, dan seolah mencari sesuatu di manik amethyst Fang. Dan tampaknya dia sudah menemukannya, karena sesaat kemudian Boboiboy membuka topinya.

Awalnya Fang tidak menemukan apapun yang salah. Ditambah lagi Boboiboy cepat-cepat menundukan kepalanya, menutupi wajahnya. Rambut coklat tua pendek yang halus, tampak bercahaya jingga berkat api unggun di dekatnya.

"Aku sudah pernah melihat rambutmu tanpa topi, Boboiboy."

"Perhatikan lagi, lebih teliti."

Fang hendak menanyakan apa maksud Boboiboy, namun ketika ia membuka mulut, Fang melihat sesuatu yang berbeda.

Diantara surai coklat terdapat sejumput rambut berwarna putih. Kontras, berbeda dari yang lain. Kenapa bisa kemarin ia tidak melihatnya? 'Cacat seperti ini?'

"Kau pasti bisa bayangkan reaksi orang jika melihat ini." Boboiboy mendengus sembari meraba 'kecacatannya', memutar-mutar dengan jarinya. "Aneh, beda, kelainan—"

"—keren."

Jari Boboiboy berhenti bergerak. Mulut menganga lebar saat menatap heran rivalnya yang sepertinya tidak henti membuatnya kagum.

"Apa? Rambut yang beda warna tu keren. Kau nggak pernah lihat kartun jepang apa? Tokoh utamanya punya warna rambut yang unik dan punya kekuatan super—hei! Kau kenapa ketawa, hah?!"

Boboiboy berusaha menutup mulutnya. Membendung suara tawa yang keluar. Tapi yang terjadi malah dirinya tertawa terbahak-bahak sementara Fang tampak kesal di sampingnya. Aura ungu gelap menguap keluar menggelapkan api api unggun.

"Sialan kau, apanya yang lucu?" Geram Fang, berusaha menutupi wajahnya yang memerah dari mata yang penasaran.

"Kau! Ahaha!" Boboiboy tertawa, kemudian terbatuk tersedak tawanya sendiri. Fang segera menuangkan hot chocolate dari termos di sebelahnya untuk Boboiboy. Membisikkan "tuh 'kan, karma." selagi memberikan minuman pada Boboiboy. Si pengendali element menelannya dengan rakus. "Uhuk uhuk! Ah, Seperti yang pernah kubilang. Kau kreatif di saat yang tidak terduga."

Fang menerima kembali gelas dari Boboiboy dan menuangkan porsi yang baru untuknya. "Dan kau bilang itu hal bagus, bukan?" Fang menyeruput, menghela lega dengan kehangatan di dadanya.

"Iya...aku bilang itu." Boboiboy tersenyum. Lalu bergerak untuk  mengenakan topinya kembali namun tangan bebas Fang mencegahnya. Boboiboy tampak terkejut ketika Fang menuntun tangannya untuk menurunkan topinya.

"Aku buktikan, kalau ucapanku tu nggak bohong. Rambut yang beda warna tu keren."

Belum sempat meragukan ucapan Fang, Gopal mendatangi mereka dengan cemilan beraneka ragam di rangkulannya. Mulut sibuk mengunyah tak henti.

"Kalian mau tak? Aku dapat dari tenda Iwan—alamak! Boboiboy! Kau tak cakap kalau rambut kau di cat! Huoo keren sangat!" Gopal segera menyergapi Boboiboy, berusaha melihat rambutnya dengan lebih jelas. Wajah Boboiboy memerah dan Fang tersenyum puas melihat itu.

"Tuh kan? Apa ku bilang? Gopal, itu rambut aslinya Boboiboy." Fang tersenyum puas, lalu mencuri cemilan Gopal selagi yang punya terdistraksi.

'Hm, lumayan,' biskuit dan hot chocolate Tok Aba memang kombinasi yang bagus. Kecuali jika biskuit itu buatan Yaya.

Gopal tambah terkagum lagi, tidak henti mengirikan rambut Boboiboy, dan yang bersangkutan kian tersipu malu dibuatnya. Fang menonton interaksi itu sembari mengemil. Setelah semangat Gopal mereda, pemuda india itu mengambil tempat di samping Boboiboy yang kosong dan ikut duduk menatap api unggun, kembali mengunyah cemilannya. Warna wajah Boboiboy sudah kembali normal, dan dia merilekskan punggungnya di batang pohon. Melirik ke arah Fang penuh kehangatan lalu memejamkan matanya, memandikan dirinya dalam kehangatan yang tercipta.

Fang ikut memejamkan matanya, tidak rungsing dengan tidak berbicara. Namun melodi misterius mengalun sepintas di telinganya. Dan ketika Fang menoleh ia mendapati Boboiboy sedang bersenandung dengan mata tertutup, menikmati lagunya.

"Itu lagu apa sih? Dari dulu kau bersenandung nada itu terus aku bisa gila kalau nggak tahu liriknya."

Boboiboy berhenti untuk terkekeh. "Kau mau dengar?" Fang mengangguk. Boboiboy pun menarik nafas dalam. Menegakkan postur tubuhnya dan mulai menyenandungkan nada-nada misterius itu sebelum menambahkan lirik,

"Kita di sini, be~rsama-sama. Me~lewati, indah dunia.—"

"—kita cuman ber-tiga di sini dan dunia itu nggak indah." Celetuk Fang. Namun Boboiboy tidak menggubrisnya. Si pengendali bayang tersenyum jahil.

"—di~payungi, si~nar mentari. Tak a~da lagi, yang ki~ta takuti."

"Ini sudah malam, Boboiboy. Masa kau nggak bisa lihat—umph!"

Boboiboy menutup paksa mulut Fang dan melanjutkan.

"Ki~ta bersama, seperti kerang.—"

Fang menyingkirkan tangan Boboiboy dari mulutnya dan tersenyum. Entah mengapa Fang bisa membayangkan Gopal menjelma menjadi kerang, dan itu terlihat menggelikan dalam benaknya.

"—takka~n ada masa, mampu me~ngalahkan."

Fang bisa mendengar tempo drum berubah cepat mendekati klimaks. Senar biola dan gitar memainkan notes kompleks lalu melambung tinggi, seolah mereka melompat memberikan jeda sesaat sebelum jatuh bersama-sama, menciptakan melodi ramai.

"Di~ bawah~ langit yang sama! kita, bergandengan. Sali~ng menjaga~"

Diiringi suara malam, lagu Boboiboy mengalun lembut di telinganya, dan juga menangkap perhatian telinga lain yang penasaran. Kawan-kawannya mulai berkumpul bersama mengelilingi api unggun, ikut bertepuk tangan mengikuti tempo dan memainkan gitar khayal.  Beberapa orang ada yang menjadi backing vocal Boboiboy, dan mendengar sekitarnya menjadi ramai Boboiboy bernyanyi lebih semangat. Penuh senyuman yang menghangatkan hati Fang.

"Di~ atas~ bumi yang sama! kita be~rgandengan. Sali~ng menjaga!"

Di bawah langit berbintang, di atas bumi. Mereka beramai-ramai mericuhkan malam. Orang-orang bergandengan tangan, berbahagia. Mengingatkan Fang sekali lagi kalau ia tidak sendirian. Tangan Boboiboy menyelinap agar menggenggam tangan kanannya.

Boboiboy terus bernyanyi, dan Fang terdorong untuk ikut bersuara. Ia tidak tahu apa yang ia nyanyikan, namun perasaan menumpuk di dadanya membuatnya ingin berteriak melepaskan semuanya.

Suaranya mengalir seperti lolongan serigala. Dingin, lembut, namun kuat dan penuh emosi. Tapi kali ini ia bukan lagi serigala penyediri. Ia sudah membentuk sekelompok pemburu handal dengan segala kekurangannya. Fang mencurahkan semua dalam suaranya. Kefrustasiannya, kekecewaannya, kesedihannya, ketakutannya. Tidak lagi ia pendam dan biarkan membusuk. Dan seuntai kebahagiaan, harapan, kasih sayang, ikut ia tuangkan dalam nyanyiannya.

"—kita, be~rgandengan. Sali~ng menjaga!"

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Fang merasa Bebas.

.
.
.
To be continued

--
A/N

Maaf kalo lama apdetnya >_< aku ingin nyelesein dua ch setelahnya biar jarak apdetnya nggak jauh-jauh.

Malam pertama sudah terlewati! Yeay! Bagi yang nggak tau lagunya itu lagu ending Boboiboy the movie by D' masiv, di bawah langit yang sama.

Sebenernya aku nggak terlalu ingin masukin adegan bbb nyanyi, takutnya aneh, tapi, yah, udah ketulis :))

Ch selanjutnya sepertinya nggak akan lama lagi, doakan sajah. Tapi juga mungkin akan lama. Aku niatnya mo ngeberesin dua ch sekaligus (makanya lama). Tapi godaan tombol publish terlalu besar dan kei udah lama nggak apdet, jadi.. Yah begitu deh :)).

But enough with my curhat, Thank you yang udah mau baca en vomen cerita ini! You have my love ❤️

Kalo punya masukan atau ide" random please do tell :3

Sekian,
TsubasaKEI, out.

Continue Reading

You'll Also Like

4.7K 463 18
Book berisikan kumpulan fanfic karya berbagai author hebat! Tentunya khusus dipersembahkan untuk ulang tahun our sunshine's , Kyan Reki~!🎉 Dengan m...
2.7K 82 37
Keduanya yang bertemu sebagai Pencuri dan Detektif, bertemu kembali dan berteman sebagai Kaito dan Shinichi. Saat pergi ke universitas yang sama dan...
2K 148 12
Lanjutan dari fanfic Takemichi x Mikey dari akun wattpad @Sanzuuuh maaf ya guys Author ga inget ama sandi akun sendiri, jadi ya... ga bisa login lagi...
158K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...