Jodoh Pasti Bertemu

By tikhands

402K 11K 434

Viska mencintai teman semasa SMA-nya. di saat reunian itu berlangsung, ia bingung harus datang atau tidak. ta... More

P.1 - Bertemu Dengannya
P.2 - Aku mencintainya Sejak dulu, hingga sekarang
P.3 Reunian
P.4 First Kiss
P.5 - Tahu Diri
P.6 Viska Maafkan Aku
P. 7 - Batal
P.8 - Alvist Proctor Carlen
P.9 - Aku Menyayanginya
P. 11 - Indonesia. Farlant!
P.12 - Merindukanmu
P. 13 - Aku Mencintaimu
P. 14 - Emas Putih
P. 15 - Dia, Farlant!
P.16 - Marriage
Spesial part

Part 10 - Dream

18.1K 529 26
By tikhands

aku tahu ini ngaret banget. terimakasih sebelumnya buat votenya yang udah mencapai 250, aku tahu itu emang nggak seberapa dibanding yang lain tapi buat pemula di wattpad aku udah seneng banget. semoga bisa lebih *aamiin* makasih juga buat komentarkomentarny :) di tunggu yah di part ini hehehe.

------------------------------------------------

Viska berdiri di tengah hamparan ladang bunga yang indah. Ini adalah salah satu impiannya dimasa kecil. Berada di tengah warna-warni bunga yang tengah bermekaran. Viska berlari-lari kecil mengelilingi bunga-bunga cantik itu, sesekali ditundukkan tubuhnya untuk mencium aroma wangi bunga-bunga cantik itu. Ia kembali menegakkan tubuhnya, berniat untuk berjalan kembali kedepan, melihat bunga-bunga cantik yang lainnya.

              Langkah Viska terhenti, tubuhnya seketika kaku saat melihat pria yang berdiri tak jauh darinya tengah memberikan sebuah senyum manisnya pada Viska, senyum yang sudah bertahun-tahun ini tak lagi Viska lihat, namun senyum itu masih tersimpan rapi dilembaran hati Viska yang lain.

              Pria itu mendekat. Viska ingin berlari sejauh mungkin, menghindari pria yang semakin menghapus jarak diantara keduanya, namun kakinya berkhianat, ia hanya diam mematung disana seolah menunggu kehadiran pria itu untuk benar-benar berada dihadapannya.

              Sebuah pelukan hangat membuat tubuh Viska yang tadi membeku kini mampu dikontrol lagi oleh dirinya. Tangannya terangkat balas memeluk tubuh pria yang kini tengah menyandarkan dagunya pada bahu Viska. “Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu. Jangan pergi lagi, aku tak mau kau menghilang dari diriku lagi, Vis. Aku menyayangimu.” Ia makin mempererat pelukannya pada Viska, namun anehnya pelukan itu malah membuat Viska semakin nyaman. Sudah lama ia mendambakan pelukan ini, pelukan penuh kehangatan dan penuh kejujuran. Tak ada lagi gadis yang membayang-bayangi sosok yang tengah memeluknya kini.

              “Viska.” Viska melepaskan pelukan pria itu, dan kini matanya menatap sosok pria dengan mata dinginnya tengah memandang dirinya. Pria itu berdiri di belakang pria yang tengah memeluknya tadi, Viska menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap tajam mata itu.

              “Kau mengecewakanku. Ku pikir kau akan setia padaku, ku pikir kau tak akan seperti gadis itu yang meninggalkanku karena pria lain. Pria yang lebih muda dariku dan juga lebih mapan dariku.” Senyum sinis terkembang di bibirnya yang penuh. “Ternyata aku salah. Aku mencintai gadis salah. Sekarang, kita lupakan saja hubungan ini.” Pria itu berlalu meninggalkan Viska yang tengah menatapnya tak percaya.

              Viska masih mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh pria itu, pria yang menemaninya dalam kondisi dibawah, pria yang mulai ia cintai dengan segenap hatinya dan pria itu adalah Alvist.

              “Alvist, aku bisa menjelaskan semuanya.” Viska mencoba untuk berbicara pada Alvist, ia sudah bersiap untuk mengejar Alvist namun lengannya dicekal oleh pria yang ada dihadapannya itu. “Lepaskan aku, Farlant. Aku sudah tidak mencintaimu lagi!” Viska menatap benci mata yang tengah memandangnya. Farlant, pria yang memeluknya tadi adalah Farlant.

              “Aku tak akan melepaskanmu. Sekarang, setelah aku menunggumu dan mencarimu kemanapun kau memintaku untuk melepaskanmu? Itu tidak akan pernah terjadi, Viska!” Tegas Farlant. “Kau tahu, setiap hari aku hanya bisa memandang potret dirimu di dalam ponselku, setiap hari aku mencoba bertanya pada siapapun dan meminta siapapun untuk memberitahuku jika mereka bertemu denganmu, dan sekarang aku menemukanmu disini, dan apa kau tahu aku hampir gila karena merindukanmu! Berharap jika aku bertemu denganmu, kau akan mengajak sosok anak kecil di dalam gendonganmu, namun sekarang apa yang kulihat? Kau hanya sendiri dan kau tak memintaku untuk tinggal malah memintaku untuk pergi!” Farlant meluapkan emosinya saat ini. ia tak akan menyia-nyiakan waktunya untuk bisa membawa Viska kembali padanya, meskipun pada nyatanya, ia tak pernah memiliki hati Viska.

***

Viska POV

              Mimpi itu lagi! Kenapa akhir-akhir ini aku sering bermimpi bertemu dengan Farlant? Apa aku merindukannya? Ah, tidak. Buang pikiranmu itu jauh-jauh Viska! Kau tak mungkin merindukan pria yang telah merusak masa depanmu. Yang harus kau ingat adalah Alvist, sosok pria yang pantas mendapatkan dirimu seutuhnya.

              Tapi berbicara Alvist, pria itu belum memberikan kabar jika ia sudah sampai di Indonesia. Aku meraih ponsel yang ada di nakas, sudah jam enam pagi ternyata. Aku juga harus bersiap-siap untuk ke kantor, pekerjaan sudah menantiku. Tapi, aku akan mencoba menghubungi Alvist terlebih dahulu.

              “Pagi, Sayang? apa kau sudah merindukanku?” tanyanya dengan penuh percaya diri.

              Aku memutar bola mataku kesal. Kapan pria ini bisa bersikap dewasa? Memangnya ia tak malu dengan usianya itu apa? “Kau dimana? Sudah sampai di indonesia?” tanyaku tanpa sebuah basa-basi, aku juga tak menghiraukan ucapannya tadi.

              “Sudah, satu jam yang lalu. Dan aku sekarang sudah berada di hotel, aku juga sudah bertemu dengan anak teman ayahku yang bekerja sebagai direktur. Dan nanti malam, adalah acara puncak pembukaan hotel ini. do’akan saja semoga acarnya berjalan lancar.” Aku mengangguk mengerti.

              “Kau sudah makan? Ah, kenapa aku jadi mendadak perhatian denganmu. Lupakan saja pertanyaanku tadi.” Aku mendengar ia tertawa kecil. Ah, pasti dia senang sekali deh mendapatkan perhatian dariku.

              “Sudah, bersama dengan direktur. Kau juga jangan lupa sarapan, aku tahu kau baru bangun dari tidurmu kan?” Tanyanya yang seratus persen benar.

              “Iya. Vist, aku mimpi itu lagi.” Suaraku lirih, Alvist terdiam. Tuhan, kuharap dia tak marah padaku jika sampai saat ini aku masih memimpikkannya dalam tidurku, meski pada kenyataannya aku ingin sekali melepaskan segala tentangnya dari hati maupun otakku.

              “Aku akan menghubungimu nanti. Dan jangan pikirkan lagi mimpi bodohmu, aku tak akan pergi meskipun dia berusaha membawamu kedalam hidupnya. Aku tak akan membairkanmu merasakan sakit lagi, aku janji.” Aku mendengar ada nada kemarahan disana. Aku tahu, meskipun suaranya begitu tenang namun aku tak sebodoh itu. Dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk bisa mengenal Alvist, sehingga itu memudahkanku untuk mengenali siapa dirinya sebenarnya. Bagiamana dia saat marah, saat ia bahagia, kecewa, khawatir, aku tahu semua mengenai bentuk emodi Alvist.

***

              Mimpi bodoh itu lagi ternyata menghampiri Viska, aku jadi khawatir jika mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan. Bagaimana jika pria brengsek itu berhasil menemukan Viska? Oke, aku akui, ada rasa takut dihatiku, bagaimanapun dia adalah cinta pertama Viska. Seperti banyak orang bilang, cinta pertama akan selalu tertanam di dalam hati meskipun ia tak bersama. Dan aku tak menyukai jika hal itu benar adanya.

              “Tuan Carlen.” Aku menoleh mendapati Farlant—direktur Carlen Hotel Indonesia—berdiri tak jauh dariku. Saat ini, aku tengah berada di kamar hotel yang ada di lantai paling atas. Aku suka kamar ini, kamar ini sengaja kuminta dengan menyajikan pandangan pada taman yang ada di atas gedung ini selain itu, kamar ini juga menyajikan pemandangan pantai, jika malam hari aku dapat melihat seluruh kota jakarta dari sini. Dan suatu saat, akan aku bawa Viska untuk kesini, menikmati hari-hari kamu disini.

              “Farlant, kau disini?” Aku memastikan. Berjalan mendekat kearah sofa yang ada di sudut kamar, Farlant mengikutiku dan duduk disampingku.

              “Tentu, Tuan. Kulihat kau melamun, ada masalah?” Tanyanya dengan senyum tipis. Aku menggeleng kecil, menutupi apa yang terjadi. Aku tak mungkin menceritakan semuanya pada sosok yang baru kukenal beberapa hari, terlebih hubungan kami hanya sekedar rekan bisnis. Aku tahu, mungkin saja hubungan kami bisa lebih, namun melihat sorot matanya aku merasa ada sesuatu pada diri Farlant yang harus kuhindari, meskipun aku tak tahu itu apa.

              “Apa semuanya sudah siap untuk nanti malam?” Tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.

              “Iya. Lebih baik kau beristirahat dulu. Aku tahu, kau pasti lelah dan nanti malam adalah acara besar untukmu, Tuan.” Farlant bangkit dari duduknya. Ia tersenyum ramah, setelah mendapatkan anggukan dariku ia meninggalkan kamarku.

              Sial! Aku benar-benar kembali mengingat mimpi itu lagi, meskipun aku tak memimpikannya namun beberapa hari lalu Viska menceritakannya padaku. Aku tahu, ia juga keberatan dengan adanya mimpi itu, namun jika mimpi itu datang terus-menerus, aku tak yakin semua akan baik-baik saja. Aku takut gadisku akan direnggut oleh pria brengsek itu lagi.

              Aku meraih ponsel yang ada di atas meja, menghubungi Keano yang aku yakin ia belum beranjak dari ranjang kesayangannya itu. Dasar pria pemalas! Bagaimana bisa ia mengurus hotel jika saat ini aja yang ada di otaknya hanya tidur dan juga pergi jalan-jalan, menelusuri tempat-tempat menarik dan juga penuh tantangan.

              “Ya, Ayah.” Suaranya terdengar serak. Keyakinanku makin bertambah kuat akan hal itu.

              “Bangun bocah malas! Kau harus sekolah hari ini!” Aku berjalan menuju ranjang berukuran king size itu. Kurasa aku akan beristirahat setelah menelfon manusia satu ini.

              “Yah, sekolahku hari ini libur. Para guru sedang membawa adik kelas untuk belajar di luar sekolah. Mengelilingi benua Eropa untuk mengetahui peninggalan-peninggalan sejarah.” Jelasnya. Aku mengangguk mengerti, karena tahun lalu Keano juga melakukan hal yang sama.

              “Baiklah, kalau begitu tugasmua menjemput Viska sore nanti. Dan jangan bernai-beraninya kau menggoda calon ibumu. Mengerti!” Aku memperingatkannya. Aku tahu, ini sedikit berbahaya mengingat putraku adalah playboy, namun aku percaya jika mereka tak mungkin mengkhianatiku. Anak macam apa dia jika berani berkhianat pada Ayahnya sendiri.

              “Baiklah. Aku akan menjemputnya, namun tidak gratis. Liburan nanti izinkan aku untuk ke Indonesia. Aku ingin mengelilingi kota Bandung dan juga Jogjakarta, Yah.” Tawarnya. Tanpa berfikir ulang aku mengindahkan keinginannya itu, aku tahu ini memang berlebihan namun aku tahu apa yang terbaik untuk putraku. Bagaimanapun semenyebalkannya Keano, aku menyayanginya dan aku tak akan membiarkannya dalam masalah ataupun kesedihan. Sudah cukup hidupnya menderita sampai ia berusia delapan tahun, dan sekarang takkan kubiarkan ia merasakan sakit yang sama.

              Aku merebahkan tubuhku setelah meletakkan ponselku keatas nakas disamping ranjangku. Aku benar-benar harus mengistirahatkan tubuhku sebelum rutinitas yang menumpuk mulai malam hari ini sampai seminggu kedepan.

***

              Setelan jas berwarna abu-abu dengan sebuah bunga berwarna biru tertancap manis di dada bagian kiriku menemaniku dalam menemui semua orang yang datang pada pembukaan Carlen Hotel malam ini. seandainya gadisku ada disampingku saat ini, pasti aku tak akan merasa kesepian ditengah keramaian ini.

              “Tuan Carlen.” Farlant berdiri dibelakangku bersama dengan gadis yang tengah mengenakan gaun hitam yang membungkus tubuhnya, bukan hanya gadis itu, namun seorang pria yang mengenakan jas senada dengan warna gaun gadis itu.

              “Farlant. Siapa dia? kekasihmu?” Aku bertanya, namun Farlant dan gadis itu tertawa kecil, sementara pria yang ada di samping gadis itu terlihat menatap tajam dua manusia disampingnya. Aku jadi bingung sendiri.

              “Tuan, perkenalkan ini Raissa yang menyusun dekorasi di ballroom ini, dan ini suaminya, Bayu.” Farlant memperkenalkan sepasang suami istri itu kepadaku, dan ternyata wanita didepanku ini bukanlah lagi seorang gadis.

              “Alvist Proctor Carlen, kalian bisa memanggilku Alvist atau Carlen.” Aku mengulurkan tanganku, keduanya menyambut hangat tanganku, mereka membalasnya dengan menjabat tanganku.

              Tapi tunggu! Aku seperti pernah mendengar nama Raissa. Sebentar coba kuingat-ingat dulu. Kalau tidak salah, dia yang sering berskypean dengan Viska, dan Viska juga pernah bilang jika ia dan Raissa mendirikan Party Organize.

              “Tuan, sepertinya aku harus meninggalkanmu bersama mereka sebentar. Aku harus menemui temanku terlebih dahulu.” Farlant berpamitan, aku menanggapinya dengan sebuah anggukan kecil.

              “Aku pernah membaca artikelmu, Tuan Carlen. Kau pemuda yang hebat, mendirikan hotel pertamamu saat usiamu baru menginjak dua puluh empat tahu, dan sekarang kau sudah berhasil mendirikan beberapa hotel di beberapa negara. Kau sungguh hebat.” Bayu memujiku dengan berlebihan. Aku tak sehebat yang ia pikir, dan aku tak bekerja sendiri untuk membuat hotel ini maju.

              “Terimakasih, tapi kau terlalu berlebihan. Aku tak sendiri mendirikan hotel-hotel ini. Dan, jangan panggil aku Tuan, panggil saja Alvist. Kau bukan karyawanku ataupun relasi bisnisku.” Aku tertawa kecil.

              “Kau sungguh baik, Alvist. Aku yakin, siapapun yang menjadi istrimu pasti akan bangga memilikimu.” Kulihat senyum manis itu tersungging dibibir Raissa, dan Bayu langsung menatap tajam istrinya. Aku tahu, bagaimana perasaan Bayu. Viska saja yang bukan istriku memuji pria lain aku marah, apalagi Bayu.

              “Aku belum menikah, namun baru berencana untuk kearah sana.” Aku tersenyum tipis membalasnya.

              “Benarkah? Pria setampan dan semapan kau belum memiliki istri? Tapi bukankah kau telah memiliki putra?” pertanyaan beruntun itu datang dari Bayu. Aku mengangguk kecil, tak menampik kebenaran sedikitpun dari pertanyaan Bayu.

              “Iya, aku memang memiliki seorang putra. Ia berusia tujuh belas tahun dan aku mengasuhnya saat usianya menginjak delapan tahun.” Aku tersenyum tipis. “Tapi, aku mau bertanya pada kalian, terutama kau, Raissa.”Lanjutku yang langsung ditanggapi dengan keduanya sebuah anggukan kecil. “Apa kalian mengenal Viska?” Tanyaku memastikan. Kulihat mata Raissa membulat tak percaya.

              “Viska Cleziara Syafa?” Tanyanya memastikan dan aku mengangguk mantap. “Kau mengenalnya?” Tanyanya lagi, aku kembali mengangguk.

              “Dia sekertaris sekaligus kekasihku.” Aku tersenyum kecil “Dan dia bilang, dia memiliki bisnis Party Organize ini bersamamu.” Lanjutku lagi. Senyum sumringah terkembang manis di wajah Raissa, Bayu juga tersenyum saat melihat senyum istrinya itu.

              “Aku tak menyangka jika Viska akan memacari pria tampan dan juga kaya sepertimu.” Komentar Bayu dengan kikikan kecilnya, aku ikut terkikik saat mendengarnya.

              “Dasar gadis bodoh. Kenapa ia tak pernah bilang jika kekasihnya adalah pemilik Carlen Hotel, ia malah mengaku memiliki pacar yang biasa-biasa saja, dari keluarga sederhana dan berdarah Solo. Ia selalu mengatakan jika ia menyayangimu, meskipun kau akan memasuki usia empat puluh tahun, dan dia tak perduli jika ia harus merawatmu yang akan lebih dulu merasakan sakit disekujur tubuhmu dan tak bisa berfungsi lagi.” Raissa bergerutu, dan hasil gerutuannya itu membuat tawaku semakin pecah meskipun tak keras, namun aku benar-benar tak sampai habis fikir jika Viska benar-benar akan menyayangiku sampai segininya, yang kulihat dia adalah gadis yang super cuek dan tak pernah memikirkan hubungan kami.

***

             

              Jully dan juga Cathy baru saja sampai di apartemenku, aku sengaja mengundang mereka untuk menemaniku malam ini. Biasanya, jika Alvist tidak sibuk, pria itu akan menemaniku di apartemen sampai aku mengusirnya. Dan malam ini, aku bisa leluasa untuk melakukan apapun tanpa pengawasannya.

              “Alvist tak kemari?” Tanya Jully saat ia sibuk denga kue kering yang ada di toples yang didekapnya.

              “Dia ke Indonesia, minggu depan ia baru akan kembali.” Aku meletakkan dua gelas jus strawberyy di atas meja, disusul dengan aku yang duduk di samping Cathy.

              “Kau tak ikut? Bukankah kau merindukan Indonesia?” Cathy bertanya sebelum ia memasukkan cairan berwarna merah kedalam kerongkongannya.

              “Aku memang merindukan Indonesia, tapi bukan berarti aku harus kembali ke Indonesia saat ini juga. Aku harus menghapus rasa sakit itu terlebih dahulu Cath, sebelum aku kembali kesana.” Aku berusaha tersenyum meski rasa sakit itu kini menjalar disetiap relung hatiku.

              “Cobalah untuk pulang, saat ini kau aman bersama Alvist. Dia pria yang baik, jika tidak ia tak akan mengangkat Keano sebagai anaknya dan tak akan menerimamu saat kau tak lagi perawan.” Jully menambahkan, aku menundukkan kepala. Iya, Alvist memang pria yang baik terlewat baik jika boleh dikatakan, ia menerima segala kekuranganku, tak pernah mengeluh jika aku memarahinya karena hal sepele, ia akan selalu membuatku merasa nyaman jika aku berada di sampingnya. Aku jadi merindukan Alvist. Sedang apa dia disana?

              Dering ponsel yang ada di atas meja membuat perhatianku teralih, tertera nama Raissa disana. “Sebentar.” Aku bangkit dan berjalan menuju dapur. Biasanya Raissa akan membicarakan hal yang tak jauh-jauh mengenai Farlant, dan aku tak mau sampai dua sahabatku ini tahu bahwa Farlant masih menjadi hal yang kubicarakan dengan Raissa.

              “Hallo Bibi, aku merindukanmu.” Aku terkikik saat mendengar suara Raissa yang sengaja di ubah seperti anak kecil.

              “Raissa, ada apa?” Tanyaku langsung tanpa memperdulikan canda yang dilontarkan oleh Raissa.

              “Ehm... Aku ingin bertemu denganmu, bisakah kau pulang dalam waktu dekat?” Tanyanya sedikit ragu. Dapat kupastikan kedua bola mataku pastitelah membulat mendengar pertanyaan wanita hamil yang satu ini.

              “Aku tidak bisa, pekerjaanku disini banyak. Dan bosku sedang berada di luar negeri bersama dengan asistennya.” Dengan cepat, aku menolak permintaan bodoh dari sahabatku ini. bagaimana bisa aku meninggalkan Swiss dalam waktu dekat? Alvist saja belum menghubungiku lagi.

              “Bos atau kekasihmu, Viska?” Aku menegakkan tubuhku yang baru saja kusandarkan pada meja makan. Darimana sahabatku ini tahu jika Alvist adalah kekasihku? Seingatku, Alvist tak pernah membeberkan hubungan kami dimajalah bisnis manapun saat ada topik pembicaraan mengenai hal pribadinya, termasuk aku. Ia selalu mengalihkan pembicaraan, dan ia juga bilang ‘nanti saat kami menikah, kalian akan tahu siapa gadis malang yang menjadi istriku’.

              “Aku sudah bertemu dengan Tuan Alvist Proctor Carlen, dan dia dengan senang hati mengizinkanmu untuk kembali ke Indonesia, saat kau memutuskan ke Indonesia maka dia akan mengirimkan asistennya untuk menangani Carlen Hotel yang berada di Swiss.” Jelas Raissa. Ah, pasti Alvist sudah membeberkan semuanya pada Raissa. Kenapa ia juga belum menghubungiku, seharusnya jika acara pembukaan Carlen Hotel di Jakarta telah selesai maka ia menghubungi namun sekarang? Mengirimkan pesan singkat saja tidak apalagi menelfonku!

              “Aku akan menghubungi Alvist terlebih dahulu untuk membicarakan mengenai pekerjaan. Bagaimanapun, kami harus bersikap profesional, Sa. Dan nanti saat aku benar-benar ke Indonesia maka akan aku ceritakan mengenai hubunganku dengan Alvist.” Tanpa menunggunya untuk meminta penjelasan, lebih baik aku memberitahukannya terlebih dahulu mengenai hal ini. Aku tak mau dituntut lebih dulu!

              “Baiklah, sampai jumpa Bibi Viska.” Raissa memutuskan sambungan telfon kami. Aku mulai mendengar suara berisik dari arah ruangan diaman dua anak manusia itu kutinggalkan, namun sekarang kudengar suara pria yang kukenal tengah berceloteh.

              “Keano, tumben sekali kau malam-malam begini datang.” Aku mengambil tempat di samping Jully dan juga Cathy. Ya, pria itu adalah Keano—anak dari Alvist.

              “Jadi aku tak boleh datang ke kediaman kekasih dari ayahku. Lagian, aku hanya memastikan jika kau memang sudah ada di rumah. Ayah tadi pagi menelfonku dan memintaku untuk menjemputmu, tapi saat sampai di hotel, kau sudah pulang dan aku kesini saja, untuk memastikannya.” Jelasnya, ia meraih kue kering yang ada di toples.

              Aku mengangguk saja. Malas berurusan dengan Keano, tunggu! Bukan karena aku membencinya, namun karena disituasi seperti ini tak ada gunanya meladeni apa yang dibicarakan Keano, toh ia juga lebih memilih untuk bercanda bersama dengan kedua sahabatku. Dasar, genit!

***

AUTHOR POV

              “Kumohon, apapun yang terjadi nanti kau tak akan meninggalkanku, Vist. Kau akan membuatku tetap tinggal di sisimu.” Alvist menatap mata gadis itu dengan raut kebingungan. Bagaimana tidak, tiba-tiba gadis itu datang dan memintanya untuk tidak meninggalkannya. Lagian, Alvist mana mungkin melepas wanita yang selama ini begitu ia cintai.

              “Jika aku meninggalkanmu, aku telah meninggalkanmu saat aku tahu kau sudah tak lagi perawan. Aku mencintaimu, Viska. Dan selamanya akan tetap begitu, jadi jangan khawatir.” Alvist merubah tatapan yang sebelumnya penuh dengan kebingungan menjadi tatapan teduh dengan sebuah ketenangan yang memantul dari bola matanya.

              Viska, yah gadis yang duduk di depan Alvist saat ini adalah Viska, bahkan gadis itu kini memeluknya dengan penuh rasa sayang, tangis itu pecah saat Alvist dengan lembut membelai rambut panjang Viska.

***

              Dering ponselnya membuat Alvist harus rela membuka matanya, meraih ponsel yang ada di nakas samping tempat tidurnya. Ia menggeser ikon telfon berwarna hijau kearah kanan pada layar ponselnya saat ia tahu wanita yang baru saja mampir kedalam mimpinyalah yang menghubunginya.

              “Ya, Sayang. Ada apa?” Alvist berbicara dengan matanya yang tertutup kembali.

              “Kau bertemu dengan Raissa?” Tanyanya yang hanya dijawab dengan sebuah anggukan dan gumaman mengiyakan. “Alvist, jangan tidur lagi. Aku merindukanmu.” Suaranya keras diawal dan melemah pada akhirnya, malu dengan apa yang diucapkannya saat ini karena ia bukanlah tipekal orang yang mudah mengatakan kata rindu dan juga cinta pada Alvist.

              “Aku juga merindukanmu. Dan esok kau akan terbang ke Indonesia, aku sudah mempersiapkan semuanya untukmu. Kau hanya perlu berangkat dari rumah jam enam pagi dan temui Shilly disana. Aku menunggumu disini, aku mencintaimu.” Alvist menutup telfonnya sebelum ia mendengar kekasihnya itu berbicara banyak. Ia tak mau mendengar celoteh penolakan dari kekasihnya dan hanya cara inilah yang paling ampuh, ia yakin Viska tak akan menolaknya.

              Dilain tempat, Viska melempar tubuhnya di atas ranjang kesayangannya, ia tahu ini memang pagi buta jika di Indonesia, bahkan adzan pun belum berkumandang namun ia telah menghubungi Alvist. Mau bagaimana lagi, rasa rindu itu tiba-tiba saja menelusup masuk kedalam hati Viska.

              Dan sekarang, Alvist main memutuskan sambungan telfonnya, padahal ia masih ingin berbicara banyak dengan pria itu. Lihat saja nanti jika ia sudah berada di Indonesia!

-------------------------------------------------------------- 

gimana? aku tahu ini aneh banget tapi semoga menghibur :) di tunggu bintangnya, di tunggu komentarkomentar pedesnya dan manisnya hahaha :*

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 1.1K 2
Cerita ini sequel dari Cowok Cute VS Cewek Tomboy, baca aja cerita ini kalau pingin tahu gimana awal Amber dan L bermusuhan sampai jatuh cinta dan ha...
3.4M 49.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
744 131 66
Yang ku pilih adalah puisi Akrostik karena semua kata terdapat kalimat indah, meskipun kita tidak tahu yang mana terdapat kalimat sederhana nan indah.
3.5M 38K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...