duel 2 jago pedang

By SonyChandra

2.1K 11 0

More

duel 2 jago pedang

2.1K 11 0
By SonyChandra

Koleksi Kang Zusi

Pendekar 4 Alis

Buku 3

DUEL 2 JAGO PEDANG

Karya Khulung

Bab 1: Pesan Penting dari Orang Tak Dikenal

Musim gugur. Pohon maple di gunung telah berubah menjadi rimbunan

dedaunan berwarna merah, kilauan jalan raya sekarang telah ditutupi

oleh sebuah lapisan putih. Akhir musim gugur telah dekat.

Tanggal 13 September. Tepat sebelum fajar tiba. Li Yan Bei melangkah

keluar dari kantor nomor 12 dari ke-30 buah kantornya dan berjalan

dengan cepat menelusuri jalan raya yang masih tertutup kabut. Satu

kendi arak Bambu Hijau dan satu jam berjalan-jalan tampaknya tidak

memberikan efek yang melelahkan bagi dirinya.

Ia memiliki tinggi 2 m dengan bangun tubuh yang amat besar dan kuat

serta membayangkan tenaga yang luar biasa. Pada wajahnya yang

serius, beralis hitam, bermata tajam dan berhidung bengkok selalu

terlihat mimik muka yang seram, persis seperti seekor macan tutul yang baru melompat keluar dari

semak belukar.

Siapa pun, tidak perduli orangnya, akan merasa sedikit segan dan takut bila mereka kebetulan

bertemu dengannya, dan ia sendiri memang selalu bersikap garang.

Sejak 10 tahun yang lalu, ia telah menjadi salah satu orang yang paling berkuasa di kota kuno ini.

Segerombolan orang mengikutinya pada jarak kira-kira 5 m di belakangnya, tampaknya mereka

harus berlarian untuk bisa mengiringinya. Di dalam kelompok orang ini terdapat ketua dan

pegawai-pegawai dari 3 buah perusahaan ekspedisi terbesar di seluruh ibukota ini, serta ketua-ketua

organisasi bawah tanah dari kota-kota di luar ibukota, belum lagi bendahara-bendahara dan bos-bos

dari perusahaan-perusahaan bisnis yang paling sukses dan rentenir-rentenir di kota itu.

Di situ juga terdapat beberapa orang yang telah menetap di kota ini lebih dari 10 tahun yang lalu

tapi tidak ada orang yang tahu mengenai latar belakang mereka.

Mereka adalah orang-orang setengah umur yang kaya dan sukses, dan sebenarnya tidak seorang pun

dari mereka yang mau meninggalkan kehangatan rumah mereka untuk berkeliling di jalan raya yang

udaranya dingin menusuk tulang saat di pagi hari begini. Tapi mereka harus ikut berjalan-jalan

seperti ini setiap pagi.

Karena Li Yan Bei suka berjalan-jalan setiap pagi sebelum fajar selama paling sedikit satu jam.

Tempat ini memang boleh disebut sebagai kerajaannya. Selama berjalan-jalan, matanya akan selalu

tajam dan penilaiannya akan selalu akurat. Ia selalu suka kalau orang-orang kepercayaannya

mengikuti di belakangnya sehingga ia bisa memberikan instruksi pada mereka selama di perjalanan.

Di samping itu, hal ini telah menjadi kebiasaannya selama bertahun-tahun. Persis seperti sidang

pagi hari yang diadakan Kaisar, tidak perduli kau menyukainya atau tidak, kau tidak boleh

ketinggalan.

Sejak Ketua “Perusahaan Ekspedisi Yang Mengguncangkan Dunia”, “Golok Emas” Feng Kun

diseret olehnya turun dari ranjang dan diceburkan ke sebuah sungai yang airnya sedang beku di

suatu pagi yang dingin, tidak ada lagi yang tidak mau ikut dalam acara jalan-jalan ini walau satu

kali pun.

Koleksi Kang Zusi

Matahari pagi masih belum naik, angin masih membawa udara malam yang dingin, dahan-dahan

pohon di pinggir jalan telah lama berguguran daunnya, dan embun di daun yang gugur telah

berubah menjadi selapis es musim gugur.

Tinju Li Yan Bei terkepal erat saat ia berjalan dari tembok luar dinding kota ke pusat kota yang

tepat berada di luar gerbang depan.

“Sun Chong!” Tiba-tiba ia berseru. Segera seorang laki-laki setengah umur berbaju sasterawan dan

berkumis tipis berlari keluar dari rombongan orang-orang di belakangnya dan menghampirinya. Ia

adalah salah satu orang terbaik dan paling terkenal di bawah komando Li Yan Bei, tidak lain dari

kepala “Aula Kepuasan”, tempat pembuatan senjata yang terkenal di seluruh China.

“Bukankah aku telah memberimu perintah sejak 15 tahun yang lalu untuk tidak mengambil bisnis

Da Zong lagi?” Li Yan Bei bertanya dengan suara suram. Ia tidak memperlambat langkahnya dan

menunggu Sun Chong untuk menyusulnya, bahkan ia pun tidak memandang pada orang itu.

“Ya, tuan.”

“Lalu mengapa tadi malam kau menjual 66 batang golok, 50 batang pedang, dan semua busur dan

panah dari gudang senjatamu?”

Kepala Sun Chong tertunduk dan ekspresi wajahnya tampak ditekuk. Jelas ia tidak mengira kalau Li

Yan Bei bisa mengetahui hal ini dengan begitu cepat.

“Penghasilan dari perdagangan ini amatlah besar, ini tidak pantas ditolak,” ia tergagap, “di samping

itu….”

“Di samping itu, bisnis adalah bisnis, kan?” Li Yan Bei mengejek.

Sun Chong tidak menjawab tapi malah semakin menundukkan kepalanya.

Tinju Li Yan Bei terkepal semakin erat dan wajahnya terlihat murka.

“Kau tahu siapa orang yang berada di belakang pembelian ini?” Tiba-tiba ia bertanya.

Sun Chong menggelengkan kepalanya dengan ragu. Tapi matanya diam-diam melirik ke sekitarnya.

Saat itu mereka sedang berjalan ke sebuah jalan yang amat sempit dengan pohon-pohon buah cherry

di pinggirannya yang berbatasan dengan jalan-jalan lain. Toko-toko dan pedagang di pinggir jalan

masih belum ada yang buka. Tapi tepat saat itu, dua buah kereta kuda yang amat besar dan tertutup

terlihat menerjang keluar dari gang-gang sempit di kedua sisi jalan dan menghadang mereka di

tengah jalan.

Selanjutnya, kain hitam yang menutupi kereta itu tiba-tiba terangkat –- terlihat kira-kira duabelas

orang berpakaian hitam di atas kedua kereta, masing-masing dengan busur di tangan, semua busur

telah dipentang penuh, masing-masing dengan sebatang anak panah dibidikkan ke arah Li Yan Bei.

Sun Chong ingin melompat ke atas salah satu kereta, tapi Li Yan Bei telah mencengkeram

pergelangan tangannya.

Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi pucat pasi dan ia berusaha menjerit.

“Berhenti….” Hanya itu yang bisa ia ucapkan sebelum terdengar bunyi tali busur yang dilepaskan

dan anak panah pun memenuhi angkasa.

Li Yan Bei mementangkan kakinya dan, dengan sebuah sentakan sederhana, mengangkat tubuh Sun

Chong ke udara dan tepat menghadap ke arah anak-anak panah yang berdatangan itu. Dalam

sekejap tubuh Sun Chong telah dipenuhi anak panah seperti seekor landak. Tapi dengan tak terduga,

setelah gerombolan pemanah itu melepaskan anak panah mereka, mereka segera menjatuhkan diri

ke lantai kereta untuk kemudian digantikan oleh sebaris pemanah lainnya yang tadi berada di

belakang mereka.

Dua puluh delapan busur dipentangkan, anak panah siap dilepaskan. Tubuh Li Yan Bei menjadi

kaku.

Rombongan orang di belakangnya telah dihadang oleh kereta ketiga. Walaupun tubuhnya terbuat

dari besi, tak mungkin ia bisa selamat dari rentetan usaha pembunuhan seperti ini!

Sesudah 20 tahun berjuang, beberapa ratus macam pertempuran dan pertarungan, ia masih tidak

bisa menghindar dari perangkap musuh.

Mata Li Yan Bei seperti dipenuhi darah dan ia tampak seperti seekor serigala yang telah jatuh ke

dalam perangkap pemburu. Hanya satu kali bunyi denting tali busur dan pemimpin ibukota yang

angkuh dan berkuasa ini akan sukar terhindar dari serangan hujan panah.

Koleksi Kang Zusi

Tapi tepat saat itu pula, tiba-tiba sebuah suara yang tajam dari sesuatu yang melayang di udara pun

terdengar dari atap sebelah kiri.

Sing! Dua larik sinar hijau melesat ke arah busur-busur itu.

“Tang! Tang! Tang!”

Dengan rentetan suara seperti bunyi kelereng yang berjatuhan di atas lantai, 28 buah tali busur itu

tiba-tiba terpotong oleh dua larik sinar tadi! Lalu terdengar sebuah suara yang keras tapi datar saat

kedua sinar itu menabrak pintu di sebelah kanan. Ternyata dua sinar tadi tidak lebih dari dua keping

uang perunggu.

Siapa yang begitu kuatnya sehingga mampu memotong 28 tali busur hanya dengan dua keping uang

logam? Wajah para pemanah itu tampak pucat pasi dan mereka semua mulai tunggang-langgang

turun dari kereta dan berlarian ke arah gang-gang sempit tadi. Tapi Li Yan Bei tidak mengejar

mereka.

Orang-orang itu bukanlah lawannya, mereka tidak berharga untuk menjadi musuhnya. Di samping

itu, ia sudah lama belajar bahwa membunuh tidaklah bisa membuat orang lain benar-benar

menghormatimu.

Ia malah menarik nafas dalam-dalam dan berkata dengan suara yang serak: “Perlahan saja, tidak

usah terburu-buru. Pulanglah dan beritahu majikan kalian bahwa karena Li Yan Bei tidak mati hari

ini, dia tentu akan menemukannya suatu hari nanti!”

Seseorang bertepuk tangan di atas atap sebelah kiri.

“Hebat! Ketenangan yang luar biasa! Kepercayaan diri yang tinggi! Sungguh sesuai dengan nama

Li Yan Bei yang termasyur!” Orang itu berseru sambil tertawa.

Li Yan Bei pun mulai tertawa.

“Sayangnya walaupun Li Yan Bei yang termasyur ini memiliki tiga kepala dan enam tangan, ia

masih bukan tandingan dua jari Lu Xiao Feng!”

Sambil tertawa terbahak-bahak, orang itu pun melompat turun dari atas atap. Wajahnya yang bulat

lonjong tampak tertutup oleh debu dan keringat karena perjalanan jauh, tapi matanya masih jernih

dan alis matanya masih hitam bersinar.

Empat alis mata. Selain dari dia, siapa lagi di dunia ini yang bisa merawat kumis seindah alis

matanya?

“Kau tahu siapa aku?”

“Sentilan Keping Uang Emas tadi selalu mengandalkan tenaga jari orangnya,” Li Yan Bei berujar.

“Selain dari Lu Xiao Feng, siapa lagi yang mampu memutuskan 28 buah tali busur sekaligus?”

______________________________

Matahari telah terbit. Di bawah sinar matahari, uap yang mengepul dari panci masak itu terlihat

seperti kabut pagi.

Lu Xiao Feng memegang sepotong daging babi yang masih mengepulkan asap di satu tangannya

dan semangkuk sup kacang panjang yang difermentasi di tangannya yang lain, ini adalah mangkuk

ketiganya. Setelah menghabiskan isi mangkuk ketiganya, barulah ia akhirnya menarik nafas

panjang dan menghapus keringat di keningnya.

“Selama tiga tahun sejak aku pulang dari ibukota, kau tahu apa yang paling kurindukan?” Ia

bertanya sambil tersenyum.

“Sup kacang panjang?” Li Yan Bei menjawab sambil tersenyum.

Lu Xiao Feng mendongakkan kepalanya dan tertawa.

“Yang paling kurindukan memang sup kacang panjang, dan yang kedua adalah hati goreng,

terutama hati goreng dari Losmen Dewa Berkumpul, belum lagi daging panggang Paviliun Sinar

Gemilang dan pai daging dari Jalan Pai Daging.”

“Bagaimana denganku?” Tanya Li Yan Bei senang.

“Yah, bila aku tidak lapar, barulah aku memikirkanmu,” jawab Lu Xiao Feng sambil tersenyum.

“Tapi kau mungkin tidak mengira, akan datang suatu hari di mana aku hampir tewas di tangan

orang lain.”

Lu Xiao Feng terpaksa mengakui kebenaran hal itu.

“Aku tidak menyangka kalau kau akan melepaskan mereka begitu saja!”

Koleksi Kang Zusi

“Kau kira aku suka membunuh?”

Sebuah senyuman kembali muncul di wajah Lu Xiao Feng.

“Jika kau suka membunuh, maka aku khawatir kalau kau tidak akan hidup hingga hari ini.”

“Tapi kau….”

“Tapi kau setidaknya harus bertanya siapa yang mengirimkan mereka!” Lu Xiao Feng

memotongnya.

Sebuah senyuman pun muncul di wajah Li Yan Bei.

“Aku tidak perlu bertanya.”

“Kau sudah bisa menebaknya?”

Senyuman di wajah Li Yan Bei terlihat tidak begitu senang.

“Selain dari Du tua di bagian selatan kota, siapa lagi yang cukup berani untuk membuat sebuah

gerakan seperti itu?” Ia berujar dengan santai.

“Du Tong Xuan?”

Li Yan Bei mengangguk, tapi kulit kerang rebus yang baru saja ia ambil telah diremasnya menjadi

debu.

“Kalian berdua tidak berhubungan satu sama lain selama sepuluh tahun terakhir ini, dan seharusnya

ia sudah lama tahu kalau kau bukanlah orang yang mudah untuk dihadapi. Mengapa ia mau

mengambil resiko seperti ini?”

“Untuk enam ratus ribu tael perak dan wilayahnya di sebelah selatan kota.”

Lu Xiao Feng tidak mengerti.

“Aku telah bertaruh dengannya, dan imbalannya adalah enam ratus ribu tael perak dan seluruh

wilayah kekuasaannya.”

Ini baru taruhan yang luar biasa. Bahkan Lu Xiao Feng pun tak tahan untuk tidak menarik nafas

dalam-dalam.

“Apa yang kalian pertaruhkan?”

“Duel tanggal 15 September!”

- Malam bulan purnama, puncak Zi Jin, sebatang pedang dari barat, seorang malaikat dari luar

langit!

“Duel itu awalnya dijadwalkan pada tanggal 15 Agustus di puncak Zi Jin. Tapi XiMen Chui Xue

minta ditunda selama sebulan dan mengganti tempatnya jadi di sini.”

“Aku tahu.”

“Sejak tanggal 15 Agustus, tidak seorang pun di dunia ini yang pernah melihat atau mendengar

tentang XiMen Chui Xue lagi!”

Lu Xiao Feng kembali menarik nafas. Tentu saja ia pun tahu tentang hal ini. Ia juga sedang

berusaha mencari XiMen Chui Xue, berusaha amat keras.

“Itulah sebabnya, semua orang berpendapat bahwa XiMen Chui Xue tentu takut pada Ye Gu

Cheng,” Li Yan Bei meneruskan, “bahwa ia tentu telah pergi bersembunyi.”

“Tapi kau tahu pasti bahwa ia bukanlah orang seperti itu!”

Li Yan Bei mengangguk.

“Itulah sebabnya, walaupun orang lain berpendapat bahwa ia tentu akan kalah, aku tetap bertaruh

untuk kemenangannya! Tidak perduli berapa pun besar taruhannya!”

“Tentu saja Du Tong Xuan tidak membiarkan kesempatan seperti ini dilewatkan begitu saja.”

“Maka ia pun bertaruh denganku.”

“Menggunakan wilayahnya serta wilayahmu sebagai taruhannya?”

“Dan jika ia kalah, ia masih harus membayar enam ratus ribu tael perak sebagai tambahannya.”

“Aku tahu, bahkan sebulan yang lalu orang mau bertaruh 2 berbanding 3 bahwa Ye Gu Cheng akan

menang!”

“Perbandingannya bahkan mencapai 2 lawan 1 sejak beberapa hari yang lalu. Semua orang masih

berpendapat bahwa Ye Gu Cheng yang akan menang. Sampai kemarin pagi, Du Tong Xuan masih

yakin bahwa ia memiliki kesempatan menang 9 berbanding 10.”

“Sampai kemarin pagi?”

“Karena situasi telah berubah kemarin sore!”

Koleksi Kang Zusi

“Oh?”

Li Yan Bei menatap Lu Xiao Feng dengan hampir tak percaya.

”Kau belum mendengar berita bahwa Ye Gu Cheng telah terluka?”

Lu Xiao Feng menggelengkan kepalanya, jelas ia terkejut mendengar berita itu.

“Bagaimana ia bisa terluka? Siapa yang mampu melukainya?”

“Tang Tian Yi.”

“Putera tertua keluarga Tang?” Lu Xiao Feng mengerutkan keningnya.

“Benar.”

“Menurut kabar burung, karena sesuatu sebab yang tidak diketahui, mereka berdua telah bertempur

di dekat Zhang Jia Kou. Walaupun jurus Ye Gu Cheng, Malaikat Luar Langit, memberi luka yang

berat pada Tang Tian Yi, ia juga terkena segenggam Pasir Beracun dari Tang Tian Yi.”

Racun keluarga Tang hanya bisa diobati oleh keturunan keluarga Tang. Bila seseorang terkena

racun mereka, tidak perduli siapa pun dia, walaupun ia tidak segera mati, nyawanya tentu tidak akan

berumur panjang.

“Setelah berita itu tiba di sini, orang-orang yang memasang taruhan untuk Ye Gu Cheng jadi seperti

semut di atas penggorengan, ada yang hendak bunuh diri, yang lainnya berusaha mencari cara agar

taruhan mereka bisa dibatalkan.”

“Dan tentu saja, jika lawan bertaruhnya mati, maka taruhan itu pun batal!” Lu Xiao Feng

menyimpulkan.

Li Yan Bei mendengus dingin.

“Itulah sebabnya Du Tong Xuan mau mengambil resiko seperti itu dan berusaha membunuhku!” Li

Yan Bei menyelesaikan kesimpulannya itu.

Lu Xiao Feng menarik nafas. Ia akhirnya faham sebab-musabab kejadian tadi.

“Menurut kabar angin, tadi malam saja setidaknya ada 30 orang yang mati di kota ini karena hal

tersebut. Bahkan Komandan Istana Kerajaan Barat, ‘Telapak Tangan Besi Membalik Langit’,

dijebak oleh seseorang di dalam gang di belakang Jalan Singa Besi karena ia memasang taruhan

delapan ribu tael untuk XiMen Chui Xue.”

“Tidak disangka delapan ribu tael perak sudah cukup untuk membeli nyawa Zhao si Telapak

Tangan Besi!”

”Kadang-kadang, delapan puluh tael perak pun sudah cukup untuk membeli nyawa orang!”

Lu Xiao Feng menatap makanan yang ada di hadapannya dan menyadari bahwa, tiba-tiba, ia tidak

merasa lapar lagi.

“Apakah ada yang melihat duel antara Ye Gu Cheng dan Tang Tian Yi dengan mata kepalanya

sendiri?” Tiba-tiba ia bertanya.

“Tidak.”

“Jika tidak ada yang melihatnya, lalu bagaimana kita bisa yakin bahwa berita ini dapat diandalkan?”

Lu Xiao Feng bertanya.

“Karena semua orang percaya bahwa sumber berita ini tidak akan berdusta!”

“Siapa sumbernya?”

“Hwesio Jujur!”

Lu Xiao Feng tidak bisa bicara lagi. Bukan untuk pertama kalinya orang tidak bisa berkata apa-apa

bila menyangkut kredibilitas Hwesio Jujur.

“Hwesio Jujur tiba di kota ini kira-kira tengah hari kemarin,” Li Yan Bei menjelaskan, “hal pertama

yang ia lakukan adalah pergi ke restoran ‘Mata Telinga’ dan memesan kue bola rebus. Ia makan

sebuah kue, dan kemudian menarik nafas!”

Saat ini, minyak di daging babi itu tampak telah membeku karena hembusan angin bulan September

dari Utara. Sekilas pandang, minyak itu terlihat seperti selapis es.

“Empat Pedang Dari Langit kebetulan sedang makan di sana pada saat itu, maka mereka pun

bertanya padanya mengapa ia menarik nafas,” Li Yan Bei meneruskan. “Saat itulah Hwesio Jujur

mengungkapkan berita tersebut.”

Tentu saja, bukan hanya Empat Pedang Dari Langit yang mendengar berita itu.

Koleksi Kang Zusi

“Selain dari Hwesio Jujur dan Empat Pedang Dari Langit, setidaknya ada empat atau lima ratus

orang terpandang yang telah melakukan perjalanan ke kota ini dalam setengah bulan terakhir.”

Lu Xiao Feng menatap minyak pada daging itu, tiba-tiba ia merasa ingin muntah.

“Dari apa yang aku dengar, setidaknya tentu ada tiga sampai empat ratus orang-orang yang lebih

terkenal dari dunia persilatan yang akan tiba sebelum tanggal 15, di antara mereka setidaknya ada

lima ketua sekte, sepuluh pemimpin organisasi, dan dua puluh tiga ketua perusahaan ekspedisi.

Bahkan Tosu Kayu dari Wu Dang dan Ketua Kuil Shaolin pun akan datang ke sini. Tidak seorang

pun yang ingin ketinggalan duel ini.”

Lu Xiao Feng tiba-tiba memukulkan tinjunya ke atas meja.

“Menurut mereka, siapa itu XiMen Chui Xue dan Ye Gu Cheng? Dua ekor monyet sirkus yang

sedang beraksi? Dua ekor anjing yang sedang berkelahi untuk memperebutkan tulang di jalanan?”

Ia mengejek.

Daging dan penggorengan pun sampai mencelat dari atas meja waktu ia memukulkan tinjunya dan

akhirnya bergulingan hingga berhenti di lantai.

Li Yan Bei memandang Lu Xiao Feng dengan heran. Ia tidak pernah melihat Lu Xiao Feng

demikian emosionalnya, ia juga tidak tahu apa yang membuat Lu Xiao Feng begitu marahnya.

“Bukankah kau datang ke sini untuk menonton duel itu juga?” Ia terpaksa bertanya.

Tinju Lu Xiao Feng tampak terkepal erat.

“Aku hanya berharap tidak pernah melihat duel ini!”

“Tapi sekarang Ye Gu Cheng telah terluka, tidak mungkin XiMen Chui Xue akan kalah!”

“Tidak perduli siapa pun yang menang atau kalah, itu sama saja!”

“Bukankah XiMen Chui Xue sahabatmu?”

“Karena dia sahabatku, itulah sebabnya aku tidak ingin melihatnya seperti seekor anjing yang

memburu sekerat tulang yang tidak kelihatan!”

“Tulang yang tidak kelihatan apa?” Li Yan Bei masih tidak mengerti.

“Reputasi.” – Apa yang orang fikirkan tentangmu adalah sekerat tulang yang tidak kelihatan itu.

“Jika ia memenangkan duel ini, maka kau akan memperoleh wilayah Du Tong Xuan, dan jago-jago

pedang yang egois itu akan mendapatkan tontonan yang bagus, juga bisa melihat jurus-jurus mereka

serta cacat dan kelemahan-kelemahan dari teknik mereka. Tapi bagaimana dengan dia sendiri?” Lu

Xiao Feng meneruskan dengan nada yang dingin.

Bukankah dia pun belum tentu menang? Tapi jika pun ia menang, apa manfaatnya bagi dirinya?

Adakah orang yang benar-benar memahami perasaan sunyi yang dialami oleh pemenangnya? Li

Yan Bei akhirnya memahami Lu Xiao Feng.

Ia menatap Lu Xiao Feng dalam bisu, menatapnya untuk waktu yang lama.

“Duel mereka ini, mereka sendiri yang ingin bertarung,” akhirnya ia berkata, dengan lambat. “Tidak

ada yang memaksa mereka untuk melakukan ini!”

Tentu saja tidak. Tidak ada orang di dunia ini yang bisa memaksa kedua orang itu untuk berbuat

sesuatu.

“Aku juga sahabat XiMen Chui Xue,” Li Yan Bei meneruskan. “Aku pun tidak ingin melihatnya

mengambil resiko ini, aku juga tidak bermaksud menggunakan dirinya untuk mendapatkan wilayah

Du Tong Xuan. Tapi jika ia sendiri yang ingin bertarung, maka aku tidak bisa berbuat apa-apa

untuk mencegahnya!”

Ia menatap mata Lu Xiao Feng dan meneruskan, sambil menekankan setiap patah katanya.

“Bahkan kau pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya!”

Lu Xiao Feng tidak ingin mengakuinya, tapi ia pun tidak bisa menyangkalnya.

“Yang lebih penting lagi, bahkan mereka berdua pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk

mencegahnya!” Li Yan Bei menarik kesimpulan.

Banyak hal di dunia ini yang seperti itu. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang

manusia di dunia ini, tidak perduli apakah ia menginginkannya atau tidak.

Lu Xiao Feng tiba-tiba menarik nafas dengan perlahan.

“Aku lelah, aku ingin mandi air hangat!”

Koleksi Kang Zusi

Bab 2: Orang Mati Tidak Berdusta

Tanggal 13 September, baru saja lewat tengah hari. Setelah Lu Xiao Feng berjalan turun dari

Paviliun Musim Semi Timur, ia mulai melangkah dengan cepat menelusuri jalan raya. Matahari

telah naik.

Ia berpendapat bahwa kota ini benar-benar indah, jalan-jalannya lebar dan rata, gedung-gedungnya

pun terpelihara rapi dan bersih, setiap emperan toko terlihat lebih bersih dan indah daripada yang

ditemukan di kota-kota lain.

Tapi ia juga tahu bahwa hal yang paling indah pada kota ini bukanlah jalan-jalannya yang sibuk

atau arsitektur gedungnya yang indah, juga bukan pemandangan dan tempat-tempat wisatanya yang

terkenal ke seluruh dunia, tapi orang-orangnya. Tak perduli kau berasal dari mana, tak perduli ke

mana pun kau pergi, sekali kau berkunjung ke kota ini, kau tak akan pernah melupakannya.

Lewat tengah hari, angin pun mulai bertiup. Saat angin bertiup, udara akan dipenuhi debu. Tapi

tidak ada badai debu di dunia ini, tak perduli betapa pun besarnya, yang bisa menutupi keindahan

kota ini. Walaupun Lu Xiao Feng sedang berjalan dengan langkah-langkah kaki yang cepat,

sesungguhnya ia tidak memiliki tujuan yang pasti di dalam benaknya.

Di antara orang-orang yang ingin dilihatnya, tak terlihat satu orang pun, tapi di antara orang-orang

yang tidak ingin dilihatnya, ia melihat beberapa. Yang pertama ia lihat adalah OuYang Qing.

OuYang Qing sedang mondar-mandir di luar sebuah toko perhiasan, berdiri di dekat seorang

nyonya berpakaian indah dengan kepala yang penuh dengan mutiara.

Wanita itu mungkin amat cantik, tapi Lu Xiao Feng tidak berani melirik lagi. Setelah melihat

OuYang Qing, ia pun memalingkan kepalanya ke arah lain. -- Ia teringat kembali pada Xue Bing.

OuYang jelas telah melihatnya juga, tapi pura-pura tidak. Tiba-tiba, ia mencengkeram tangan

nyonya tadi dan naik ke atas sebuah kereta kuda berwarna hitam pekat.

Setelah kereta itu menghilang dari pandangan, barulah Lu Xiao Feng memalingkan kepalanya dan

menatap dengan kaku pada debu yang ditinggalkan oleh kereta itu, ia sendiri tidak yakin bagaimana

perasaannya saat itu.

Di sisi lain jalan raya, beberapa orang sedang melambai-lambaikan tangan padanya, tapi pada jarak

beberapa langkah darinya telah berdiri seorang pemuda yang sedang menatapnya, dengan tangan

meraba pedang.

Ia mengenali orang-orang itu, di antara mereka ada dua orang ketua perusahaan ekspedisi dari

wilayah Sichuan dan Hunan, seorang murid Wudang, dan seorang ketua gerombolan penjahat dari

sekitar Sichuan. Tapi ia tidak mengenal pemuda yang sedang menatapnya itu.

Tatapan itu pun amat sengit, dan ditambah lagi dengan ekspresi wajah yang sedang mencari garagara.

Tapi Lu Xiao Feng tidak ingin mencari masalah, maka ia hanya mengangguk pelan ke arah

orang-orang itu sebelum berputar dengan cepat dan berjalan ke arah timur.

Tiba-tiba, sebuah tangan tampak terulur keluar dari sebuah toko barang antik di pinggir jalan dan

menepuk pundaknya.

“Kau di sini! Aku tahu kau akan datang!”

Seorang tosu tua dengan kepala penuh dengan rambut putih keperakan dan jubah penuh tambalan

berjalan keluar dari toko itu, sambil tertawa; di belakangnya ada seorang laki-laki tua yang kurus

tetapi tampak sehat dengan pakaian yang bersih dan rapi. Mereka tak lain adalah Tosu Kayu dan

Pertapa Cemara Kuno.

Yang bisa dilakukan Lu Xiao Feng adalah membalas senyuman itu.

“Aku tahu kalian juga akan datang!”

Tosu Kayu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Walaupun usianya sudah lanjut,

wajahnya masih terlihat merah penuh energi dan masih memperlihatkan tanda-tanda kenakalan.

Sangat sedikit orang yang bisa menduga bahwa ia tak lain adalah salah seorang di antara tiga jago

pedang yang paling dikagumi di dunia ini.

“Aku tak boleh ketinggalan duel ini!” Ia menepuk pundak Lu Xiao Feng lagi dan tersenyum.

“Bahkan, bila aku sudah terlalu tua untuk berjalan ke sini, aku akan datang merangkak!”

Koleksi Kang Zusi

“Apakah itu karena kau ingin melihat di mana kelemahan dalam teknik mereka sehingga nantinya

kau bisa menantang mereka?” Lu Xiao Feng bertanya terus terang.

Tosu Kayu tidak membantah, ia malah menarik nafas.

“Aku sudah tua, ikut dalam duel pedang atau adu minum tidak lagi menarik bagiku. Tapi aku masih

tetap bersemangat untuk bertanding catur dengan siapa saja yang ingin menantangku!”

“Sebenarnya, kami sedang mencarimu!” Pertapa Cemara Kuno tiba-tiba berucap.

“Aku? Untuk apa?”

“Kami telah mengatur sebuah pertemuan dengan seseorang sore ini dan kami ingin mengajakmu

juga!” Pertapa Cemara Kuno menjawab.

“Apa hubunganku dengan pertemuan itu?”

“Karena kau pun tentu ingin bertemu dengan orang ini!” Tosu Kayu menjawab sebelum Pertapa

Cemara Kuno sempat menyahut. Senyuman di wajahnya tampak amat misterius.

“Siapa orang ini?” Lu Xiao Feng terpaksa bertanya.

Senyuman di wajah Tosu Kayu malah terlihat semakin misterius.

“Jika kau benar-benar ingin tahu siapa orang ini, mengapa kau tidak ikut ke pertemuan itu?”

Tentu saja Lu Xiao Feng ikut. Ia selalu tidak tahan terhadap godaan, apalagi ia selalu memiliki

perasaan ingin tahu yang tak ada tandingannya.

-------------

Lokasi pertemuan itu amat aneh. Tempat itu sebenarnya merupakan sebuah tempat pembakaran

batu bara di luar kota. Semua debu yang menutupi tempat pembakaran batu bara itu tampak seperti

gundukan-gundukan kuburan.

“Begitu banyak tempat yang indah di dalam kota, mengapa kalian memilih tempat ini untuk

pertemuan itu?” Lu Xiao Feng mengerutkan keningnya.

“Karena kita akan bertemu orang yang aneh!” Pertapa Cemara Kuno menjawab.

“Sejujurnya, kita akan bertemu tiga orang aneh. Yang satunya tidak pernah sehari pun melakukan

pekerjaan yang jujur dalam hidupnya, dan yang dua lagi adalah orang-orang tua yang bahkan lebih

aneh dariku!” Tosu Kayu menjelaskan.

“Tapi dua orang tua ini bukanlah orang tua biasa, menurut kabar angin tidak ada yang tidak mereka

ketahui dan tidak ada masalah yang tidak bisa mereka selesaikan.” Pertapa Cemara Kuno

menambahkan.

Tosu Kayu melirik Lu Xiao Feng.

“Aku yakin sekarang kau telah bisa membayangkan dengan siapa kami mengatur pertemuan di

sini!” Ia tersenyum.

Tentu saja Lu Xiao Feng tahu. Saat itulah, seorang laki-laki pendek dan kurus dengan kepala yang

besar terlihat mendekat dengan lambat di atas seekor keledai. Jaraknya masih belum begitu dekat,

tapi bau alkohol telah santer tercium. Orang ini tampaknya selalu mabuk seumur hidupnya. Lu Xiao

Feng tertawa. Setiap kali bertemu dengan si Untung Besar Anak Kura-kura, ia tak tahan untuk tidak

tertawa kecil.

“Tampaknya kali ini Tuan tidak harus dibebaskan dari hutang dengan uang jaminan oleh orang lain!

Benar-benar peristiwa yang langka!”

Si Untung Besar Sun meliriknya dan dengan kesal memutar-mutar matanya.

“Kau di sini juga? Aku….”

“Kau sudah lama tahu kalau aku pun akan datang, kan?” Lu Xiao Feng memotongnya sambil

tertawa.

Si Untung Besar Sun menarik nafas dan bergumam: “Orang-orang yang seharusnya tidak ada di

sini, semuanya ada di sini. Tapi yang seharusnya ada di sini, malah tidak….”

Ia mengangkat sebelah kakinya ke atas punggung keledai dan melompat turun. Tapi kakinya lemah

dan ia pun terhuyung-huyung, hampir saja ia terjatuh di atas tanah.

Bahkan Tosu Kayu pun tidak bisa menahan tawanya.

“Jujurlah, pernahkah kau tidak mabuk satu hari saja di dalam hidupmu?”

“Tidak!” Jawaban si Untung Besar Sun pun tidak begitu mengejutkan, apa adanya.

Koleksi Kang Zusi

“Ada satu hal yang baik pada orang ini,” Tosu Kayu bergurau. “Kadang-kadang ia bahkan lebih

jujur daripada Hwesio Jujur!”

“Jalan ke kampung arak selalu datar, tempat lain tidak bisa menandinginya…” Sebagai jawabannya,

si Untung Besar Sun bergumam. “Dalam arak, nirwana pun terlihat besar, hari terasa panjang,

mengapa aku tidak ingin mabuk?”

“Kau benar-benar orang yang sangat beruntung, lebih beruntung daripada kami semua!” Tosu Kayu

tertawa dan menjawab.

“Karena aku memang lebih cerdas daripada kalian!”

“Oh?”

“Setidaknya aku tak akan menghabiskan uang 50 tael perak untuk mengajukan pertanyaan yang

seharusnya tidak pernah ditanyakan!”

“Di manakah si Cerdik dan si Segala Tahu?” Pertapa Cemara Kuno bertanya dengan wajah yang

kaku, ia tidak suka tertawa terlalu banyak.

“Karena aku telah mengatur pertemuan dengan kalian di sini, tentu saja mereka ada di sini juga!” si

Untung Besar Sun menjawab.

“Di mana?”

“Di sana!” si Untung Besar Sun menunjuk sebuah lubang tempat pembakaran batu bara yang ada di

depannya.

“Apa yang mereka lakukan di sana?” Pertapa Cemara Kuno mengerutkan keningnya.

Si Untung Besar Sun memutar-mutar matanya.

“Mengapa kau sendiri menanyakan mereka?”

“Dan pertanyaan itu bernilai 50 tael perak?” Lu Xiao Feng bertanya, sambil berusaha keras untuk

menahan tawanya.

“Tentu saja! Pertanyaan apa pun, setiap pertanyaan, 50 tael perak, dan juga….”

“Dan peraturan lama juga masih berlaku, kami hanya boleh menunggu di luar dan tidak boleh

masuk!” Lu Xiao Feng menyelesaikan ucapannya.

“Tampaknya ada juga sedikit kecerdasan pada diri kalian!” Si Untung Besar Sun menarik nafas.

Lubang tempat pembakaran batu bara itu berukuran kecil dan gelap gulita, bahkan orang sekecil si

Untung Besar Sun pun harus membungkuk-bungkuk untuk bisa masuk ke dalamnya. Semula Lu

Xiao Feng merasa khawatir karena kepala orang itu lebih besar daripada lubangnya. Tapi akhirnya

ia berhasil merangkak masuk, terlihat seperti sesosok mayat yang merayap masuk ke dalam

kuburnya sendiri, sangat lucu dan sekaligus menakutkan.

Setelah hening sebentar, ia berseru dari dalam: “Mulailah!”

Yang pertama bertanya adalah Tosu Kayu, jelas dialah orang yang mengatur pertemuan ini. Tapi

sebelum ia bertanya pun Lu Xiao Feng sudah tahu apa yang hendak ia tanyakan.

“Duel tanggal 15 September antara XiMen Chui Xue dan Ye Gu Cheng, siapa yang akan menang

menurutmu?”

Itu adalah pertanyaan yang ada di dalam benak setiap orang dan tidak sedikit orang yang mau

membayar 50 kali lipat dari 50 tael perak untuk mengetahui jawabannya.

“Kau ingin mendapatkan jawabannya hanya dengan 50 tael perak? Terlalu murah, ya?” Orang yang

menjawab adalah si Cerdik, Lu Xiao Feng pernah mendengar suaranya.

“Tak apa, aku akan memberitahumu!” Ia meneruskan. “Tidak ada yang menang!”

“Mengapa?” Itulah pertanyaan kedua, Tosu Kayu kembali melemparkan 50 tael perak.

“Pepatah kuno mengatakan bahwa bila dua ekor harimau bertarung, yang satunya pasti kalah, tapi

itu keliru.” Si Cerdik terus menjawab. “Yang lebih sering terjadi sebagai hasil pertarungan antara

dua harimau adalah kedua-duanya terluka. Pemenang sesungguhnya adalah pemburu yang

menonton di pinggir.”

Sambil mendengarkan dalam bisu, mata Lu Xiao Feng tampak bersinar-sinar tanda setuju. Si

“Cerdik” ini benar-benar “orang yang cerdik”, hanya orang yang benar-benar cerdas yang faham

bahwa menjawab pertanyaan itu haruslah dengan cara yang cerdas juga.

“Apakah XiMen Chui Xue sudah tiba di ibukota sini?” Tosu Kayu bertanya lagi.

“Sudah.”

Koleksi Kang Zusi

“Di mana dia berada?”

“Di sebuah tempat yang amat sulit untuk ditemukan, karena ia tidak ingin bertemu siapa pun juga

sebelum tanggal 15 September.”

Kembali sebuah jawaban yang amat cerdik, tapi tidak seorang pun bisa mengatakan bahwa jawaban

itu keliru. Tosu Kayu menarik nafas, tampaknya ia merasa bahwa uang 200 tael perak itu telah

hilang secara agak sia-sia.

“Apakah Ye Gu Cheng benar-benar terluka oleh Pasir Beracun Keluarga Tang?” Kali ini Pertapa

Cemara Kuno yang mengajukan pertanyaan.

“Ya.”

“Selain obat penawar Keluarga Tang, apakah ada cara lain untuk melawan racun itu?”

“Ya.” Kali ini si Segala Tahu yang menjawab. Ia tahu seluk-beluk semua senjata atau senjata

rahasia di dunia ini.

Pertapa Cemara Kuno pun menarik nafas, seakan-akan ia merasa berbahagia untuk Ye Gu Cheng.

Tapi Lu Xiao Feng tahu bahwa ia bukanlah sahabat Ye Gu Cheng, Ye Gu Cheng tidak memiliki

begitu banyak teman.

“Mengapa kalian berdua tidak pernah mau bertemu siapa pun?” Tosu Kayu tiba-tiba bertanya.

“Karena tidak ada orang di dunia ini yang berharga untuk ditemui!”

Tosu Kayu tertawa jengkel, uang 50 tael perak yang terakhir itu pun kembali terbuang dengan

percuma. Ia berpaling pada Lu Xiao Feng: “Ada yang ingin kau tanyakan?”

Lu Xiao Feng sebenarnya tidak memiliki pertanyaan apa-apa yang tidak bisa ia jelaskan sendiri,

tapi melihat OuYang Qing berada di kota itu, tiba-tiba ia teringat pada beberapa kejadian aneh.

Semoga si Cerdik bisa menjelaskan semua ini padanya.

“Apakah OuYang Qing benar-benar masih perawan?” Ini sebuah pertanyaan yang amat aneh.

Seumur hidupnya Tosu Kayu tidak pernah membayangkan kalau dia akan mengajukan pertanyaan

seperti itu.

“Ya!” Jawabannya datang dari dalam lubang pembakaran batu bara itu, tapi setelah hening beberapa

lama.

“Apakah Hwesio Jujur benar-benar jujur?”

“Ya.”

Sebuah mimik muka yang bingung terlihat di wajah Lu Xiao Feng.

“Apa pekerjaannya sebelum ia menjadi seorang hwesio? Apa namanya sebelumnya? Dari mana ia

berasal?”

“Tidak ada yang tahu dari mana dia berasal!” Ini hampir bukan sebuah jawaban lagi. Sebuah

senyuman jengkel pun muncul di wajah Lu Xiao Feng.

Walaupun ia telah cukup banyak menghabiskan uang, ia masih punya beberapa pertanyaan lagi:

“Kau tahu siapa orang yang bersama Du Tong Xuan?”

“Dia adalah….” Jawaban si Segala Tahu tiba-tiba terpotong oleh sebuah suara seruling yang amat

aneh. Syukurlah, walaupun nadanya amat tinggi dan menusuk, bunyi itu pun amat singkat, hanya

sejenak, dan kemudian menghilang.

“Siapakah orang berbaju hitam yang datang bersama Du Tong Xuan itu?” Lu Xiao Feng kembali

bertanya. Tidak ada jawaban. Ia menunggu beberapa lama dan kemudian bertanya lagi. Masih tidak

ada jawaban. Mengambil uang perak tapi tidak menjawab, inilah pertama kalinya hal itu terjadi.

Lu Xiao Feng mengerutkan keningnya dan baru saja hendak bertanya lagi sebelum, tiba-tiba seekor

ular kecil berwarna merah darah tampak melesat keluar seperti sebatang anak panah dari lubang

tempat pembakaran batu bara itu, langsung masuk ke dalam semak-semak dan menghilang.

Walaupun ular itu berukuran kecil, gerakannya cepat seperti kilat dan arah yang ia tuju pun tepat

sama dengan asal suara seruling tadi.

Ekspresi wajah Lu Xiao Feng pun berubah secara dramatis.

“Untung Besar Sun! Untung Besar Anak Kura-kura!” Ia berteriak.

Masih tidak ada jawaban. Bahkan sebuah suara pun tidak terdengar dari dalam lubang itu. Lu Xiao

Feng tiba-tiba melompat bangkit dan menghentakkan kakinya di atas lubang itu dengan gusar.

Koleksi Kang Zusi

Lubang itu segera melesak dan memperlihatkan sebuah lubang yang amat besar di sebelah

dalamnya.

Sinar bulan menerobos lubang itu dan tepat menerpa wajah si Untung Besar Sun. Wajahnya tampak

mengejang kaku; matanya, penuh dengan perasaan ngeri, melotot seperti mata ikan mati. Lidahnya

terjulur keluar dari mulutnya, tapi warnanya telah berubah menjadi kelabu pucat, seakan-akan

seseorang telah mematahkan lehernya dengan tiba-tiba.

Tapi lehernya tidak patah, di tenggorokannya terlihat dua buah luka berupa dua lubang kecil, sedikit

darah tampak mengalir keluar dan berwarna hitam.

“Ular itu!” Tosu Kayu menebak-nebak.

Lu Xiao Feng mengangguk. Orang tolol pun tahu bahwa si Untung Besar Sun telah terkena bisa

ular tadi. Sekali ular seperti itu menggigitmu, maka kau pasti mati. Itu bukanlah hal yang aneh,

yang aneh adalah cuma si Untung Besar Sun satu-satunya orang yang berada di dalam lubang itu.

“Di mana si Segala Tahu dan si Cerdik?” Tosu Kayu bertanya dengan heran.

Lu Xiao Feng berfikir untuk beberapa saat, lalu menjawab dengan lambat: “Tidak pernah ada yang

namanya si Segala Tahu dan si Cerdik itu.”

Tosu Kayu terperanjat. Ia sebenarnya faham, tapi saat itu, kenyataan tersebut masih belum bisa

diterima di benaknya.

“Si Segala Tahu adalah si Untung Besar Sun, begitu pula si Cerdik.” Lu Xiao Feng menjelaskan.

“Mereka bertiga sebenarnya cuma dia seorang?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Tapi suara mereka….”

“Beberapa orang bisa merubah suara mereka, bahkan ada yang bisa menirukan sekelompok orang

yang sedang bertarung dengan segerombolan kucing dan anjing pada saat yang bersamaan.”

Tosu Kayu tidak bicara lagi, ia sendiri telah banyak melihat orang-orang aneh dan kejadiankejadian

aneh di dunia persilatan.

Tapi Pertapa Cemara Kuno tampak mengerutkan keningnya.

“Jadi si Untung Besar Sun menciptakan dua orang itu untuk menipu uang orang lain?”

“Ia tidak menipu siapa-siapa!” Lu Xiao Feng menegur dengan dingin.

“Tidak?”

“Ia memang mengambil uang orang lain, tapi di saat yang bersamaan ia pun banyak menyelesaikan

masalah mereka. Pengetahuan dan kecerdasannya jauh lebih bernilai daripada sedikit uang perak.”

Tanda-tanda kemarahan pun muncul di wajah Lu Xiao Feng. Si Untung Besar Sun adalah

temannya, ia tidak suka orang lain memandang rendah temannya.

Pertapa Cemara Kuno pun melihat dengan jelas kemarahan di wajahnya. Ia segera merubah

suaranya dan menghela nafas: “Aku hanya merasa aneh karena orang yang berbakat dan cerdas

seperti dia mau menggunakan sebuah nama samaran dan bukannya mencari nama untuk dirinya

sendiri?”

Ekspresi wajah Lu Xiao Feng pun berubah sedih. “Karena ia orang yang baik dan tidak memandang

tinggi pada kemasyuran dan harta!”

-- Dan juga karena ia takut, takut pada masalah, pada tanggung-jawab. Itulah sebabnya ia selalu lari,

selalu bersembunyi. Lu Xiao Feng tidak mengatakan itu, ia selalu menyukai si Untung Besar Sun.

“Tak perduli apa pun juga, perbuatannya ini hanya melukai dirinya sendiri, bukan orang lain.”

Tosu Kayu menghela nafas.

“Seorang laki-laki seperti ini seharusnya tidak mati begitu cepat.”

“Seharusnya ia sudah tahu bahwa ada ular berbisa di sekitar sini.” Pertapa Cemara Kuno pun

menghela nafas.

“Tapi ular itu tidak datang sendiri ke sini!” Lu Xiao Feng berkata.

“Mengapa tidak?”

“Karena hanya ular terlatih yang akan menggigit tenggorokan.”

“Jadi menurutmu ular itu sengaja diletakkan di sini untuk membunuhnya?” Tosu Kayu terkejut

mendengar pernyataan itu.

Koleksi Kang Zusi

Lu Xiao Feng mengangguk, amarah pun muncul kembali di wajahnya: “Ular itu sengaja dilatih

untuk menyerang hanya bila ia mendengar bunyi seruling!”

Di dalam lubang itu memang amat gelap, dan ular itu pun terlalu kecil untuk dilihat bagi si Untung

Besar Sun, yang berjalan masuk dari tempat terang.

Tosu Kayu teringat kembali pada suara tadi: “Jadi menurutmu, orang yang memainkan seruling tadi

adalah orang yang membunuh si Untung Besar Sun?”

“Mm.”

“Mengapa ia ingin membunuh si Untung Besar Sun?”

“Karena ia khawatir kalau si Untung Besar Sun membocorkan rahasianya!”

“Siapa dia? Rahasia apa?”

“Aku tidak perduli dia siapa, aku tidak perduli rahasianya apa,” Tinju Lu Xiao Feng tampak

terkepal erat dan ia berkata dengan lambat. “Aku akan menemukan dia dan rahasianya!”

Tosu Kayu menghela nafas lagi. Baru sekarang ia benar-benar faham mengapa hanya si Untung

Besar Sun yang bisa menemukan si Segala Tahu dan si Cerdik, dan mengapa mereka tidak pernah

mau bertemu dengan orang lain.

Tapi ia tak pernah bisa mengerti berapa banyak rahasia yang diketahui si Untung Besar Sun

sehingga orang-orang ingin membungkam mulutnya, ia juga tidak faham bagaimana dia bisa tahu

semua rahasia itu. Si Untung Besar Sun mungkin akan membawa jawaban untuk semua pertanyaan

yang misterius itu ke lubang kubur bersamanya. Bisakah Lu Xiao Feng mengungkapnya?

-----------------

Aroma bunga yang baru dipetik tersebar di toko peti mati itu. Seharusnya aroma ini adalah aroma

yang bersih dan menyegarkan, tapi di dalam toko itu aroma tersebut malah membuat semua orang

merasa tidak nyaman.

Di sana ada dua buah peti mati berkualitas tinggi yang terbuat dari kayu nanmu, sepertinya di

atasnya pun ada selapis pernis logam yang segar.

“Aku ingin yang ini.” Lu Xiao Feng memilih salah satu di antara dua peti itu. Bila memilih sesuatu

untuk sahabatnya, ia selalu menginginkan yang terbaik, walaupun itu hanya peti mati.

“Kedua peti mati ini telah dipesan orang.” Pemilik toko itu bernama Cheng. Mungkin ia telah

terlalu lama bekerja di sini, bahkan walaupun ia tersenyum, senyumannya itu terlihat menakutkan.

“Orang pun bisa memesan peti mati?”

Tauke Cheng mengangguk: “Seorang pelanggan memesan dua peti mati ini untuk malam tanggal 15

September. Aku pun merasa hal itu agak aneh, tampaknya ia tahu pasti bahwa dua orang tentu akan

mati pada malam itu!”

Tanggal 15 September! Dua orang pasti mati!

“Siapa yang memesannya?” Ekspresi wajah Lu Xiao Feng tampak berubah.

“Ia telah membayar untuk kedua peti itu, tapi ia tidak meninggalkan namanya.”

“Seperti apa tampangnya?”

“Seorang laki-laki tua yang bungkuk.”

Lu Xiao Feng tidak bertanya lagi, siapa pun bisa menyamar sebagai seorang laki-laki tua bertubuh

bungkuk. Ia memilih peti mati lain dan bermaksud hendak pergi.

Tapi Tauke Cheng tiba-tiba teringat pada sesuatu: “Tapi pelanggan itu meninggalkan dua nama

untuk diukir di atas kedua peti mati itu!”

“Nama siapa saja?” Lu Xiao Feng segera berputar.

“Dua nama yang amat unik. Satu adalah Ye Gu Cheng, satunya lagi XiMen Chui Xue!”

Tosu Kayu adalah orang yang periang, tapi sekarang ekspresi wajahnya pun terlihat cemas.

“Tidak seorang pun yang akan menang… pemenang sesungguhnya adalah pemburu yang menonton

di pinggir.”

Sekarang jelas, salah satu pemburu itu telah maju lebih dulu dan memesan dua peti mati untuk

mereka.

“Mungkin ini hanya sebuah gurauan.” Tosu Kayu berusaha menenangkan hatinya sedikit.

Lu Xiao Feng memaksakan sebuah senyuman: “Mungkin saja.”

----------------------

Koleksi Kang Zusi

Dengan senyuman di wajah, mereka berjalan di bawah sinar matahari terbenam. Angin yang lembut

berhembus lewat, menggerakkan lengan baju dan pakaian mereka. Orang-orang yang melihat

mereka di jalan tentu berpendapat, betapa angkuh dan agungnya mereka. Tapi di dalam benak

mereka, bayang-bayang kematian terasa membayangi segalanya. Tentu saja mereka tahu bahwa

semua ini bukanlah senda gurau belaka.

Tosu Kayu memandang pada gumpalan awan putih di langit biru yang jauh.

“Kau telah bertemu Ye Gu Cheng?” Tiba-tiba ia bertanya.

“Mm.”

“Apakah dia tampak terluka?”

Lu Xiao Feng tidak menjawab pertanyaan ini secara langsung.

Ia malah menjawab: “Dengan satu gerakan, ia mampu menusuk kedua tulang pundak Tang Tian

Rong.”

Orang yang terluka tidak akan pernah mampu berbuat seperti itu pada salah satu jagoan keluarga

Tang dan Tang Tian Rong adalah salah satu dari empat jagoan keluarga Tang.

Tosu Kayu berfikir sebentar.

“Tapi Hwesio Jujur tidak pernah berdusta, dan ia memang telah terluka. Jadi siapa yang

mengobatinya?”

Lu Xiao Feng tidak menjawab, ia memang tidak bisa. Ia juga malah menatap awan di kejauhan.

“Sudah lama aku ingin berkunjung ke Benteng Awan Putih, tapi masih belum sempat.” Tiba-tiba ia

berkata.

“Aku pernah ke sana.” Tosu Kayu berujar.

“Kurasa tempat itu adalah sebuah tempat yang indah. Datang pada saat Musim Semi dan Musim

Gugur, pemandangannya tentu amat indah dan penuh warna dengan semua bunga yang sedang

mekar!”

“Di sana tidak terdapat begitu banyak bunga, Ye Gu Cheng bukanlah orang yang suka minum arak

atau menikmati bunga!”

“Apakah ia menyukai wanita?”

Tosu Kayu tertawa kecil.

“Orang yang menyukai wanita mungkin tidak bisa mencapai tingkat ilmu pedang seperti yang

dimiliki Ye Gu Cheng!”

Lu Xiao Feng tidak bertanya lagi, tapi sebuah mimik muka yang amat bingung pun muncul di

wajahnya. Kapan saja ekspresi itu muncul di wajahnya, berarti ia sedang memikirkan sebuah

masalah yang amat membingungkan.

“Dia tidak seperti XiMen Chui Xue, tentu tidak sukar untuk menemukan tempat tinggalnya!” Lu

Xiao Feng berucap.

“Aku ingin mencarinya!”

“Aku tahu kalian adalah sahabat lama.”

“Bagaimana denganmu?”

Lu Xiao Feng memandang ke langit: “Aku akan makan malam dengan seseorang malam ini,

mungkin telah ada orang yang menungguku di Paviliun Musim Semi Timur!”

“Jadi tampaknya kita berpisah di sini sekarang juga!”

Lu Xiao Feng mengangguk tapi kemudian berhenti.

“Jika seseorang yang tidak menyukai bunga atau wanita tiba-tiba memiliki 6 atau 7 orang gadis

yang berjalan di depannya sambil menebarkan bunga di sepanjang jalannya, apa pendapat kalian

mengenai hal itu?” Tiba-tiba ia bertanya.

“Orang macam itu tak akan pernah berbuat hal seperti itu!” Tosu Kayu menjawab.

“Tapi seandainya ia melakukannya?”

“Maka ia tentu sudah gila!” Tosu Kayu tertawa.

Seumur hidupnya, Lu Xiao Feng pun tidak bisa membayangkan kenapa Ye Gu Cheng berbuat

seperti itu. Tapi setidaknya ia tahu suatu hal – Ye Gu Cheng tidak gila.

Koleksi Kang Zusi

Bab 3: Menangkap Ular, Menolong si Cantik

Malam. Kegelapan telah menyelimuti dunia, gelap seperti tinta. Angin musim gugur, rerumputan

yang tak dipelihara, pohon poplar putih yang sunyi. Bulan yang dingin dan tak berperasaan terlihat

naik dan menyinari kebun yang dingin dan terlantar itu. Tak seorang pun manusia yang terlihat,

tidak juga hantu.

Walaupun di sana ada hantu, orang tidak bisa melihatnya. Sambil menantang angin musim gugur

yang datang berhembus, Lu Xiao Feng menggigil tak tertahan.

Tepat sebelum hal-hal buruk terjadi, ia akan selalu mengalami perasaan aneh seperti ini. Ia pun

sedang mengalami perasaan aneh itu sekarang. Tidak ada cahaya, tidak ada bintang, bahkan bulan

pun terlihat dingin dan muram.

Di bawah sinar bulan, pohon-pohon yang layu bergoyang tertiup angin, terlihat seperti bayangan

hantu. Tiba-tiba sebuah bunyi seruling terdengar dari kegelapan.

Lu Xiao Feng segera melesat ke arah suara itu. Akhirnya ia melihat sekilas seseorang yang sedang

meniup seruling, di bawah pohon layu di depan sana. Tapi Lu Xiao Feng tiba-tiba menghentikan

larinya. Tampaknya ia kembali terkejut. Orang yang sedang bermain seruling itu hanyalah seorang

anak kecil yang usianya tidak lebih dari 10 tahun.

Tubuh anak itu tidak tinggi dan ia mengenakan pakaian yang compang-camping. Di wajahnya yang

bundar terdapat sepasang mata yang besar dan jernih. Sebentar-sebentar ia menggigil dan mengusap

hidungnya, jelas ia sedang kedinginan dan ketakutan. Tapi di tangannya terdapat seruling bambu

yang berbentuk aneh itu.

Dengan tatapan tak pernah lepas dari anak itu, Lu Xiao Feng berjalan menghampiri dengan

perlahan. Anak itu tidak pernah meliriknya, sebentar melihat ke kiri, lalu menoleh ke kanan. Tibatiba

anak itu melihat sebuah bayangan di atas tanah, ia lalu menjerit dan segera berusaha melarikan

diri. Ia tidak bisa kabur, tentu saja.

Baru beberapa langkah, Lu Xiao Feng telah mencengkeram tangannya. Anak itu segera menjeritjerit

seperti seekor babi yang dikuliti.

Setelah ia berhenti menjerit, barulah Lu Xiao Feng bicara: “Aku bukan hantu.”

Anak itu memandang wajahnya. Walaupun tahu ia bukan hantu, perasaan takut tetap terlihat di

wajahnya.

“Apakah kau… kau benar-benar bukan hantu?” Hidungnya mengeluarkan lendir lagi.

“Hantu tidak punya bayangan, aku kan punya.”

Anak itu akhirnya yakin, menghela nafas, dan segera mencibirkan bibirnya.

“Lalu mengapa kau mencengkeramku?”

“Karena ada beberapa pertanyaan yang hendak kutanyakan padamu!”

Anak itu bimbang.

“Maukah kau melepaskanku setelah bertanya padaku?”

“Aku bukan hanya akan melepaskanmu, aku pun akan memberimu dua untai uang!” Lu Xiao Feng

tidak begitu suka tersenyum, tapi ia pun tidak bisa terus-menerus memasang muka kaku di hadapan

seorang anak kecil.

Melihat senyumannya, anak itu menjadi sedikit tenang.

“Apa yang ingin kau tanyakan?” Ia bertanya, sambil mengedip-ngedipkan matanya.

“Siapa namamu, di mana rumahmu?” Lu Xiao Feng bertanya dengan lembut.

“Namaku Makhluk Kecil Yang Malang, aku tidak punya rumah!”

Tentu saja Makhluk Kecil Yang Malang tidak punya rumah, hanya anak-anak gelandangan yang

memiliki nama Makhluk Kecil Yang Malang.

Anak itu bukan hanya terlihat amat simpatik, ia pun tampak jujur, seakan-akan ia tidak tahu caranya

berdusta.

“Malam sudah larut, apa kau tidak takut di luar sini sendirian?” Suara Lu Xiao Feng terdengar

semakin lembut.

Koleksi Kang Zusi

“Aku tidak takut! Aku pergi ke mana aku suka!” Makhluk Kecil Yang Malang membusungkan

dadanya. Tapi orang yang mengatakan bahwa mereka tidak takut sering kali jauh lebih ketakutan

daripada orang lain.

“Menurutmu ini adalah tempat yang menyenangkan?”

“Sama sekali tidak!”

“Jika tidak, lalu mengapa kau datang ke sini untuk meniup seruling?”

“Seorang laki-laki tua bungkuk yang menyuruhku untuk melakukannya, dan ia pun memberiku dua

untai uang.”

Kembali laki-laki tua bungkuk. Dialah orang yang memesan peti mati untuk XiMen Chui Xue dan

Ye Gu Cheng, dia juga yang membunuh si Untung Besar Sun. Siapakah dia?

“Apakah dia juga yang memberimu seruling itu?”

Makhluk Kecil Yang Malang mengangguk.

“Seruling ini jauh lebih menarik daripada yang dijual di jalan, dan suaranya pun benar-benar

keras!”

Jelas ia benar-benar menyukai seruling itu dan tak tertahan ia mendekatkan seruling itu ke bibirnya

dan meniupnya sekali. Semua suara lain seperti hilang ketika seruling bernada tinggi itu ditiup. Lu

Xiao Feng tidak mendengar suara lainnya, tapi ia merasakan sebuah desakan untuk berputar dan

melihat ke belakangnya.

Dari mana ia mendapat desakan itu? Mengapa ia mendapatkannya? Bahkan ia sendiri tidak bisa

menjelaskannya. Tapi dalam sekejap setelah ia berbalik, ia melihat sebuah bayangan berwarna

merah darah melesat dari atas tanah. Bentuknya seperti anak panah, tapi jauh lebih cepat daripada

anak panah mana pun.

Hampir lebih cepat daripada kilat! Dalam sekejap, bayangan merah itu telah tiba di tenggorokan Lu

Xiao Feng. Tepat saat itulah Lu Xiao Feng mengulurkan tangan dan menjepitkan jari-jarinya.

Ia menangkap sesuatu di antara jari-jarinya. Sesuatu yang dingin, berlendir dan licin. Seekor ular

berwarna merah darah!

Taringnya telah keluar dan hampir menyentuh tenggorokan Lu Xiao Feng. Tapi hewan itu tidak

bisa bergerak lagi, Lu Xiao Feng menjepitnya tepat kira-kira 7 inci dari kepalanya. Seandainya

gerakan Lu Xiao Feng sedikit lebih lambat, seandainya jepitannya tadi sedikit meleset dari tubuh

ular, seandainya ia menggunakan tenaga yang tidak cukup saat menjepitkan jari-jarinya tadi….

Tentu dia telah mati sekarang! Sejak muncul di dunia persilatan, baru kali ini Lu Xiao Feng benarbenar

hampir menghadapi kematian.

Ia telah berjalan di antara hidup dan mati berulang-ulang kali dan bertemu sekian banyak pembunuh

dan monster-monster keji yang tak terhitung jumlahnya.

Tapi belum pernah ia menghadapi sesuatu yang begini berbahaya dan mematikan seperti saat ini. Di

tangannya ada seekor ular yang dingin, tapi seluruh tubuhnya pun terasa dingin. Tiba-tiba ia harus

melawan desakan keinginan untuk melemparkan ular itu jauh-jauh.

“Ular…. Di sini ada ular!” Makhluk Kecil Yang Malang menjerit dan lari.

Lu Xiao Feng menarik nafas dalam-dalam dan melemparkan ular itu sekuat-kuatnya pada sebuah

batu cadas raksasa di sampingnya. Waktu ia melirik lagi, anak kecil yang jujur dan malang itu

sudah tak terlihat batang hidungnya.

Angin menghembus rerumputan, pohon-pohon yang layu tampak bergoyang-goyang. Sambil berdiri

di tengah malam musim gugur ini, Lu Xiao Feng menarik nafas dalam-dalam sebanyak beberapa

kali sebelum detak jantungnya akhirnya kembali normal. Tapi saat itulah sebuah jeritan lain

terdengar menembus kegelapan. Jeritan itu berasal dari anak tadi!

Makhluk Kecil Yang Malang telah tak sadarkan diri. Saat Lu Xiao Feng tiba di sana, anak kecil itu

telah tergeletak di atas tanah. Pada malam hari seperti ini, di sebuah tempat seperti ini, bagaimana

mungkin anak kecil seperti ini tidak ketakutan saat ia tiba-tiba melihat sesosok mayat?

Mayat itu berada tepat di depan anak tersebut. Itu adalah mayat seorang laki-laki tua bungkuk.

Rambutnya telah dipenuhi uban, tapi ia tercekik mati oleh sehelai pita sutera merah. Dia yang

memesan peti mati, dialah yang membunuh si Untung Besar Sun! Jadi kenapa dia malah mati di

tangan orang lain? Siapa yang membunuhnya? Mengapa?

Koleksi Kang Zusi

Pada malam hari, pita sutera itu terlihat hampir bersinar merah, merah darah. Lu Xiao Feng pernah

melihat pita sutera seperti ini sebelumnya, dan ia pun pernah melihat orang lain tercekik hingga

mati oleh pita sutera ini.

Pedang Nyonya Pertama Gong Sun terikat pada pita seperti ini, Raja Ular juga tercekik mati oleh

pita seperti ini. Siapa kali ini si pembunuh? Mungkinkah itu Nyonya Pertama Gong Sun?

Memang sangat mungkin Nyonya Pertama Gong Sun telah tiba di ibukota ini. Ia tentu tidak ingin

ketinggalan duel itu. Tapi siapakah laki-laki tua ini? Mengapa ia membunuh si Untung Besar Sun?

Dan mengapa Nyonya Pertama Gong Sun membunuhnya?

Lu Xiao Feng tidak pernah mendengar tentang laki-laki tua seperti ini di dunia persilatan

sebelumnya. Ia merasa bimbang. Akhirnya ia membungkuk – mungkin ada sesuatu di tubuhnya

yang bisa memberikan petunjuk tentang laki-laki tua ini.

Tapi mungkin juga ada ular-ular lagi! Ujung jari Lu Xiao Feng terasa dingin seperti es saat ia

menggunakan kedua jarinya untuk menyingkap baju laki-laki tua itu. Tidak ada ular, ular tentu

sudah bergerak dari tadi dalam situasi seperti ini.

Lu Xiao Feng meraba-raba tetapi tiba-tiba berhenti dengan kaget. Di depan matanya adalah kening

seorang laki-lak tua berambut putih. Tapi tangannya merasakan sesuatu yang berbeda – laki-laki tua

ini adalah seorang wanita!

Tangannya menyentuh kulit halus seorang wanita. Rambut putih itu adalah rambut palsu, dan wajah

itu pun samaran belaka. Setelah melepaskan rambut dan merobek topeng itu, Lu Xiao Feng melihat

sebuah wajah yang kaku membeku tapi masih terlihat amat cantik!

Ia mengenal wajah ini! Laki-laki tua bungkuk ini tak lain adalah Nyonya Pertama Gong Sun!

Lu Xiao Feng tahu betul tentang kemampuan menyamar Nyonya Pertama Gong Sun. Setahunya,

tidak banyak orang yang mampu mengetahui samarannya.

Ia juga tahu betul betapa hebatnya ilmu kungfu yang dimiliki perempuan ini. Siapa yang mampu

mencekiknya hingga mati? Ilmu kungfu pembunuh ini tentu lebih hebat lagi. Lu Xiao Feng diamdiam

menggigil.

Ia baru sehari berada di ibukota, tapi dalam satu hari ini, ia telah terlalu banyak mengalami

kejadian-kejadian yang membingungkan dan tak dapat dijelaskan. Ia tak bisa membayangkan

kenapa Nyonya Pertama Gong Sun membunuh si Untung Besar Sun, ia juga tak faham bagaimana

Nyonya Pertama Gong Sun bisa mati di sini.

Jika terlalu banyak hal yang tak dapat difahami, maka sebaiknya tinggalkan saja dan jangan coba

difikirkan lagi; jika semakin berfikir malah semakin bingung, maka sebaiknya tidak difikirkan lagi.

Ini selalu menjadi salah satu prinsip Lu Xiao Feng.

Tapi jika ia tidak berusaha berfikir, ia masih bisa merasakan bahwa di satu sudut di kota kuno ini,

mengintai sepasang mata, yang bahkan lebih licik daripada rubah yang paling cerdik, lebih berbisa

daripada ular yang paling berbisa, menatapnya, menunggu saat yang tepat untuk mengambil

nyawanya!

Tak perduli siapa pun orang ini, tak diragukan lagi bahwa ia pastilah musuh yang paling

menakutkan dan paling kuat yang pernah ia hadapi dalam hidupnya. Ia bahkan tak bisa

membayangkan siapa musuh ini sebenarnya!

------

Cahaya itu terlihat samar-samar dan kabur. Cahaya yang samar-samar itu menerpa wajah OuYang

Qing yang pucat. Hampir tidak ada tanda-tanda kehidupan pada wajahnya yang cantik, matanya

yang indah tertutup rapat, rahangnya pun mengatup dengan erat.

Bisakah ia membuka matanya lagi? Masih bisakah ia bicara? Dalam hening, Lu Xiao Feng berdiri

di sisi tempat tidur, menatapnya, berharap agar ia meliriknya lagi atau melemparkan beberapa

makian seperti dulu. Li Yan Bei dan Nyonya ke-13 berada di sampingnya, ekspresi wajah mereka

pun tampak muram.

“Saat kami tiba di dapur, dia telah tak sadarkan diri!”

Lu Xiao Feng menatap dengan teliti pada tenggorokannya, ia tak bisa menemukan tanda-tanda

sebuah luka pun.

“Di bagian mana dia digigit?”

Koleksi Kang Zusi

“Di tangannya, tangan yang sebelah kiri.”

Lu Xiao Feng menarik nafas lega. Waktu ular itu melesat ke arah gadis ini, mungkin ia bereaksi

sama seperti Lu Xiao Feng tadi dan berusaha menangkapnya. Walaupun refleksnya tidak sebanding

dengan Lu Xiao Feng, setidaknya masih lebih baik daripada si Untung Besar Sun. Si Untung Besar

Sun benar-benar terlalu banyak minum.

“Untunglah kau menyuruh kami untuk melihat keadaannya, jadi kami tidak begitu terlambat!” Li

Yan Bei menerangkan.

Setelah menemukan luka OuYang Qing, ia segera menotok urat darah di pundak gadis itu untuk

memperlambat penyebaran racun.

“Jadi orang yang benar-benar telah menyelamatkan dia bukanlah aku, tapi kau!” Ia meneruskan.

“Tapi aku masih bingung, bagaimana kau tahu kalau ia yang menjadi sasaran?” Nyonya ke-13

bertanya.

“Sejujurnya, aku pun tidak tahu!”

“Tapi kau berhasil menyelamatkannya!”

“Aku telah melakukan banyak hal yang bahkan aku sendiri tidak begitu yakin bagaimana aku

melakukannya,” Lu Xiao Feng menjawab sambil tersenyum dipaksa. “Jika kalian bertanya padaku

apa yang terjadi atau mengapa hal itu terjadi, aku pun tak dapat memberitahu kalian karena aku

tidak tahu.”

“Walaupun kau tidak tahu, kau tetap bisa melakukannya,” Nyonya ke-13 berujar. “Banyak orang

yang tak dapat melakukannya walaupun mereka tahu.”

“Itulah sebabnya Lu Xiao Feng benar-benar Lu Xiao Feng, satu-satunya Lu Xiao Feng di dunia

ini.” Li Yan Bei menyimpulkan.

Nyonya ke-13 menghela nafas dengan lembut.

“Tak heran dia begitu memperdulikanmu!”

Apakah OuYang Qing benar-benar memperdulikan dirinya?

“Walaupun ia telah tergigit di tangan kirinya dan tak sadarkan diri, tangan kanannya masih

mencengkeram piring berisi siput lapis mentega itu.” Nyonya ke-13 meneruskan. “Ia tak mau

melepaskannya walaupun ia mati, karena ia membuatkannya untukmu, karena….”

Ia tidak meneruskan, karena yang ia katakan itu sudah cukup. Hal ini saja sudah cukup untuk

membuktikan perasaan OuYang Qing padanya.

Lu Xiao Feng menatap wajah OuYang Qing, hatinya tiba-tiba dipenuhi oleh sebuah perasaan yang

tak dapat diuraikan. Ia tak bisa membiarkan OuYang Qing mati, tentu saja tidak! Kematian Xue

Bing telah cukup memberinya duka cita dan penyesalan hingga akhir hayatnya kelak.

Selama itu ada sebuah pertanyaan yang tersimpan di benak Li Yan Bei, akhirnya ia tak bisa

menahannya lagi.

“Apakah kau menemukan orang yang meniup peluit itu?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Siapa dia?”

“Seorang anak kecil!”

Li Yan Bei pun tercengang.

“Apakah ada dalang di balik semua ini?” Ia segera bertanya. Ia memang orang yang berpengalaman

di dunia persilatan, pengamatannya pun tampaknya selalu lebih akurat dan lebih mendalam

daripada orang lain.

“Menurut anak itu, seorang laki-laki tua bungkuk yang menyuruhnya untuk melakukan hal itu!”

“Apakah kau menemukan laki-laki tua itu?”

“Mungkin tidak pernah ada laki-laki tua seperti itu di dunia ini. Aku memang menemukannya, tapi

itu adalah Nyonya Pertama Gong Sun yang sedang menyamar!”

“Siapa Nyonya Pertama Gong Sun ini?”

“Dia adalah kakak OuYang Qing, dan juga sahabatku.”

Li Yan Bei terdiam.

Nyonya ke-13 tak tahan untuk tidak mendengus sedikit.

Koleksi Kang Zusi

“Setidaknya dia memiliki kakak seperti itu, dan kau memiliki sahabat seperti itu!”

Tidak segera menjawab, Lu Xiao Feng memikirkan keadaan itu selama beberapa saat.

“Nyonya Pertama Gong Sun benar-benar seorang kakak, dan juga teman yang baik.”

“Kau masih berpendapat begitu sekarang?”

“Karena aku yakin bahwa dalang sebenarnya di balik semua ini bukanlah Nyonya Pertama Gong

Sun!” Lu Xiao Feng menjelaskan.

“Jika bukan dia, lalu siapa?”

“Orang yang lebih licik dan keji daripada Huo Xiu, lebih cerdik dan tak berperasaan daripada Jin

Jiu Ling,” Tinju Lu Xiao Feng terkepal erat-erat. “Dan kungfu orang ini mungkin lebih hebat

daripada semua orang yang pernah kutemui!”

Satu atau dua kali, ia berpendapat bahwa Huo Xiu dan Jin Jiu Ling adalah musuh paling tangguh

yang pernah ia hadapi karena mereka berdua hampir saja merenggut nyawanya. Setelah menemui

begitu banyak bahaya, kesukaran, dan sedikit keberuntungan, barulah ia berhasil menyingkap kedok

kedua orang itu. Tapi musuh kali ini bahkan lebih menakutkan!

“Bagaimana kau tahu kalau Nyonya Pertama Gong Sun bukanlah dalang yang sebenarnya?” Li Yan

Bei bertanya.

“Aku tidak tahu.”

“Tapi kau curiga bahwa begitulah keadaannya, kau merasa bahwa begitulah keadaan yang

sesungguhnya?” Nyonya ke-13 bertanya.

Lu Xiao Feng tidak menyangkal.

“Kau tidak begitu yakin kenapa kau merasa seperti itu, kan?”

Lu Xiao Feng pun tidak membantahnya.

“Kau benar-benar ajaib,” Nyonya ke-13 menghela nafas. “Tak perduli siapa pun musuhmu, orang

itu benar-benar dalam kesulitan!”

“Tapi kali ini mungkin saja aku yang berada dalam kesulitan!” Sebuah senyuman yang hampir

mengakui kekalahannya muncul di wajah Lu Xiao Feng.

“Jadi di mana Nyonya Pertama Gong Sun sekarang?” Li Yan Bei bertanya lagi.

“Mati!”

“Dan anak itu?….” Nyonya ke-13 bertanya.

“Masih tergeletak di tempat ia pingsan tadi!”

“Kau tidak membawanya ke sini untuk diberi pertolongan?”

“Aku meninggalkannya di sana supaya dia selamat!”

Nyonya ke-13 tidak faham.

“Menurutmu anak itu adalah kaki tangan musuh?” Li Yan Bei malah bertanya.

“Seorang anak berusia 10 tahun tidak akan pernah pergi ke tempat seperti itu sendirian pada malam

hari seperti ini. Peluit itu juga amat aneh, orang yang tidak memiliki tenaga dalam tak akan dapat

membunyikannya!” Lu Xiao Feng kemudian tersenyum. “Di samping itu, dia pun tidak benar-benar

pingsan!”

“Lalu mengapa kau tidak membawanya ke sini untuk ditanyai?” Tanya Li Yan Bei.

“Ia tidak akan mengatakan apa-apa, dan aku tak bisa menanyai seorang anak kecil!”

“Setidaknya kau bisa mengikutinya dengan diam-diam, mungkin dia akan membawamu ke

pembunuh yang sesungguhnya!”

“Jika aku mengikutinya, maka ia tentu akan mati!” Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Menurutmu, dalang yang sebenarnya akan membunuhnya untuk menutup mulut?”

“Mm.”

“Hatiku tidak bisa lagi dianggap dingin, tapi aku tidak menyangka kalau kau bahkan lebih lunak

daripada diriku!” Li Yan Bei menghela nafas.

Kembali Lu Xiao Feng terdiam beberapa lama.

“Seseorang pernah berkata padaku bahwa walaupun sifatku seperti batu-batu di jamban, keras dan

bau, hatiku selembut tahu.” Ia berkata lambat-lambat.

Koleksi Kang Zusi

“Lupakan tahu, hatimu itu sudah hampir seperti siput lapis mentega!” Nyonya ke-13 menghela

nafas sebelum tiba-tiba tersenyum. “Piring berisi siput lapis mentega itu telah keluar, ia

membuatkannya khusus untukmu, setidaknya kau harus makan satu.”

“Aku akan memakannya bila aku telah kembali nanti!”

“Kau akan pergi ke luar? Ke mana?” Li Yan Bei bertanya.

“Mencari seseorang!”

“Siapa?”

“Ye Gu Cheng!”

Li Yan Bei terdiam sekali lagi.

“Jika dia bisa mengobati Pasir Beracun Keluarga Tang dan menolong dirinya sendiri, mungkin dia

pun bisa menyelamatkan OuYang Qing!” Lu Xiao Feng menjelaskan.

Bayangan putih menakutkan telah muncul di wajah OuYang Qing dan bagian kiri wajahnya mulai

membengkak. Ilmu menotok Li Yan Bei tidak begitu hebat, penyebaran racun itu tidak benar-benar

berhasil dihentikan.

“Maukah orang seperti Ye Gu Cheng menolong orang lain?” Nyonya ke-13 mengerutkan

keningnya.

“Walaupun ia tidak mau, aku tetap harus pergi. Walaupun aku harus merangkak dan memohon, aku

akan berusaha agar dia datang ke sini!”

Sambil menatap wajah OuYang Qing, Lu Xiao Feng meneruskan dengan lambat-lambat, sambil

menekankan setiap patah katanya: “Tak perduli apa, aku akan mencari cara untuk

menyelamatkannya!”

---------

Malam semakin larut. Bahkan di tempat yang paling ramai dan paling akhir tutup, Kedai Teh

Musim Semi Yang Cerah, tamu-tamu mulai berpulangan. Dilihat dari keadaannya, kedai itu

tampaknya akan segera tutup. Tapi Lu Xiao Feng masih duduk di sana, sambil menatap sepoci teh

yang baru saja disediakan.

Ia telah menelusuri kota ini dan mengunjungi banyak penginapan, tapi ia tetap tak bisa menemukan

tanda-tanda keberadaan Ye Gu Cheng. Orang yang begitu menyolok dan terkenal seperti Ye Gu

Cheng seharusnya merupakan orang yang amat mudah untuk ditemukan karena tak perduli ke mana

pun dia pergi, dia tentu akan selalu menarik perhatian orang.

Tapi sejak pertemuan di Paviliun Musim Semi Timur, ia seperti menghilang dalam kota ini seperti

XiMen Chui Xue. Tidak ada satu pun tanda bahwa ia masih berada di sekitar sini.

Lu Xiao Feng tidak bisa membayangkan apa penyebabnya. Tidak ada alasan bagi Ye Gu Cheng

untuk bersembunyi. Bahkan Tang Tian Rong, orang yang tulang pundaknya telah ia potong dan

seumur hidupnya mungkin akan menjadi cacat, tidak pergi bersembunyi.

Tang Tian Rong tinggal di sebuah penginapan besar yang bernama “Losmen Keberuntungan” di

salah satu bagian utama di sebelah timur kota. Menurut kabar angin, di sana ada sejumlah tabib

yang memiliki keahlian dalam cedera tulang dan ahli-ahli pengobatan terkenal lainnya. Alasan

kenapa ia masih tinggal di kota ini bukanlah karena lukanya, tapi karena semua jagoan keluarga

Tang telah keluar dari sarangnya dan turun ke kota malam ini juga untuk membalas dendam bagi

saudara mereka.

Tentu saja, hal ini akan menjadi salah satu peristiwa yang mengguncangkan dunia persilatan hingga

ke intinya. Yang satunya lagi adalah, walaupun Yan Ren Ying tidak berhasil menemukan XiMen

Chui Xue, ia berhasil mencari beberapa pembantu yang amat tangguh.

Di antara mereka bukan hanya ada seorang lhama dari Tibet, tapi juga dua jago pedang misterius

yang berlatih selama bertahun-tahun di bayangan Perairan Gunung Dewi. Karena satu atau lain

sebab, orang-orang ini bersedia untuk membantu Yan Ren Ying.

Tidak satu pun perkembangan ini yang akan membantu XiMen Chui Xue atau Ye Gu Cheng.

Kelompok pertama ingin mencari Ye Gu Cheng, yang kedua mencari XiMen Chui Xue. Maka tak

perduli apa pun yang akan terjadi dalam duel nanti, tidak seorang pun dari mereka yang akan

menjalani hidup yang nyaman sesudahnya, siapa pun yang hidup, atau bahkan jika keduanya tetap

hidup. Lu Xiao Feng berhasil menggali banyak berita dan informasi, tapi tak satu pun merupakan

Koleksi Kang Zusi

apa yang ingin ia temukan. Ia bahkan tidak berhasil menemukan Tosu Kayu atau Pertapa Cemara

Kuno.

Para pelanggan warung itu terus berpulangan. Pelayan yang membuatkan teh telah meletakkan poci

air besar yang berada di tangannya dan tiada hentinya melirik ke arah Lu Xiao Feng, jelas

menyuruhnya pulang. Satu hal yang bisa dilakukan Lu Xiao Feng adalah pura-pura tidak

melihatnya, ia benar-benar tak tahu harus pergi ke mana.

Bagaimana mungkin ia pulang menemui OuYang Qing tanpa berhasil menemukan Ye Gu Cheng?

Teh yang baru dibuat tadi telah dingin, malam pun semakin dingin.

Lu Xiao Feng menghela nafas dan mengangkat cangkir itu ke bibirnya. Tapi sebelum cangkir teh itu

menyentuh bibirnya – “Trang!” Tiba-tiba, bersamaan dengan sebuah sinar dingin, cangkir di

tangannya telah hancur.

Waktu sinar itu menghilang, ternyata benda tersebut adalah sebuah panah kecil penusuk tulang yang

bercabang tiga dan berukuran agak besar! Di luar pintu ada sebuah lentera, yang memegangnya

adalah seorang hwesio yang memakai sebuah jubah hijau, kaus kaki putih, dan sepatu yang terbuat

dari anyaman rumput. Ia mendengus dingin pada Lu Xiao Feng. Di antara jago-jago kungfu di

utara, timur laut, hampir tak ada yang menggunakan panah kecil seperti ini.

Tapi lemparan hwesio ini akurat dan cepat. Dari lemparan tadi, Lu Xiao Feng bisa mengetahui

bahwa ia tentu merupakan salah satu yang terbaik di dunia dalam ilmu ini. Tapi ia tidak mengenal

hwesio ini, juga tidak tahu mengapa dia tiba-tiba menyerang. Yang paling aneh, walaupun

lemparannya tadi tidak mengenai sasaran, ia tidak kabur tapi malah tetap berdiri di luar.

Lu Xiao Feng tersenyum. Ia bukan hanya tidak mengejar hwesio itu, tapi malah tersenyum padanya.

Sudah cukup banyak masalah yang sedang ia hadapi dan ia tidak ingin menambahnya lagi.

Sayangnya hwesio ini tidak mau mengerti dan, sambil mengibaskan tangannya, melepaskan dua

panah kecil lagi. Potongan kain kecil yang terikat pada panah itu terdengar berkelepak saat

meluncur di udara; jelas tenaga di balik anak panah ini amatlah kuat.

Lu Xiao Feng menghela nafas lagi. Ia telah menduga bahwa hwesio ini tentu akan menambah

masalah bagi dirinya. Sekarang, walaupun ia tidak ingin keluar, terpaksa ia harus keluar juga.

Sebelum panah itu tiba, ia telah berada di luar. Tapi tak terduga, hwesio itu, saat melihat ia keluar,

membalikkan tubuhnya dan berusaha kabur. Dan waktu Lu Xiao Feng berhenti mengejarnya,

hwesio ini pun akan berhenti dan melambaikan tangannya.

Kejadian-kejadian aneh datang dengan cepat dan terus-menerus sekarang, dan sepertinya Lu Xiao

Feng kembali menemui salah satunya.

Ia tidak ingin meneruskan pengejaran, tapi ia pun tidak bisa berhenti. Setelah melewati dua jalan

raya lagi, hwesio itu tiba-tiba berhenti di mulut sebuah jalan yang gelap.

“Lu Xiao Feng, kau berani masuk ke sini?” Ia mengejek.

Tentu saja Lu Xiao Feng berani, tidak banyak hal di dunia ini yang tidak berani ia lakukan.

Walaupun ia tahu bahwa bila ia berjalan memasuki jalan yang gelap itu, hwesio tersebut bisa

menyerang kapan saja, di sana juga mungkin terdapat banyak perangkap yang tidak bisa ia lihat,

atau si hwesio itu bisa jadi memiliki jurus pembunuh yang belum pernah ia dengar sebelumnya.

Tapi ia tetap berjalan masuk. Ajaib, saat ia masuk, hwesio itu tiba-tiba bertekuk lutut dan menjura

padanya sebanyak tiga kali!

Lu Xiao Feng kembali terperanjat.

Sambil tersenyum, hwesio itu menatapnya.

“Kau mengenaliku?”

Lu Xiao Feng menggelengkan kepalanya, ia belum pernah melihat hwesio ini sebelumnya.

“Lalu apakah kau mengenali panah penusuk tulang bercabang tiga tadi?”

Mata Lu Xiao Feng tampak berkilauan.

“Kau adalah salah seorang anggota keluarga Sheng si ‘Panah Terbang’ dari China tengah?”

“Aku tidak lain adalah Sheng Tong.”

Lu Xiao Feng pun tidak begitu mengenal nama ini. Keluarga Sheng si Panah Terbang tidak

termasuk keluarga yang amat terkenal di dunia persilatan.

“Aku ke sini untuk membalas budi!” Sheng Tong meneruskan.

Koleksi Kang Zusi

“Membalas budi?” Lu Xiao Feng semakin tercengang.

“Seluruh Keluarga Sheng berhutang budi yang amat besar pada Pendekar Besar Lu!”

“Kau tentu keliru, aku tidak pernah berhutang budi pada orang lain, orang juga tidak pernah

berhutang padaku!”

“Aku tidak keliru.” Sheng Tong tampaknya amat yakin pada ucapannya dan sikapnya pun semakin

sungguh-sungguh. “Enam tahun yang lalu, 11 orang anggota keluarga kami lenyap di tangan Huo

Tian Qing dan seluruh keluarga kami diusir keluar dari rumah kami. Sejak itu, orang tuaku pun

terpisah, saudara-saudaraku kehilangan kontak satu sama lain, dan aku terpaksa menjadi seorang

hwesio. Walaupun hutang itu tertulis dalam darah, ilmu kungfu Huo Tian Qing begitu kuat sehingga

aku tidak berani berharap untuk membalaskan dendam itu!”

“Menurutmu, karena aku membunuh Huo Tian Qing dan membalaskan dendam untukmu, maka kau

datang ke sini untuk membalas budi?”

“Benar!”

Lu Xiao Feng hanya bisa menertawakan penderitaannya. Huo Tian Qing bukan mati di tangannya,

begitu pula DuGu Yi He dan Su Shao Ying. Tapi orang-orang tetap menganggap dirinya yang

bertanggung-jawab atas kematian mereka, baik itu yang datang untuk membalas dendam atau yang

mau membalas budi. Apakah sesulit ini memisahkan jarring-jaring pembalasan dan hutang budi di

dunia persilatan?

Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Huo Tian Qing tidak…..”

Sheng Tong tampaknya tidak tertarik mendengar keterangannya dan memotong: “Tak perduli apa,

seandainya Pendekar Besar Lu tidak berada di sana, Huo Tian Qing mungkin akan menikmati hidup

dengan kemasyuran dan kekayaan di Paviliun Intan dan Mutiara dan bukannya di tempat dia berada

sekarang!”

Pernyataan itu tidak salah. Sekali lagi, yang bisa dilakukan Lu Xiao Feng hanyalah menertawakan

penderitaannya sendiri.

“Ok, katakanlah kau berhutang budi padaku, kau barusan telah membayarnya!”

“Menjura hanyalah menunjukkan sikap hormat, bagaimana bisa dihitung sebagai balas budi?”

“Itu tidak terhitung?”

“Tentu saja tidak!”

“Lalu apa yang terhitung?”

Sheng Tong tiba-tiba mengeluarkan sebungkus kain minyak yang tergulung amat rapi dan

menyerahkannya dengan kedua tangan.

“Aku datang ke sini untuk memberikan ini pada Pendekar Besar Lu!”

Lu Xiao Feng hanya bisa menerimanya. Tiba-tiba ia menyadari bahwa dipaksa menerima

pembalasan budi ternyata rasanya tidak jauh lebih baik daripada dipaksa menerima pembalasan

dendam.

Ia belum pernah memikirkan hal ini sebelumnya, tapi yang lebih tidak bisa difikirkan olehnya

adalah kenyataan bahwa di dalam bungkusan itu hanya ada sehelai kain putih dengan bercak darah

dan noda kuning di atasnya. Setelah ia membukanya, bau busuk yang menyengat segera tercium di

udara.

Sekarang Lu Xiao Feng bahkan tak bisa memaksakan dirinya untuk tertawa.

“Kau datang ke sini untuk memberiku kain ini?”

“Ya.”

“Dan kau memberiku ini untuk membalas hutang budimu padaku?”

“Benar.”

Lu Xiao Feng menatap campuran noda dan darah di kain itu, tidak begitu yakin apakah ia ingin

tertawa atau menangis. Hwesio ini melemparkan 5 anak panah padanya sebelum memberinya

potongan kain yang bau ini, semuanya demi membalas hutang budi. Baru pertama kalinya ini ia

pernah mendengar hal seperti ini!

-- Untunglah dia datang untuk membalas budi, apa yang akan dilakukan Lu Xiao Feng jika dia

datang ke sini untuk membalas dendam?

Koleksi Kang Zusi

Satu-satunya harapan Lu Xiao Feng sekarang ini adalah menyingkir dari hwesio ini secepat

mungkin.

“Sekarang kurasa kau telah membalas hutang budimu!”

Ajaib, Sheng Tong tidak menyangkal ucapan ini. Tapi ia masih tidak mau pergi.

“Potongan kain ini mungkin terlihat biasa-biasa saja, bahkan mungkin tak bernilai. Tapi, saat ini,

benda ini amat tinggi nilainya!” Ia berbisik dengan perlahan.

Tak ada orang yang akan setuju bahwa kain ini adalah harta yang tak ternilai, tak perduli bagaimana

pun cara mereka memandangnya. Tapi saat hwesio ini mengatakannya, dengan mimik yang amat

serius, tidak sedikit pun tanda-tanda bergurau bisa ditemukan pada suaranya.

Bahkan perasaan tertarik Lu Xiao Feng pun mulai timbul.

“Apakah ada yang istimewa dengan kain ini?”

“Hanya satu.”

“Apa itu?”

Ekspresi wajah Sheng Tong terlihat semakin berhati-hati dan ia makin merendahkan suaranya.

“Kain ini diambil dari tubuh Ye Gu Cheng!”

Mata Lu Xiao Feng segera bersinar-sinar. Kain yang kotor dan bau ini, di matanya, memang

merupakan sebuah harta yang nilainya melebihi emas padat dan intan.

“Dalam usaha bersembunyi dari Huo Tian Qing serta karena terlalu malu untuk melihat dunia, aku

tinggal di sebuah biara yang terpencil dan telah ditelantarkan. Setelah hwesio tua di sana meninggal

dunia, aku menjadi satu-satunya orang yang tinggal di sana!”

“Apakah Ye Gu Cheng pernah datang ke sana juga?”

“Ia datang sore tadi, di biara itu hanya ada dua kamar tidur. Tidak ada yang tinggal di kamar hwesio

tua setelah si hwesio tua meninggal, apalagi para dermawan atau penziarah. Maka kedatangan orang

itu hari ini merupakan sebuah kejutan besar bagiku!”

“Ia sendirian?”

Sheng Tong mengangguk: “Waktu ia tiba, aku tak tahu kalau dia adalah Majikan Benteng Awan

Putih yang terkenal di seluruh dunia!”

“Lalu bagaimana kau bisa mengetahuinya?”

“Sejak kedatangannya, ia mengunci diri di kamarnya dan memintaku untuk membawakan sebaskom

air bersih ke kamarnya setiap jam, pada jam….”

Ia adalah orang dunia persilatan juga. Bila ia menemui seseorang yang berkelakuan mencurigakan,

ia tentu akan memberikan perhatian lebih.

“Selain air bersih, ia juga memintaku untuk pergi dan membelikan segulung kain putih dan

memberiku bungkusan ini, menyuruhku untuk menguburkannya.”

Tentu saja Ye Gu Cheng tidak mugkin curiga bahwa di biara rusak itu tinggal seorang anggota

dunia persilatan. Maka ia tentu tidak begitu berhati-hati.

“Saat aku pergi ke kota untuk membeli kain, barulah aku mendengar berita tentang lukanya Ye Gu

Cheng oleh Pasir Beracun Keluarga Tang di Zhang Jia Kou, tapi ia datang kembali dan melukai

Tang Tian Rong di Paviliun Musim Semi Timur.”

Karena itu, ia segera meminta penjelasan tentang bagaimana rupa Majikan Benteng Awan Putih itu.

“Sesudah membandingkan penjelasan yang kuketahui, aku pun tahu bahwa tamu asing di biaraku

itu tak lain adalah Majikan Benteng Putih yang telah mengguncangkan seluruh ibukota!”

Lu Xiao Feng menghembuskan nafas yang panjang dan lelah. Akhirnya ia bisa menduga tentang

dua macam teka-teki yang telah membingungkan dirinya selama ini.

-- Ye Gu Cheng, yang tidak menyukai bunga dan tidak pernah perduli pada wanita, membawa

gadis-gadis cantik yang menebarkan karpet bunga untuk tempat berjalannya, semua itu adalah

menutupi bau yang muncul dari lukanya.

-- Lu Xiao Feng tidak berhasil menemukan dirinya di dalam kota karena ia memang tidak tinggal di

kota dan sebenarnya menetap di sebuah biara terpencil.

-- Tentu saja dia tidak membiarkan orang lain tahu bahwa bukan hanya lukanya itu belum sembuh,

tapi malah semakin parah.

Koleksi Kang Zusi

-- Bila seekor singa terluka, ia tentu akan bersembunyi sendirian di gunung, karena khawatir kalau

anjing-anjing liar akan datang memburunya.

Hati Lu Xiao Feng seperti tenggelam. Tadinya ia berharap bahwa Ye Gu Cheng akan dapat

mengobati racun di tubuh OuYang Qing. Tapi sekarang ia baru tahu bahwa Ye Gu Cheng mungkin

tak mampu menolong dirinya sendiri, apalagi orang lain.

“Waktu aku memasuki kota, kira-kira 8 atau 9 dari 10 orang tentu bertaruh untuk Ye Gu Cheng,”

Sheng Tong meneruskan. “Mereka bahkan berani memasang taruhan 7 berbanding 1 untuk dirinya.”

Demonstrasi yang diperlihatkan si Malaikat dari Luar Langit di Paviliun Musim Semi Timur telah

mengguncangkan seisi kota.

“Jika seseorang, siapa saja, mengetahui berita ini, melihat kain ini, mungkin….” Sheng Tong tidak

menyelesaikan ucapannya.

Jika seseorang tahu tentang hal ini, apa yang akan terjadi di kota ini bukanlah hanya sesuatu yang

tidak mampu ia ucapkan, tapi sesuatu yang bahkan tak sanggup ia bayangkan.

“Kau benar, kain ini benar-benar merupakan harta yang tak ternilai,” Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Aku tidak sepadan untuk menerima hadiah yang demikian berharga.”

“Walaupun aku bukan siapa-siapa, aku juga tidak suka berhutang budi pada orang lain, persis

seperti Pendekar Besar Lu,” sebuah senyuman akhirnya muncul di wajah Sheng Tong. “Asalkan

Pendekar Besar Lu menerima hadiah kecil yang sederhana ini, aku akan lebih dari puas.”

Bukannya menjawab, Lu Xiao Feng malah berfikir dulu sebentar.

“Di mana letak biaramu itu?” Tiba-tiba ia bertanya.

“Apakah Pendekar Besar Lu ingin datang dan menemui Majikan Benteng Awan Putih?”

Lu Xiao Feng tersenyum.

“Bukannya aku tidak percaya padamu, aku sebenarnya memang ingin menemuinya.” Terlihat

tanda-tanda kesedihan dan kesepian dalam senyumannya, dengan perlahan-lahan ia meneruskan.

“Walaupun kami hanya bertemu dua kali secara singkat, aku tetap menganggapnya sebagai seorang

sahabat….”

Ia faham bahwa Ye Gu Cheng tentu membutuhkan seorang sahabat saat ini, dan ia juga tahu bahwa

Ye Gu Cheng tidak memiliki banyak sahabat. Saat ini, bagi Ye Gu Cheng, seorang sahabat sejati

mungkin lebih sukar ditemukan daripada obat.

----------

Bab 4: Seseorang Yang Harus Dirawat

Tanggal 14 September, pagi hari. Li Yan Bei keluar dari rumah ke-13 dari 30 buah rumahnya dan

mulai berjalan kaki menembus kabut. Walaupun langkah kakinya masih lebar, tapi juga terlihat

berat. Walapun ia masih berjalan dengan tegak seperti biasa, matanya menyiratkan keletihan. Ia

tidak tidur semalaman.

Dalam 11 tahun terakhir ini, biasanya ada segerombolan orang yang mengikutinya saat berjalan

kaki pagi hari di tengah kabut. Tapi hari ini berbeda. Tidak seorang pun berada di sana.

Matahari belum terbit, es menutupi dedaunan dan pohon-pohon. Hari ini bahkan lebih dingin

daripada kemarin, tidak lama lagi gumpalan salju tentu akan mulai memenuhi angkasa.

Musim dingin di negara-negara utara akan selalu datang lebih cepat, khususnya bagi Li Yan Bei.

Bagi dirinya, musim dingin telah tiba di hatinya.

Di tengah kabut yang tebal, seseorang berjalan menghampirinya di jalan raya. Sebelum Li Yan Bei

melihat wajahnya, ia telah melihat sepasang mata yang berkilauan itu.

“Lu Xiao Feng?”

“Ini aku.” Lu Xiao Feng berhenti di bawah sebatang pohon yang layu, menunggunya. “Jika

seseorang bisa berjalan-jalan setiap pagi, ia tentu akan memiliki kesehatan yang baik dan umur

yang panjang.”

Ia sedang tersenyum, tapi itu bukanlah senyuman yang riang.

“Sudah berapa lama kau berjalan-jalan di luar sini?” Li Yan Bei bertanya.

“Rasanya sekitar satu jam lebih!”

Koleksi Kang Zusi

“Mengapa kau tidak masuk?”

Lu Xiao Feng tersenyum lagi, kali ini bahkan lebih dipaksakan lagi.

“Aku takut!”

Li Yan Bei memandangnya dengan heran.

“Kau takut? Kau bisa takut juga?”

“Tentu saja, dan amat sering.”

“Apa yang kau takuti?” Li Yan Bei tidak menunggu jawaban Lu Xiao Feng sebelum mengajukan

sebuah pertanyaan lain. “Apakah kau takut melihat OuYang?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Ia masih hidup,” Li Yan Bei menepuk pundaknya. “Tampaknya racun itu tidak begitu mematikan

seperti kelihatannya!”

Lu Xiao Feng menghela nafas yang panjang dan lega.

“Cuma kau hari ini?” Tiba-tiba ia bertanya.

Li Yan Bei mengangguk, tiba-tiba ia tampak amat lelah.

“Mereka harus melakukan sesuatu hari ini!”

“Kalau begitu seharusnya kau tidak keluar!”

Li Yan Bei tertawa kecil, tawanya itu pun tidak terlihat riang.

“Sesudah kejadian kemarin, seharusnya kau lebih berhati-hati.”

Li Yan Bei berjalan bersisian dengan Lu Xiao Feng, tanpa mengucapkan apa-apa.

“Dalam 11 tahun terakhir, aku selalu berjalan-jalan di sekitar sini pada pagi hari,” tiba-tiba ia

berkata setelah mereka berjalan beberapa lama. “Tiga ratus enam puluh lima hari dalam setahun,

hujan atau salju, aku tak pernah melewatkannya satu hari pun.”

Daerah ini adalah miliknya. Kapan pun ia berjalan-jalan menelusuri jalanan yang tua tetapi lebar

ini, hatinya akan selalu dipenuhi oleh perasaan bangga dan puas, persis seperti seorang jenderal

yang sedang memeriksa pasukannya, atau seorang Kaisar yang sedang melihat-lihat wilayah

kekuasaannya.

“Jika aku adalah kau, aku pun mungkin akan berjalan-jalan seperti ini setiap harinya.” Lu Xiao

Feng memahami perasaannya.

“Tentu saja kau pun akan melakukannya!”

“Tetapi, aku akan membuat pengecualian hari ini!”

“Tentu saja kau tidak akan melakukannya!”

“Tapi hari ini….”

“Terutama hari ini, kau tidak boleh melewatkannya!”

“Mengapa tidak?”

Li Yan Bei bimbang, sambil mengamati toko-toko tua tetapi bersih di kedua sisi jalan, matanya

tampak dipenuhi oleh perasaan sedih dan nostalgia. Setelah hening beberapa lama, akhirnya ia

menjawab.

“Karena hari ini mungkin saat terakhir untukku!”

“Saat terakhir?” Lu Xiao Feng memandangnya dengan heran. “Mengapa ini saat terakhirmu?”

Li Yan Bei tidak menjawab pertanyaan ini, ia malah tetap diam untuk beberapa lama sebelum

mengajukan pertanyaannya sendiri: “Kau pernah bertemu dengan anak-anakku?”

Lu Xiao Feng menggelengkan kepalanya. Ia belum pernah bertemu, juga tidak faham mengapa Li

Yan Bei tiba-tiba mengajukan pertanyaan ini.

“Aku punya 19 orang putera, yang terkecil baru berusia 2 tahun.” Li Yan Bei meneruskan dengan

perlahan. “Mereka semua puteraku, darah dagingku sendiri.”

Lu Xiao Feng tidak berkata apa-apa dan mendengarkan saja apa yang hendak ia katakan.

“Tahun ini aku berusia 50 tahun. Walaupun aku terlihat kuat, kenyataannya aku sudah tua.”

“Kau belum tua,” Lu Xiao Feng berusaha tertawa. “Ada orang yang mengatakan bahwa hidup

seorang laki-laki dimulai saat mereka berusia 50 tahun!”

“Tapi aku tidak.” Li Yan Bei pun berusaha tertawa, tetapi gagal. “Karena aku tidak ingin melihat

anak-anakku menderita.”

Koleksi Kang Zusi

“Apakah kau benar-benar telah menjual seluruh tanah ini?” Lu Xiao Feng akhirnya memahami apa

yang ia maksudkan.

“Aku tidak ingin melakukannya,” Li Yan Bei mengangkat kepalanya dan ia menjawab dengan

muram. “Tapi mereka memberiku penawaran yang terlalu bagus untuk dilewatkan begitu saja.”

“Penawaran apa itu?”

“Mereka bukan hanya mau mengambil tanggung-jawab mengenai masalah hutang, mereka juga

menjamin keselamatan seluruh keluargaku untuk pindah ke Selatan!” Akhirnya ia tertawa, tapi tawa

itu terlihat menyedihkan. “Aku tahu bahwa wilayah selatan sungai Yangtze adalah tempat yang

bagus. Setiap musim semi, burung-burung akan memenuhi angkasa, buah persik pun akan matang

untuk dipetik, pohon willow akan bergoyang-goyang. Jika anak-anak tumbuh di sana, mereka tidak

akan pernah tumbuh menjadi seorang bajingan tua seperti diriku.”

Lu Xiao Feng memandangnya.

“Kau benar-benar seorang bajingan tua!” Ia menghela nafas.

“Kau tidak punya anak, maka kau mungkin tidak mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang

ayah!” Li Yan Bei tersenyum kesal.

“Aku mengerti.”

“Jika kau mengerti, maka seharusnya kau tahu mengapa aku berbuat seperti ini!”

“Aku tahu.”

“Jika XiMen Chui Xue kalah, maka aku tidak bisa pergi ke mana-mana, dan tidak ada yang bisa

kuperbuat dalam hal ini.”

Lu Xiao Feng juga tahu hal ini. Tak ada orang yang memiliki 19 orang putera bisa berbuat banyak

dalam hal ini.

“Setelah melihat Ye Gu Cheng kemarin, aku tahu kalau aku tidak punya kesempatan untuk

menang.”

“Bukan kau, XiMen Chui Xue!”

“Tapi jika dia kalah, aku kalah jauh lebih banyak darinya!”

“Aku tahu.”

“Maka kau seharusnya tidak menyalahkanku karena berbuat seperti ini.”

“Aku tidak menyalahkanmu,” Lu Xiao Feng menjawab. “Aku hanya merasa bahwa hal itu agak

memalukan bagimu.”

“Agak memalukan? Apa maksudmu?”

Lu Xiao Feng tidak menjawab pertanyaan ini, tapi ia malah balik bertanya: “Pada siapa kau menjual

tanahmu?”

“Gu Qing Feng.”

“Siapa Gu Qing Feng itu?”

“Seorang pendeta Tao.”

“Pendeta Tao?” Lu Xiao Feng terkejut mendengar jawaban itu.

“Ada banyak jenis pendeta Tao.”

“Jenis apakah dia?”

“Jenis yang kaya dan berkuasa.” Li Yan Bei meneruskan penjelasannya. “Ada dua sekte Taoisme,

pemimpin Sekte Selatan adalah Pendeta Zhang dari Gunung Naga dan Harimau, dan pemimpin

Sekte Utara adalah Ketua Kuil Awan Putih!”

“Dia adalah Ketua Kuil Awan Putih?”

Li Yan Bei mengangguk: “Kuil Awan Putih berada di luar kota. Banyak pejabat yang sering

bertamu di kuil itu, bahkan ada yang menjadi muridnya!”

“Jadi, walaupun namanya adalah seorang pendeta Tao, sesungguhnya dia adalah tuan tanah yang

terkaya dan paling berkuasa di sini.” Lu Xiao Feng mengejek.

“Jika dia bukan orang seperti itu, mungkinkah aku menyerahkan tanahku padanya?” Li Yan Bei

tersenyum sedih.

“Masih bisakah kau menundanya?”

“Aku telah menerima tawarannya dan telah memberikan semua surat-suratku padanya.”

“Apakah semua anak buahmu sekarang juga telah menjadi anak buahnya?”

Koleksi Kang Zusi

”Kendali sebenarnya untuk wilayah ini bukan berada di tanganku, tapi di tangan Komisi.”

“Apakah ia telah menjadi ketua Komisi sekarang?”

“Posisi ketua juga sudah menjadi miliknya sekarang ini,” Li Yan Bei menghela nafas. “Aku telah

menyerahkan padanya Bendera Naga yang diserahkan padaku oleh ketua terdahulu di hadapan

beberapa orang saksi!”

“Siapa yang mencari saksi-saksi itu?”

“Dia, tapi mereka semua adalah jago-jago kungfu dan pejabat yang selalu aku hormati.”

“Siapa saja?”

“Yang satunya adalah Tosu Kayu dari Wudang, yang lain adalah Pertapa Cemara Kuno dari

Gunung Huang, dan yang terakhir adalah Hwesio Jujur!”

Lu Xiao Feng terkejut. Begitu terkejutnya sehingga ia berhenti berjalan.

“Tak heran kalau aku tidak bisa menemukan mereka!” Wajahnya pun tampak berubah warna. “Aku

pergi dan mereka datang!”

“Aku tidak menyebut-nyebut namamu pada mereka!”

“Jika mereka yang menjadi saksinya, maka kau benar-benar tidak bisa membatalkannya lagi!”

“Aku memang tidak ingin membatalkannya, aku telah membuat keputusan yang tetap!” Ia menatap

wajah Lu Xiao Feng. “Tapi tampaknya kau ingin mengatakan sesuatu.”

Lu Xiao Feng terdiam untuk beberapa lama.

“Ada sesuatu yang hendak kuberitahukan padamu!” Akhirnya ia mengangguk dengan begitu

perlahan.

“Apa?”

“Daerah selatan sungai Yangtze bukan hanya tempat yang bagus, tapi juga penuh dengan wanita

cantik. Lebih baik kau jaga sikapmu saat kau tiba di sana.” Ia tertawa. “Hanya ada 30 hari dalam

sebulan. Jika kau menikahi 30 orang wanita lagi, kepalamu tentu akan pecah!”

Li Yan Bei juga tertawa, menepuk-nepuk pundak Lu Xiao Feng dan tertawa: “Jangan khawatir. Aku

akan menyerahkan semua gadis cantik di sana untukmu!”

Lu Xiao Feng mendongakkan kepalanya dan tertawa.

“Kalau begitu, sebaiknya aku segera mengunjungimu, jangan-jangan nanti kau berubah fikiran!”

Ia tidak berkata apa-apa tentang Ye Gu Cheng. Beberapa kali ia ingin menyebut-nyebut tentang hal

itu, tapi akhirnya membatalkannya. Li Yan Bei adalah sahabatnya. Jika seorang sahabat hendak

pergi, mengapa tidak mengantarkan kepergiannya dengan senyuman? Jika seorang sahabat bisa

tersenyum, maka jangan buat dia menderita atau menyesal. – Ini adalah prinsip Lu Xiao Feng. Tapi

ia tentu harus mengenali dulu siapa sahabat dan siapa musuhnya.

“Kapan kau hendak berangkat?” Tiba-tiba ia bertanya.

“Mungkin lusa.” Sambil menatap kota yang kuno tetapi indah itu, mata Li Yan Bei tiba-tiba

dipenuhi oleh perasaan sedih dan nostalgia. “Walaupun aku sekarang hanya seorang penonton

biasa, aku tetap ingin tahu hasil duel ini.”

Lu Xiao Feng mengangguk dengan perlahan, ia faham perasaan Li Yan Bei saat ini.

“Bila kau pergi nanti, mungkin aku tidak dapat mengantarkanmu. Tapi jika kau datang lagi, tak

perduli betapa derasnya hujan, betapa kuatnya tiupan angin, aku tentu akan berada di sana untuk

menyambutmu!” Ia memaksakan sebuah senyuman di wajahnya. “Aku tidak pernah menyukai

perpisahan.”

Perpisahan selalu membuat orang sedih, walaupun ia tidak begitu perduli pada hidup atau mati, ia

selalu memandang penting pada perpisahan.

“Aku tahu.” Li Yan Bei juga memaksakan sebuah senyuman di wajahnya. “Walaupun aku tak

pernah kembali jika aku telah pergi, aku akan selalu menyambutmu kapan saja kau datang ke

selatan.”

Lu Xiao Feng tidak berkata apa-apa lagi dan hanya berjalan beriringan dengannya selama beberapa

saat.

“Tosu Kayu dan kelompoknya, apakah mereka pergi bersama Gu Qing Feng?”

“Ya.”

“Menurutmu, ke mana mereka pergi?”

Koleksi Kang Zusi

“Kuil Awan Putih. Masakan sayur dan arak mereka amat terkenal di sini.”

-------------

Kuil Awan Putih seperti benar-benar berada di awan. Atapnya yang keemasan tampak berkilauan

diterpa sinar matahari dan kuil itu berdiri tegak dan megah di atas sebuah gunung. Kabut masih

belum buyar, maka dari jauh kuil itu terlihat seperti sebuah istana yang mengambang di antara

awan. Pintu-pintunya yang hitam besar dengan pengetuk pintu berbentuk seperti kepala binatang

dan terbuat dari perunggu telah dibuka, tapi tidak ada orang yang terlihat. Angin pagi sayup-sayup

membawa suara dengungan orang yang membaca doa. Para pendeta Tao tentu sedang melakukan

renungan pagi.

Tapi di aula utama pun tidak ada orang, hanya sejumlah daun yang baru gugur terlihat menari-nari

tertiup angin di luar sana.

Lu Xiao Feng melangkahkan kakinya ke halaman, melewati aula utama yang dipenuhi oleh asap

dupa, dan keluar melalui sebuah pintu kecil di belakang. Di sana ia bertemu dengan seorang

pendeta Tao yang mengenakan jubah hijau dan topi kuning dan sedang berdiri di bawah sebatang

pohon payung China, memandang padanya dengan tatapan sedingin es. Walaupun daun-daun di

pohon itu belum berguguran, warna musim gugur di halaman itu tampak lebih kental.

“Apakah Pendeta Gu Qing Feng berada di sini?” Lu Xiao Feng mencoba bertanya.

Tosu itu tidak menjawab. Matanya yang berkilauan tampak seperti pisau belati yang menembus

kabut. Angin berhembus lewat dan rompi kuning di punggung pendeta itu tampak menari-nari. Lu

Xiao Feng tiba-tiba menyadari bahwa di punggungnya terdapat sebatang pedang bersarung hitam.

“Apakah bapak pendeta sendiri Pendeta Gu itu?”

Masih tidak ada jawaban dari tosu itu, wajahnya pun tetap tanpa emosi.

Lu Xiao Feng tertawa canggung untuk mencoba memecahkan ketegangan itu.

“Sepertinya tosu ini tuli, kurasa aku bertanya pada orang yang salah.”

Tapi tosu ini tidak tuli, tiba-tiba ia mendengus dengan dingin: “Kau bukan bertanya pada orang

yang salah, tapi kau datang ke tempat yang salah.”

“Bukankah ini Kuil Awan Putih?”

“Ya.”

“Orang tidak boleh datang ke mari?”

“Orang lain boleh, hanya kau yang tidak!”

“Kau tahu siapa aku?” Lu Xiao Feng tak tahan untuk tidak bertanya.

Tosu itu hanya menyeringai dan tiba-tiba ia bergeser selangkah ke samping. Kulit di sisi pohon itu

telah terkelupas dan di situ tertulis 8 patah kata dalam tinta hitam: “Phoenix Kecil Terbang

Melintas, Mati Di Bawah Pohon Ini!”

“Kau memang tahu siapa diriku!” Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Phoenix mati di bawah pohon, pohon ini akan menjadi nisanmu!”

“Pernahkah kita bertemu sebelumnya?” Lu Xiao Feng tiba-tiba bertanya.

“Belum.”

“Apakah ada sengketa masa lalu di antara kita?”

“Tidak.”

“Bagaimana dengan sengketa baru?”

“Juga tidak ada.”

“Karena kita belum pernah bertemu sebelumnya, dan tidak ada sengketa di antara kita, mengapa

kau ingin membunuhku?” Sebuah tawa pertanda jengkel muncul di wajah Lu Xiao Feng.

“Karena kau adalah Lu Xiao Feng!”

“Tampaknya alasan itu sudah cukup!” Senyuman Lu Xiao Feng terlihat semakin menyedihkan.

“Memang!” Dengan sebuah kibasan tangannya, ia telah menghunus pedangnya!

“Pedang yang bagus!” Pedang itu berkilauan seperti banjir bandang di musim gugur. Tosu itu

menyentil badan pedang dengan jarinya, terdengar suara denting yang keras. Mendengar suara itu, 6

orang tosu yang berpakaian serupa dengannya tiba-tiba muncul di keempat penjuru. Enam orang,

enam pedang, semuanya sama-sama merupakan pedang antik yang amat bagus.

Koleksi Kang Zusi

Rumbai-rumbai kuning di ujung pedang terlihat mengepak-ngepak dihembus angin. Tiba-tiba,

mereka bertujuh menyerang pada saat yang bersamaan, yang digunakan tak lain adalah ilmu pusaka

Sekte Tao Utara, Formasi Bintang Biduk Besar dari Sekte Quanzhen yang terkenal di seluruh dunia.

Tosu bermuka kayu tadi jelas merupakan orang yang bertanggung-jawab dalam memimpin formasi

itu.

Jurus-jurusnya amat cekatan dan mengalir seperti arus, walaupun ia masih belum sehebat XiMen

Chui Xue dan Ye Gu Cheng, pedangnya cukup tangkas dan bergerak sekehendak hatinya, membuat

dirinya termasuk seorang jago pedang di dunia persilatan.

Belum lagi susunan Formasi Bintang Biduk Besar itu, dengan kerja sama tim yang baik, ketujuh

pedang itu seperti memiliki kekuatan 70 buah pedang. Bahkan Lu Xiao Feng pun merasakan

kesukaran untuk balas menyerang. Pedang-pedang itu seperti jala di sekelilingnya. Ia merasa seperti

seekor ikan yang terperangkap di dalam jala, melompat naik turun, ke kiri dan ke kanan di dalam

jala, tapi ia tetap tidak bisa keluar. Jala itu pelan-pelan mulai merapat.

“Pedangnya bagus, jurus pedangnya pun hebat, tapi sayang orang-orangnya keliru!” Lu Xiao Feng

tiba-tiba menghela nafas.

Tidak ada yang bertanya: “Keliru di mana?” Bahkan jika ada yang ingin bertanya, ia tidak memiliki

kesempatan itu. Dalam sekejap, Lu Xiao Feng mulai bergerak. Hanya dengan sebuah liukan

tubuhnya yang sederhana, tangannya telah berhasil mencengkeram pergelangan tangan si tosu

kepala dan mendorongnya dengan pelan. Yang terjadi selanjutnya adalah rentetan suara dentingan

logam saat pedang-pedang itu berbenturan dan bunga api pun beterbangan. Lu Xiao Feng, kembali

dengan sebuah gerakan sederhana, berhasil lolos dari kepungan jala itu.

Tapi dalam sekejap itu juga, sebuah suara tawa yang dingin terdengar saat selarik sinar terbang

menghampiri seperti pelangi. Kekuatan dan kecepatan serangan ini jauh di atas tosu tadi. Lu Xiao

Feng baru saja lolos dari cengkeraman formasi tadi dan larik sinar itu telah tiba beberapa inci dari

tenggorokannya.

Hawa pedang yang dingin membeku telah menyentuh kulitnya. Lu Xiao Feng malah tertawa dan ia

tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menjepitkan jari-jarinya.

Musuhnya bahkan belum sempat mendengar tawanya saat pedangnya telah terjepit. Tangannya

ternyata lebih cepat daripada suara!

Hawa itu menghilang. Dengan dua jari tangan menjepit pedang, Lu Xiao Feng tersenyum pada lakilaki

di hadapannya – seorang laki-laki setengah umur berwajah putih dengan sedikit jenggot dan

mengenakan pakaian sutera yang indah. Orang ini balas menatapnya, dengan terperanjat.

Tak ada orang yang bisa percaya bahwa ada orang yang secepat ini di dunia, orang ini tentu saja

tidak mempercayainya juga. Ia yakin bahwa ilmu pedangnya setara dengan Ye Gu Cheng dan

XiMen Chui Xue, percaya bahwa serangan terakhirnya itu tak akan pernah gagal. Baru sekarang ia

menyadari bahwa ia keliru.

Saat itulah sebuah suara tawa bisa terdengar dari bangunan di belakang pohon payung China itu:

“Sudah kubilang kan sebelumnya! Malaikat Luar Langit Ye Gu Cheng dan jari Lu Xiao Feng

adalah ilmu kungfu yang tidak ada tandingannya di dunia ini! Sekarang kau percaya padaku?”

“Kita beruntung melihat pertunjukan ini, aku merasa kagum!” Satu orang lagi terdengar menghela

nafas.

Laki-laki setengah umur itu pun tiba-tiba menghela nafas: “Lu Xiao Feng benar-benar Lu Xiao

Feng!”

Suara tawa itu berasal dari Tosu Kayu dan Lu Xiao Feng menduga bahwa orang yang menghela

nafas tadi tak lain adalah Gu Qing Feng. Ada orang yang tampaknya selalu memiliki senyuman di

wajahnya dan Gu Qing Feng adalah salah satu di antaranya. Dia memang orang yang bersih dan

enak dilihat, bila tersenyum maka dirinya terlihat lebih hangat dan ramah.

Sambil tersenyum, ia mendekat dan menghapus tulisan di pohon itu dengan perlahan: “Tuan Lu

mungkin sudah tahu bahwa semua ini hanya…..”

“Hanya sebuah gurauan.” Lu Xiao Feng menyelesaikan ucapannya.

“Kau tahu?” Gu Qing Feng tampak terkejut.

Lu Xiao Feng mengangguk.

Koleksi Kang Zusi

“Karena sudah banyak orang yang bergurau seperti ini sebelumnya denganku.”

“Ini memang bukan gurauan yang begitu lucu,” tatapan mata tanda penyesalan pun muncul di mata

Gu Qing Feng.

“Tidak, tidak begitu lucu, tapi juga tidak jelek!” Lu Xiao Feng meyakinkan dirinya. “Setidaknya,

setiap kali seseorang bergurau seperti ini padaku, akhirnya aku selalu merasa amat beruntung.”

“Mengapa?”

“Jika aku tidak beruntung, maka gurauan ini tidak menjadi gurauan lagi!” Lu Xiao Feng menjawab

terus terang dan ia dengan lembut dan perlahan-lahan meletakkan pedang yang berada di antara jarijari

tangannya, seolah-olah ia khawatir kalau pedang itu akan melukai jarinya.

Laki-laki setengah baya berpakaian sutera itu juga tersenyum, itu juga senyuman pertanda meminta

maaf: “Awalnya aku tidak ingin terlibat dalam gurauan ini, tapi mereka semua menjamin bahwa

tidak ada orang yang bisa menyentuh tenggorokan Lu Xiao Feng dengan serangan pedangnya, maka

aku….”

“Maka kau pun menguji ucapan itu?” Lu Xiao Feng menyelesaikan ucapannya. Ia tertawa kecil dan

meneruskan: “Walaupun aku ingin marah, aku tidak berani marah di hadapan Komandan Istana

Yang Mulia!”

“Kau tahu siapa aku?” Orang itu tampak terkejut.

Lu Xiao Feng tersenyum.

“Selain dari ‘Bangsawan Pedang Dewa’ Tuan Ketiga Yin Xian, siapa lagi di dunia ini yang mampu

melancarkan jurus ‘Gadis Memintal Benang’ tadi?”

Tosu Kayu kembali tertawa terbahak-bahak.

“Bukankah sudah kubilang sebelumnya? Bukan hanya tangannya yang luar biasa, matanya pun

begitu pula!”

Setiap orang di dunia persilatan tahu bahwa ada empat orang jago kungfu yang bertindak sebagai

Komandan Utama di Istana Kerajaan, tapi hanya segelintir orang yang pernah melihat mereka.

“Matamu benar-benar luar biasa!” Sambil tertawa terbahak-bahak, Yin Xian menepuk pundak Lu

Xiao Feng. “Belum sampai sepuluh tahun aku memasuki dunia persilatan, tidak kuduga kalau kau

pun tahu siapa aku!”

“Hanya ada beberapa orang yang mampu melancarkan jurus ‘Gadis Memintal Benang’, tapi yang

benar-benar mampu mengeluarkan seluruh kekuatan dan tenaga dari jurus itu hanya ada satu orang

di dunia ini!” Lu Xiao Feng menambahkan sambil tersenyum, orang ini memberikan kesan yang

baik pada dirinya.

Dalam bayangannya, Komandan Istana tentu tipe orang yang selalu melihat ke atas. Setidaknya

orang ini terlihat ramah dan memiliki tawa yang amat murni dan menyenangkan serta membuat

orang gembira. Maka Lu Xiao Feng pun berharap dapat menghiburnya sedikit.

Mata Yin Xian segera bersinar-sinar dan ia tiba-tiba mencengkeram tangan Lu Xiao Feng.

“Kau mengatakan yang sebenarnya?”

“Aku tidak pernah berdusta.”

“Kalau begitu, tolong katakan padaku, bagaimana jurus Gadis Memintal Benang-ku tadi bila

dibandingkan dengan Malaikat Luar Langit Ye Gu Cheng?”

Lu Xiao Feng menghela nafas. Kebenaran tidak selalu ingin didengar orang.

“Kau yakin kalau kau ingin aku mengatakannya padamu?”

“Aku tahu kalau kau juga pernah menghadapi Malaikat Luar Langit sebelumnya, maka kau adalah

satu-satunya orang di dunia ini yang pantas untuk menilai!”

“Waktu aku menangkap pedangnya, di belakangku ada sebuah dinding,” Lu Xiao Feng menjawab

sambil berfikir. “Aku tidak perlu mengkhawatirkan bagian belakangku. Saat aku menangkap

pedangmu, di belakangku masih ada 7 buah pedang!”

Sinar di mata Yin Xian kembali meredup.

“Jadi aku tidak sehebat dia?”

“Sejujurnya, tidak!”

“Setidaknya aku akhirnya bisa menyaksikan engkau beraksi, tapi Malaikat Luar Langit….”

Tawa Gu Qing Feng tiba-tiba menghentikan mereka.

Koleksi Kang Zusi

“Kau akan segera menyaksikan Malaikat Luar Langit!”

“Benarkah?”

“Tentu saja!”

Mata Yin Xian kembali bersinar-sinar.

“Karena besok malam adalah malam bulan purnama!”

“Dan di ‘puncak Zi Jing’ sekarang menjadi ‘puncak Zi Jin’!” Gu Qing Feng tersenyum. “Jadi jika

orang lain tidak, kau pasti akan menonton.”

Tinju Yin Xian mengepal di pedangnya. “Di puncak Kota Terlarang, mereka memilih tempat

seperti itu… Dari mana mereka mendapat keberanian itu!” Ia bergumam.

“Tanpa kungfu yang amat hebat, dari mana lagi bisa mendapatkan keberanian itu?” Gu Qing Feng

menjawab.

Yin Xian terdiam sebentar.

“Seharusnya kau tidak memberitahukan hal ini padaku.” Tiba-tiba ia berujar.

“Mengapa tidak?”

“Jangan lupa bahwa aku adalah seorang Komandan Pengawal Istana, bagaimana mungkin aku bisa

membiarkan mereka memasuki istana?”

“Kau bisa membuat pengecualian!”

“Mengapa aku harus membuat pengecualian?”

“Karena aku tahu bahwa kau tentu sangat ingin menyaksikan Malaikat Luar Langit yang tiada

tandingannya itu!”

Yin Xian menghela nafas dan sebuah senyuman tanda menyerah lalu muncul di wajahnya.

“Kau tahu masalahmu yang terbesar? Kau tahu terlalu banyak!”

“Benar-benar terlalu banyak!” Lu Xiao Feng pun menghela nafas.

“Kurasa kau tidak mengira kalau aku akan tahu tentang hal ini, kan?”

“Ini memang sebuah rahasia!”

“Rahasia,” Gu Qing Feng tersenyum. “Di ibukota ini, tidak ada yang benar-benar rahasia!”

“Jadi kau pun tahu kalau aku akan datang?”

“Kau adalah sahabat Li Yan Bei. Jika bukan karenamu, dia mungkin sudah mati di tangan Du Tong

Xuan!”

“Sebenarnya, kami memang sedang mencarimu,” Tosu Kayu tiba-tiba memotong. “Tapi akhirnya

kami malah menjadi saksi transaksi itu!”

“Bagaimana dengan Hwesio Jujur?”

“Aku yang mengajaknya. Aku tahu kalau kau sedang mencari dirinya.”

“Sayangnya kami terlambat tiba di sana,” Gu Qing Feng menambahkan. “Tidak sempat merasakan

daging kambing Nyonya Ke-13 yang terkenal itu!”

“Seorang pendeta boleh makan daging kambing?”

Gu Qing Feng tertawa.

“Jika seorang pendeta tidak boleh makan daging kambing, mengapa dia mau menghabiskan uang

satu juta sembilan ratus lima puluh ribu tael perak untuk membeli sesuatu dari Li Yan Bei?”

“Mungkin karena dia amat yakin kalau dia tidak akan kalah?” Tatapan Lu Xiao Feng seperti

menembus wajah Gu Qing Feng.

“Jika itu adalah taruhan yang tidak mungkin bisa dimenangkan, maukah kau membayarnya?” Gu

Qing Feng menjawab dengan santai.

“Tidak.”

“Dan jika kau setuju untuk menanggung taruhan itu, bukankah itu berarti bahwa kau setidaktidaknya

cukup punya keyakinan?”

Lu Xiao Feng tertawa.

“Tampaknya kau persis seperti aku, tidak tahu bagaimana caranya berdusta!”

“Bagaimana seorang pendeta bisa berdusta?”

“Tapi sayangnya, sepertinya juga sukar bagiku untuk memintamu mengatakan yang sebenarnya!”

“Seorang pendeta harus menguasai seni menghindar,” Gu Qing Feng bergurau. “Orang harus dapat

berdiri pada garis antara kejujuran dan dusta. Tidak jujur, juga tidak berdusta!”

Koleksi Kang Zusi

Yin Xian tiba-tiba menepuk pundak Lu Xiao Feng lagi.

“Sebenarnya kau telah mempelajari sesuatu yang kecil darinya,” ia bergurau. “Sekali-sekali,

katakan separuh bagian dari suatu kebenaran, dan berdustalah sekali atau dua kali.”

“Sayangnya, setiap kali berdusta kakiku terasa kejang dan aku jadi bicara tak keruan.” Lu Xiao

Feng menghela nafas.

Yin Xian menatapnya tidak percaya.

“Benarkah?”

“Tidak!”

______________________________

Ruang meditasi itu penuh dengan orang. Setiap orang duduk dengan rapi, tenang, dan khusyuk

dalam barisannya, seperti sebuah ruangan berisi murid-murid yang baik dan penurut yang sedang

menunggu lonceng sekolah. Tentu saja, mereka bukan anak-anak, mereka juga tidak terlalu baik.

Lu Xiao Feng pernah melihat mereka sebelumnya, semuanya. Orang-orang ini telah mengikuti Li

Yan Bei berjalan pagi setiap harinya sejak hari saat si “Golok Emas” Feng Kun dilemparkan ke

sungai es, tidak seorang pun berani ketinggalan acara jalan pagi itu. Tapi mulai hari ini, tidak

seorang pun dari mereka akan mengikuti acara itu lagi.

-- Cuma kau hari ini?

-- Mereka semua ada urusan hari ini!

Ternyata inilah urusan yang sedang mereka lakukan.

“Duduk di sini memang jauh lebih nyaman daripada berjalan kaki,” Lu Xiao Feng tertawa kecil dan

berujar. “Tapi hati-hati, duduk terlalu banyak akan menyebabkan dirimu sakit perut, dan itu

bukanlah pertanda nasib baik.”

Mereka semua menundukkan kepala dengan malu, satu di antaranya menundukkan kepalanya lebih

rendah daripada yang lain.

“Gan’er Zhao” Gan Zheng Wo. Melihat dirinya, Lu Xiao Feng segera teringat pada kuda putih,

mayat di atas kuda, dan Yan Ren Ying muda yang angkuh itu.

“Bagaimana dia bisa mati? Dari mana kuda itu berasal?” Lu Xiao Feng ingin bertanya, tapi tidak

bisa. Ini bukan saat yang tepat, bukan tempat yang tepat.

Jika itu orang lain, hal yang terbaik adalah benar-benar mengacuhkannya dan pura-pura tidak ada

yang terjadi. Tapi Lu Xiao Feng bukan orang lain.

Gu Qing Feng sedang menikmati araknya saat Lu Xiao Feng tiba-tiba menyerang dan

mencengkeram leher baju Gan’er Zhao.

“Kudapat kau! Akhirnya aku menemukanmu!” Ia berseru. “Ayo kita lihat bagaimana kau bisa kabur

sekarang!”

Semua orang terkejut, tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi. Orang yang paling terperanjat

tentu saja Gan’er Zhao. Ia tidak bisa membayangkan apa yang sedang terjadi.

Gu Qing Feng ingin menengahi, Tosu Kayu hendak bicara untuk menenangkan semua orang. Tapi

Lu Xiao Feng menghentikan semua usaha mereka sambil berkata dengan wajah yang kaku: “Aku

ada urusan dengan orang ini, urusan yang harus kuselesaikan. Setelah beres, aku akan kembali

untuk menikmati arak bersama semua orang. Jika ada yang berusaha menghentikanku….”

Ia tidak menyelesaikan kalimatnya, juga tidak perlu menyelesaikannya. Tidak ada orang yang ingin

berhadapan dengan Lu Xiao Feng hanya demi seseorang seperti Gan’er Zhao. Di depan semua

orang, Lu Xiao Feng bisa menyeret Gan’er Zhao ke luar pintu, keluar dari kuil, dan masuk ke

sebuah hutan yang letaknya tidak jauh dari kuil.

Matahari telah naik, naik tinggi di angkasa, hari ini adalah hari yang cerah. Tapi di dalam hutan

tetaplah gelap. Sinar matahari mengintip melalui dedaunan dan jatuh menerpa wajah Gan’er Zhao.

Wajah Gan’er Zhao telah pucat karena ketakutan.

“Apa… apa salahku pada Pendekar Besar Lu?” Ia tergagap.

“Tidak ada,” Lu Xiao Feng tiba-tiba melepaskannya dan tersenyum. “Dan tidak ada urusan lama

juga, tidak ada sama sekali.”

Gan’er Zhao terkejut untuk kedua kalinya. Tapi setidaknya wajahnya mulai berwarna kembali.

“Jadi semua ini cuma lelucon?”

Koleksi Kang Zusi

“Rasanya ini memang bukan lelucon yang bagus, mungkin lebih buruk daripada lelucon yang

mereka lakukan padaku.”

“Bukan, bukan lelucon yang bagus,” Gan’er Zhao menghela nafas dengan lega dan tertawa. “Tapi

setidaknya masih lebih baik daripada ‘bukan lelucon’!”

Sikap Lu Xiao Feng tiba-tiba berubah lagi.

“Walaupun kadang-kadang lelucon bisa berubah menjadi sesuatu yang amat serius!” Ia berkata

dengan dingin.

Gan’er Zhao menghapus keringat dingin dari keningnya.

“Jika aku menemukan informasi yang ingin dicari Pendekar Besar Lu, apakah lelucon ini akan

berubah?”

“Tidak,” Lu Xiao Feng tertawa. “Tidak mungkin!”

Bab 5: Hwesio Jujur

Empat belas September, pagi. Sinar matahari menerpa sudut barat laut Kota Terlarang. Walaupun

matahari sedang bersinar, sudut ini tetap gelap dan sepi. Jika orang tidak pernah pergi ke sana,

mungkin ia tak pernah bisa membayangkan bahwa di dalam tembok Kota Terlarang yang indah dan

megah ini ada sebuah sudut yang demikian gelap dan terlantar. Setidaknya Lu Xiao Feng memang

tak pernah membayangkannya.

Di bawah Tembok Kota yang spektakuler dan megah ini, ajaibnya, ada sebuah kota kumuh dengan

bangunan-bangunan kecil yang jelek dan sederhana dan terbuat dari papan kayu serta batu bata

kotor. Jalanan di “kota” ini tampak sempit dan berlubang-lubang dengan beberapa rumah makan

kecil yang hitam karena asap di satu sisi, serta warung-warung teh dan toko-toko kecil yang

halamannya penuh dengan telur dan saus kacang.

Udara dipenuhi oleh bau asap, alkohol, ikan yang digarami, dan tahu busuk, belum lagi bau-bau

aneh lainnya yang entah dari mana asalnya, aroma wewangian rambut wanita, serta bau aneh daging

rusuk dan daging anjing panggang yang mengundang selera. Semua ini bercampur menjadi satu

serangan yang tak dapat dijelaskan dan tak bisa dibayangkan pada hidung setiap orang.

Lu Xiao Feng tak pernah membayangkan kalau aroma seperti ini bisa ada di dunia, ia pun tidak bisa

percaya kalau tempat ini berada di dalam Kota Terlarang.

Tapi ia benar-benar sedang berada di dalam Kota Terlarang. Seorang kasim teman Gan’er Zhao

yang membawa mereka masuk.

Gan’er Zhao benar-benar orang yang mudah bersahabat, ia memiliki segala macam teman yang

aneh-aneh dan menarik.

“Sudut barat laut Kota Terlarang merupakan tempat yang aneh. Aku bisa menjamin bahwa sekali

pun kau, Tuan Lu, pasti tidak pernah pergi ke sana. Walau seseorang ingin pergi ke sana, hal itu

mungkin mustahil.”

“Kenapa?”

“Karena di sanalah rumah-rumah para kasim. Sangat sukar bagi seorang kasim di Istana Kerajaan

untuk bisa keluar dari kota. Maka, bila mereka punya waktu luang, mereka akan pergi ke sana. Jadi

segala macam hal yang aneh dan gila bisa terjadi di sana.”

“Kau ingin pergi ke sana untuk menyelidiki?”

“Aku kenal kasim bernama An-Fu yang bisa membawa kita masuk.”

“Tapi kenapa kita harus pergi ke tempat seperti itu?”

“Karena, dari informasi yang kudapatkan, kuda itu berasal dari sana.”

“Lalu apa yang kau tunggu? Cepat cari An-Fu!”

“Ada satu hal lagi yang harus kukatakan!”

“Apa itu? Katakanlah!”

“Kasim-kasim itu semuanya gila. Mereka bukan hanya memiliki tingkah yang aneh, mereka pun

bau!”

“Dari mana asal bau itu?”

Koleksi Kang Zusi

“Karena walaupun tidak ada masalah yang sedang mereka hadapi, mereka sering sakit kepala.

Mandi, terutama, yang menimbulkan sakit kepala itu. Jadi mereka sering tidak mandi selama

berbulan-bulan.”

“Apakah kau menghendaki agar aku hanya menyeringai saja dan bertahan sedikit terhadap bau itu?”

“Karena mereka itu gila, mereka amat marah kalau orang lain memandang rendah pada mereka.

Jadi jika An’zi Kecil berbuat sesuatu yang mungkin tidak disukai Pendekar Besar Lu, kuminta agar

Pendekar Besar Lu tidak memperdulikannya.”

“Jangan khawatir, asalkan aku bisa menemukan XiMen Chui Xue, aku tidak akan perduli jika kasim

kecil itu menaiki kepalaku.”

Saat mengatakan hal itu, Lu Xiao Feng pun tertawa. Ia merasa situasi ini bukan hanya lucu, tapi

juga menarik.

Tapi sekarang ia tidak tertawa lagi. Tiba-tiba ia menyadari bahwa seluruh situasi ini bukan hanya

tidak lucu, menarik juga tidak.

Kasim bernama “An’zi Kecil” ini memang tidak menaiki kepalanya, tapi ia memegang tangannya

erat-erat, seperti menunjukkan semacam perasaan kasih sayang, kadang-kadang juga mengelus-elus

kumisnya sambil tertawa. Lu Xiao Feng merasa seluruh tubuhnya hampir saja menggigil tak

tertahan.

Tak seorang pun bisa membayangkan bagaimana rasanya disentuh oleh seorang kasim jika tidak

mengalaminya sendiri.

“Dan berapa banyakkah orang di dunia ini yang pernah disentuh oleh seorang kasim?”

Lu Xiao Feng tiba-tiba merasa seluruh mulutnya dipenuhi oleh ludah yang masam dan pahit yang

hampir membuatnya muntah-muntah. Kenyataan bahwa ia belum muntah-muntah hingga saat ini

adalah sebuah keajaiban.

Terakhir kali, setelah ia menghabiskan waktu 10 hari untuk menggali cacing tanah, ia mengira

bahwa ia telah menjadi makhluk yang paling bau di dunia ini. Baru sekarang ia menyadari bahwa,

dibandingkan dengan seorang kasim, bau tubuhnya itu seperti aroma lilin yang wangi. Dan

sepertinya An’zi Kecil memang hendak memperlakukan dirinya sebagai sebatang lilin wangi.

Kasim ini bukan hanya menggenggam tangannya, tampaknya dia juga ingin meraba sedikit di sanasini.

Dia bukan hanya menyentuh kumisnya, sepertinya dia juga menahan diri untuk tidak mencoba

meraba tempat-tempat lain di tubuhnya.

Melihat raut wajah Lu Xiao Feng, Gan’er Zhao hanya bisa menahan tawanya. Kenyataan bahwa ia

belum tertawa hingga saat ini juga merupakan sebuah keajaiban.

Bau di dalam warung teh itu tampaknya malah lebih menyengat daripada di luar. Pelayannya adalah

seorang yang bertampang aneh, seperti laki-laki juga seperti perempuan, selalu melirik ke arah Lu

Xiao Feng atau mengedipkan matanya pada si An’zi Kecil. Lu Xiao Feng pun merasa sebal melihat

orang ini.

Ia datang ke warung teh ini karena An’zi Kecil mengundang dirinya untuk minum teh dengan

setengah memaksa. Tak perduli apa, minum secangkir teh tentu lebih baik daripada diseret-seret

oleh seorang kasim mengitari tempat itu. Di samping itu, teh yang disediakan ternyata merupakan

teh yang bermutu tinggi. Dan An’zi Kecil pun akhirnya melepaskan tangannya.

“Aku sendiri yang menyelundupkan teh ini keluar dari Istana, kalian tidak mungkin bisa

mendapatkannya di luar sana.”

“Aku belum pernah merasakan teh yang begini enak!” Lu Xiao Feng mengakui.

“Jika kau mau, kau boleh datang kapan saja kau ingin minum.” An’zi Kecil tersenyum begitu lebar

sehingga matanya menyipit. “Mungkin ini memang takdir, saat aku melihatmu, aku merasa yakin

bahwa kita bisa menjadi sahabat baik.”

“Aku… aku… aku tentu saja akan sering datang bertamu nantinya!” Lu Xiao Feng tiba-tiba

menyadari bahwa ia sedang menghadapi masalah yang pelik, untuk sesaat ia merasa seperti orang

yang gagu.

Untunglah bagi Lu Xiao Feng, seorang kasim tua tiba-tiba masuk saat itu, memaksa An’zi Kecil

melepaskan tangannya lagi dan menghampiri kasim itu untuk menyapanya. Para kasim memiliki

cara berjalan yang aneh, kaki mereka lebih renggang daripada orang biasa.

Koleksi Kang Zusi

Cara berjalan kasim tua ini malah lebih buruk daripada kasim-kasim lain, tapi pakaiannya jauh lebih

indah. Ia terus menggerak-gerakkan tangannya saat bicara dengan seseorang, di mana ia merapatkan

ibu jari dan jari tengahnya seperti seorang penari. Hanya saja, bila ia yang melakukannya, hal itu

membuat dirinya terlihat seperti seorang wanita tua. Lu Xiao Feng terpaksa memalingkan mukanya

agar tidak muntah.

“Ini bos kami, Tuan Wang,” An’zi Kecil tiba-tiba datang kembali. “Sekarang Tuan Wang telah

pulang, permainan judi Kakak Ke-enam Ma akan segera dimulai, kalian ingin bermain?”

Lu Xiao Feng segera menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat.

“Sebenarnya aku punya urusan denganmu!” Ia berusaha memaksakan sebuah senyuman di

wajahnya.

“Oh, tanya saja!” An’zi Kecil tampaknya hendak memegang tangan Lu Xiao Feng lagi. “Tak

perduli apa, asal kau yang bertanya, aku akan menjawabnya!”

“Aku ingin tahu apakah kau mau bertanya pada orang-orang di sekitar sini dan mencari tahu apakah

baru-baru ini ada orang lain yang berkunjung ke sini!”

“Tentu! Aku akan bertanya sekarang juga!” An’zi Kecil tersenyum dan menambahkan. “Aku bisa

mengambil kesempatan ini untuk pergi dan mengunjungi isteriku juga.”

Dan dengan itu, ia akhirnya pergi, tapi sebelumnya ia sempat menggenggam tangan Lu Xiao Feng

sebentar. Selama itu Gan’er Zhao terus menatap ke bawah dan menyembunyikan mukanya dan

dengan sembunyi-sembunyi menahan tawanya lagi.

Lu Xiao Feng meliriknya dengan jengkel.

“Bagaimana mungkin seorang kasim memiliki isteri?” Akhirnya ia tak tahan untuk tidak bertanya.

“Itu cuma pura-pura dan sandiwara belaka,” Gan’er Zhao menjawab. “Tapi memang ada beberapa

orang isteri kasim!”

“Oh?”

“Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh kasim dan dayang di Istana Kerajaan, maka mereka

kadang-kadang hidup berpasangan. Beberapa kasim yang lebih ‘kaya’ malah mau menghabiskan

uang dan membeli perempuan dari luar untuk dijadikan isteri.”

“Menjadi isteri seorang kasim bukanlah hidup yang menyenangkan.” Lu Xiao Feng menghela

nafas.

“Sama sekali tidak menyenangkan,” Gan’er Zhao juga menghela nafas. “Sebenarnya, para kasim

sendiri pun menjalani hidup yang menyedihkan. Sepertinya hari-hari mereka tidak menyenangkan

lagi.”

Lu Xiao Feng tiba-tiba merasa amat tidak enak hati.

“Kurasa tidak mungkin XiMen Chui Xue akan bersembunyi di sini.” Ia segera mengganti pokok

pembicaraan.

“Mungkin ia memperhitungkan kenyataan bahwa tidak ada orang yang akan mengira bahwa ia

mungkin tinggal di sini!”

“Semula aku pun berfikir begitu, tapi sekarang….” Lu Xiao Feng tersenyum pertanda kalah.

“Sekarang aku telah melihat tempat ini. Aku tahu kalau aku bisa gila jika aku harus tinggal di sini

satu hari saja, apalagi XiMen Chui Xue!”

XiMen Chui Xue selalu lebih rapi dan bersih daripada dirinya.

“Tapi kuda putih itu memang berasal dari sini!”

Lu Xiao Feng terdiam.

“Dan Zhang Ying Feng mungkin tewas di sekitar sini juga!” Ia menebak-nebak, sambil memandang

jalanan yang sempit dan bangunan-bangunan kecil di luar sana. “Hampir mustahil untuk

menyembunyikan sesosok mayat di sini setelah kau membunuh seseorang!”

“Jadi yang harus dilakukan adalah mengirimnya ke luar di atas punggung kuda.”

Lu Xiao Feng mengangguk, tapi segera mengerutkan keningnya.

“Tapi, jika XiMen Chui Xue tidak ada di sini, lalu siapa yang membunuh Zhang Ying Feng? Siapa

lagi orang yang memiliki serangan secepat itu?”

Itu adalah pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh Gan’er Zhao.

Koleksi Kang Zusi

Mereka berdua lalu minum teh dan menatap kosong untuk beberapa lama sebelum An’zi Kecil

kembali, dengan membawa informasi tentunya.

“Dua malam yang lalu, Kakak Ke-enam Ma membawa seseorang ke sini, seorang pemuda yang

tampan.”

Semangat Lu Xiao Feng segera tergugah.

“Siapa namanya? Apakah itu Zhang Ying Feng?”

“Itu belum kuketahui!”

“Di mana dia sekarang?” Lu Xiao Feng terus mengejar.

“Siapa yang perduli!” An’zi Kecil tertawa. “Kakak Ke-enam Ma adalah seorang bajingan tua, ia

mungkin telah menyembunyikan pemuda yang kuat dan bersemangat itu di suatu tempat rahasia.”

Matanya terlihat menyipit saat ia menatap Lu Xiao Feng lagi, seakan-akan ia sedang berencana

untuk menyembunyikan Lu Xiao Feng di suatu tempat juga. Orang-orang ini, di tempat seperti ini,

apa pun tampaknya mungkin saja terjadi.

“Jadi di mana tempat judi Kakak Ke-enam Ma?” Lu Xiao Feng tiba-tiba bangkit. “Tiba-tiba aku

merasa gatal untuk mencoba!”

“Tentu, aku akan membawamu ke sana!” An’zi Kecil tersenyum dan menggenggam tangannya lagi.

“Jika kau tidak punya cukup uang untuk ikut main, aku akan meminjamkan. Kau hanya cukup

mengatakannya saja.”

Lu Xiao Feng tiba-tiba menghela nafas.

“Aku memang ingin meminjam sesuatu darimu, tapi kurasa kau tidak mungkin memilikinya.” Ia

bergumam dengan perlahan.

Satu-satunya yang ia inginkan saat ini adalah sebuah belenggu untuk menyingkirkan tangan orang

ini darinya.

______________________________

Marga Kakak Ke-enam Ma bukanlah Ma, dia juga bukan seorang kasim. Ia adalah seorang laki-laki

bertubuh jangkung, kekar, dan penuh otot dengan dada yang penuh bulu dan wajah yang bopeng. Di

wajahnya selalu tersungging sebuah senyuman yang sombong dan angkuh.

Berdiri di tengah kerumunan para kasim, ia mirip seperti seekor ayam jantan yang sedang berjalan

di antara sekelompok ayam betina, angkuh dan puas diri.

Para kasim yang berada di sekelilingnya pun memandang padanya seperti selir yang memandang

pada tuannya, dengan tatapan yang diliputi oleh perasaan hormat, takut, dan kagum.

Lu Xiao Feng menganggap hal itu sebagai kejadian yang lucu, menyedihkan dan memuakkan.

-- Orang-orang yang paling menyedihkan dan mengibakan selalu punya sesuatu yang agak

memuakkan.

Ruangan itu seperti sebuah sarang binatang atau gua, udaranya penuh dengan asap dan baunya

menyengat hingga ke langit ketujuh. Di antara orang-orang yang berkumpul di sekitar meja judi, 9

dari setiap 10 orang tentulah seorang kasim, yang sedang menggenggam dadu, memutar-mutar

telinganya, mencubit kakinya, mengendus-endus jarinya setelah mencubit kaki, mencubit kakinya

lagi setelah selesai mengendus jarinya, dan sesekali meraba sini atau menyentuh sana.

Rumah itu tentu saja milik Kakak Ke-enam Ma. Sambil berdiri di tengahnya, ia terlihat begitu

angkuhnya sehingga sebuah lampu merah seperti bersinar-sinar dari setiap bopeng di wajahnya.

Gan’er Zhao tidak ikut masuk. Setelah tiba di pintu, ia segera menyelinap keluar.

“Aku hendak melihat-lihat apakah aku bisa menemukan informasi lain di sini, akan kembali dengan

segera.”

Ia memang seorang ahli menyelinap kabur, bahkan Lu Xiao Feng pun tidak berhasil mencegahnya.

Maka Lu Xiao Feng terpaksa masuk sendirian.

An’zi Kecil mengiringinya dengan membuka jalan di depannya.

“Beri jalan, beri jalan! Minggirlah sedikit. Aku punya teman yang ingin mencoba juga!”

Saat melihat Lu Xiao Feng, mata Kakak Ke-enam Ma tampak terbelalak. Tatapan matanya terlihat

dipenuhi oleh kebencian, seperti seekor ayam jantan yang tiba-tiba melihat seekor ayam jantan

lainnya menyelinap ke daerah kekuasaannya.

Koleksi Kang Zusi

Ia mengamat-amati Lu Xiao Feng beberapa kali dengan matanya yang tajam sebelum akhirnya, dan

dengan dingin, berkata: “Kau ingin bermain apa? Kau ingin bermain sesuatu yang besar atau cuma

kecil-kecilan? Sesuatu yang nyata atau hanya pura-pura?”

Kasim-kasim itu semuanya tertawa, suara tawa mereka seperti suara sekelompok ayam betina yang

berkotek, membuat Lu Xiao Feng merasa sakit di sekujur tubuhnya.

“Temanku ini tidak main-main, tentu saja ia ingin memainkan sesuatu yang besar, lebih besar lebih

baik!” An’zi Kecil berkata sebelum Lu Xiao Feng sempat.

“Kau ingin bermain besar?” Kakak Ke-enam Ma menatap Lu Xiao Feng. “Berapa banyak uang

yang kau punya?”

“Tidak banyak, juga tidak sedikit!”

“Sebenarnya ada berapa banyak?” Kakak Ke-enam Ma mendengus. “Coba kita lihat sebelum kita

mulai bermain!”

Lu Xiao Feng tertawa. Bila ia telah cukup banyak mendapatkan hukuman batin, ia juga akan

tertawa.

“Apa ini cukup?” Ia mengambil sehelai cek yang kumal dari saku baju sebelah dalam dan

melemparkannya ke atas meja.

Semua orang di ruangan itu kembali tertawa terbahak-bahak. Cek itu terlihat seperti sehelai kertas

wc. Salah satu kasim yang bertubuh kecil pun ikut tertawa, membuka gumpalan cek itu dengan

sepasang jarinya yang baru saja digunakan untuk mencubit kakinya. Ia melicinkan cek itu dan

membaca nilai yang tertera di situ. Matanya hampir melompat keluar dari kelopaknya.

“Sepuluh ribu tael!”

Ajaib, cek yang terlihat seperti kertas wc itu ternyata bernilai sepuluh ribu tael perak. Bukan hanya

itu, cek tersebut ternyata berasal dari “Empat Besar Abadi” yang tentu saja bisa menjamin

pembayarannya.

Sekarang giliran An’zi Kecil yang tertawa.

“Seperti yang kubilang tadi, temanku ini tidak main-main.” Ia membusungkan dadanya dengan

bangga.

Keangkuhan Kakak Ke-enam Ma segera lenyap separuh bagian, sikapnya juga berubah.

“Cek sebesar itu, bagaimana kita bisa membaginya dalam berapa kali putaran?” Sebuah senyuman

dipaksa pun muncul di wajahnya.

“Tidak perlu,” Lu Xiao Feng menjawab dengan santai. “Aku menaruhnya untuk satu lemparan

saja.”

“Sepuluh ribu tael untuk satu lemparan dadu?” Keringat mulai mengucur di wajah Kakak Ke-enam

Ma, setetes keringat untuk setiap lubang burik di wajahnya.

“Hanya satu.”

Kakak Ke-enam Ma bimbang dan menatap uang beberapa puluh tael perak yang ada di hadapannya.

“Kami tidak bermain sebesar itu di sini!” Ia bergumam.

“Aku tahu kau tidak akan dapat melayani taruhan ini, jadi jika kau kalah aku hanya akan meminta

dua potong kalimat darimu.”

“Dan jika kau yang kalah?”

“Jika aku kalah, cek sepuluh ribu tael ini menjadi milikmu!”

Mata Kakak Ke-enam Ma kembali memancarkan sinarnya.

“Dua kalimat apa yang kau inginkan dariku?”

Lu Xiao Feng menatap langsung ke matanya, dan berkata dengan perlahan, sambil menekankan

setiap patah katanya: “Apakah orang yang kau bawa ke sini dua malam yang lalu adalah Zhang

Ying Feng? Bagaimana dia bisa tewas?”

Ekspresi wajah Kakak Ke-enam Ma tampak berubah, ekspresi wajah para kasim pun ikut berubah.

“Bajingan kecil ini bukan datang ke sini untuk berjudi, dia ke sini untuk menimbulkan keributan,

ringkus dia untukku!” Sebuah suara yang dingin tiba-tiba terdengar dari arah pintu.

Suara ini bernada tinggi dan melengking, tidak lain berasal dari kasim yang terlihat seperti seorang

wanita tua, Tuan Wang.

Koleksi Kang Zusi

“Bunuh bajingan kecil ini!” Kakak Ke-enam Ma adalah orang pertama yang melompat untuk

menyerang, tapi semua kasim segera mengikutinya, menggigit, mencakar, memukul, merobek.

Tentu saja Lu Xiao Feng tidak membiarkan dirinya digigit oleh mereka, tapi ia pun tidak berniat

menyakiti makhluk-makhluk aneh ini.

Satu-satunya pilihan baginya adalah memburu satu orang – bila ingin menangkap pencuri, carilah

pemimpinnya. Jika ia bisa menguasai Kakak Ke-enam Ma, mungkin itu bisa menakut-nakuti para

kasim.

Tapi, yang mengejutkan, Kakak Ke-enam Ma ini ternyata tahu sejurus dua jurus kungfu. Dia bukan

hanya mempelajari ilmu Kaki Naga dan Tinju Bandang dari Sekte Utara, ia pun cukup mahir

memainkannya. Serangan-serangan pertamanya cukup keji dan kuat. Sayang baginya, orang yang ia

hadapi adalah Lu Xiao Feng.

Dengan sebuah dorongan lunak tangan kirinya, Lu Xiao Feng berhasil menangkis serangannya dan,

dengan amat perlahan menggunakan tangan kanannya, memukul dadanya. Hanya dengan begitu

saja, tubuhnya yang amat besar dan kekar itu telah terguling ke belakang. Saat ini ruangan tersebut

telah dipenuhi orang.

Maka waktu ia terguling ke belakang, ia mendarat di atas tubuh beberapa orang. Saat ia bangkit

kembali, wajahnya telah pucat pasi dan terlihat noda darah di sudut mulutnya.

Hal ini menghentikan langkah Lu Xiao Feng. Ia tidak mengerahkan banyak tenaga dalam pukulan

tadi, seharusnya orang ini tidak akan terluka sedemikian rupa.

Bagaimana ini bisa terjadi? Tenggorokan Kakak Ke-enam Ma mengeluarkan suara parau tak jelas

dan matanya mulai melotot keluar.

Lu Xiao Feng tiba-tiba menyadari apa yang telah terjadi.

-- Seseorang telah menusuknya tepat di bawah rusuk sebelah kiri. Pisau itu masih tertanam di

tubuhnya dengan hanya gagangnya saja yang menonjol keluar.

Tidak ada yang bisa selamat dari tusukan seperti itu. Siapa yang melakukannya? Ruangan ini begitu

ramai dan begitu kacau sehingga Lu Xiao Feng pun tidak melihat siapa yang melakukannya. Satusatunya

bukti yang ia miliki hanyalah pisau itu sendiri.

Ia bergegas maju dan menarik pisau itu, darah pun menyembur ke mana-mana. Sekali lagi Kakak

Ke-enam Ma roboh. Tampaknya ia ingin mengatakan sesuatu saat ia roboh, tapi tidak ada yang tahu

apa yang hendak diucapkannya itu.

Kasim-kasim itu pun menjadi panik.

“Tolong! Tolong! Ada pembunuh di sini!” Mereka menjerit-jerit sambil berlari keluar dari pintu

dengan kacau.

Walaupun Lu Xiao Feng tidak akan membiarkan dirinya ditangkap oleh kasim-kasim ini, ia pun

tidak tahu apa yang hendak mereka lakukan padanya.

Ia juga tidak ingin terlalu memusingkan hal itu. “Tiga puluh enam strategi bertempur, melarikan diri

adalah yang terbaik”. Sambil mengangkat bahu dengan cepat, ia pun melayang.

“Brak!” Dengan suara benturan yang keras, ia menerobos melalui atap.

Saat melompat ke atap, ia bisa melihat bahwa orang-orang sedang berkumpul di sekeliling

bangunan itu dari segala penjuru, ada yang membawa tongkat, ada pula yang membawa pisau.

Satu-satunya pilihan bagi dirinya untuk kabur adalah dengan melompati tembok. Tapi tembok ini

adalah Tembok Kota Terlarang. Tingginya mungkin paling sedikit 40 m. Tidak ada orang di dunia

ini yang mampu melompatinya. Bahkan jika orang yang telah mengejutkan dunia dengan ilmu

meringankan tubuhnya, Chu Liu Xiang, lahir kembali, ia pun tak akan mampu melakukannya.

Untunglah bagi Lu Xiao Feng, ia masih memegang pisau tadi. Tiba-tiba ia melayang lagi. Saat

tubuhnya telah melesat sejauh 15 m, ia pun mengangkat pisau itu di atas kepalanya dan menusuk

dengan kuat hingga pisau itu menghilang ke dalam tembok.

Tubuhnya sekarang mepet ke dinding. Ia menarik kembali pisau itu dan memanjat dinding seperti

seekor cicak. Ketika sudah dekat ke puncak tembok, ia pun menjejakkan kakinya ke tembok dan

bersalto di udara. Dengan gerakan yang sederhana, ia mendarat dengan perlahan di atas tembok.

Tiba-tiba, dari atas tembok terdengar suara tertawa dingin.

“Masih berusaha kabur? Kau bisa lari tapi kau tidak bisa sembunyi!”

Koleksi Kang Zusi

Lu Xiao Feng hanya mendengar suaranya, tapi tidak bisa melihat orangnya, ia juga tidak tahu

apakah orang ini telah menyerang.

Maka dengan menjejakkan kakinya kembali ke tembok, ia melayang dan bersalto lagi. Barulah ia

bisa melihat orang itu. Ajaib, orang ini sedang berjemur di antara pos-pos penjagaan di tembok

kota. Ia mengenakan sebuah jubah hijau yang kotor dan compang-camping, sepasang sandal jerami

yang benar-benar usang, dan kepalanya begitu licin hingga tampak berkilauan di bawah sinar

matahari.

Orang ini adalah seorang hwesio.

“Hwesio Jujur!” Lu Xiao Feng hampir berteriak, dan hampir terpeleset jatuh dari atas tembok.

Hwesio Jujur tertawa terbahak-bahak, tawa yang keras dan tulus.

“Tenanglah, hwesio tidak akan menangkapmu, aku sedang bicara tentang si kecil ini.” Ia

mengangkat dua buah jarinya, di antara jari-jari itu ada seekor kutu kecil. Ia tertawa lagi dan

meneruskan. “Kedua jariku ini mungkin tidak sekuat jarimu, tapi tidak ada kutu di dunia ini yang

bisa meloloskan diri darinya.”

Dengan sedikit tambahan tenaga, ia membinasakan kutu itu.

“Tuhan menganugerahkan kehidupan,” Lu Xiao Feng mengejek dengan dingin, “mengapa kau

harus membunuh?”

“Jika aku tidak membunuh, maka kutu ini yang akan memakanku hidup-hidup.”

“Seorang hwesio yang telah mendapat pencerahan tentu rela mengorbankan tubuhnya sendiri untuk

memberi makan elang, maka apa salahnya membiarkan kutu itu memakan dirimu?”

{Catatan: Lu Xiao Feng menyinggung tentang sebuah dongeng agama Budha yang terkenal. Dalam

dongeng itu, seorang hwesio menyelamatkan seekor burung kecil dari seekor elang. Tapi elang itu

mengeluh pada si hwesio bahwa ia sekarang akan mati kelaparan karena si hwesio. Hwesio itu lalu

memotong sebagian daging dari tubuhnya yang bobotnya sama dengan bobot burung kecil tadi.

Tentu saja si hwesio akhirnya tewas, tapi elang itu selamat.}

“Sayangnya aku hanya punya darah yang banyak dan tidak bisa digunakan untuk memberi makan

kutu.”

“Maka kau pun membunuhnya?”

Hwesio Jujur tidak menjawab.

“Dan jika kau telah membunuh, maka kau mungkin telah membunuh orang juga sebelumnya.”

Hwesio Jujur masih tidak menjawab.

“Mengapa kau tidak bicara?” Lu Xiao Feng mengejek.

“Aku tidak bisa berdusta, maka aku tak akan bicara.” Hwesio Jujur menghela nafas.

Tatapan mata Lu Xiao Feng seperti sebatang pisau saat ia memandang Hwesio Jujur: “Kau tidak

pernah berdusta?”

“Setidaknya aku tak pernah berdusta pada orang yang malang dan menderita.”

“Aku ini malang dan menderita?”

“Kau telah mengangkat ekormu dan berlarian ke sana ke mari sepanjang hari,” Hwesio Jujur

menghela nafas, “bagaimana keadaanmu bila dibandingkan dengan keadaan diriku yang sedang

santai dan asyik berjemur ini?”

“Kudengar kau pun sedang sibuk!” Lu Xiao Feng berkata dengan dingin.

“Siapa yang mengatakannya?”

“Aku.” Lu Xiao Feng tertawa pahit dan meneruskan. “Dua hari yang lalu kau berada di Zhang Jia

Kou, kemarin kau baru saja tiba di ibukota. Sejak kedatanganmu, kau telah sibuk menyebar kabar

burung dan berita untuk Ye Gu Cheng, ikut menjadi saksi sebuah transaksi bisnis, dan sekarang kau

telah memasuki Kota Terlarang. Seorang hwesio seperti itu tampaknya tidak menjalani keadaan

yang santai dan tenang.”

Hwesio Jujur tertawa.

“Mungkin aku memang selalu punya kegiatan, tapi setidaknya hati dan fikiranku bebas dari

perasaan khawatir.” Ia membalas.

“Mungkin kau tidak menghadapi masalah, tapi kau seperti sedang melakukan sesuatu secara

sembunyi-sembunyi.”

Koleksi Kang Zusi

“Aku tidak pernah berbuat sesuatu secara sembunyi-sembunyi!”

“Lalu apa yang sedang kau lakukan di tempat seperti ini?”

“Karena aku tahu di sini ada seseorang yang sedang mencari seekor kuda putih yang membawa

mayat!”

“Tampaknya kau bukan hanya orang yang cerdik, kau pun suka ikut campur dalam urusan orang

lain!” Lu Xiao Feng tertawa pahit.

“Aku harus perduli pada urusan ini!”

“Mengapa?”

“Karena walaupun aku tidak punya putera, aku punya seorang keponakan!”

“Maksudmu Zhang Ying Feng adalah keponakanmu?”

Hwesio Jujur mengangguk.

“Sekarang aku bahkan tidak punya keponakan lagi.” Ia menghela nafas.

Lu Xiao Feng tidak bicara apa-apa lagi, karena ia terperanjat mendengar ucapan tadi. Hari ini

memang penuh dengan kejadian-kejadian aneh, setiap kejadian tampaknya memiliki hubungan

dengan kejadian lainnya, tapi semuanya masih kabur. Ye Gu Cheng, Nyonya Pertama Gong Sun, si

Untung Besar Sun, OuYang Qing, Li Yan Bei, Zhang Ying Feng, semua ini adalah korban dan

dilihat dari permukaan, tidak ada sesuatu apa pun yang menghubungkan mereka semua.

Tapi Lu Xiao Feng merasa ada satu kesamaan, satu hubungan tertentu di antara mereka semua.

Yang mencelakai Ye Gu Cheng, OuYang Qing, dan si Untung Besar Sun jelas adalah orang yang

sama, bahkan dia pun menggunakan metode yang sama. Tapi tidak ada alasan kenapa mereka

bertiga ada hubungannya.

“Zhang Ying Feng memang mati di sini!” Lu Xiao Feng memecahkan kesunyian.

“Apakah hasil penyelidikanmu telah membuatmu yakin?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Kematiannya ada hubungannya dengan seseorang di sekitar sini yang telah membunuh ‘Kakak Keenam

Ma’!”

“Kau telah bicara dengan Kakak Ke-enam Ma?”

“Saat aku hendak melakukannya, seseorang membunuhnya untuk membungkam mulutnya!”

“Tapi kau tidak tahu siapa yang membunuhnya!”

“Yang kutahu adalah kematiannya itu amat erat hubungannya dengan seorang Tuan Wang!”

“Dan siapakah Tuan Wang itu?”

“Seorang kasim tua yang terlihat seperti seorang wanita tua.”

“Mengapa mereka ingin membunuh Zhang Ying Feng?”

“Aku tidak pernah mengatakan kalau mereka yang membunuh Zhang Ying Feng.” Lu Xiao Feng

menghela nafas.

“Lalu siapa yang membunuhnya?”

“Tak perduli siapa yang melakukannya, yang pasti dia bukan XiMen Chui Xue.”

“Mengapa bukan?”

“Karena aku bisa menjamin bahwa XiMen Chui Xue tidak ada di sini, dan tidak pernah datang ke

sini!”

Walaupun ucapannya terdengar amat yakin, di hatinya ia masih menyisakan keraguan. Selain

XiMen Chui Xue, tampaknya tidak ada alasan bagi orang lain untuk membunuh Zhang Ying Feng.

Selain XiMen Chui Xue, siapa lagi yang memiliki pedang setajam dan secepat itu?

Hwesio Jujur tiba-tiba menghela nafas lagi.

“Setelah kau bicara beberapa lama, aku akhirnya menyadari sesuatu.”

“Dan apakah itu?” Lu Xiao Feng tentu saja tidak tahu apa yang telah ia sadari.

“Bahwa aku benar-benar telah kehilangan akalku sebagai seorang hwesio, dan kau telah kehilangan

akalmu sebagai seorang Lu Xiao Feng!”

Lu Xiao Feng tertawa mendengar ucapan itu, tawa yang letih dan jengkel. Matahari perlahan-lahan

naik semakin tinggi di langit, langsung menyinari kepala Hwesio Jujur yang botak itu.

Lu Xiao Feng menatapnya, menatapnya untuk beberapa lama.

Koleksi Kang Zusi

“Sepertinya aku terus-menerus bertemu dengan hwesio dan tosu di semua tempat dalam dua hari

terakhir ini!”

“Kau memang orang yang beruntung, hanya orang-orang beruntung yang selalu bertemu dengan

hwesio dan tosu!”

“Bagaimana tiba-tiba aku bisa menjadi orang yang demikian beruntung?”

“Itu terjadi begitu saja, kau saja yang tidak tahu!”

“Sebenarnya aku tahu,” Lu Xiao Feng tertawa dingin. “Karena aku ikut campur dalam urusan ini,

itulah sebabnya aku menjadi orang yang demikian beruntung.”

“Oh?”

“Hwesio seharusnya tinggal di biara dan menutup diri dari dunia luar, dari kejadian-kejadian di

dunia luar. Tapi urusan ini tampaknya telah menarik perhatian begitu banyak hwesio!”

Hwesio Jujur, Tosu Kayu, Gu Qing Feng, dan Sheng Tong dari kuil kecil itu, semua tampaknya ada

hubungannya dengan seluruh urusan ini.

“Hwesio semuanya memakai kaus kaki putih,” Lu Xiao Feng meneruskan. “Jika ada organisasi

yang semua anggotanya menggunakan baju hijau dan sepatu merah, maka bisa saja ada yang

menggunakan Kaus Kaki Putih.”

Hwesio Jujur kembali tertawa.

“Kau mungkin memang sudah kehilangan akal, tapi daya khayalmu masih bekerja dengan baik.” Ia

menggeleng-gelengkan kepalanya dan termenung.

“Walaupun demikian, aku tetap mempunyai perasaan bahwa ada seorang hwesio di balik semua ini,

melakukan sesuatu secara sembunyi-sembunyi.” Lu Xiao Feng membalas dengan dingin.

“Oh?”

“Kau adalah seorang hwesio.”

Hwesio Jujur tiba-tiba mengangkat kakinya yang penuh lumpur itu ke udara.

“Sayangnya hwesio ini tidak memakai kaus kaki putih, tapi kaus kaki daging!” Ia bergurau.

“Kaus kaki daging tetaplah kaus kaki putih.”

“Tapi kulitku tidak putih!”

Sekali lagi Lu Xiao Feng terdiam.

-- Tentu saja ada banyak hal yang belum bisa ia bicarakan. Maka ia bersiap-siap untuk pergi. Tapi

baru saja ia hendak melangkah, tiba-tiba ia menyadari bahwa ia tidak bisa pergi lagi.

Jika ia menuju ke arah Timur, ada dua orang laki-laki di pos penjagaan, dengan tangan berada di

balik punggung, perlahan-lahan menuju ke sini. Jika ia menuju ke arah Selatan, juga ada dua orang

laki-laki yang sedang menuju ke arahnya saat ini. Jika ia melompati tembok, di satu sisi adalah

pusatnya para kasim, dan di sisi lain ada belasan orang pemanah dan serdadu sedang menunggunya.

Sebuah senyuman tanda menyerah pun muncul di wajahnya.

“Ternyata Kota Terlarang bukanlah tempat yang tepat untuk berbincang-bincang dengan hwesio.”

______________________________

Tembok itu amat lebar, cukup bagi dua orang untuk berjalan berdampingan tanpa harus bersempitsempitan.

Di antara dua orang laki-laki yanag datang dari arah Timur, yang satu adalah seorang

laki-laki tua dengan wajah yang tirus dan terang serta memiliki sikap yang angkuh dan agung;

orang yang satunya lagi memiliki wajah yang pucat dan terlihat sebuah seringai dingin di wajahnya.

Di antara dua orang laki-laki yang mendekat dari arah Selatan, yang satu memiliki mata yang tajam

seperti mata rajawali, bahkan hidungnya pun bengkok seperti paruh rajawali; dan orang yang

satunya lagi tidak lain dari Yin Xian.

Mereka berempat mengenakan pakaian yang paling mahal, dan membawa sikap yang angkuh,

tampaknya amat sesuai dengan kedudukan mereka. Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Para Komandan Utama Pengawal Istana telah berada di sini, menurutmu apa yang harus kita

lakukan?”

Hwesio Jujur tertawa.

“Untunglah bagiku, aku tidak membunuh siapa-siapa, aku juga bukan seorang tersangka,” ia

melompat bangkit dan, masih sambil tertawa, tiba-tiba bertanya, “Boleh aku bertanya siapa di

antara kalian ini ‘Jago Pedang dari Hunan’, Tuan Wei Zi Yun.”

Koleksi Kang Zusi

“Itu aku.” Laki-laki tua yang berwajah tirus dan terang itu menjawab.

“Dan siapa di antara kalian ini ‘Dewa Rajawali dari Padang Rumput’ Tuan Tu Fang?”

“Aku.” Laki-laki setengah umur bermata tajam tadi menjawab dengan singkat.

“Yang berada di samping Tuan Wei di sana itu adalah ‘Tangan Pemetik Bintang’ Ding Ao. Namaku

Yin Xian.” Yin Xian memotong. “Selamat siang, Tuan Hwesio!”

“Aku bukan Tuan Hwesio, hanya seorang hwesio tua biasa, seorang hwesio yang jujur.” Hwesio

Jujur menunjuk Lu Xiao Feng dan meneruskan. “Tapi, orang ini, sama sekali tidak jujur. Ia adalah

orang yang kalian cari-cari, bukan aku!”

“Kami memang sedang mencarinya.” Ding Ao menjawab dengan dingin.

“Apakah kalian hendak mengundangku minum?” Lu Xiao Feng bergurau.

“Kau masuk tanpa izin ke Kota Terlarang, melakukan pembunuhan, masih berani minta minum?”

Wajah Du Fang terlihat semakin bersungguh-sungguh.

Ia memang orang yang tidak suka bergurau. Bila berhadapan dengan orang seperti ini, yang bisa

dilakukan Lu Xiao Feng hanyalah memaksakan sebuah senyuman dungu.

“Masuk tanpa izin ke Kota Terlarang, bagian itu memang benar. Tapi melakukan pembunuhan itu

tidak.”

“Golok di tanganmu itu kan nyata!” Ding Ao tertawa.

“Orang yang membawa pisau belum tentu pembunuh, dan pembunuh belum tentu membawa pisau

di tangannya!”

“Kau bukan si pembunuh?” Du Fang mendesak.

“Bukan.”

“Jika ia mengatakan tidak, maka dia tidak melakukannya.” Yin Xian segera berkata. “Aku tahu

pasti kalau orang ini tidak akan pernah berdusta!”

“Aku belum pernah bertemu dengan orang yang tidak pernah berdusta!” Ding Ao memotong

dengan dingin.

“Kalau begitu, kau bertemu dua orang hari ini!” Wei Zi Yun tersenyum.

Ding Ao tidak berkata apa-apa lagi.

“Jika Yin Xian mengatakan dia tidak pernah berdusta, maka dia bukanlah pembunuh itu!” Wei Zi

Yun berkata.

Du Fang ingin mengatakan sesuatu, tapi ia akhirnya memutuskan untuk membatalkannya.

“Di samping itu, jika ada sepuluh orang Ma lagi yang mati, itu tetap tidak ada hubungannya dengan

kita,” ia menambahkan. “Tuan Lu mungkin telah menduga bahwa kita datang ke mari bukan untuk

itu!”

“Untuk kejahatan memasuki Kota Terlarang tanpa izin, kau bisa dimaafkan kali ini, karena kau

harus melanggar larangan itu lagi besok malam!” Yin Xian menambahkan sambil tersenyum.

“Majikan Benteng Awan Putih dan XiMen Chui Xue adalah jago-jago pedang yang abadi dan tiada

bandingannya,” Wei Zi Yun berkata. “Duel mereka besok malam tentu merupakan kejadian yang

mengguncangkan dunia.”

“Aku yakin tidak ada orang yang persilatan yang mau ketinggalan duel ini!” Yin Xian

menambahkan.

“Bahkan walaupun kami ini pejabat, kami tetaplah orang persilatan. Kami ingin melihat dua jago

pedang ini di masa jayanya, ingin melihat ilmu pedang mereka yang tiada tandingannya.”

“Sebenarnya, karena kami telah mengetahui hal ini, seharusnya kami melipat-gandakan keamanan

dan memasang perangkap untuk mencegah mereka masuk!” Yin Xian meneruskan.

“Tapi kami tidak ingin menjadi orang yang merusak kesenangan dan mengganggu rencana semua

orang. Kami juga tidak ingin menyinggung perasaan semua pendekar dunia persilatan!” Wei Zi Yun

menerangkan. “Jika seseorang telah keluar dari dunia persilatan, maka ia sebaiknya tidak

melupakan asal-usulnya. Aku yakin Tuan Lu sangat memahami hal ini!”

“Ya.” Sikap Lu Xiao Feng tiba-tiba berubah menjadi amat serius dan hormat, karena ia menyadari

bahwa Jago Pedang dari Hunan ini memang seorang laki-laki yang bersungguh-sungguh dan tulus.

Koleksi Kang Zusi

“Walaupun demikian, kami masih punya tanggung-jawab dan tidak boleh lengah dari perlindungan

kami terhadap Paduka Kaisar, Kota Terlarang juga tidak boleh menjadi taman bermain dunia

persilatan di mana orang-orang datang dan pergi seenaknya.”

“Aku pun sangat memahami hal ini!”

“Sejujurnya, tujuan pertemuan kita sekarang ini adalah agar Tuan Lu benar-benar memahami hal

ini.”

Bahkan Lu Xiao Feng pun harus mengakui ucapan ini. Di bawah mereka, di kaki tembok, kapak

dan golok tampak berkilauan diterpa sinar matahari, anak panah pun telah ditarik pada busur-busur

yang terpentang penuh; di atas tembok, ada 4 orang laki-laki yang kemampuan dan kemasyurannya

telah mengguncangkan dunia persilatan sejak 10 tahun yang lalu. Jika mereka menyerang secara

serentak, tidak ada orang di dunia ini yang mampu bertahan terhadap serangan pertama sekali pun!

“Semua pembicaraan ini mengarah pada satu hal, kami benar-benar berharap bahwa Tuan Lu mau

melakukan sesuatu untuk kami!” Wei Zi Yun mengakhiri.

“Jangan bimbang untuk memintanya!”

“Kami hanya berharap agar tidak terlalu banyak orang yang datang besok malam; kalau bisa

jumlahnya tidak lebih dari 8 orang!”

Lu Xiao Feng akhirnya faham. Mereka mungkin telah menghitung-hitung, dengan kekuatan dan

kemampuan Pengawal Istana, walaupun nantinya terjadi masalah, mereka masih mampu mengatasi

keadaan jika hanya 8 orang yang datang.

Tapi masih ada satu hal yang membingungkan Lu Xiao Feng.

“Tapi mengapa hal ini diminta dariku? Aku tidak bisa mengambil keputusan untuk orang lain, aku

juga tidak mungkin tahu berapa banyak orang yang akan datang.”

“Kami ingin Tuan Lu yang mengambil keputusan untuk yang lainnya!”

Lu Xiao Feng semakin bingung.

“Selain dari Majikan Benteng Awan Putih dan XiMen Chui Xue, kami ingin Tuan Lu yang

bertanggung-jawab untuk memilih enam orang lainnya.” Wei Zi Yun menerangkan lagi sebelum Lu

Xiao Feng sempat bertanya.

“Maksudmu, besok malam, hanya 6 orang yang kupilih yang boleh masuk?”

“Itulah yang kami maksud!”

Lu Xiao Feng tersenyum, senyuman pertanda sakit, menyerah dan letih. Tiba-tiba ia menyadari

bahwa Jago Pedang dari Hunan ini bukan hanya seorang laki-laki yang bersungguh-sungguh dan

terlihat tulus, ia juga seorang rubah liar yang pandai berhitung dan licik. Jika ia yang memilih siapa

saja yang boleh masuk, maka jika terjadi masalah, jelas dialah yang harus bertanggung-jawab dan

terpaksa harus ikut mengatasi keadaan.

“Di sini ada 6 buah sabuk sutera,” Wei Zi Yun meneruskan. “Jika Tuan Lu memilih seseorang

untuk ikut menyaksikan duel tersebut, maka berikan sehelai untuknya dan suruh dia memakainya

saat datang!”

“Sutera ini diimpor dari Persia dan merupakan salah satu harta Istana Kerajaan,” Yin Xian

menjelaskan lebih lanjut. “Di bawah sinar bulan, ia akan berubah warna, jadi mustahil untuk

dipalsukan!”

“Kami telah menginstruksikan orang-orang kami untuk menyebarkan informasi ini pada sahabatsahabat

kita di dunia persilatan!” Wei Zi Yun meneruskan.

“Yang tidak membawa sabuk ini, tak perduli siapa pun orangnya, akan dieksekusi di tempat jika

tertangkap saat memasuki Istana Terlarang tanpa izin!” Ding Ao menekankan dengan dingin.

“Jadi begitulah, kami meminta Tuan Lu mau menerima ini.” Wei Zi Yun mengeluarkan sebungkus

sabuk sutera dan menyerahkannya pada Lu Xiao Feng.

Lu Xiao Feng menatap sabuk-sabuk sutera itu, yang tampak berkilauan terkena sinar matahari,

seperti setumpuk batu-bara yang sedang menyala dan amat panas. Ia tahu pasti bahwa menerima

sabuk-sabuk ini tentu akan membawa banyak masalah bagi dirinya sendiri.

Jelas Wei Zi Yun melihat keraguan di wajahnya.

Koleksi Kang Zusi

“Jika Tuan Lu tidak mau menerimanya, kami tidak akan memaksamu, hanya saja….” Ia berkata

dengan tenang.

“Hanya saja apa?”

“Hanya saja, demi tanggung-jawab kami terhadap keamanan Yang Mulia, kami tentu akan menutup

Istana Terlarang dan meminta Majikan Benteng Awan Putih dan XiMen Chui Xue untuk

memindahkan lokasi duel mereka ke tempat lain.”

“Kalau begitu, akulah yang harus bertanggung-jawab. Kalau orang lain ingin menyalahkan

seseorang, tentu mereka akan menyalahkan diriku!”

“Maka kami meminta Tuan Lu mempertimbangkan ini lagi.” Wei Zi Yun menawarkan dengan

santai.

“Tampaknya aku tidak punya banyak pilihan.” Lu Xiao Feng menghela nafas dan menertawakan

nasibnya sendiri.

Wei Zi Yun tidak berkata apa-apa dan hanya tersenyum.

“Mengapa kalau ada sesuatu masalah yang sulit, maka masalah itu dilemparkan padaku?” Lu Xiao

Feng kembali menghela nafas dan bergumam pada dirinya sendiri.

Hwesio Jujur tiba-tiba tertawa.

“Karena kau adalah Lu Xiao Feng.”

Dan tampaknya alasan itu sudah cukup.

______________________________

Dengan sabuk-sabuk di atas pundaknya, Lu Xiao Feng perlahan-lahan menuruni tembok. Para

serdadu yang menunggu di bawah tembok tiba-tiba telah menghilang dengan sama cepatnya seperti

saat muncul tadi. Para Pengawal Istana di Kota Terlarang tentu saja merupakan prajurit yang paling

terlatih di dunia.

Walaupun ilmu kungfu mereka secara perseorangan tidaklah hebat, tapi busur-busur mereka yang

kuat dan pedang mereka yang tajam, serta pengambilan posisi dan pergerakan mereka yang taktis,

akan membuat sangat sukar, jika tidak bisa dibilang mustahil, bagi jago kungfu mana pun untuk

menghadapi mereka. Selain itu, di samping Wei Zi Yun dan para Komandan Utama lainnya,

mungkin ada banyak lagi jago-jago kungfu di antara para Pengawal Istana.

“Selain dari 6 orang yang kau pilih, orang lain yang kedapatan memasuki Kota Terlarang tanpa izin

akan dieksekusi di tempat tanpa pengecualian!”

“Kau percaya pada apa yang mereka katakan?” Tiba-tiba ia bertanya.

Hwesio Jujur sedang berjalan di depannya, kepalanya terangkat dengan tiba-tiba saat mendengar

pertanyaan itu.

“Bagian yang mana?”

“Jika kau tidak punya sabuk, beranikah kau memasuki Kota Terlarang besok malam?”

Hwesio Jujur tersenyum.

“Aku tidak punya keberanian itu, tapi aku punya sabuk.”

“Kau punya sabuk? Di mana?”

“Di atas pundakmu.”

Lu Xiao Feng pun tersenyum.

“Mengapa aku harus memberimu sehelai sabuk?”

“Karena aku seorang hwesio, hwesio yang jujur.”

“Sepertinya itu alasan yang cukup bagus,” Lu Xiao Feng mengangguk sambil tertawa.

“Lebih dari cukup.”

Lu Xiao Feng mengambil sehelai sabuk dan meletakkannya di atas pundak Hwesio Jujur.

“Mungkin kau seharusnya menukar pakaianmu!” Ia termenung.

“Mengapa?”

“Warna sabuk ini tidak sesuai dengan pakaianmu!”

“Tak apa, kami para hwesio tidak perduli dengan hal itu. Di samping itu, warna sabuk ini nantinya

akan berubah!”

“Aku hanya ingin mengingatkan dirimu bahwa biarpun kau bisa menukar pakaianmu, kau tidak bisa

menukar sabuk itu.” Lu Xiao Feng berkata terus terang.

Koleksi Kang Zusi

Hwesio Jujur kembali tertawa.

“Kau memberiku sesuatu, aku akan balas memberimu sesuatu,” tiba-tiba ia menawarkan. “Karena

kau memberiku sabuk ini, aku pun akan memberimu sesuatu.”

“Apa itu?”

“Sebuah kalimat.”

“Aku mendengarkan.”

Hwesio Jujur melirik Lu Xiao Feng sekilas dan mulai berkata: “Matamu gelap, warna mukamu

seperti debu, nasehatku padamu adalah cepat-cepatlah temukan sebuah tempat untuk tidur, tidurlah

dengan nyenyak sampai besok malam. Kalau tidak….”

“Kalau tidak, apa?”

Hwesio Jujur menarik nafas.

“Walaupun orang mati punya 5 sabuk, ia tetap tidak bisa masuk ke Kota Terlarang.”

“Apakah itu ancaman? Atau peringatan?”

“Itu hanya kebenaran yang sejujur-jujurnya, semua yang kukatakan adalah hal yang sebenarnya.”

Hwesio Jujur pun pergi. Lu Xiao Feng tiba-tiba menyadari bahwa cara berjalannya pun terlihat

amat ganjil, seperti kasim-kasim itu.

-- Apakah hwesio tidak berbeda dengan kasim?

-- Tapi hwesio masih bisa mendatangi pelacur secara diam-diam!

-- Jika kasim punya isteri, mengapa hwesio tidak boleh mendatangi pelacur?

Lu Xiao Feng menghela nafas dan memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu lagi, masih banyak

persoalan mendesak yang harus ia renungkan.

Tosu Kayu, Gu Qing Feng, Pertapa Cemara Kuno, Li Yan Bei, Hua Man Lou, Yan Ren Ying,

keluarga Tang, para pendeta lhama, jago-jago pedang yang misterius itu, belum lagi jago-jago

lainnya dari 7 sekte pedang utama.

Tidak seorang pun dari mereka yang mau ketinggalan acara duel besok malam, tapi sekarang hanya

tersisa 5 lembar sabuk. Bagaimana cara yang tepat untuk membagi-bagikan sabuk ini? Mungkin

tidak ada.

Lu Xiao Feng kembali menghela nafas.

“Yang tidak mendapatkan sabuk mungkin akan mengincar jiwaku,” ia bergumam pada dirinya

sendiri. “Tampaknya aku benar-benar harus tidur nyenyak sampai besok malam!”

Bab 6: Lolos Dari Kematian

Hanya ada dua jenis orang yang bisa tidur selama 40 jam terus-menerus – orang yang mujur dan

orang yang sakit. Lu Xiao Feng tidak sakit, ia juga tidak mujur. Saat ini OuYang Qing telah tak

sadarkan diri selama sehari semalam. Saat ia melihat warna di wajah perempuan itu, semakin

mustahil bagi Lu Xiao Feng untuk tertidur lelap.

Nyonya Ke-13 pun terlihat amat cemas.

“Sejak tadi malam, dia hanya bangun sekali, dan hanya mengucapkan satu kalimat!” Ia berbisik.

“Apa yang ia katakan?”

Sebuah senyuman kaku muncul di wajah Nyonya Ke-13.

“Ia bertanya padaku apakah kau menyukai rumah siput lapis menteganya.”

Hati Lu Xiao Feng seperti tenggelam. Sambil memandang piring berisi rumah siput berlapis

mentega di atas meja itu, tiba-tiba ia merasa bahwa ia benar-benar seorang bajingan yang tidak

punya perasaan.

“Aku yakin aku menyukainya,” ia juga memaksakan sebuah senyuman kaku di wajahnya. “Aku

yakin aku akan memakan semuanya.”

“Bila telah dingin, rasanya tidak akan renyah lagi, ayo kita hangatkan dulu untukmu.”

“Tak perlu, dia yang membuat ini, aku akan memakannya seperti ini!”

Nyonya Ke-13 menghela nafas.

“Akhirnya kau memperlihatkan sedikit tanda kalau kau mempunyai hati.”

Lu Xiao Feng duduk dan, dengan satu gerakan, melemparkan dua butir ke dalam mulutnya.

Koleksi Kang Zusi

“Di mana Li Yan Bei?” Sekonyong-konyong ia bertanya.

“Ia telah pergi.”

“Ke mana dia pergi?”

“Tak tahu,” senyumannya bahkan terlihat makin kaku. “Dia punya rumah lebih dari satu.”

Lu Xiao Feng hendak memasukkan satu butir rumah siput lagi ke dalam mulutnya. Tiba-tiba ia

melihat ekspresi wajah Nyonya Ke-13 seperti menyembunyikan air mata dan kesedihan.

Kesepian yang dialami seorang wanita yang harus menghabiskan 29 hari sebulan dalam kesendirian

bukanlah hal yang mudah untuk ditahan.

Tapi ia berhasil menahannya, karena ia terpaksa. Ini adalah takdirnya, sebagian besar wanita

memiliki kemampuan dan kemauan untuk menerima takdirnya. Dengan cara ini, mereka jauh lebih

kuat daripada laki-laki. Ia memahami Nyonya Ke-13, tapi ia tak bisa memahami OuYang Qing.

“Aku seharusnya tidak menanyakan ini,” ia bimbang sebelum meneruskan. “Tapi aku harus

bertanya.”

“Silakan bertanya kalau begitu.”

“Kau dan OuYang Qing adalah sahabat baik, dan seharusnya tidak ada rahasia di antara sahabat, di

samping itu….”

“Di samping itu kami adalah perempuan, semakin sedikit rahasia yang tidak disimpan di antara

sesama perempuan.” Nyonya Ke-13 menyelesaikan kalimatnya untuknya.

Lu Xiao Feng memaksakan sebuah senyuman kaku lagi di wajahnya.

“Maka kau mungkin tahu banyak tentang urusan pribadinya!”

“Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan?”

“Kudengar Nyonya Pertama Gong Sun pernah berkata bahwa ia masih perawan,” Lu Xiao Feng

akhirnya mengumpulkan cukup keberanian untuk bertanya, “apakah itu benar?”

“Memang benar.” Nyonya Ke-13 bahkan tidak ragu saat menjawabnya.

“Ia bekerja di bidang seperti itu, bagaimana mungkin ia masih perawan?”

“Ada banyak perempuan baik-baik di bisnis tersebut,” Nyonya Ke-13 mendengus dengan dingin.

“Dia bukan hanya seorang perempuan yang baik, ia bahkan seorang yang amat istimewa!”

Lu Xiao Feng kembali menutup mulutnya dengan rumah siput. Sekarang, ia pun bisa menduga

bahwa Nyonya Ke-13 pun terlibat di bisnis seperti itu juga. Dari situlah mereka bisa menjadi

sahabat baik.

Wanita-wanita seperti mereka akan sangat jarang bersahabat dengan perempuan dari “keluarga

baik-baik”. Bukan karena mereka memandang rendah pada orang lain, tapi karena merekalah yang

amat takut bila dipandang rendah.

Lu Xiao Feng menghabiskan sepiring penuh rumah siput itu, seolah-olah ia tidak akan punya muka

jika ia menyisakan satu potong pun.

Nyonya Ke-13 mengawasi dirinya makan sampai habis sebelum bertanya dengan tiba-tiba:

“Mengapa kau begitu perduli tentang hal itu? Apakah ia perawan atau tidak? Apakah itu ada

hubungannya dengan orang lain?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Empat atau lima bulan yang lalu, aku bertemu dengan Hwesio Jujur.” Ia menjelaskan dengan

lambat. “Ia mengatakan bahwa ia menghabiskan waktu malam sebelumnya bersama dengan

OuYang….”

Ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Tiba-tiba ia roboh dan tidak sadarkan diri. Kenapa Nyonya Ke-

13 hanya menatap dengan begitu dingin saat ia roboh seperti itu? Apakah senyuman sinis di

wajahnya itu benar-benar nyata?

Sesungguhnya Lu Xiao Feng memang tidak memahami wanita, apalagi wanita seperti Nyonya Ke-

13. Ia hanya mengira bahwa ia tahu banyak tentang wanita.

Tak perduli siapa pun orangnya, jika seorang laki-laki mengira bahwa ia benar-benar memahami

wanita, maka ia telah ditakdirkan untuk bernasib buruk. Sekalipun dia adalah Lu Xiao Feng.

______________________________

Anehnya, ada orang yang sepertinya selalu diberkahi oleh Tuhan. Walaupun mereka sedang tidak

beruntung, mereka tidak selalu berada dalam keadaan seperti itu. Jelas Lu Xiao Feng termasuk jenis

Koleksi Kang Zusi

orang seperti ini. Ajaib, ia tidak mati. Waktu ia bangun, ia bukan hanya menemukan bahwa semua

anggota tubuhnya masih bisa berfungsi dengan baik, bahkan ia pun menemukan dirinya sedang

berbaring di atas sebuah ranjang yang amat nyaman dan bersih.

Ruangan itu amat bersih, dan aroma bunga crysanthenum dan osmanthus menyebar ke seluruh

ruangan. Lentera telah menyala di atas meja. Di luar jendela sinar bulan tampak murni seperti air.

Seseorang berdiri dalam diam di luar jendela, menghadap bulan musim gugur, pakaiannya putih

seperti salju.

“XiMen Chui Xue!”

Lu Xiao Feng sudah bersusah-payah mencari XiMen Chui Xue, bagaimana dia malah tiba-tiba

muncul di sini dan saat ini? Ia melompat bangkit. Ajaib, ia masih bisa melompat bangkit, hanya saja

kakinya masih agak lemah. Jelas kekuatannya masih belum pulih sepenuhnya.

“Bangsat kecil, dari lubang mana kau keluar?” Lu Xiao Feng berseru, berdiri di sana dengan

bertelanjang kaki. “Di mana kau bersembunyi beberapa hari terakhir ini?”

“Orang seharusnya tidak bicara seperti itu pada tuan penolongnya!” XiMen Chui Xue membalas

dengan dingin.

“Tuan penolong?” Ia masih berseru. “Kau menyelamatkan nyawaku?”

“Jika bukan aku, mungkin nasibmu akan sama seperti Li Yan Bei, terbakar hingga menjadi abu!”

“Li Yan Bei mati?” Lu Xiao Feng berteriak.

“Nasibnya tidak sebaik dirimu, tampaknya kau memang terlahir dengan kemujuran yang luar

biasa!”

Ia akhirnya berpaling dan balas menatap mata Lu Xiao Feng. Wajahnya masih pucat dan dingin,

suaranya pun tetap dingin, tapi matanya menyiratkan kehangatan. Kehangatan yang hanya bisa

ditemukan orang di mata seorang sahabat yang telah lama menghilang.

Lu Xiao Feng pun balas menatap matanya.

“Nasibmu pun tampaknya tidak terlalu buruk akhir-akhir ini.”

“Kelihatannya satu-satunya orang yang benar-benar bernasib buruk adalah Li Yan Bei.”

“Kau tahu bagaimana dia mati?”

XiMen Chui Xue mengangguk.

“Tapi aku tidak tahu sejak kapan kau mulai percaya pada tipe wanita seperti itu!”

“Tipe wanita yang mana?” Lu Xiao Feng kembali berbaring, karena perutnya tiba-tiba mulai terasa

sangat tidak enak. “Tipe wanita seperti OuYang Qing?”

“Bukan OuYang Qing.”

“Bukan dia? Nyonya Ke-13?”

“Rumah siput berlapis mentega itu memang dibuat oleh OuYang Qing, tapi racun itu dimasukkan

oleh Nyonya Ke-13.” XiMen Chui Xue memandang pada Lu Xiao Feng, secercah senyuman

tampak muncul di matanya. “Apakah itu membuat perasaanmu sedikit lebih baik?”

Lu Xiao Feng benar-benar merasa jauh lebih baik, tapi ia masih agak bingung.

“Sejak kapan kau tahu segalanya tentang perasaan di antara pria dan wanita?”

XiMen Chui Xue tidak menjawab pertanyaannya, ia malah berpaling sekali lagi ke arah rembulan.

Sinar bulan turun dari langit seperti mata air. Saat ini adalah malam

hari tanggal 14 September.

“Aku tentu telah lama tertidur!” Lu Xiao Feng menduga-duga.

“Nyonya Ke-13 memang ahli dalam hal obat tidur, ia tidak memasukkan banyak-banyak dalam

rumah siput berlapis mentega itu!”

“Karena ia tahu, jika ia memasukkan terlalu banyak maka aku akan tahu.”

“Dan karena ia tahu kau tentu akan memakan sepiring penuh masakan itu.”

Lu Xiao Feng tertawa tanda mengaku kalah. Jelas Nyonya Ke-13 jauh lebih ahli daripada dirinya

dalam hal ini.

“Tapi bagaimana kau bisa tahu tentang hal ini?” Ia bertanya. “Bagaimana kau bisa

menyelamatkanku?”

“Waktu kau roboh, aku sedang menonton dari luar jendela.”

“Kau melihatku roboh?”

Koleksi Kang Zusi

“Aku tidak mengira kau akan roboh, aku juga tidak tahu kalau ada sesuatu di dalam rumah siput

itu!”

“Karena kau sebenarnya datang hanya untuk bicara denganku?”

“Tapi aku tidak ingin orang lain melihatku. Aku bermaksud menunggu sampai Nyonya Ke-13

pergi. Tapi setelah kau roboh, ia lalu mengeluarkan sebilah pisau.”

“Apakah Li Yan Bei terbunuh oleh pisau yang sama?”

XiMen Chui Xue mengangguk.

“Apakah kau memaksanya bicara? Apakah kau yakin dia mengatakan yang sebenarnya?”

“Sangat sedikit orang yang berani berdusta di hadapanku!” XiMen Chui Xue berkata dengan dingin.

Semua orang tahu bahwa XiMen Chui Xue tidak akan pernah menarik kembali pedangnya bila ia

telah bermaksud untuk membunuh. Tangannya baru saja menyentuh pedangnya sebelum Nyonya

Ke-13 mulai membeberkan hal yang sebenarnya.

“Aku benar-benar tidak menyangka kalau wanita seperti dirinya benar-benar mampu membunuh

orang!” Lu Xiao Feng menghela nafas dan tersenyum menertawakan penilaiannya yang buruk.

“Mengapa kau tidak bertanya padaku kenapa dia melakukan hal itu?”

“Karena aku tahu mengapa ia melakukannya,” Lu Xiao Feng menghela nafas. “Aku masih ingat

sesuatu yang pernah ia katakan padaku.”

“Apa yang ia katakan?”

“Li Yan Bei memiliki wanita lain selain dirinya. Ia bukanlah seorang wanita yang tahan menderita

dan menjalani hidup yang sunyi. Ia tak mau hidup seperti itu, ia juga tidak bisa minggat, maka ia

terpaksa membunuh Li Yan Bei.” Sambil tersenyum sedih, ia meneruskan: “Ia khawatir kalau aku

berusaha menyelidiki apa yang telah terjadi pada Li Yan Bei, itulah sebabnya ia berbuat seperti itu

padaku.”

“Kau melupakan satu hal!”

“Oh?”

“Cek satu juta sembilan ratus lima puluh ribu tael.” Ia mendengus. “Tanpa cek itu, ia tak akan mau

melakukannya, ia juga tak akan berani!”

Tapi, dengan cek itu, tidak banyak tempat di dunia ini yang tak bisa dikunjungi oleh seorang wanita

seperti dirinya, dan tidak banyak hal yang tak berani ia lakukan.

“Ia hendak pergi dengan cek itu setelah membunuhmu, ia bahkan telah mengemasi barangbarangnya.”

“Tentu saja, orang yang punya cek satu juta sembilan ratus lima puluh ribu tael tidak perlu

mengemas barang yang terlalu banyak.” Lu Xiao Feng tertawa pertanda kalah.

“Mengapa kau tidak bertanya padaku apa yang telah terjadi padanya?”

“Apakah aku perlu bertanya?”

Tidak seorang pun bisa pergi dalam keadaan hidup bila bertemu dengan pedang XiMen Chui Xue.

“Kau keliru,” XiMen Chui Xue menjawab dengan santai. “Aku tidak membunuhnya.”

Kepala Lu Xiao Feng tersentak dengan terkejut.

“Kau tidak membunuhnya? Mengapa tidak?”

XiMen Chui Xue tidak menjawab, ia memang tidak perlu melakukannya.

Dan Lu Xiao Feng pun telah tahu jawabannya: “Kau telah berubah… dan berubah amat banyak!”

Ia menatap XiMen Chui Xue dengan sebuah senyuman di matanya.

“Bagaimana kau bisa berubah? Merubah orang sepertimu tidaklah mudah.”

“Dan kau tetap tidak berubah.” XiMen Chui Xue menjawab dengan dingin. “Tidak mengajukan

pertanyaan yang seharusnya kau tanyakan dan mengajukan semua pertanyaan yang seharusnya

tidak kau tanyakan!”

Lu Xiao Feng tertawa.

”Memang ada satu pertanyaan yang ingin kuajukan padamu.” Ia terpaksa mengakui.

“Maka sebaiknya kau mulai bertanya.”

“Di mana OuYang Qing berada?”

“Ia ada di sini, seseorang sedang merawatnya saat ini.”

“Nona Sun?”

Koleksi Kang Zusi

“Bukan.” Kehangatan muncul kembali di mata XiMen Chui Xue. “Nyonya XiMen.”

Lu Xiao Feng tidak bisa menahan kegembiraannya.

“Selamat. Selamat. Selamat….” Ia memberi ucapan selamat pada XiMen Chui Xue sebanyak 7 atau

8 kali berturut-turut. Ia benar-benar berbahagia untuk XiMen Chui Xue, untuk Sun Xiu Qing.

Kebahagiaan dan nasib baik seorang sahabat akan selalu terasa sama seperti kebahagiaan dan nasib

baik kita sendiri.

-- Lu Xiao Feng benar-benar orang yang menyenangkan. Bahkan XiMen Chui Xue pun tak tahan

untuk tidak tertawa kecil dan tersenyum. Ia jarang tersenyum, tapi bila ia melakukannya, rasanya

seperti angin musim semi yang meniup daratan.

“Kau tidak mengira kalau aku akan memiliki keluarga?”

“Benar-benar tidak.” Lu Xiao Feng masih merasa sukar untuk menghapus senyuman dari wajahnya.

“Sedikit pun aku tidak pernah bermimpi.”

Tapi ia telah menduga bahwa hal inilah yang menjadi penyebab atas perubahan yang terjadi pada

XiMen Chui Xue.

“Bagaimana denganmu? Kapan kau akan berkeluarga?” XiMen Chui Xue bertanya sambil

tersenyum.

Senyuman Lu Xiao Feng segera diselubungi oleh sebuah bayangan – bayangan Xue Bing, dan juga

bayangan OuYang Qing.

“Mengapa kau tadi mencariku ke sana?” Ia segera mengganti pokok pembicaraan.

“Aku tahu kau adalah sahabat Li Yan Bei, dan aku juga tahu ia memiliki beberapa orang bawahan

yang terpercaya!”

“Mereka pun tidak berani berdusta padamu?”

“Sedikit pun tidak!”

“Dan mereka tidak berani membocorkan keberadaanmu?”

“Aku yang menemukan mereka, tidak ada yang tahu kalau aku tinggal di sini.”

Dan inilah pertanyaan yang paling ingin diajukan oleh Lu Xiao Feng.

“Jadi tepatnya di manakah tempat ini berada?”

“Mengapa kau tidak pergi keluar dan melihat-lihat?”

Di seberang kebun yang indah dan terawat rapi itu, ada sebuah toko roti. Di depan pintu, yang

merupakan sebuah pintu rangkap, terukir beberapa gambar yang amat halus. Di atas pintu, tertulis

dalam tinta emas, tertera: “Toko Vegetarian Harum dan Lezat”. Lu Xiao Feng melihat sekilas dan

berputar kembali. Ia masih tertawa saat ia kembali.

“Ini sebuah toko roti yang amat tua, dan orang-orang yang bekerja dan lalu-lalang di sini semuanya

berasal dari kampung halamanku.” XiMen Chui Xue berkata dan sebuah perasaan bangga muncul

di wajahnya. “Apakah kau pernah menduga kalau aku akan menjadi seorang pemilik toko roti?”

“Tidak pernah.”

“Pernahkah kau melihat orang dunia persilatan membeli tepung?”

“Tidak pernah.”

“Itulah sebabnya, jika kau mencari-cari ke seluruh kota di negeri ini, kau tetap tidak akan bisa

menemukanku!” XiMen Chui Xue tersenyum.

“Aku tidak akan menemukanmu walaupun kau menghancurkan kepalaku!” Lu Xiao Feng

menyetujui ucapannya itu.

“Kau tahu mengapa aku melakukan hal ini?”

“Ya.” Lu Xiao Feng tersenyum. “Itulah sebabnya aku bukan hanya akan minum arak untukmu, aku

pun tak sabar untuk merasakan telur merahmu!”

{Catatan: Di sini Lu Xiao Feng menyinggung pernikahan XiMen Chui Xue dan kelahiran anaknya.

Mengundang seseorang untuk minum “Xi Jiu”, atau “Arak Kebahagiaan”, adalah sebuah pepatah

yang artinya mengundang orang untuk merayakan pernikahan seseorang. Sedangkan “Hong Dan”,

atau “Telur Merah”, adalah upacara saat kelahiran seorang anak.}

Tapi sebuah bayangan pun muncul dalam senyuman XiMen Chui Xue.

“Aku mencarimu karena aku hendak meminta sesuatu padamu.” Sesudah hening beberapa lama,

akhirnya ia berkata dengan lambat. Kenapa ia merubah pokok pembicaraan? Mungkinkah karena ia

Koleksi Kang Zusi

takut untuk terlalu jauh memikirkan masa depan? Karena ia takut kalau ia mungkin tidak akan

hidup sampai hari itu?

“Silakan. Aku berhutang budi padamu.”

“Aku ingin kau menemaniku ke Kota Terlarang besok.” Tinju XiMen Chui Xue terkepal erat. “Jika

aku kalah, aku ingin kau membawa mayatku kembali ke sini.”

Senyuman Lu Xiao Feng berubah menjadi kaku.

“Walaupun kau kalah, itu bukan berarti kematian.”

“Dalam kekalahan, hanya ada kematian!” Ekspresi wajah XiMen Chui Xue terlihat angkuh, kejam,

dan teguh. Ia bisa menerima kematian, tapi tidak bisa menerima kekalahan!

Lu Xiao Feng merasa ragu. Ia tidak ingin memberitahukan rahasia Ye Gu Cheng pada XiMen Chui

Xue, karena Ye Gu Cheng pun sahabatnya juga.

Tapi walaupun ia tidak mengatakannya, kenyataan tetap tidak akan berubah. Cepat atau lambat,

XiMen Chui Xue pun akan tahu.

“Kau tidak akan kalah!” Ia akhirnya berkata.

“Mengapa tidak?”

“Karena luka Ye Gu Cheng cukup parah.”

XiMen Chui Xue tampak terkejut.

“Tapi kudengar kemarin dia telah melukai Tang Tian Rong hingga parah di Paviliun Musim Semi

Timur.”

“Tang Tian Rong bukanlah XiMen Chui Xue.”

“Jadi lukanya itu benar-benar serius?”

“Ya.”

Warna wajah XiMen Chui Xue pun berubah. Jika orang lain tahu bahwa musuh mereka satusatunya

menderita luka yang berat, ia tentu akan merasa beruntung dan senang. Tapi XiMen Chui

Xue bukan orang seperti itu!

Warna wajahnya bukan hanya berubah, secara dramatis wajahnya pun tampak gelap menakutkan.

“Jika bukan karena aku, kami tentu telah berduel pada tanggal 15 Agustus yang lalu, dan mungkin

aku telah mati di bawah pedangnya. Tapi sekarang….”

“Sekarang dialah yang pasti mati?”

XiMen Chui Xue mengangguk.

“Kau tidak bisa membunuhnya?”

“Walaupun aku tidak membunuhnya, ia tentu tetap akan mati!” XiMen Chui Xue menjawab dengan

muram.

“Tapi….”

“Mungkin kau tidak memahami orang-orang seperti kami,” XiMen Chui Xue memotong. “Kami

boleh mati, tapi tidak boleh kalah!”

Lu Xiao Feng menghela nafas panjang. Bukannya ia tidak memahami mereka, ia telah lama tahu

bahwa mereka adalah jenis orang yang sama. Jenis orang yang mungkin tidak kau sukai, tapi harus

kau hormati! Jenis orang yang hampir seperti dewa.

Tidak perduli seni apa pun, baik itu ilmu pedang, catur, atau musik, agar benar-benar mampu

mencapai puncak ilmu itu, orangnya haruslah tipe orang seperti ini. Karena hal tersebut adalah sifat

seni itu sendiri, karena ia menuntut seluruh hidup orang itu sebagai pengorbanannya.

“Tapi kau telah berubah!” Lu Xiao Feng keberatan. “Dulu aku berpendapat bahwa kau adalah

semacam dewa yang setengah gila dan setengah kerasukan, tapi sekarang kau memiliki rasa

kemanusiaan di dalam dirimu.”

“Mungkin aku benar-benar telah berubah. Jika demikian, mungkin sekali aku tidak akan mampu

menandingi Ye Gu Cheng, jika ia tidak sedang terluka.” Sikap XiMen Chui Xue tampak semakin

muram. “Tapi sekarang ia tidak punya kesempatan sedikit pun untuk mengalahkanku. Ini tidak

adil.”

“Jadi kau bermaksud untuk….”

“Aku hendak menemuinya.”

“Untuk apa?”

Koleksi Kang Zusi

“Apakah kau benar-benar mengira kalau aku hanya tahu cara membunuh?” XiMen Chui Xue

tertawa dingin.

Mata Lu Xiao Feng tampak bersinar-sinar. Ia tiba-tiba teringat bahwa XiMen Chui Xue dulu pernah

terluka oleh Pasir Beracun keluarga Tang. Tapi ia jelas masih tetap hidup dan sehat walafiat hingga

sekarang.

“Aku akan membawamu.” Lu Xiao Feng melompat bangkit. “Jika hanya ada satu orang yang bisa

mengobati luka Ye Gu Cheng, itu adalah kau!”

Daerah pinggiran kota yang sunyi, bulan yang dingin. Bulan telah bulat penuh. Sinar bulan yang

dingin tampak menyinari halaman yang gelap dan menyeramkan itu. Lampu telah menyala di dalam

ruang meditasi.

“Majikan Benteng Awan Putih mau tinggal di sini?”

“Ia seperti dirimu, ia pun tidak ingin orang lain menemukan dirinya!”

“Jadi bagaimana kau bisa menemukannya?”

“Dari hwesio yang tinggal di sini. Dia bernama Sheng Tong.”

“Ia yang membawamu ke sini?”

“Aku juga pernah berbuat baik, aku pernah menyelamatkan nyawa beberapa orang.” Lu Xiao Feng

tersenyum. “Kau tidak pernah tahu kapan seseorang akan membalas budimu karena telah

menyelamatkan jiwanya.”

Ini mungkin bukanlah segi yang paling menyenangkan bila kita menolong orang, tapi setidaknya ini

adalah salah satu hal yang menyenangkan.

“Saudara Ye, ini aku.” Ia mengetuk pintu. “Lu Xiao Feng.”

Tidak ada jawaban. Walaupun Ye Gu Cheng sedang tidur, tidak mungkin ia tidur selelap ini.

Mungkin kamarnya sudah kosong? Lu Xiao Feng mengerutkan keningnya. XiMen Chui Xue telah

menerobos masuk lewat pintu. Di dalam kamar ada seseorang, orang mati! Orang yang tercekik

hingga mati!

Dia bukan Ye Gu Cheng. “Ini Sheng Tong.”

“Siapa yang membunuhnya? Mengapa dia dibunuh?”

“Tampaknya ia bukan hanya berhutang budi padaku.” Lu Xiao Feng menggelengkan kepalanya. “Ia

membawa orang lain ke sini, tapi Ye Gu Cheng telah pergi. Orang itu mengira bahwa Sheng Tong

telah membocorkan gerakan mereka dengan sengaja, maka ia pun membunuhnya karena marah!”

Penjelasan ini bukan hanya tampak logis, mungkin inilah satu-satunya penjelasan yang masuk di

akal.

Lu Xiao Feng menghela nafas lagi.

“Ini adalah orang kedua yang kulihat tercekik sampai mati!”

“Siapa yang pertama?”

“Nyonya Pertama Gong Sun.”

“Apakah mereka mati di tangan orang yang sama?”

“Mungkin sekali.”

Walaupun Sheng Tong tidak tercekik mati oleh sehelai pita sutera merah, tapi metode

pembunuhannya tampaknya amat mirip.

“Apa hubungan Nyonya Pertama Gong Sun dengan urusan ini?”

“Seharusnya ada,” Lu Xiao Feng tertawa jengkel. “Tapi aku belum bisa membayangkannya. Aku

belum menemukan benangnya!”

“Benang apa?”

“Benang yang menghubungkan semuanya.”

“Apa lagi yang kau ketahui?”

“Ye Gu Cheng terluka karena seseorang menjebaknya, kalau tidak Tang Tian Yi tidak akan pernah

sempat menyerang.”

“Siapa yang menjebaknya?”

“Seseorang yang bisa memikat ular dengan sebuah seruling bambu.”

“Racun yang diderita OuYang Qing pun racun ular juga.”

Koleksi Kang Zusi

“Orang ini bukan hanya melukai Ye Gu Cheng dan OuYang Qing, ia juga membunuh si Untung

Besar Sun, Sheng Tong, dan Nyonya Pertama Gong Sun!”

“Kau yakin?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Karena aku telah membuktikan bahwa orang yang mencekik Nyonya Pertama Gong Sun hingga

mati tidak lain adalah si pemikat ular. Ia bermaksud mengalihkan perhatianku dan menimpakan

kesalahan pada Nyonya Pertama Gong Sun.”

“Tampaknya tidak ada hubungan di antara 5 orang itu.”

“Dan itulah sebabnya aku tidak bisa membayangkan kenapa seseorang ingin menyingkirkan mereka

semua!”

“Apakah ada orang yang kau curigai?”

“Hanya satu orang yang tingkah-lakunya mencurigakan.”

“Siapa?”

“Hwesio Jujur!”

Hwesio Jujur menjebak dan membunuh orang? Siapa yang akan percaya hal itu?

“Aku tahu tidak ada orang yang akan percaya padaku, tapi ia benar-benar merupakan orang yang

paling mencurigakan!”

“Kapan kau mulai mencurigainya?”

“Sejak satu kalimat itu.”

“Kalimat yang mana?”

“OuYang Qing adalah seorang perawan.”

“Apa hubungannya keperawanan OuYang Qing dengan Hwesio Jujur?”

“Ada hubungannya.”

XiMen Chui Xue tidak mengerti, tidak ada orang yang akan mengerti.

“Waktu aku sedang mengusut perkara Puteri DanFeng, aku pergi mencari si Untung Besar Sun.

Hari itu si Untung Besar Sun kebetulan berada di tempat pelacurannya OuYang Qing. Dan dalam

perjalanan ke sana, aku bertemu dengan si Hwesio Jujur.”

XiMen Chui Xue masih belum bisa membayangkan apa yang terjadi.

“Maka aku bertanya padanya, dari mana saja dia? Ke mana ia hendak pergi?”

“Apa yang ia katakan?”

“Ia mengatakan bahwa ia baru dari kamar OuYang Qing!”

“Tapi OuYang Qing adalah seorang perawan.”

“Berdasarkan hal itu, kau bisa melihat bahwa Hwesio Jujur tidaklah benar-benar jujur.”

“Itu bukan berarti bahwa ia pun membunuh!”

“Setiap orang berdusta untuk suatu alasan, apa alasan dia?”

“Jadi menurutmu, ia tentu telah melakukan sesuatu yang tidak boleh diceritakan pada malam

sebelumnya, maka ia berdusta padamu sebagai alibinya?”

“Tentu saja, ia tidak menduga kalau aku kebetulan mengenal OuYang Qing!”

“Mengapa ia tidak menggunakan orang lain? Mengapa ia menggunakan OuYang Qing?”

“Karena OuYang Qing memang berurusan dengan dirinya!”

XiMen Chui Xue kembali terpaku.

“Setelah aku menghancurkan Paviliun Baju Hijau, aku menemukan bahwa ada sebuah organisasi

rahasia lainnya di dunia persilatan yang disebut ‘Sepatu Merah’. Tampaknya mereka juga yang

mengendalikan Paviliun Baju Hijau secara diam-diam.”

“Aku pernah mendengar hal itu.”

Lu Xiao Feng adalah sosok yang legendaris. Keberhasilannya menghancurkan Paviliun Baju Hijau,

mengalahkan Huo Xiu, menangkap si Bandit Penyulam, dan bersama Nyonya Pertama Gong Sun

menjebak Jin Jiu Ling untuk mengorek pengakuannya telah lama tersebar ke seluruh dunia

persilatan.

“Setelah mengetahui tentang Sepatu Merah, barulah aku akhirnya menyadari bahwa mereka juga

dikendalikan orang!”

“Yang mengendalikan mereka adalah sebuah kelompok rahasia lain?”

Koleksi Kang Zusi

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Paviliun Baju Hijau adalah kelompok yang anggotanya laki-laki, Sepatu Merah semuanya terdiri

dari wanita, kelompok rahasia yang satunya lagi bisa jadi seluruhnya terdiri dari hwesio dan

mungkin disebut sebagai Kaus Kaki Putih!”

“Dan menurutmu, ketua organisasi ini tak lain adalah Hwesio Jujur?”

Lu Xiao Feng mengangguk lagi.

“Aku sangat jarang bertemu dengannya, tapi waktu aku menangani urusan Paviliun Baju Hijau, ia

tiba-tiba muncul. Lalu waktu aku sedang mencari Sepatu Merah, ia pun muncul lagi. Terlalu banyak

kebetulan.”

“Tapi ia tidak mencegahmu saat kau menghancurkan Paviliun Baju Hijau, ia juga tidak

mencegahmu saat mencari Sepatu Merah!”

“Karena ia tahu pasti bahwa aku telah bertekad kuat untuk melakukannya. Walaupun ia berusaha, ia

tidak akan bisa menghentikanku.”

Bahkan XiMen Chui Xue pun terpaksa mengakui bahwa memang mustahil bagi siapa pun untuk

mencegah Lu Xiao Feng melakukan apa yang ia inginkan.

Lu Xiao Feng tertawa dingin dan meneruskan: “Hwesio semuanya memakai kaus kaki putih. Ia

mengatakan bahwa kaus kaki yang ia kenakan hanyalah kaus kaki dari daging. Aku mengatakan

bahwa kaus kaki dagingnya pun putih, tapi ia bilang bahwa kulitnya tidak putih.”

“Kulitnya memang tidak putih.”

“Jika ada lumpur di kaus kaki putihmu, apakah kaus kaki itu tetap putih?” Lu Xiao Feng

mendengus.

“Ya,” XiMen Chui Xue terpaksa mengakui hal itu. “Jadi kau curiga bahwa ia membunuh Nyonya

Pertama Gong Sun dan OuYang Qing untuk membungkam mulut mereka?”

“Karena aku bukan hanya mengenal mereka, aku pun telah menjadi sahabat mereka. Maka ia

khawatir kalau mereka akan membocorkan rahasianya.”

“Malam itu, si Untung Besar Sun pun berada di tempat pelacuran itu.”

“Di samping itu, si Untung Besar Sun benar-benar tahu terlalu banyak.”

Jika ada seseorang yang tahu terlalu banyak, harapannya untuk hidup panjang mungkin tidak akan

terpenuhi.

XiMen Chui Xue merenung sebentar sebelum menarik kesimpulan: “Tak perduli apa, semua ini

hanyalah dugaanmu. Kau tidak punya bukti.”

“Dugaanku amat jarang keliru!”

“Jadi kau telah menemukan benang yang menghubungkan si Untung Besar Sun, OuYang Qing, dan

Nyonya Pertama Gong Sun.”

“Ya.”

“Bagaimana dengan Ye Gu Cheng? Mengapa Hwesio Jujur memburu Ye Gu Cheng?”

“Karena ia ingin menggunakan kesempatan ini untuk memperluas kekuasaannya hingga ke

ibukota.”

XiMen Chui Xue kembali terpaku.

“Ia tahu bahwa Li Yan Bei dan Du Tong Xuan telah memasang taruhan besar untuk kalian berdua

karena kedua orang itu pun ingin menggunakan kesempatan ini untuk memperluas wilayah

mereka.”

“Li Yan Bei bertaruh untukku?”

“Itulah sebabnya, pertama-tama ia mencoba untuk membeli tanah Li Yan Bei.”

“Dengan menggunakan cek itu?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Seorang pendeta yang membeli tanah itu, Gu Qing Feng.”

“Karena ia berpendapat bahwa Ye Gu Cheng pasti akan kalah, maka Du Tong Xuan pasti akan

kalah dalam taruhan itu?”

“Dengan cara ini, ia bisa melenyapkan dua kekuatan besar di ibukota hanya dalam satu sapuan, dan

dengan usaha yang minimum pula.”

Koleksi Kang Zusi

“Rencana yang demikian rumit, hanya kalian berdua yang bisa memikirkan sesuatu seperti ini.”

XiMen Chui Xue menghela nafas.

“Bukan aku yang membuat rencana ini, tapi dia!”

“Tapi kaulah orang yang bisa menebaknya,” XiMen Chui Xue membalas dengan dingin.

“Bukankah itu berarti kau lebih hebat daripada dia?”

“Menurutmu, dugaanku itu tidak benar?”

“Aku tidak berkata begitu.”

“Tapi kau tentu berpendapat begitu, aku tahu.” Sebuah senyuman agak kesal pun muncul di wajah

Lu Xiao Feng. Tiba-tiba ia menghela nafas dan menambahkan: “Di samping itu, aku pun

berpendapat begitu!”

“Kau pun berpendapat bahwa dugaanmu itu tidak sepenuhnya logis?”

“Itulah sebabnya mengapa aku tadi mengatakan bahwa aku belum menemukan benangnya!”

“Bukankah kau telah menemukan salah satunya?”

“Itu tidak cukup.”

Tentu saja mereka saat itu bukan sedang berbincang-bincang sambil berdiri di ruangan tersebut.

Tidak ada orang yang suka berada dalam ruangan yang gelap dan lembab bersama dengan sesosok

mayat. Angin dingin daerah pinggiran kota, di fihak lain seperti menjernihkan fikiran orang,

membuat otak lebih tajam. Mereka berjalan dengan lambat menelusuri sebuah jalan kecil, di bawah

sinar bulan September. Angin musim gugur meniup dengan lembut rerumputan kuning di pinggir

jalan, dunia tampak sunyi dan sepi. Mereka telah berjalan cukup jauh.

“Benang ini masih tidak bisa menjelaskan semuanya,” Lu Xiao Feng tiba-tiba bicara lagi. “Masih

ada satu kematian lagi yang tidak bisa dijelaskan.”

“Kematian siapa?”

“Zhang Ying Feng.”

XiMen Chui Xue mengenalnya. “Tiga Orang Gagah dan Empat Perempuan Cantik” semuanya

berasal dari sekte yang sama. Ini berarti kakak seperguruan Yan Ren Ying itu tidak lain daripada

kakak seperguruan Sun Xiu Qing juga. Sekarang Sun Xiu Qing telah menjadi Nyonya XiMen,

XiMen Chui Xue pun tentu harus menangani urusan Zhang Ying Feng ini.

“Ia terbunuh?”

“Ia terbunuh kemarin,” Lu Xiao Feng merasa harus menceritakan kembali kejadian itu. “Kematian

yang amat aneh.”

“Siapa yang membunuhnya?”

“Seharusnya kau.”

“Seharusnya aku?” XiMen Chui Xue mengerutkan keningnya. “Seharusnya aku yang

membunuhnya?”

Lu Xiao Feng mengangguk.

”Karena tujuan kedatangannya ke ibukota sini tidak lain adalah untuk membalas dendam!”

“Jadi itulah alasanku untuk membunuhnya?” XiMen Chui Xue menjawab dengan dingin.

“Luka yang mematikan ada di tenggorokannya, di situ hanya ada satu tetes darah.”

Tentu saja XiMen Chui Xue mengerti apa arti ucapannya itu.

Hanya sebuah serangan yang amat tajam, luar biasa menakutkan, dan cepat sekali yang bisa

menimbulkan luka seperti itu. Dan itu hanyalah satu serangan saja! Selain dari XiMen Chui Xue,

siapa lagi yang mampu menyerang secepat itu?

Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Sayangnya aku sekarang pun sudah tahu bahwa kau bukan pembunuhnya!”

“Kau telah tahu siapa orangnya?”

“Ada dua orang tersangka utama, seorang kasim dan seorang muka bopeng.”

“Mati di tangan dua orang seperti itu tidaklah memalukan.” XiMen Chui Xue bukanlah orang yang

tidak memiliki perasaan humor.

“Sayangnya Zhang Ying Feng tidak mungkin mati di tangan mereka.” Lu Xiao Feng menertawakan

keadaan serba sulit itu. “Pertama, aku masih belum menemukan motif mengapa mereka ingin

Koleksi Kang Zusi

membunuh Zhang Ying Feng. Kedua, mereka tidak mungkin mampu menandingi Zhang Ying

Feng.”

“Jadi dua orang yang seharusnya merupakan pembunuh tidak mungkin menjadi pembunuh!”

“Karena itu kepalaku jadi sakit.”

“Siapa pembunuhnya?”

“Itulah yang ingin kuketahui. Mau tak mau, aku curiga bahwa kematian Zhang Ying Feng ada

hubungannya dengan semua ini!”

“Kenapa begitu?”

“Karena kau pun bisa menganggap kasim sebagai pendeta. Dan mereka juga memakai kaus kaki

putih.”

XiMen Chui Xue merenungkan keadaan itu dalam diam.

“Yan Ren Ying yang menemukan mayat Zhang Ying Feng?” Tiba-tiba ia bertanya.

“Ya.”

“Di mana dia sekarang?”

“Kau ingin bertemu dengannya?”

“Aku ingin melihat luka mematikan di tenggorokan Zhang Ying Feng, mungkin aku bisa menduga

siapa pemilik pedang yang membunuhnya itu!”

“Aku telah memeriksa luka itu, memeriksanya dengan amat teliti.”

“Aku tahu ilmu kungfumu tidak buruk, ketajaman mata dan keahlianmu pun tidak rendah.” XiMen

Chui Xue membantah dengan dingin. “Tapi bila menyangkut pedang, pengetahuanmu tidak jauh

lebih baik daripada seorang perempuan tua!”

Lu Xiao Feng hanya bisa tertawa pada dirinya sendiri. Ia tidak bisa membantah. Tidak ada orang

yang bisa berdebat tentang pedang dengan XiMen Chui Xue.

“Jika kau bersikeras untuk pergi, aku akan membawamu ke sana.” Ia meneruskan, senyuman lelah

masih terlihat di wajahnya. “Tapi kau sebaiknya berhati-hati.”

“Mengapa?”

“Karena Yan Ren Ying telah menemukan beberapa pembantu, di antara mereka bukan hanya

terdapat 2 orang lhama dari Tibet, tapi juga ada dua orang jago pedang misterius yang telah terlatih

selama bertahun-tahun dan berasal dari sebuah sekte pedang yang misterius di puncak Gunung

Perairan Dewi.”

“Apakah mereka menggunakan pedang?”

Tidak perduli betapa misteriusnya sebuah sekte pedang, pada akhirnya mereka tentu akan tetap

menggunakan pedang.

“Asal mereka menggunakan pedang, mereka yang seharusnya berhati-hati bila mereka bertemu

denganku!” XiMen Chui Xue memberi komentar dengan dingin.

“Jadi yang harus berhati-hati itu mereka, bukan kamu.” Lu Xiao Feng tersenyum.

“Tentu saja.”

“Bagaimana dengan kedua lhama itu?”

“Lhama itu bagianmu.”

Pendeta Budha dan Tao telah banyak membuat Lu Xiao Feng sakit kepala, sekarang lhama-lhama

itu menjadi urusannya pula.

“Ada orang yang mencari kemasyuran, kekuasaan, ada pula yang mencari harta, kau tahu apa yang

kucari?” Ia bergumam.

“Masalah.”

“Tepat. Tidak perduli ke mana pun aku pergi dan ke mana pun aku memandang, yang kutemukan

hanya masalah!”

“Jadi ke mana kita akan pergi?”

“Losmen Keberuntungan.”

Losmen Keberuntungan terletak di jalan utama di sebelah timur kota. Mungkin, inilah hotel tertua

dan terbesar di ibukota. Saat mereka tiba, hari telah larut malam, tapi Yan Ren Ying dan temantemannya

tidak berada di sana.

Koleksi Kang Zusi

“Tuan Yan ingin menguburkan kakak seperguruannya,” pegawai hotel menerangkan. “Ia pergi

beberapa saat yang lalu dengan kedua tuan lhama!”

“Ke mana tujuan mereka?”

“Altar Tanaman Dewa.”

---------------

Altar Tanaman Dewa terletak di luar Gerbang Kedamaian Abadi.

“Mengapa mereka membawanya ke sana?”

“Karena altar itu telah lama tidak digunakan, maka lhama-lhama itu hendak menggunakannya untuk

kremasi.”

“Kremasi?”

“Secara tradisional, para petani dan penggembala di wilayah luar tembok besar selalu dikremasi

oleh pendeta lhama saat mereka meninggal. Walaupun ada di antara mereka yang telah pindah ke

daerah tengah, mereka tetap memelihara tradisi itu, begitu juga dengan kebiasaan mengimpor

rumput tertentu dari wilayah luar sana.”

“Apakah ada sesuatu yang istimewa dengan rumput itu?”

“Ya, bukan hanya rumput itu amat lembut, warnanya juga tetap hijau walaupun telah kering.”

“Apa yang mereka lakukan dengan rumput itu?”

“Mereka membantali peti-peti itu dengan rumput tersebut!”

“Peti apa?”

“Semacam peti mati, tapi hanya digunakan sampai saat kremasi.”

“Mengapa begitu?”

“Karena lhama-lhama itu meminta upah, jika upahnya tidak dibayar penuh, maka kau harus

menunggu. Aku pernah melihatnya sekali, seluruh aula dipenuhi oleh peti-peti selebar setengah

meter dan setinggi satu meter.”

“Peti-peti itu lebarnya hanya setengah meter dan tingginya satu meter?”

Lu Xiao Feng mengangguk, sepertinya ia hampir muntah.

“Jadi mayat itu tidak berbaring atau berdiri, tapi harus berjongkok di dalam peti.”

XiMen Chui Xue pun mengerutkan keningnya.

“Aula utama itu bukan hanya terisi oleh peti-peti ini, kantung-kantung kuning pun bergantungan di

langit-langit.”

“Apa isi kantung-kantung itu?”

“Abu mayat. Mereka mengirimkan abu mayat itu kembali ke kampung halaman mereka hanya satu

kali dalam setahun. Maka, sebelum dikirim, mereka menggantungnya di langit-langit aula utama.”

“Kita tidak bisa membiarkan mereka memasukkan abu Zhang Ying Feng ke dalam salah satu

kantung itu.”

“Maka kita sebaiknya bergegas.”

Bab 7: Penyelamatan Di Krematorium

Larut malam. Cahaya di aula tampak redup, membuat aula itu tampak lebih mirip kuburan. Udara

malam di bulan September seharusnya dingin dan menyegarkan, tapi di dalam sini, seperti

membawa bau busuk yang luar biasa.

Bau busuk di markas para kasim dulu sudah cukup untuk membuat orang muntah, tapi bau busuk di

sini berbeda. Bau ini aneh dan menakutkan. Karena ini adalah bau daging yang membusuk. Di

beberapa buah peti terlihat bercak darah, darah yang merah gelap perlahan-lahan terlihat mengalir

keluar dari sela-sela potongan kayu.

“Brak!” Tiba-tiba sepotong kayu tampak terpental dan sebuah retakan muncul di atas peti itu.

Seakan-akan ada seorang manusia hidup di dalam peti itu yang sedang berusaha untuk keluar.

Mungkinkah orang mati bisa hidup kembali? Bahkan XiMen Chui Xue pun merasakan

punggungnya menjadi dingin.

“Jangan khawatir,” Lu Xiao Feng menepuk pundaknya dan memaksakan sebuah senyuman berani

di wajahnya. “Orang mati tidak bisa hidup kembali.”

Koleksi Kang Zusi

XiMen Chui Xue tertawa mendengar ucapan itu.

“Tapi orang mati akan membusuk, dan tubuh mereka akan membengkak, membengkak sedemikian

rupa hingga menghancurkan peti.”

“Tidak ada yang meminta penjelasan darimu.” XiMen Chui Xue berkata dengan dingin.

“Aku khawatir kalau kau ketakutan.”

“Aku hanya takut pada satu jenis manusia!”

“Manusia macam apa?”

“Yang tidak mau tutup mulut.”

Lu Xiao Feng tertawa, walaupun itu bukan tawa yang teramat riang. Tidak ada orang yang bisa

merasa gembira di tempat seperti ini.

“Aneh, tidak seorang pun dari mereka yang berada di sini.” Lu Xiao Feng bergumam sambil

berjalan mondar-mandir di antara peti-peti itu.

Ia lebih suka dimaki orang karena tidak menutup mulutnya daripada benar-benar menutup mulut. Di

tempat seperti ini, sebentar saja orang akan jadi gila jika tidak bicara. Bicara bukan hanya

membantunya untuk merasa tenang, hal itu juga akan membuatnya bisa melupakan bau yang

menakutkan ini untuk sementara.

“Mungkin mereka sedang mengkremasi mayat Zhang Ying Feng di belakang, satu-satunya tungku

pembakaran di tempat ini berada di belakang gedung.”

“Satu-satunya tungku pembakaran?”

“Di sini hanya ada satu tungku, dan tungku itu mengeluarkan asap.”

“Kau tahu banyak.”

“Ada satu hal yang tidak ia ketahui.” Terdengar seseorang mengejek dari belakang gedung sana.

“Tungku itu bisa mengkremasi 4 orang sekaligus. Kalian berempat akan terbakar menjadi abu.”

Pendeta lhama tidak semuanya ganjil dan aneh, tapi kedua lhama ini bukan hanya ganjil, tapi juga

aneh. Tidak ada orang yang bisa menguraikan bagaimana wajah mereka, karena wajah mereka

terlihat seperti dua topeng setan yang terbuat dari tembaga bercat hijau.

Mereka mengenakan jubah kuning, tapi jubah itu hanya menutupi setengah bagian tubuh atas dan

pundak kiri mereka dibiarkan terbuka. Di tangan kiri mereka ada 9 buah cincin tembaga hijau yang

sepadan dengan anting yang tergantung di telinga mereka. Senjata di tangan mereka pun berupa

cincin tembaga berwarna hijau. Selain tempat genggaman mereka di cincin itu, badan cincin itu

tampak tajam dan runcing. Siapa pun, bila melihat dua orang seperti ini di sebuah tempat seperti ini,

tentu akan mengucurkan keringat dingin karena ketakutan. Tapi Lu Xiao Feng malah tertawa.

“Ternyata pendeta lhama tidak bisa menghitung,” ia bergurau. “Di sini kami hanya berdua, bukan

berempat.”

“Dua di depan, ditambah dua di belakang.” Salah satu lhama itu tiba-tiba tersenyum menyeramkan,

memperlihatkan gigi-giginya yang menakutkan. Tapi wajah lhama yang satunya lagi tampak

membeku seperti muka mayat.

“Siapa dua orang yang ada di belakang?” Lu Xiao Feng tidak memahami ucapannya.

“Dua orang yang akan menemani kalian berdua ke Tanah Barat.”

Lu Xiao Feng kembali tertawa.

“Aku tidak ingin pergi ke sana, aku tidak punya teman di sana.”

“Bunuh!” Lhama yang tidak tersenyum tadi tiba-tiba memberi perintah. Cincin tembaga itu bergetar

ketika kedua lhama tersebut bersiap-siap untuk menyerang.

“Mereka berdua adalah pendeta lhama.” XiMen Chui Xue berkata dengan dingin.

“Mereka hanya berdua.”

“Lhama-lhama itu bagianmu.”

“Jadi apa yang akan kau lakukan?”

XiMen Chui Xue tertawa. Tiba-tiba ia menghunus pedangnya. Dengan sebuah sinar kilat, pedang

itu terbang ke arah sebuah peti kayu di pinggir. Tidak ada orang yang bisa membayangkan

kecepatan ia menghunus pedangnya dan menyerang, juga tidak ada yang bisa menduga kalau ia

akan menyerang peti itu, pedangnya tidak pernah membunuh orang yang sudah mati.

Koleksi Kang Zusi

“Brak!” Tepat saat itu, sebuah peti lain tiba-tiba hancur berantakan dan sebatang pedang berbentuk

seperti ular pun melayang keluar, langsung menuju selangkangan Lu Xiao Feng. Serangan ini

benar-benar amat cepat dan mendadak, juga amat tidak terduga.

Orang mati masih bisa membunuh? Jika Lu Xiao Feng bukan Lu Xiao Feng, ia tentu telah terbunuh

oleh pedang itu! Tapi Lu Xiao Feng adalah Lu Xiao Feng. Tiba-tiba ia mengulurkan tangannya dan,

dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, menangkap pedang itu!

Tidak perduli apakah serangan itu berasal dari manusia atau hantu, asalkan ia mau, ia akan selalu

berhasil menangkap pedang itu, baik itu pedang manusia atau pedang setan.

Ini benar-benar sebuah ilmu tunggal di dunia ini dan tidak pernah gagal.

“Ssttt!” Dan tepat saat itu pula pedang XiMen Chui Xue menembus peti tadi. Tiba-tiba sebuah

raungan yang menggetarkan sukma terdengar dari dalam peti saat potongan-potongan kayu

beterbangan dan seseorang melompat keluar.

Seorang laki-laki bertubuh gelap dan kurus dengan pedang berwarna hitam di tangannya. Wajahnya

penuh dengan darah, darah yang merah.

“Ternyata mereka ada empat orang!” Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Empat orang, tujuh mata.” XiMen Chui Xue memberi komentar dengan dingin.

Mata kiri laki-laki berpakaian hitam yang melompat keluar dari dalam peti itu telah, ajaib sekali,

terkorek keluar oleh ujung pedang tadi. Seperti orang gila, ia mengayun-ayunkan pedang hitamnya

yang berbentuk ular dan ia, dengan kecepatan seperti kilat, melakukan 9 kali serangan. Tekniknya

ganjil tapi efektif, aneh tapi keji. Sayangnya ia menggunakan pedang. Sayangnya ia bertemu dengan

XiMen Chui Xue!

“Aku tidak bermaksud untuk membunuh.” XiMen Chui Xue berkata dengan dingin.

Pedangnya melesat sekali lagi, dan sekali lagi! Raungan orang berbaju hitam itu tiba-tiba berhenti

dan tubuhnya tiba-tiba membeku dan ia berdiri di sana seperti patung. Darah masih menyembur,

tapi ia telah roboh seperti balon yang ditusuk.

Dengan pedang terjepit di antara jari-jarinya, Lu Xiao Feng memandang pada peti di hadapannya.

Ajaib, tidak ada sedikit pun gerakan atau suara dari dalam peti itu.

“Tentu bukan seorang lhama yang berada di dalam peti ini.” Tiba-tiba ia menarik kesimpulan.

“Mm.”

“Aku menangkap sebatang pedang untukmu, bagaimana kalau kau menangkap seorang lhama

untukku dan kita pun boleh menganggapnya impas?”

“Setuju.” XiMen Chui Xue tiba-tiba melayang dan kilauan pedangnya lalu menghujani lhama yang

tersenyum tadi seperti badai petir. Ia tidak menyukai tampang lhama itu saat tersenyum.

Cincin lhama itu mulai berputar-putar dan mengelilingi dirinya. Gerakannya juga ganjil tapi efektif,

aneh tapi keji. Cincin kembar itu merupakan sepasang senjata yang aneh, jika sebatang pedang atau

golok tersangkut dalam lingkarannya, tentu pedang atau golok itu setidaknya akan terampas, kalau

tidak tentu akan patah.

Kilauan pedang tampak berkerlap-kerlip saat memasuki lingkaran cincin kembar itu seperti seekor

kupu-kupu yang melemparkan dirinya sendiri ke dalam nyala api. Senyum menyeramkan pun

muncul kembali di wajah lhama itu saat ia tiba-tiba memutar cincin kembar itu dan berusaha

mematahkan pedang XiMen Chui Xue menjadi dua potong!

“Patah!” Kata itu belum sempat keluar dari tenggorokannya, karena saat ia hendak membuka

mulutnya dan bicara, tiba-tiba ia menyadari bahwa pedang itu telah tiba di depan tenggorokannya.

Pedang yang begitu dingin seperti es! Ia hampir bisa merasakan dinginnya pedang saat perlahanlahan

memasuki darahnya. Lalu ia tidak merasakan apa-apa lagi, ia pun tidak tersenyum lagi.

XiMen Chui Xue tidak menyukai tampangnya waktu ia tersenyum.

Walaupun wajah lhama yang tidak tersenyum tadi telah pucat pasi, ia masih mengkertakkan giginya

dan hendak menyerang.

Tapi XiMen Chui Xue malah hanya menunjuk pada Lu Xiao Feng.

“Kau adalah bagiannya.” Perlahan-lahan ia mengangkat tangannya dan meniup dengan lembut

setetes darah di ujung pedangnya dan tidak memandang lhama itu lagi. Lhama tersebut mundur

Koleksi Kang Zusi

selangkah dengan heran dan melihat tetesan darah itu jatuh ke atas tanah. Akhirnya, ia

menghentakkan kakinya ke tanah dan menyerbu Lu Xiao Feng.

Lu Xiao Feng masih menjepit pedang yang berasal dari peti tadi di antara jari-jarinya. Sebuah

senyuman ironis pun muncul di wajahnya.

“Orang ini benar-benar tidak mau rugi untuk apa saja….”

“Cring!” Bunyi itu memotong ucapannya. Sembilan cincin di tangan kiri lhama itu tiba-tiba

semuanya datang berputar-putar ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Lhama itu sendiri juga

melesat pergi dengan kecepatan tinggi.

Setelah cincin tembaga itu lepas dari tangannya, ia melesat ke sebuah jendela dan kabur. XiMen

Chui Xue telah memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarungnya dan berdiri di sana, menonton

dengan santai, sambil menggendong tangan di balik punggung, seolah-olah semua itu tidak ada

hubungannya dengan dirinya.

“Cring! Cring! Cring!” Serentetan bunyi dering, seperti bunyi mutiara yang bergulir di atas sebuah

piring giok, kembali terdengar, dengan beberapa kali sentilan jarinya, Lu Xiao Feng telah

mementalkan semua cincin tembaga itu ke udara.

Cincin seperti ini sebenarnya merupakan senjata yang amat berbahaya dan sukar diatasi, tapi bagi

dirinya, senjata itu seperti mainan anak-anak.

“Pernah terfikir untuk menjual jari-jarimu itu?” XiMen Chui Xue tiba-tiba bertanya.

“Itu tergantung dengan apa kau hendak membelinya.”

“Kadang-kadang aku ingin menukar salah satu jariku dengan itu.”

Lu Xiao Feng tertawa.

“Aku tahu ilmu pedangmu lumayan dan cukup cepat saat menyerang. Tapi satu buah jari tanganmu

paling-paling hanya sama nilainya dengan satu buah jari kakiku.” Ia bergurau.

Peti itu masih tetap sunyi-sepi. Pedang tadi tidak mungkin bisa menusuk sendiri. Di mana

orangnya?

Lu Xiao Feng mengetuk peti tersebut.

“Kau hendak bersembunyi di sana sampai mati?”

Tidak ada jawaban.

“Jika kau tidak keluar, kami terpaksa akan menghancurkan rumahmu.”

Masih tidak ada jawaban.

“Orang ini mungkin tidak tahu bahwa apa yang aku katakan, akan selalu kulakukan.” Lu Xiao Feng

menghela nafas.

Ia mengangkat tangannya dan menampar. Peti itu pun terbelah hancur. Orangnya masih ada di

dalam peti, berjongkok di dalam peti, tidak bergerak sedikit pun. Air mata, air liur, dan ingus dari

hidungnya telah keluar semuanya, dari tubuhnya juga tercium bau busuk. Ternyata dia sudah mati

ketakutan.

Hal ini mengejutkan Lu Xiao Feng. Gunung Perairan Dewi, sekte pedang yang misterius, semua

nama ini terdengar menakutkan, tapi siapa yang menyangka kalau orangnya bisa mati ketakutan?

“Orang ini bukan berasal dari Gunung Perairan Dewi.” XiMen Chui Xue tiba-tiba berkata.

“Bagaimana kau tahu?”

“Aku mengenal ilmu pedang mereka.”

“Seperti apa ilmu pedang mereka itu?”

“Jurus tadi adalah Pusaran Angin dari Sekte Pedang Laut Selatan.”

“Mereka adalah murid-murid Sekte Pedang Laut Selatan?”

“Pasti.”

“Mengapa mereka menyamar sebagai jago-jago pedang dari Gunung Perairan Dewi?”

“Pertanyaan itu seharusnya kau ajukan padanya.”

“Sayangnya ia tampaknya tidak mampu bicara lagi.”

“Jangan lupa kalau di belakang sana masih ada dua orang lagi.”

Siapakah dua orang yang berada di belakang? Satu orang mati dan satu orang hidup!

Tentu saja orang yang mati tidak bisa bergerak, tapi orang yang hidup pun ternyata tidak bisa

bergerak juga. Orang yang mati adalah Zhang Ying Feng, yang hidup adalah Yan Ren Ying.

Koleksi Kang Zusi

Pemuda yang angkuh itu sekarang sedang tergeletak di atas tanah seperti orang mati, seolah-olah

mereka berdua sedang berada dalam antrian untuk dikremasi.

Lu Xiao Feng tahu bahwa ia hanya tertotok urat nadinya dan ia pun membantu pemuda itu duduk.

Dengan sebuah sentilan tangan yang cepat, XiMen Chui Xue telah membuka totokan itu dan

menatap pemuda itu dengan tatapan sedingin es.

Pemuda itu juga melihat wajah XiMen Chui Xue yang pucat dan beku seperti es saat ia berusaha

untuk berdiri.

“Siapa kau?”

“XiMen Chui Xue.”

Wajah Yan Ren Ying menjadi pucat pasi dan ia pun jatuh lagi.

“Bunuh aku!” Ia menghela nafas.

XiMen Chui Xue tertawa dengan dingin.

“Mengapa kau tidak membunuhku?” Yan Ren Ying berkata sambil mengkertakkan giginya.

“Mengapa kalian malah menolongku?”

“Karena ia tidak pernah ingin membunuhmu.” Lu Xiao Feng pun menghela nafas. “Kaulah yang

ingin membunuhnya.”

Yan Ren Ying menundukkan kepalanya, sepertinya ia lebih suka mati daripada merasakan apa yang

ia rasakan sekarang.

“Cara mereka menotok urat nadinya juga berasal dari Sekte Laut Selatan.” XiMen Chui Xue tibatiba

berkata.

“Mereka adalah bala bantuan yang diundang olehnya, mengapa mereka malah menyakitinya?” Lu

Xiao Feng mengerutkan keningnya.

“Pertanyaan itu seharusnya kau ajukan sendiri padanya!” XiMen Chui Xue menjawab dengan

dingin.

“Mereka tidak diundang.” Belum lagi Lu Xiao Feng sempat bertanya, Yan Ren Ying telah

menjawab. Sambil mengkertakkan giginya, ia menerangkan. “Mereka yang datang mencariku.”

“Mereka sukarela membantumu untuk balas dendam?”

Yan Ren Ying mengangguk.

“Mereka bilang, mereka adalah sahabat guruku.”

“Dan kau percaya?”

Sekali lagi kepala Yan Ren Ying ditundukkan dengan malu. Ia memang masih terlalu muda, masih

mudah terpengaruh oleh semua dusta dan jebakan yang ditawarkan oleh dunia persilatan.

Lu Xiao Feng hanya bisa tersenyum simpatik.

“Kau tahu mengapa mereka ingin menyingkirkanmu?”

Yan Ren Ying terdiam.

“Mereka menyerangku setelah kami tiba di sini. Tapi rasanya aku mendengar mereka mengatakan

satu hal.”

“Apa itu?”

“Bukan kami yang membunuhmu, tiga patung lilin itulah yang membunuhmu.” Itulah yang mereka

katakan sebelum Yan Ren Ying tadi roboh.

“Patung apa?”

“Patung yang dibuat oleh kakak seperguruanku.”

“Di antara kami bertujuh, ia selalu menjadi yang paling cerdas, dan ia pun memiliki sepasang

tangan yang cekatan.” Ia meneruskan penjelasannya. “Sekali saja ia melihat wajahmu, dengan cepat

ia bisa membuat gambarmu di lengan bajunya yang terlihat amat mirip denganmu.”

“Apakah ia sanak saudara ‘Manusia Tanah Liat Zhang’ di ibukota?”

“Ibukota adalah kampung halamannya. Ia amat mengenal orang-orang di sana.”

-- Hal itu pun menjelaskan kenapa ia mengenal Kakak Ke-enam Ma.

“Waktu kami berpisah, ia tidak membawa patung apa pun. Tapi waktu aku sedang memeriksa

mayatnya, 3 buah patung terjatuh dari balik bajunya.”

“Di mana patung-patung itu sekarang?” Lu Xiao Feng segera bertanya.

“Di sini bersamaku. Tapi aku tidak mengenal 3 orang ini.”

Koleksi Kang Zusi

Tapi Lu Xiao Feng mengenalnya; setidaknya ia mengenal dua orang di antaranya. Ia langsung

mengenalinya saat ia melihat patung-patung itu.

“Ini adalah Tuan Wang dan Kakak Ke-enam Ma.”

Kecekatan tangan Zhang Ying Feng benar-benar mengagumkan, tapi sayangnya patung yang ketiga

telah rusak.

“Ia tentu membuat 3 buah patung ini sebelum ia mati, karena ia tahu bahwa 3 orang ini hendak

membunuhnya.”

“Menurutmu, 3 orang ini adalah pembunuh yang sebenarnya?” XiMen Chui Xue bertanya.

“Tak perlu diragukan lagi.”

“Jadi sebelum ia mati, ia masih sempat memikirkan cara untuk meminta saudara-saudara

seperguruannya membalaskan dendamnya dan membuat patung wajah para pembunuh yang

sebenarnya?”

“Benar.”

“Tapi di saat genting antara hidup dan mati seperti itu, di mana ia bisa menemukan lilin?”

“Ia tidak perlu mencarinya,” Yan Ren Ying yang menjawab pertanyaan ini. “Ia selalu membawa

sepotong lilin bersamanya. Kapan saja ia punya waktu luang, ia tentu akan bermain-main dengan

lilin itu.”

“Tampaknya tangannya yang cekatan itu bukan hanya bakat alami, tapi karena latihan juga.” Lu

Xiao Feng menghela nafas.

Kenyataannya, untuk mendapatkan keahlian seperti itu bukan hanya diperlukan latihan yang keras,

tapi juga harus dibarengi dengan semangat yang berapi-api dan tak mudah padam yang mungkin

tidak bisa difahami oleh orang lain. Hal ini sama seperti keahlian mana pun. Jika tujuanmu adalah

kesempurnaan, maka kau harus memiliki semangat yang menyala-nyala. Semangat seperti itu pula

yang dimiliki XiMen Chui Xue terhadap ilmu pedang.

Sebuah perasaan tersentuh pun muncul di wajah XiMen Chui Xue, karena ia juga memahami

semangat ini. Tidak ada orang yang tahu dan memahami semangat ini sejelas dirinya. Pada masa

mudanya, tak perduli ke mana pun ia pergi, ia pun selalu membawa-bawa pedangnya, bahkan waktu

ia sedang mandi atau pun tidur lelap.

“Zhang Ying Feng dibawa oleh Kakak Ke-enam Ma ke sarang kasim itu untuk mencarimu!” Lu

Xiao Feng berkata.

“Tapi ia malah menemukan rahasia Tuan Wang dan Kakak Ke-enam!” XiMen Chui Xue mendugaduga.

“Maka mereka membunuhnya.”

“Tuan Wang dan Kakak Ke-enam Ma mungkin sama sekali tidak berguna, tapi orang ketiga itulah

majikan mereka.”

“Ia tahu sebelumnya bahwa ia bukanlah tandingan orang ini dan ia pasti mati. Maka diam-diam ia

membuat patung-patung ini agar orang lain tahu siapa pembunuhnya!”

Karena ia telah menduga bahwa orang lain tidak akan pernah mencurigai orang ketiga ini sebagai

pembunuh yang sebenarnya. Jika begitu, hal ini berarti rahasia yang sedang dibicarakan 3 orang itu

tentulah sebuah rahasia yang bisa mengguncangkan dunia.

“Bangunan-bangunan di sana semuanya kecil dan sempit, dan selalu penuh sesak.” Lu Xiao Feng

meneruskan. “Mereka tidak berhasil menemukan tempat untuk menyembunyikan mayat ini, mereka

pun tidak bisa menemukan cara untuk menghancurkan mayat ini.”

“Maka mereka melemparkan mayat ini ke atas punggung seekor kuda dan mengusir kuda itu

keluar.” XiMen Chui Xue menarik kesimpulan.

“Mereka bermaksud melemparkan kesalahan ini padamu, agar kau berhadapan dengan Sekte

E’Mei. Menimpuk dua ekor burung dengan sebutir batu.”

Walaupun kebenaran telah tersingkap, mereka tetap tidak tahu bagian terpenting dari informasi ini –

patung ketiga telah rusak.

XiMen Chui Xue mengamati patung yang rusak itu dengan teliti.

“Orang ini pasti bukan Hwesio Jujur!”

Koleksi Kang Zusi

Orang ini mempunyai rambut. Zhang Ying Feng bukan hanya bisa membuat tiruan yang mirip, ia

pun bisa menjiplak rambut orangnya.

“Tampaknya ia sangat gemuk.”

“Bukan, wajahnya telah rata, itulah sebabnya ia terlihat begitu gemuk.”

“Ia punya jenggot, tapi tidak terlalu panjang.”

“Jadi ia tidak begitu tua.”

“Wajahnya tampak hijau.”

“Itu warna lilinnya, bukan wajahnya.”

“Jadi sekarang kita tahu bahwa ia berjenggot, tidak begitu gemuk, tidak begitu kurus.” Lu Xiao

Feng menghela nafas dan sebuah senyuman letih pun muncul di wajahnya.

Ada puluhan ribu orang yang sesuai dengan deskripsi itu di kota sana, di mana mereka akan

mencarinya?

Api di dalam tungku telah menyala. Lhama-lhama itu sepertinya sudah lama berencana untuk

mengkremasi Yan Ren Ying dan Zhang Ying Feng.

“Mereka mungkin berada di bawah komando Tuan Wang dan datang ke sini untuk membunuh Yan

Ren Ying dan membungkamnya. Jadi mereka mungkin tidak mengira kalau kita akan tiba di sini!”

“Atau mungkin mereka bukan diperintah ke sini oleh Tuan Wang, mungkin ‘orang ketiga’ itulah

dalang sebenarnya di balik semua ini.”

“Apa pun juga, lhama-lhama itu juga pendeta, mereka juga memakai kaus kaki putih.”

“Ada sejumlah pendeta Tao di dalam Sekte Laut Selatan.”

Api tampak berkerlap-kerlip dan menyinari wajah Zhang Ying Feng, juga menyinari luka

mematikan di lehernya.

“Tahukah kau siapa yang membuat luka itu?”

“Tidak. Tapi ada beberapa orang selain diriku yang mampu membuat luka seperti itu!”

“Selain darimu, ada berapa banyak?”

“Tidak banyak, tidak lebih dari 5 orang yang masih hidup.”

“Siapa saja 5 orang itu?”

“Ye Gu Cheng, Tosu Kayu, dan 2 atau 3 orang jago pedang lainnya yang tidak akan kau kenali

walaupun kusebutkan namanya. Salah seorang dari mereka adalah seorang pertapa yang tinggal di

Gunung Air Dewi.”

“Kau mengenalnya?”

“Walaupun aku tidak mengenalnya,” XiMen Chui Xue menyeringai, “Aku tahu ilmu pedangnya.”

“Bagaimana dengan Jago Pedang Hunan Wei Zi Yun?”

“Tekniknya tidak mantap, juga tidak cukup cepat,” XiMen Chui Xue menggelengkan kepalanya,

“apalagi Yin Xian.”

Lu Xiao Feng merenung sebentar.

“Mungkin ada beberapa orang yang ilmu pedangnya tinggi, tapi amat jarang terlihat menggunakan

pedang.”

“Sepertinya tidak mungkin, tapi tetap tidak mustahil.”

“Jika Hwesio Jujur menggunakan pedang, aku yakin ilmu pedangnya pasti mengagumkan. Aku

selalu merasa bahwa tingkat pemahamannya terhadap ilmu kungfu sebenarnya amat mendalam dan

luas.”

“Hwesio Jujur tidak punya rambut, atau jenggot.”

Lu Xiao Feng tertawa.

“Kalau ada manusia yang palsu, apalagi cuma jenggot palsu.” Tampaknya ia tetap curiga pada

Hwesio Jujur.

Yan Ren Ying selama itu selalu berdiri di pinggir; mendadak ia berjalan mendekat dan

membungkuk pada XiMen Chui Xue.

“Tidak perlu berterimakasih padaku, yang menolongmu bukan aku, tapi Lu Xiao Feng.” XiMen

Chui Xue buru-buru berkata.

“Aku bukan berterimakasih padamu, hutang budiku pada kalian karena telah menyelamatkan

nyawaku tidak mungkin dibalas dengan sekedar ucapan terimakasih.” Sebuah raut wajah yang aneh

Koleksi Kang Zusi

pun muncul di wajahnya, dalam kerlipan cahaya api, sukar memastikan apakah ia ingin tertawa atau

menangis.

“Aku ingin memohon agar kau membawa permintaan maafku kepada adik seperguruanku.”

“Kenapa begitu?”

“Karena aku telah salah faham terhadapnya selama ini. Aku memandang rendah dirinya. Aku

berfikir bahwa ia seharusnya tidak pergi bersama musuh sekte kami.” Yan Ren Ying bimbang

sebelum akhirnya mengumpulkan cukup keberanian untuk meneruskan. “Tapi sekarang aku

akhirnya faham, balas dendam tidaklah sepenting yang kufikir sebelumnya….”

-- Balas dendam bukanlah sesuatu yang harus dilakukan. Ada jauh lebih banyak emosi dan perasaan

yang lebih agung dan mulia daripada kebencian. Ia tidak mengucapkan kata-kata ini, karena ia tak

sanggup untuk mengatakannya. Tapi akhirnya ia faham di dalam hatinya. Karena saat ini kebencian

di hatinya tidak mungkin bisa dibandingkan dengan pekatnya perasaan terima kasih. Tiba-tiba ia

membungkuk, mengangkat mayat kakak seperguruannya, dan mulai melangkah pergi dengan

kepala yang tegak. Jalan yang akan ditempuh masih tertutup oleh kegelapan, tapi terangnya cahaya

sudah datang mendekat.

Lu Xiao Feng memperhatikan kepergiannya sebelum akhirnya menghela nafas: “Ia masih muda,

setiap kali aku melihat seorang pemuda seperti dia, aku selalu merasa bahwa dunia ini tidak terlalu

buruk. Tidak ada buruknya bila kita tetap hidup.”

Berapa harga kehidupan? Kehidupan akan selalu terisi oleh harapan. Mata XiMen Chui Xue

kembali terlihat berkerlap-kerlip dengan kehangatan. Ini bukanlah pantulan nyala api di matanya,

tapi pantulan es yang mencair di hatinya.

Lu Xiao Feng memandangnya dan tiba-tiba menepuk pundaknya.

“Kau akhirnya menyelamatkan sebuah nyawa hari ini, bagaimana rasanya?”

“Lebih baik daripada mencabut nyawa!”

______________________________

Di bawah nyala api yang berkerlap-kerlip, wajah “orang ketiga” tampak menyeringai dan aneh.

Tidak seorang pun akan terlihat menyenangkan bila wajahnya rata.

“Sekarang Kakak Ke-enam telah mati, hanya tinggal satu orang yang tahu identitasnya!”

“Tuan Wang?”

“Mm.”

“Kau ingin mencarinya?”

“Tidak.” Lu Xiao Feng menghela nafas. “Ia mungkin berada jauh di dalam Kota Terlarang

sekarang, aku tak akan bisa menemukannya walaupun aku berusaha.”

“Dan walaupun kau menemukannya, ia tidak akan pernah menyingkap rahasia itu.”

Lu Xiao Feng memandang patung di tangannya dengan seksama, matanya kembali terlihat bersinarsinar.

“Masih ada satu cara lagi bagiku untuk mengetahui siapa dirinya.”

“Cara apa?”

“Aku bisa pergi mencari si Manusia Tanah Liat Zhang, aku yakin ia tahu cara untuk

mengembalikan patung ini kembali ke keadaannya semula.”

XiMen Chui Xue menatap matanya dengan secercah senyuman.

“Kau benar-benar cerdas.”

“Aku memang tidak bodoh.” Lu Xiao Feng tertawa.

“Kau akan pergi sekarang juga?”

Lu Xiao Feng menggelengkan kepalanya, sebuah kehangatan yang lembut dan halus pun muncul di

matanya.

“Sekarang aku hanya ingin menemui seseorang….”

Ia tidak menyebutkan nama orang itu, tapi XiMen Chui Xue telah tahu siapa orang tersebut.

Bintang perlahan-lahan menghilang, langit yang tiada batas dan berangin akhirnya lenyap. Sinar

yang terang pun mulai muncul.

Koleksi Kang Zusi

Bab 8: Pertempuran Awal

Tanggal 15 September pagi. Lu Xiao Feng berjalan keluar dari sebuah pintu di sudut halaman

belakang toko roti itu, berbelok keluar dari halaman, dan berjalan menelusuri jalan yang tertutup

oleh kabut pagi. Walaupun ia tidak tidur malam sebelumnya, ia tidak lelah. Setelah mandi air

dingin, ia merasa lebih segar dan bertenaga, seluruh tubuhnya bahkan lebih siap untuk menghadapi

hari ini.

Ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan membongkar persekongkolan ini dan

menemukan dalang di balik semua ini. Patung lilin itu masih berada di dalam kantung sebelah

dalam bajunya. Ia bersumpah akan meratakan wajah orang itu seperti wajah patung ini.

“Manusia Tanah Liat Zhang tinggal di Jalan Ikan Mas di belakang Jalan Cherry. Pintu depannya

bercat hitam dan di depannya ada sebuah papan nama, sangat mudah untuk ditemukan.”

Ia telah menemui OuYang Qing. Walaupun gadis itu tidak berkata apa-apa, warna wajahnya telah

berubah jauh lebih sehat, jelas ia telah melalui saat-saatnya yang kritis.

-- XiMen Chui Xue bukan hanya memiliki ilmu pedang pembunuh, ia juga memiliki obat penolong

jiwa.

“Menolong nyawa tampaknya benar-benar lebih nikmat daripada mencabut nyawa.”

Lu Xiao Feng tersenyum. Ia hanya bisa berharap bahwa seseorang yang biasa membunuh bisa

berubah menjadi orang yang suka menolong nyawa orang lain.

Ia pun telah bertemu dengan Sun Xiu Qing. Sun Xiu Qing yang dulu suka bicara dan orangnya terus

terang juga telah berubah, berubah menjadi seorang wanita yang lembut dan sabar. Karena ia bukan

lagi seorang jago pedang wanita yang mencari nama di dunia persilatan, ia segera akan menjadi

seorang ibu.

“Kalian telah lupa mengundangku minum arak, sebaiknya kalian jangan lupa untuk mengundangku

makan telur merah!”

“Kapan kau akan mengundang kami untuk meminum arakmu?”

Lu Xiao Feng melihat kehangatan dan kelembutan di mata OuYang dan bertanya sendiri di dalam

hatinya: “Apakah ini sudah waktunya aku mulai berkeluarga?”

Tentu saja hal ini masih terlalu dini. Tapi jika sebuah fikiran seperti itu muncul di hati seorang lakilaki,

hari di mana hal itu menjadi kenyataan tentu tidak akan lama lagi.

Daun jatuh tidak jauh dari akar, manusia pun akhirnya akan selalu menetap. Di samping itu, ia pun

telah terlalu lama mengembara. Hidup seorang perjaka yang tidak terikat mungkin mengalami

banyak masa suka, tapi kekosongan dan kesepian setelah masa suka itu adalah sesuatu yang tidak

semua orang bisa menahannya.

Dan juga merupakan sesuatu yang hanya bisa difahami oleh sedikit orang. Malam-malam yang

panjang tanpa tidur, perasaan sunyi setelah musik berhenti dan orang-orang pergi, air mata dan

penyesalan saat terbangun setelah mabuk semalaman…. Bagaimana sebenarnya rasanya? Hanya di

lubuk hatinya mereka benar-benar mengetahui yang sebenarnya.

Manusia Patung Zhang adalah seorang laki-laki tua. Tampaknya ia telah lupa bahwa ia pernah

memiliki seorang anak yang pemboros seperti Zhang Ying Feng.

Di benak orang-orang tua ini, semua anak muda yang pergi keluar dan mengembara di dunia serta

tidak menetap dan mempersembahkan hidupnya untuk bisnis keluarga adalah anak yang boros.

Tentu saja Lu Xiao Feng tidak mengungkit-ungkit kematian Zhang Ying Feng. Usia, dalam bentuk

apa pun, adalah sejenis kesedihan. Ia tidak ingin menambahkan selapis kesedihan lagi pada hidup

orang tua ini. Tapi saat pokok pembicaraan beralih pada keahliannya, orang tua yang bungkuk ini

seperti tegak lagi tubuhnya dan sinar matanya berkerlap-kerlip dengan bangga.

“Tentu saja aku bisa memperbaiki patung lilin ini ke bentuk aslinya. Tidak perduli seperti apa

patung ini sebelumnya, aku bisa mengembalikannya seperti semula.” Orang tua ini berkata dengan

bangga. “Kau datang pada orang yang tepat, anak muda.”

“Berapa lama waktu yang kau butuhkan?” Mata Lu Xiao Feng pun tampak bersinar-sinar.

“Paling lama dua jam.” Orang tua itu tampak amat yakin. “Datanglah kembali dan ambil ini dua

jam lagi.”

Koleksi Kang Zusi

“Tidak bisakah aku menunggu di sini?”

“Tidak.” Orang tua itu memperlihatkan keangkuhannya. “Aku tidak membiarkan orang lain

melihatku bekerja.”

Ini adalah aturannya. Bila mengerjakan hal ini, kata-katanya adalah hukum, karena Lu Xiao Feng

tidak bisa melakukan apa yang ia bisa. Maka Lu Xiao Feng pun terpaksa pergi.

Di samping itu, daripada selama dua jam tidak berbuat apa-apa, lebih baik pergi minum teh di

warung teh di jalan depan sana.

Warung Kedamaian Surgawi merupakan sebuah warung teh yang besar. Bukanya tepat mulai fajar,

dan tempat itu selalu dipenuhi oleh pembeli sejak buka. Karena warung-warung teh di ibukota tidak

sesederhana warung-warung teh di tempat lain, para pembeli datang ke sana juga bukan sekedar

untuk minum teh.

Terutama di pagi hari, sebagian besar orang sedang menunggu untuk dijemput atau ditawari

pekerjaan. Tukang batu, tukang kayu, tukang antar barang, penjahit, dan segala macam tukang dan

pedagang lain tentu akan berdatangan ke sekitar warung teh di pagi hari setelah memenangkan

sebuah kontrak yang besar atau mendapat tugas untuk mencari pekerja. Jika mereka terlambat

datang, mungkin mereka hanya akan mendapatkan pekerja yang buruk.

Bagian dalam warung teh itu mungkin tampak semrawut, tapi kenyataannya setiap profesi memiliki

wilayah sendiri di dalamnya. Para tukang kayu tidak akan pernah duduk bersama dengan tukang

batu, karena duduk di tempat yang salah berarti tidak akan mendapat pekerjaan.

Ada yang disebut “tempat persinggahan”. Setiap profesi memiliki beberapa buah meja yang

membentuk “tempat persinggahan” dan tidak boleh ada kekeliruan. Ini bukan pertama kalinya Lu

Xiao Feng mengunjungi ibukota, dan ia pun tahu pasti mengenai aturan-aturan ini. Maka ia

mengambil tempat duduk di dekat pintu dan menuangkan secangkir teh “Delapan-Ratus-

Sekantung” untuk dirinya sendiri.

Teh di sini tidak dijual menurut bobotnya, tapi dijual per kantung. Satu kendi teh, satu kantung daun

teh. Ada yang disebut “Dua-Ratus-Sekantung”, “Empat-Ratus-Sekantung”, dan yang terbaik,

“Delapan-Ratus-Sekantung”. Delapan ratus itu sebenarnya berarti delapan tael perak sekantung.

Tentu saja karena ini ibukota, yang tentu saja harus lebih mengesankan daripada tempat-tempat

lain, delapan tael perak tadi disebut saja sebagai delapan ratus. Lu Xiao Feng menghirup cangkirnya

sebanyak dua kali dan baru saja hendak memanggil pelayan untuk memesan kacang goreng saat dua

orang tiba-tiba duduk di mejanya dan menghadap ke arahnya.

Berbagi meja di sebuah warung teh adalah hal biasa. Tapi raut wajah kedua orang ini terlihat amat

aneh, tatapan mata mereka malah lebih aneh lagi. Di antara mereka berdua, keempat mata mereka

menatap tak berkedip pada wajahnya.

Mereka mengenakan pakaian yang indah, mata mereka pun tampak bersinar-sinar, dan kening

mereka pun menonjol. Jelas mereka adalah jago-jago kungfu.

Salah seorang di antara mereka tampaknya berusia lebih tua, ia adalah seorang yang bertubuh tinggi

besar dengan gaya mengancam, dan walaupun ia tidak membawa senjata, ia memiliki sepasang

tangan penuh otot dengan buku jari yang menonjol yang tampaknya bisa menghancurkan batu

cadas. Orang yang lebih muda mengenakan pakaian yang lebih mewah, tampaknya ia memiliki

kening yang tinggi dan memancarkan hawa yang lebih kuat daripada si tua tadi. Matanya yang

jernih terlihat merah seperti darah, seakan-akan ia tidak tidur semalaman, seakan-akan mata itu

dipenuhi oleh kebencian dan kemarahan.

Mereka menatap Lu Xiao Feng, tapi Lu Xiao Feng tidak melirik mereka sedikit pun.

Mereka berdua saling berpandangan. Laki-laki yang lebih tua tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak

kayu dan meletakkannya di atas meja.

“Tuan, apakah Tuan ini Lu Xiao Feng?”

Lu Xiao Feng terpaksa mengangguk, dan menggigit bibirnya sedikit tanpa sadar. Kedua kumisnya

yang ia sukai itu sepertinya telah banyak membawa masalah yang tidak diinginkan.

“Aku Bu Ju.”

“Halo.” Lu Xiao Feng menjawab tanpa memperlihatkan ekspresi sedikit pun, seakan-akan ia tidak

pernah mendengar nama ini sebelumnya. Kenyataannya, tentu saja ia pernah.

Koleksi Kang Zusi

Mungkin tidak banyak orang di dunia ini yang pernah mendengar nama itu. “Telapak Pembelah

Langit”. Nama Bu Ju telah mengendalikan sejumlah wilayah, mulai dari Sichuan hingga Hunan. Ia

adalah Ketua Umum dari 36 kelompok bajak laut dan penjahat di daerah itu! Sudut mata Bu Ju

tampak berkedut.

Biasanya, bila sudut matanya berkedut, itu berarti bahwa ia hendak membunuh. Tapi kali ini ia

terpaksa menahannya.

“Kau pernah mendengar namaku, Tuan?” Ia menekan kemarahannya.

“Tidak.”

“Kalau begitu, seharusnya kau telah mendengar apa yang ada di dalam kotak ini.” Bu Ju mengejek.

Ia membuka kotak itu. Di dalamnya ada tiga buah cincin giok yang amat besar, berkilauan, dan

benar-benar tanpa cacat. Lu Xiao Feng adalah orang yang pandai menaksir. Dengan mudah ia bisa

melihat bahwa ketiga cincin giok ini adalah harta yang tak ternilai harganya.

Tapi ia kembali menggelengkan kepalanya.

“Belum pernah melihat benda-benda ini sebelumnya.”

“Aku tahu kau belum pernah melihatnya, tak banyak orang yang punya kesempatan untuk melihat

harta ini.” Bu Ju menjawab dengan cepat sebelum tiba-tiba mendorongkan kotak itu ke sisi Lu Xiao

Feng. “Tapi jika kau mau melakukan sesuatu untukku, semua ini menjadi milikmu!”

“Sesuatu seperti apa?” Lu Xiao Feng pura-pura tidak tahu.

“Ketiga cincin giok ini ditukarkan dengan tiga helai sabuk sutera itu.”

“Sabuk yang mana?”

“Tidak ada gunanya bermain-main, jadi atau tidak?” Bu Ju menjawab dengan dingin, langsung ke

tujuannya.

Lu Xiao Feng pun tersenyum. Ia telah menduga apa yang mereka kehendaki sejak mereka duduk

tadi.

-- “Kami telah menyuruh orang untuk mulai menyebarkan informasi ini pada teman-teman di dunia

persilatan!”

-- “Tanpa sabuk itu di tubuh mereka, tanpa memandang siapa pun orangnya, akan dieksekusi di

tempat jika tertangkap saat memasuki Istana Terlarang tanpa izin!”

Ia tahu masalah yang akan terjadi saat ia mendengar kedua kalimat ini.

“Ya atau tidak?” Bu Ju mendesak dengan marah, ia mulai kehilangan kesabarannya.

“Tidak!” Jawabannya sederhana dan langsung. Ia bukanlah tipe orang yang takut pada masalah.

Bu Ju hampir melompat bangkit dan buku-buku jarinya terdengar bergemeretak seperti bunyi batu

berjatuhan, ekspresi wajahnya pun tampak tidak bersahabat lagi. Tapi ia tidak bergerak, karena

orang muda itu menahan tubuhnya dengan sebelah tangan dan mengeluarkan sebuah benda lagi

dengan tangannya yang lain dan meletakkannya di atas meja. Benda itu adalah sebutir anggur

beracun. Tidak lain daripada Anggur Beracun Keluarga Tang yang terkenal ke seluruh dunia,

racunnya akan segera menghentikan nafas orang saat bersentuhan dengan darah.

Di bawah sinar matahari, jelas terlihat bahwa Anggur Beracun ini bukan hanya terbuat dari baja

yang paling murni, desainnya pun amat rumit, pada setiap lembar daunnya tersembunyi 7 buah

jarum baja. Saat terbentur, jarum-jarum ini akan beterbangan sehingga, tidak perduli apakah anggur

ini mengenai tulang atau pun darah, orangnya pasti akan mati.

Senjata semacam ini tidak biasanya diletakkan di atas meja untuk dilihat oleh orang lain, dan amat

sedikit orang yang sempat mengamatinya dengan teliti. Bahkan Lu Xiao Feng pun terpaksa

mengakui bahwa senjata ini membawa semacam kekuatan yang tak dapat difahami. Walaupun

tergeletak di atas meja, ia masih bisa merasakan kekuatannya.

“Nama keluargaku Tang.” Suara orang muda itu tiba-tiba memecahkan keheningan.

“Tang Tian Zong?”

“Ya!” Orang muda itu mengakui dengan bangga. Ia benar-benar bangga pada dirinya sendiri.

Kemampuannya adalah yang terbaik di antara saudara-saudaranya dan murid-murid keluarga Tang,

walaupun usianya adalah yang termuda.

“Kau hendak menukar senjata rahasiamu ini dengan sabuk suteraku?”

Koleksi Kang Zusi

“Senjata ini benda mati. Jika kau tidak tahu cara menggunakannya, aku bisa memberimu sekantung

penuh senjata seperti ini dan tetap tidak akan ada gunanya!” Tang Tian Zong memberi komentar

dengan dingin.

Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Ternyata kau hanya bermaksud memperbolehkan aku melihatnya.”

“Tidak banyak orang yang bisa melihat senjata seperti ini.”

“Aku pun bisa mengeluarkan sabuk sutera itu untuk kalian lihat, juga tidak banyak orang yang bisa

melihatnya!”

“Sayangnya sabuk itu tidak bisa digunakan untuk membunuh.”

“Tergantung berada di tangan siapa sabuk itu, kan? Di tangan yang tepat, bahkan sehelai rumput

pun bisa membunuh.”

Ekspresi wajah Tang Tian Zong menjadi gelap dan ia menatap langsung ke mata Lu Xiao Feng.

Tiba-tiba, ia menekan dengan menggunakan tangannya yang berada di atas meja dan Anggur

Beracun itu segera melompat ke udara.

“Sing!” Dengan sebuah bunyi desiran, senjata rahasia itu telah melesat sejauh lebih dari 6 m.

“Tak!” Senjata itu melesak ke salah satu balok di langit-langit. Bukan hanya ke langit-langit, tapi

hingga melesak ke dalam kayunya. Ternyata bukan hanya senjata pemuda ini didesain dengan

terampil, keahlian tangannya pun mengejutkan. Tapi Lu Xiao Feng tampaknya sama sekali tidak

memperhatikan.

Tatapan mata Tang Tian Zong tampak semakin menyeramkan.

“Itulah kemampuan membunuh yang sebenarnya dari senjata tersebut.”

“Oh!”

“Tiga cincin giok serta satu nyawa, kau setuju untuk bertukaran?”

“Nyawa siapa?”

“Nyawamu.”

Lu Xiao Feng kembali tersenyum.

“Jika aku menolak, kau akan mengambil nyawaku?”

Sebuah seringai pun muncul di wajah Tang Tian Zong saat Lu Xiao Feng mengajukan pertanyaan

itu. Dengan perlahan, Lu Xiao Feng menghirup cangkirnya sebanyak dua kali sebelum tiba-tiba ia

menyadari sebuah hal yang amat penting. Jika Tang Tian Zong dan Bu Ju bisa menemukannya,

maka orang lain pun tentu dapat melacak keberadaannya.

Jika Manusia Tanah Liat Zhang benar-benar mampu mengembalikan patung lilin itu ke bentuknya

semula, maka tentu akan ada orang yang ingin membunuhnya dan menghilangkan petunjuk itu. Lu

Xiao Feng meletakkan cangkir tehnya, ia memutuskan untuk berhenti bermain-main dengan kedua

orang ini. Patung itu adalah petunjuk terakhirnya, Manusia Tanah Liat Zhang tidak boleh mati.

“Kau telah mengambil keputusan?” Tang Tian Zong mendesak.

Lu Xiao Feng tertawa kecil sambil bangkit dengan perlahan, mengambil 3 buah cincin giok itu dari

atas meja, dan memasukkannya ke dalam kantungnya.

“Kau menyetujui pertukaran itu?” Bu Ju mulai tersenyum.

“Tidak.”

Senyuman Bu Ju segera berubah menjadi kerutan.

“Lalu mengapa kau mengambil cincin giok-ku?”

“Aku telah berbincang-bincang dan menemani kalian untuk beberapa lama, maka aku harus

mendapatkan sesuatu sebagai balasannya.” Lu Xiao Feng menerangkan dengan santai. “Waktuku

amatlah berharga.”

Sekali lagi Bu Ju melompat bangkit. Kali ini Tang Tian Zong tidak menariknya kembali, karena

kedua tangannya telah berada di dalam kantung kulit macan tutul di pinggangnya.

Tapi Lu Xiao Feng tidak memperdulikan semua itu.

“Jika kalian benar-benar menginginkan sabuk sutera itu, masih ada sebuah cara, tapi aku punya

syarat.” Ia berkata sambil tersenyum.

“Syarat apa?” Bu Ju mendesak, hampir tak dapat menahan kemarahannya lagi.

“Kalian berdua harus berlutut sekarang juga dan memberi hormat padaku sebanyak tiga kali.”

Koleksi Kang Zusi

Sambil meraung murka, Bu Ju menyerang. Tangan Tang Tian Zong pun bergerak.

“Prang!” Sebuah poci tiba-tiba muncul di tangan Bu Ju dan ia menghancurkan poci itu hingga

berkeping-keping, menumpahkan isinya ke seluruh jubah sutera ungu yang ia kenakan. Anehnya, ia

tidak tahu bagaimana poci itu bisa berada di tangannya.

Tadi ia ingin mencengkeram pundak Lu Xiao Feng, tapi entah bagaimana caranya ia malah

mencengkeram poci teh ini. Tang Tian Zong telah mengeluarkan sebelah tangan dari kantungnya

dengan sebuah senjata rahasia di tangan, tapi, entah karena alasan apa, ia tetap menggenggamnya

saja.

Lu Xiao Feng telah berada di seberang jalan, sambil melambai-lambaikan tangannya dengan

gembira pada mereka.

“Kalian telah menghancurkan poci itu, maka kalian harus memberi ganti rugi. Kupersilakan juga

kalian berdua untuk membayar tagihanku. Terima kasih banyak.”

Bu Ju hendak mengejar waktu tiba-tiba ia mendengar suara desisan beberapa kali dari mulut Tang

Tian Zong. Wajahnya tampak pucat seperti kertas, tapi kemudian segera berubah menjadi hijau

sebelum berubah lagi menjadi merah darah dan keringat dingin pun mengalir di keningnya. Jalan

darahnya telah tertotok. Kapan Lu Xiao Feng melakukan gerakannya? Wajah Bu Ju yang membaja

tiba-tiba berubah menjadi pucat pasi dan ia menghela nafas panjang dan menjatuhkan dirinya

kembali ke atas kursi.

“Sudah kubilang, jika kalian ingin Lu Xiao Feng mendengarkan kalian, kalian harus bergerak lebih

dahulu.” Tiba-tiba, dari luar pintu, terdengar suara tawa. “Asal ia masih bisa bergerak, kalianlah

yang harus mendengarkan dia.”

Seseorang berjalan masuk sambil bicara, kepalanya gundul dan saat tersenyum ia terlihat seperti

sebuah patung Budha: “Aku jujur, aku selalu mengatakan hal yang sebenarnya. Kalian percaya

sekarang?”

Lu Xiao Feng tidak melihat Hwesio Jujur. Jika ia melihatnya, tentu ia akan semakin gelisah. Tapi

walaupun ia tidak melihat Hwesio Jujur, ia merasa seakan-akan ia sudah hampir mati karena cemas.

Bukan hanya ia merasa amat cemas, ia pun merasakan penyesalan yang teramat dalam.

Seharusnya ia tidak meninggalkan si Manusia Tanah Liat Zhang sendirian. Seharusnya ia

setidaknya duduk di sana dan berjaga di pintu. Sayangnya jika Lu Xiao Feng bisa duduk dan minum

secangkir teh, ia tidak akan pernah mau berdiri di luar dan menunggu orang.

Sekarang ia hanya bisa berharap bahwa “orang ketiga” itu belum menemukan Manusia Tanah Liat

Zhang. Ia bahkan bersumpah, jika Manusia Tanah Liat Zhang masih hidup dan bisa mengembalikan

patung itu padanya, ia tidak akan minum teh selama 3 bulan berikutnya, tak perduli betapa enaknya

rasa teh itu.

Manusia Tanah Liat Zhang ternyata masih hidup, dan dilihat dari tampangnya ia bahkan jauh lebih

bahagia daripada sebelumnya. Karena patung lilin itu telah diperbaiki, itu berarti ia akan dibayar.

Saat seseorang bertambah tua, ia semakin jarang memiliki kesempatan untuk membelanjakan

uangnya, karena rasa tertariknya dalam mencari uang akan semakin bertambah dan bertambah.

Mendapatkan dan membelanjakan uang sepertinya selalu terlihat berbanding terbalik satu sama lain,

hal yang amat aneh, bukan? Setelah ia masuk dan melihat Manusia Tanah Liat Zhang, barulah Lu

Xiao Feng akhirnya menghela nafas lega. Anehnya, ia tidak lupa untuk memperingatkan dirinya

sendiri.

-- Tidak minum teh selama 3 bulan berikutnya, tak perduli betapa enaknya rasa teh itu. Teh juga

bisa membuat orang kecanduan. Orang yang suka minum akan merasa amat sukar untuk tidak

minum teh. Untunglah baginya, ia pun tidak lupa untuk mengingatkan dirinya mengenai satu hal

lagi: ia masih bisa minum arak, arak yang banyak.

Manusia Tanah Liat Zhang mengulurkan kedua tangannya, patung itu berada di satu tangan, tangan

yang lain kosong. Lu Xiao Feng faham benar apa maksudnya.

Orang yang benar-benar ahli selalu ingin dibayar sesegera mungkin setelah mereka menyelesaikan

tugasnya, kalau tidak mereka akan merasa amat tidak senang walau kau hanya terlambat sedikit.

Kenyataannya, tindakannya tadi untuk tidak meminta Lu Xiao Feng membayar terlebih dulu adalah

suatu hal yang mengagumkan. Setelah tangan yang kosong itu terisi oleh cek, barulah Manusia

Koleksi Kang Zusi

Tanah Liat Zhang melepaskan genggamannya pada patung lilin di tangan yang lain. Setelah itu

barulah sebuah senyuman muncul di wajahnya. Tapi Lu Xiao Feng tidak mampu tersenyum. Wajah

di patung lilin itu tidak lain daripada wajah XiMen Chui Xue.

Jalan Ikan Mas adalah sebuah jalan yang amat sepi dan tenang. Matahari bulan September yang

menyinari punggung orang tidak terasa dingin atau pun panas. Dapat berjalan di sebuah jalan

seperti ini pada hari seperti ini adalah suatu hal yang amat menyenangkan.

Tapi Lu Xiao Feng tidak merasa gembira. Ia benar-benar tidak percaya kalau XiMen Chui Xue

yang membunuh Zhang Ying Feng, ia pun tidak percaya kalau XiMen Chui Xue bekerja sama

dengan kasim-kasim itu. Yang terpenting, ia tidak percaya kalau XiMen Chui Xue akan berdusta,

apalagi berdusta padanya. Tapi wajah patung ini memang wajahnya XiMen Chui Xue.

“Apakah kau membuat kekeliruan?” Ia ingin bertanya begitu pada Manusia Tanah Liat Zhang, tapi

tidak jadi.

Ia selalu menghormati keahlian dan kedudukan orang lain. Dalam bidang ini, Manusia Tanah Liat

Zhang memiliki kemampuan yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Jika ia menyatakan bahwa

Manusia Tanah Liat Zhang telah membuat kekeliruan, perbuatan itu akan dianggap lebih menghina

daripada sebuah tamparan di pipi.

Lu Xiao Feng tidak pernah suka membuat orang lain merasa tidak enak, tapi saat ini ia sendiri yang

merasa tidak enak. Patung ini merupakan petunjuknya yang paling menjanjikan, tapi sekarang

setelah ia mendapatkan petunjuknya, ia malah lebih bingung daripada sebelumnya. Bagaimana hal

ini bisa terjadi? Ia tidak bisa membayangkannya.

Sinar matahari yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas pun memandikan wajahnya, dan

juga wajah patung lilin di tangannya. Sambil menatap patung itu, ia pun terus berjalan. Tapi, saat ia

berjalan keluar dari gang itu dan masuk ke jalan raya, tiba-tiba ia melompat di tempat, segera

berputar, dan berlari kembali ke arah semula, seakan-akan seseorang telah mencambuknya dari

belakang. Apa yang baru saja ia temukan?

Tempat Manusia Tanah Liat Zhang bertemu dengan pelanggan-pelanggannya juga merupakan

ruang kerjanya. Jendela menutupi ketiga sisi ruangan itu. Di sana juga ada sebuah meja besar

dengan bermacam-macam benda keramik, debu, cat, pisau ukir, dan sikat. Selain dari membuat

patung lilin, ia juga membuat ukiran peta dan melukis beberapa gambar jimat yang bisa menakutnakuti

setan.

Kali ketiga Lu Xiao Feng masuk ke sini, orang tua itu sedang membungkuk di meja sambil

mengukir. Ia bahkan tidak mengangkat kepalanya saat Lu Xiao Feng masuk.

Walaupun ada jendela, ruangan itu masih terasa gelap. Pandangan mata orang tua itu, tentu saja,

tidak tertuju ke arah semula, wajahnya saat itu sudah hampir menyentuh meja.

Lu Xiao Feng berdehem beberapa kali, tidak ada reaksi dari orang tua itu. Ia berdehem lagi, kali ini

lebih keras. Masih tidak ada reaksi. Bahkan tidak ada gerakan sedikit pun, begitu juga dengan pisau

di tangannya. Bagaimana dia bisa mengukir peta tanpa menggerakkan pisaunya?

Apakah ada orang yang telah mendatangi orang tua ini? Jantung Lu Xiao Feng seperti karam, tapi ia

lalu melompat dan berdiri di belakang si Manusia Tanah Liat Zhang dan hendak menarik tubuhnya

untuk melihat apa yang telah terjadi.

“Di luar sana amat berangin, pergilah tutup pintu!” Orang tua itu tiba-tiba memberi perintah.

Jantung Lu Xiao Feng pun berdetak lagi mendengar suara itu, lalu ia mundur dan, sambil

menertawakan kebodohannya sendiri, menutup pintu dengan perlahan. Ia merasa seperti seorang

wanita tua yang gila.

“Apa yang kau inginkan?”

“Aku ke sini untuk menukar patung lilin tadi!”

“Menukar patung lilin yang mana?”

“Yang kau berikan tadi itu adalah patung yang salah, jadi aku menginginkan kembali patung yang

kuberikan padamu!”

Tadi waktu ia berjalan keluar dari gang, barulah ia menyadari bahwa patung lilin yang diberikan si

Manusia Tanah Liat Zhang itu berwarna kekuning-kuningan, sementara yang diberikan Yan Ren

Ying padanya berwarna hijau terang. Tentu patung-patung itu ditukar oleh orang tua ini untuk

Koleksi Kang Zusi

mengarahkan tuduhan pada XiMen Chui Xue sebagai si pembunuh. Jika orang tua ini bukan salah

satu dari mereka, setidaknya dia tentu telah dibeli mereka.

“Aku tadi memintamu untuk mengembalikan patung lilin itu ke bentuknya semula, bukan untuk

dibuatkan sebuah patung lainnya.”

Dengan lambat ia kembali mendekati orang tua itu, tanpa mengalihkan matanya dari pisau di

tangannya. Sebatang pisau yang digunakan untuk mengukir peta pun bisa digunakan untuk

membunuh, ia tidak ingin diperlakukan seperti peta itu dan membiarkan orang lain membuat

beberapa ukiran di tenggorokannya.

Anehnya, si Manusia Patung Lilin Zhang lalu menurunkan pisau di tangannya sebelum berpaling

dengan lambat.

“Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti.”

Lu Xiao Feng juga tidak, karena ia baru melihat wajah orang tua ini. Manusia Tanah Liat Zhang ini

bukanlah Manusia Tanah Liat yang tadi ia temui.

Ia hampir menelan lidahnya sendiri. Setelah beberapa saat barulah ia bisa menarik nafas lagi dan

kemudian memandang orang tua itu beberapa kali lagi.

“Kau ini Manusia Tanah Liat Zhang?” Akhirnya ia bertanya.

Orang tua itu tersenyum dan terlihatlah barisan giginya yang kuning.

“Memang ada Tukang Cukur Wang Bopeng yang asli dan palsu, tapi hanya ada satu Manusia Tanah

Liat Zhang yang asli, tidak ada toko lainnya!”

“Lalu siapa yang tadi itu?”

Manusia Tanah Liat Zhang menyipitkan matanya dan memandang ke sekeliling ruangan.

“Siapa yang kau bicarakan? Aku baru saja kembali, bahkan bayangan pun tidak ada di sini.”

Lu Xiao Feng merasa seakan-akan seseorang baru saja menyumpalkan segenggam buah persik

busuk ke dalam tenggorokannya.

Jadi Manusia Tanah Liat Zhang yang tadi ia temui adalah yang palsu. Ternyata lebih mudah

menipunya daripada mencuri permen dari seorang anak bayi.

Manusia Tanah Liat Zhang menatap patung lilin yang berada di tangannya.

“Tapi aku memang membuat patung ini, bagaimana kau bisa mendapatkannya?” Tiba-tiba ia

bertanya.

“Kau pernah melihat orang ini sebelumnya?” Lu Xiao Feng segera memburu.

“Tidak.”

“Bagaimana kau bisa membuat patung yang mirip dirinya tanpa pernah bertemu dengannya

sebelumnya?”

Manusia Tanah Liat Zhang tersenyum.

“Aku belum pernah bertemu Guan Yu, tapi aku juga bisa membuat patungnya!”

“Apakah seseorang membawakan lukisan dirinya padamu dan memintamu untuk membuatkan

patung ini untuknya?”

“Akhirnya kau faham juga.”

“Siapa yang memintamu untuk membuat ini?”

“Orang ini.” Ia berputar dan mengambil sebuah patung lilin dari atas meja. “Waktu ia datang,

kebetulan aku memegang sepotong tanah liat di tanganku, maka aku pun membuatkan patung

dirinya tanpa sadar. Tapi aku lupa memberikan patung ini padanya.”

Mata Lu Xiao Feng tampak bersinar-sinar. Tapi tangan orang tua itu kebetulan memegang patung

tersebut di bagian kepala, maka ia tidak bisa melihat hal yang paling ingin ia lihat, wajah itu.

Manusia Tanah Liat Zhang menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

“Waktu kau bertambah tua, ingatanmu pun tidak bekerja dengan baik lagi. Jika kau lupa yang ini,

kau pun lupa yang itu.” Ia bergumam.

“Mungkin ingatanmu tidak bekerja dengan baik lagi, tapi keberuntunganmu masih bekerja dengan

amat baik.” Lu Xiao Feng tiba-tiba bergurau.

“Keberuntungan apa?”

“Jika kau tidak lupa memberikan patung ini padanya, kau tentu tidak akan mendapatkan 500 tael

perak secara gratis.”

Koleksi Kang Zusi

Mata si Manusia Tanah Liat Zhang pun tampak bersinar-sinar: “Kau mau memberiku 500 tael

perak?”

“Asal kau berikan patung tanah liat itu padaku, 500 tael perak ini menjadi milikmu!”

Manusia Tanah Liat Zhang tak bisa menahan dirinya lagi dan ia segera mengangsurkan patung

tanah liat itu tepat ke arah wajah Lu Xiao Feng. Lu Xiao Feng baru saja hendak mengulurkan

tangannya dan menerimanya waktu “brak!”, kepala patung itu tiba-tiba terbuka dan tujuh atau

delapan buah bintang jatuh yang berukuran kecil dan dingin pun melesat ke arah tenggorokannya.

Ternyata di dalam patung tanah liat itu tersembunyi sebuah pegas dan pegas itu bekerja pada jarak

kurang dari setengah meter dari tenggorokan Lu Xiao Feng!

Jaraknya kurang dari setengah meter, dengan kecepatan yang luar biasa seperti kilat, serangan yang

tidak terduga oleh siapa pun, dan tujuh batang jarum beracun yang akan membunuh orang saat

menyentuh darahnya.

Tampaknya kali ini Lu Xiao Feng akan mati! Siapa pun akan tewas dalam kondisi seperti ini! Jarak

sedemikiran rupa, kecepatan seperti ini, senjata semacam ini, tidak satu pun makhluk di khayangan

atau di kedalaman neraka yang mampu menghindari serangan ini.

Perangkap ini jelas telah direncanakan dengan teliti hingga detil yang terkecil, jebakan ini bukan

hanya seharusnya berhasil, tapi juga hampir mustahil gagal!

Bahkan Lu Xiao Feng pun tidak mampu menghindari serangan ini. Tapi ia tidak mati, karena masih

ada sebuah patung lilin di tangannya. Waktu pegas tadi mengeluarkan bunyi “brak!”, tangannya pun

mengibas dan patung lilin itu melayang dari tangannya dan ketujuh jarum tadi pun menancap di

patung tersebut.

Walaupun sudah menancap di patung itu, tenaga jarum beracun itu belum hilang sepenuhnya dan

patung tersebut masih membentur tenggorokan Lu Xiao Feng. Walaupun patung lilin itu tidak bisa

membunuh, hal tersebut masih mengejutkan dirinya. Di saat yang kacau itulah, Manusia Tanah Liat

Zhang telah melesat dan melompat melalui salah satu jendela. Saat Lu Xiao Feng sadar apa yang

terjadi, ia telah berada di luar.

Reaksi “Manusia Tanah Liat Zhang” ini pun amat cepat, setelah melihat jebakannya gagal, ia pun

kabur.

Tapi setelah keluar lewat jendela, terdengar serentetan suara teriakan diikuti oleh sebuah suara

“duk” yang keras dan agak datar, seakan-akan sesuatu yang berat berbenturan dengan sepotong

kayu.

Setelah suara “duk” itu, teriakan tadi pun berhenti. Saat Lu Xiao Feng keluar dari ruangan itu, orang

tersebut tampak tergeletak di atas tanah di tengah-tengah halaman, sepertinya ia pingsan. Seorang

laki-laki sedang berdiri di sampingnya dan memegangi kepalanya dengan kedua tangannya,

kepalanya terlihat gundul.

“Hwesio Jujur!” Lu Xiao Feng hampir menjerit.

Sambil memegangi kepalanya, Hwesio Jujur berusaha tersenyum.

“Tampaknya aku harus mengganti namaku, menggantinya jadi Hwesio Sial.”

“Kenapa kau jadi sial?”

“Jika aku tidak sial, lalu mengapa orang membenturkan kepalanya pada kepalaku tanpa sesuatu

sebab?”

Saat ini sebuah memar yang amat besar dan berwarna hitam terlihat di kepala si “Manusia Tanah

Liat Zhang”. Lu Xiao Feng tidak tahu apakah ia harus tertawa atau bingung. Ia tahu pasti bahwa

tidak mungkin dua kepala bisa berbenturan secara tidak sengaja, ia pun tidak bisa membayangkan

kenapa Hwesio Jujur mau membantunya.

“Untunglah kepalaku keras.” Hwesio Jujur bergumam dan ia terus-terusan menggosok kepalanya.

“Itulah sebabnya kau mungkin tidak beruntung, tapi Manusia Tanah Liat Zhang ini yang nasibnya

jauh lebih buruk.” Lu Xiao Feng bergurau.

“Kau bilang dia ini Manusia Tanah Liat Zhang?”

“Apa bukan?”

“Jika dia adalah Manusia Tanah Liat Zhang, maka aku adalah Lu Xiao Feng.”

Koleksi Kang Zusi

Tentu saja Lu Xiao Feng tahu Manusia Tanah Liat Zhang ini bukanlah yang asli, tapi ia pun tidak

faham mengapa yang pertama, Manusia Tanah Liat Zhang yang asli, mau mengganti patung lilin itu

untuk memperdayainya.

“Aku mungkin tidak ganteng, tapi aku pernah datang ke sini dan meminta si Manusia Tanah Liat

Zhang untuk membuat patung tiruanku.”

“Jadi kau mengenal Manusia Tanah Liat Zhang?”

Hwesio Jujur mengangguk.

“Kau datang ke mari untuk menyuruh Manusia Tanah Liat Zhang membuatkan patung tiruanmu

juga?”

“Tak tahu apakah ia mampu menirukan keempat alis mataku dengan baik.” Lu Xiao Feng tertawa.

“Walaupun kau punya 8 alis, ia pasti mampu meniru semuanya dengan baik, hingga ke setiap utas

rambut sekalipun. Sayangnya, sekarang dia hanya bisa menunggu orang lain yang membuatkan

tiruannya!”

“Mengapa begitu?” Lu Xiao Feng mengerutkan keningnya.

“Aku tadi datang lewat belakang, di belakang sana ada sebuah sumur.”

“Apa yang ada di dalam sumur itu?”

Hwesio Jujur menghela nafas.

“Mungkin sebaiknya kau melihat sendiri!”

Tentu saja di dalam sumur ada air. Tapi di dalam sumur ini, selain air, juga ada darah. Darah si

Manusia Tanah Liat Zhang!

“Aku datang ke sini karena aku menangkap bau amis darah dari sumur ini.” Dengan sebuah kerutan

di wajahnya, Hwesio Jujur merangkap tangannya dan membungkuk. “Lebih baik aku tidak melihat

apa yang telah kulihat. Amida Buddha, Buddha Maha Pengampun.”

Yang ia lihat adalah empat sosok mayat, dan sekarang Lu Xiao Feng pun melihat mereka juga.

Empat orang anggota keluarga si Manusia Tanah Liat Zhang telah tewas di dasar sumur.

Lu Xiao Feng tidak bicara ataupun membuka mulutnya, ia tidak ingin muntah di depan si Hwesio

Jujur. Seluruh isi perutnya seperti jungkir balik.

Baru sekarang ia menyadari bahwa kedua Manusia Tanah Liat Zhang yang ia temui hari ini adalah

gadungan. Yang pertama bertanggung-jawab atas penukaran patung dan membuatkan patung

XiMen Chui Xue. Dan bila Lu Xiao Feng tidak terperdaya oleh tipuan itu, ia tentu akan kembali

dan gadungan yang kedua menunggu di sini untuk mencabut nyawanya!

Jebakan yang begitu berbahaya dan licik, jika jebakan yang satu gagal maka ada satu jebakan lagi

yang menunggumu. Lu Xiao Feng tiba-tiba menghela nafas. Tiba-tiba ia menyadari bahwa nasibnya

memang amat baik, ia masih selamat hingga saat ini.

Hwesio Jujur pun menghela nafas bersamanya.

“Dari dulu sudah kubilang, kau diselubungi oleh aura nasib buruk dan tentu akan mengalami nasib

buruk!”

“Nasib buruk macam apa yang akan kualami sekarang?”

“Apa yang sedang kau lakukan? Kau datang untuk meminta orang mati membuatkan patung tiruan

dirimu. Apakah itu bukan nasib buruk?”

Lu Xiao Feng balas menatap Hwesio Jujur.

“Walaupun aku datang ke mari untuk meminta orang mati membuatkan patung diriku, kau sendiri

sedang melakukan apa di sini?”

Pertanyaan itu tampaknya telah membuat Hwesio Jujur tertegun. Untunglah baginya, tepat pada saat

itu si “Manusia Tanah Liat Zhang” yang kepalanya memar itu tiba-tiba mengeluarkan suara

erangan. Waktu mereka pergi ke belakang tadi, mereka tidak membiarkan orang itu tergeletak di

sana dan membawanya.

“Tampaknya ia hampir siuman,” Hwesio Jujur menghela nafas lega. “Syukurlah aku tidak

membenturnya hingga tewas!”

“Apakah kau bermaksud membenturnya hingga tewas?” Lu Xiao Feng menatapnya.

Koleksi Kang Zusi

Hwesio Jujur segera merangkap tangannya kembali untuk berdoa: “Amida Buddha, keliru, keliru.

Tuhan menganugerahkan kehidupan, jika aku punya maksud begitu, bukankah aku akan

dilemparkan ke neraka tingkat 18?”

Lu Xiao Feng tertawa.

“Di sana tidak seburuk itu, setidaknya kau tentu akan bertemu beberapa teman lama. Di samping

itu, jika kau tidak masuk ke neraka, lalu siapa yang akan masuk?”

{Catatan: Kalimat Lu Xiao Feng “jika kau tidak masuk ke neraka, lalu siapa yang akan masuk?”

adalah analog dengan sebuah ucapan sang Buddha yang berbunyi: “Jika aku tidak masuk ke neraka,

lalu siapa yang akan masuk?”}

Hwesio Jujur menggelengkan kepalanya dengan kesal dan mulai bergumam sendiri: “Tidak boleh

berdebat dengan orang ini. Tidak boleh berdebat dengan orang ini. Tidak boleh…..”

“Kau sedang berdoa?” Lu Xiao Feng tak bisa menahan senyumannya.

“Aku hanya mengingatkan diriku sendiri agar aku tidak berdebat tentang neraka lagi di kemudian

hari.” Hwesio Jujur menghela nafas.

Lu Xiao Feng ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi. Ia melihat orang yang tergeletak di atas

tanah itu akhirnya sadar dan berusaha duduk sambil memegangi kepalanya. Lu Xiao Feng

memandangnya, dan waktu ia juga melihat Lu Xiao Feng, matanya segera memperlihatkan perasaan

takut. Ketika ia melihat Hwesio Jujur, ia tampaknya semakin terkejut. Kelihatannya ia mengenali

hwesio ini.

Tapi tidak ada ekspresi sama sekali di wajah Hwesio Jujur, Lu Xiao Feng pun tidak membuka

mulutnya. Mereka berdua berdiri di depannya dalam bisu, menatapnya. Orang ini mungkin bukan

Manusia Tanah Liat Zhang yang sebenarnya, tapi ia memang seorang laki-laki tua. Lu Xiao Feng

tahu tidak ada gunanya baginya untuk bicara, tentu ia telah menyadari situasinya.

Laki-laki tua itu menghela nafas: “Aku tahu kalian tentu memiliki banyak pertanyaan untukku, dan

aku pun tahu apa yang ingin kalian tanyakan.”

Tentu saja ia seharusnya tahu. Siapa pun orangnya, setelah dijebak, tentu ingin bertanya dari mana

asal musuhnya dan siapa yang merencanakan jebakan itu. Seorang laki-laki yang berusia lebih dari

50 tahun bagaimana mungkin tidak tahu akan hal itu?

“Tapi apa pun yang kalian tanyakan, ada satu kalimat yang tidak bisa kukatakan, karena sekali aku

mengatakannya, aku tentu akan mati.”

“Kau takut mati?” Lu Xiao Feng bertanya.

“Aku mungkin sudah tua, aku tahu kalau hidupku tidak lama lagi, tapi saat ini aku lebih takut mati

daripada sewaktu aku masih muda!” Ia berkata sambil tersenyum kaku. Itu adalah kenyataan.

Semakin bertambah usia seseorang, semakin ia takut mati. Itulah sebabnya mengapa orang-orang

yang tidak kenal takut adalah orang-orang muda, itulah sebabnya orang-orang yang terjun dari

gedung-gedung juga adalah orang-orang muda – kapan kau melihat orang yang sudah tua

melakukan bunuh diri?

“Jika kau begitu takut pada kematian, apakah kau tidak takut kalau kami membunuhmu?” Lu Xiao

Feng bertanya dengan wajah kosong.

“Tidak, aku tidak takut!”

“Mengapa tidak?” Lu Xiao Feng heran.

“Karena dilihat dari penampilanmu, aku tahu kalau kau tidak suka membunuh, dan tampaknya kau

pun tidak bermaksud untuk membunuhku.”

“Kau tahu itu?”

“Aku hidup hingga seusia ini, jika aku tidak tahu itu, lalu apa saja yang kukerjakan seumur hidupku

ini?” Ia pun mulai tertawa, tertawa seperti seekor rubah tua.

“Kau keliru!” Lu Xiao Feng menatapnya dengan garang dan memotong suara tawanya.

“Oh?”

“Kau tidak keliru tentang diriku, aku tidak akan membunuhmu. Tapi kau keliru tentang orang yang

mengirimmu ke mari. Kau tidak berhasil membunuhku, maka tidak perduli apakah kau

membocorkan rahasia atau tidak padaku, ia akan tetap membunuhmu.”

Senyuman di wajah orang tua itu pun membeku dan perasaan takut muncul di matanya.

Koleksi Kang Zusi

“Aku yakin kau tahu bagaimana cara dia bekerja. Jika kau ingin pergi, aku tidak akan mencegahmu.

Tapi aku tidak perduli jika kau mati atau tidak!”

Orang tua itu bangkit dan berdiri, tapi ia tidak bergerak dari tempatnya.

“Aku tidak banyak membunuh orang, tapi yang kuselamatkan tidaklah sedikit!” Lu Xiao Feng

meneruskan.

“Kau… kau mau menolongku?”

“Kau mau membocorkan rahasia itu?”

Orang tua itu bimbang, ia belum mampu mengambil keputusan.

“Silakan berfikir, aku…..”

Tiba-tiba ia berhenti bicara, hampir berhenti bernafas pula. Tiba-tiba ia melihat bahwa bagian putih

mata orang tua itu telah berubah menjadi hijau pucat. Tapi di dalam mata yang hijau pucat itu ada

setitik darah, siap untuk menetes. Saat ia berlari ke sisi orang tua itu, sudut matanya telah pecah,

tapi tampaknya ia sama sekali tidak merasakan sakit.

Lu Xiao Feng menggenggam tangannya, tangan itu terasa dingin seperti es. Lu Xiao Feng

terperanjat.

“Cepat, beritahukan namanya padaku!”

Bibir orang tua itu bergerak sedikit dan sebuah senyuman yang aneh pun muncul di wajahnya.

Senyuman itu baru saja muncul dan segera membeku. Seluruh tubuhnya telah menjadi kaku dan

kulitnya telah kering seperti kulit sapi. Lu Xiao Feng mengulurkan tangan dan menyentuhnya.

“Bum!” Kulitnya berdebum seperti genderang.

“Bubuk Mumi Kayu!” Hwesio Jujur hampir menjerit, ia pun terperanjat.

Lu Xiao Feng menghela nafas perlahan.

“Racun di dalam darah, manusia pun menjadi mumi.”

“Mungkinkah dia telah keracunan dari semula dan baru sekarang racun itu bereaksi?”

“Jika kau tadi tidak berbenturan dengannya, mungkin ia telah berubah menjadi mumi segera setelah

ia terbang keluar dari halaman.”

“Jadi tidak perduli apakah jebakan yang dipasangnya berhasil atau tidak, ia memang pasti mati.”

Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Rencana yang begini rumit, begitu banyak nyawa yang telah melayang, semuanya ini untuk apa?”

“Untuk membunuhmu!”

Sebuah tatapan tidak percaya pun muncul di wajah Lu Xiao Feng: “Jika semua ini adalah untuk

membunuhku, harga yang mereka bayarkan mungkin sudah terlalu banyak!”

“Dan kau telah menilai dirimu sendiri terlalu rendah!”

“Mereka ingin membunuhku hanya karena mereka takut kalau aku merintangi jalan mereka!”

“Menurutmu, mereka punya tujuan lain?”

“Mm.”

“Apa tujuan itu?”

“Dengan melihat besarnya harga yang telah mereka bayarkan sebegitu jauh, tentu ini menyangkut

sesuatu yang amat besar!”

“Tapi apakah itu?”

“Mengapa kau tidak bertanya pada sang Buddha-mu Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun

itu?”

“Sang Buddha hanya mendengar doa hwesio, dan hwesio tidak bisa mendengar kata-kata sang

Buddha.”

“Lalu mengapa kau menjadi hwesio?”

Hwesio Jujur tersenyum.

“Karena menjadi hwesio itu lebih baik daripada menjadi Lu Xiao Feng, Lu Xiao Feng terlalu

banyak mengalami kecemasan dan masalah, hwesio amat sedikit mengalaminya!”

Tiba-tiba ia mulai bernyanyi dengan keras dan bertepuk-tangan: “Kau mengalami masalah, aku

tidak bermasalah. Masalah yang begitu besar, kau sendiri yang mencari gara-gara. Kau ingin

mencari tahu lebih banyak, maka aku ingin pergi!”

Nyanyian itu tidak berhenti, tapi ia benar-benar pergi.

Koleksi Kang Zusi

“Masalah yang begitu besar, kau sendiri yang mencari gara-gara.”

Lu Xiao Feng menatap sosok tubuhnya hingga menghilang dan tersenyum letih: “Sayangnya,

walaupun aku berhenti mencari masalah, merekalah yang datang mencariku.”

-------------------

Langit cerah, cuaca menyegarkan. Musim gugur telah tiba dengan kekuatan penuh. Lu Xiao Feng

berjalan keluar dari gang dan bertemu dengan seorang laki-laki yang berdiri di mulut gang

menantinya. Pakaiannya indah, tapi wajahnya pucat. Dia tak lain adalah jago nomor satu dari

keluarga Tang, Tang Tian Zong.

Mengapa ia menunggu di sini? Masalah apa lagi yang akan ditemui Lu Xiao Feng?

Lu Xiao Feng tersenyum: “Di mana temanmu? Apakah dia telah membayar teh itu?”

Tang Tian Zong menatapnya dengan mata yang merah seperti darah. Tiba-tiba, ia berlutut dan

menyembah Lu Xiao Feng sebanyak 3 kali, sehingga Lu Xiao Feng pun dibuat terkejut bukan main.

-- “Masing-masing kalian berlutut sekarang juga dan ber-kowtow padaku sebanyak tiga kali.”

Lu Xiao Feng sendiri yang telah memberikan syarat itu, tapi ia tidak pernah menduga kalau Tang

Tian Zong benar-benar mau melakukannya.

Seorang pemuda angkuh seperti dirinya biasanya lebih suka kepalanya dipancung daripada berkowtow

pada seseorang, siapa pun orangnya.

Tapi walaupun demikian, Tang Tian Zong telah melakukannya, dan bukan hanya benar-benar berkowtow,

bunyi kepalanya saat membentur tanah pun terdengar cukup keras.

Pemuda yang congkak dan sombong ini mau merendahkan diri sedemikian rupa, sebenarnya apa

tujuannya?

Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Haruskah kau memburu Ye Gu Cheng? Kau mungkin tidak akan berhasil membalaskan

dendammu walaupun kau berhasil memburunya!”

Tang Tian Zong bangkit lagi dan kembali menatap Lu Xiao Feng dalam kebisuan. Ia tidak

mengucapkan sepatah kata pun atau mengeluarkan satu suara pun.

Yang bisa dilakukan Lu Xiao Feng hanyalah melepaskan sehelai sabuk sutera dari pinggangnya dan

menyerahkannya. Tang Tian Zong menerima sabuk itu, berputar, dan berjalan pergi.

Bab 9: Masalah Sabuk

Tanggal 15 September, siang hari. Sinar matahari tampak berkilauan saat menyinari kota itu. Lu

Xiao Feng berjalan keluar dari Jalan Ikan Mas dan mulai menelusuri jalan raya yang kuno tetapi

tetap ramai itu. Walaupun ia tidak tidur malam sebelumnya, ia masih tampak penuh energi dan

semangat.

Laki-laki dan perempuan berjalan mondar-mandir di jalanan dan pedagang besar dan kecil di kedua

sisi jalan sedang sibuk menawarkan barang dagangannya. Walaupun ia lebih sering terlibat dalam

masalah daripada yang bisa ia hitung, hatinya tetap dipenuhi oleh perasaan gembira. Karena ia

menyukai manusia.

Ia menyukai wanita, ia menyukai anak-anak, ia suka bersahabat, ia selalu punya hati yang dipenuhi

oleh kehangatan untuk semua orang. Orang-orang pun banyak yang menyukai dirinya. Pakaian di

badannya mungkin agak kotor, tapi matanya tetap bersinar-sinar, ia tetap berdiri tegak dan bangga

seperti sebelumnya. Wanita mana pun, dari usia 14 hingga 40 tahun, sekali melirik dirinya, diamdiam

tentu akan meliriknya lagi untuk kedua kalinya.

Ia telah melepaskan sabuk-sabuk yang terlilit di pinggangnya dan meletakkannya di atas

pundaknya. Dari 6 sabuk sutera, ia telah memberikan 2, satu pada Hwesio Jujur, satu lagi pada Tang

Tian Zong.

Sekarang ia hanya berharap dapat menyingkirkan ke-4 sabuk sisanya sesegera mungkin. Satusatunya

pertanyaan yang menghalang adalah ia tidak tahu kepada siapa ia harus menyerahkan

sabuk-sabuk itu. Di depan sana ada sebuah pertunjukan monyet yang baru saja hendak dimulai dan

anak-anak segera mengerumuninya.

Koleksi Kang Zusi

Seorang laki-laki tua berambut perak, sambil bertopang pada sebatang tongkat, berjalan perlahanlahan

keluar dari sebuah toko obat dan hampir ditabrak jatuh oleh dua orang anak kecil yang sedang

berlari-lari ke tempat pertunjukan monyet itu.

Lu Xiao Feng segera berlari menghampiri dan memapahnya, mencegahnya jatuh.

“Bagaimana keadaanmu, Tuan?” Ia tersenyum.

Laki-laki tua itu terbungkuk-bungkuk, sambil berusaha mengambil nafas. Tiba-tiba, ia

memalingkan kepalanya ke arah Lu Xiao Feng, mengedipkan mata, menjulurkan lidahnya, dan

membuat muka setan.

Lu Xiao Feng terheran-heran. Ia telah banyak melihat kejadian-kejadian aneh, tapi belum pernah ia

bertemu laki-laki tua yang membuat muka setan pada dirinya.

Waktu ia akhirnya memperhatikan mata laki-laki tua itu, ia hampir menjerit. SiKong Zhai Xing!

Ternyata laki-laki tua ini sebenarnya adalah samaran si “Raja Pencuri” yang tiada tanding dan tiada

banding itu.

Walaupun ia berusaha untuk tidak menjerit, ia lalu mengerahkan sedikit tenaga di tangannya dan

menjepit lengan atas si raja maling dengan keras.

“Bajingan kecil, kau pun muncul juga?” Ia berkata dengan suara yang rendah.

“Hehe, karena bajingan besar sepertimu telah muncul, mengapa bajingan kecil sepertiku tidak boleh

berada di sini?”

Lu Xiao Feng menambah sedikit tenaga lagi dalam jepitannya: “Kau hendak mencuri salah satu

sabuk suteraku?”

Wajah SiKong Zhai Xing berkerut-kerut karena kesakitan dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya

dengan marah.

“Tidak?”

“Tidak, aku benar-benar tidak mengincar sabuk suteramu itu.”

Melihat tampangnya, Lu Xiao Feng akhirnya melepaskan jepitannya dan tersenyum.

“Kau sudah berganti profesi?”

“Tidak!” SiKong Zhai Xing menjawab, ia menghela nafas dan menggosok-gosok pundaknya itu.

“Jika kau belum berganti profesi, lalu mengapa kau tidak mencuri?”

“Aku sudah punya satu, mengapa aku masih harus mencuri satu lagi?”

“Apa yang sudah kau punyai?”

“Sehelai sabuk sutera.”

Lu Xiao Feng terdiam sebentar.

“Kau sudah punya sehelai sabuk sutera?”

“Ya.”

“Dari mana kau mendapatkannya?”

SiKong Zhai Xing tersenyum.

“Aku baru saja mengambilnya dari seorang teman.”

“Dan teman itu adalah aku?”

SiKong Zhai Xing menghela nafas: “Kau tahu bahwa aku tidak mempunyai teman sebanyak itu.”

Lu Xiao Feng tersentak dan mengulurkan tangan, berusaha mencengkeram tangan SiKong Zhai

Xing lagi.

Tapi SiKong Zhai Xing tidak mau membiarkan dirinya mencengkeram tangannya lagi dan ia segera

berlari menjauh.

“Dari empat helai sabuk yang ada padamu, aku hanya mengambil satu, itu berarti aku sudah cukup

murah hati, apakah kau tidak puas?” ia bertanya sambil tertawa terbahak-bahak.

Lu Xiao Feng menatapnya dengan marah, tapi kemudian tiba-tiba ikut tertawa pula.

“Dulu kukira kau adalah orang yang cerdas, tapi ternyata kau hanya orang tolol!”

SiKong Zhai Xing mengedip-ngedipkan matanya, menunggu apa yang hendak ia katakan

selanjutnya.

“Apakah kau telah bertanya pada dirimu sendiri mengapa aku seenaknya saja membawa-bawa

sabuk sutera ini jika sabuk-sabuk ini adalah sabuk-sabuk sutera yang sesungguhnya?”

“Apakah sabuk sutera ini palsu?” SiKong Zhai Xing hampir menjerit.

Koleksi Kang Zusi

Lu Xiao Feng mengedipkan mata padanya, menjulurkan lidahnya, dan balas membuat muka setan

pada dirinya.

SiKong Zhai Xing berdiri tertegun di sana selama beberapa saat dan kemudian, seperti main sulap,

mengeluarkan sabuk sutera itu dari dalam lengan bajunya.

“Tampaknya sabuk ini benar-benar palsu.” Ia bergumam.

Lu Xiao Feng tertawa.

“Aku tahu kau selalu mengatakan tidak pernah mencuri barang palsu, tapi siapa yang menduga

bahwa hari ini adalah hari di mana kau berhasil diperdayai orang.”

“Tolong jangan ceritakan pada siapa pun tentang hal ini, kau akan menghancurkan reputasiku.”

“Kau mencuri dariku, dan aku tidak boleh bercerita pada orang lain tentang hal itu?” Lu Xiao Feng

merenung.

“Bagaimana jika aku mengembalikannya?”

“Jika kau mengembalikannya, aku tetap akan bercerita pada orang-orang. Raja Maling telah

mencuri barang palsu! Semua pencuri bawahanmu tentu akan tertawa terbahak-bahak hingga gigi

mereka copot bila mereka mendengar tentang hal ini!”

“Bagaimana jika aku mengembalikan sabuk sutera ini padamu dan kemudian mengundangmu

makan besar?”

Lu Xiao Feng bimbang dan pura-pura menimbang-nimbang tawaran itu.

“Ini patut dipertimbangkan, tapi tergantung makanan macam apa yang akan kau suguhkan padaku.”

“Sirip ikan yang dimasak dalam saus kacang, ditambah dengan dua ekor bebek yang gemuk dan

besar, bagaimana menurutmu?”

{Catatan: Karena mereka berada di Beijing, dua ekor bebek yang disebut SiKong Zhai Xing itu,

tentu saja, bebek Peking}

Lu Xiao Feng tampaknya tidak begitu yakin, akhirnya, setelah banyak pertimbangan, ia

mengangguk juga. Kenyataannya, ia hampir terbahak-bahak di dalam hatinya dan bergulinggulingan

di tanah, hampir mati ketawa.

-- Akhirnya, ia berhasil memperdayai bajingan kecil ini. Melihat SiKong Zhai Xing mengangsurkan

sabuk sutera itu padanya dengan demikian hormat dan sopan, ia hampir tak bisa menahan tawanya.

Ia bukan saja hampir bergulingan di tanah sambil tertawa terbahak-bahak, ia pun merasa ingin

berjungkir-balik.

Tapi kemudian, secara tak terduga, SiKong Zhai Xing tiba-tiba menarik kembali sabuk sutera itu.

“Tidak, tak bisa jadi!” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Apanya yang tak bisa jadi?” Lu Xiao Feng segera bertanya.

“Bebek-bebek itu terlalu gemuk, dan sirip ikan terlalu berminyak. Jika kau makan terlalu banyak,

kau akan sakit perut. Kita kan sahabat lama, aku tidak bisa melakukan itu pada seorang sahabat

lama!”

Lu Xiao Feng tertegun sekali lagi.

SiKong Zhai Xing mengedip-ngedipkan matanya.

“Di samping itu, aku baru saja teringat sesuatu. Mendapatkan sabuk palsu kan masih lebih baik

daripada tidak mendapat sabuk sama sekali, bagaimana menurutmu?” Ia tampaknya juga sedang

berusaha amat keras untuk menahan ledakan tawanya sebelum akhirnya melepaskannya sambil

bersalto tiga kali dan melompat ke atas atap sebuah bangunan. Masih sambil tertawa, ia

melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan pada Lu Xiao Feng dan tiba-tiba menghilang.

Perut Lu Xiao Feng hampir meledak karena marahnya.

“Aku bersumpah, bajingan kecil itu adalah musuhku. Aku tidak mendapat apa-apa selain nasib

buruk setiap kali bertemu dengannya.” Ia bergumam dengan gigi yang dikertakkan.

Ia bahkan belum selesai bicara ketika tiba-tiba ia menyadari bahwa anak-anak kecil yang tadinya

menonton pertunjukan monyet itu sekarang sedang mengerumuninya. Setiap pasang mata mereka

sedang memandangnya, seakan-akan mereka merasa bahwa dirinya jauh lebih menarik daripada

pertunjukan monyet kecil itu.

“Mengapa kalian tidak menonton monyet di sana itu?” Lu Xiao Feng hampir tak bisa memasang

muka kaku, karena ia menyadari nada ironi ucapannya itu.

Koleksi Kang Zusi

Satu orang anak menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Monyet itu tidak lucu, kau yang lucu.”

Lu Xiao Feng tidak tahu apakah ia harus tertawa ataukah marah.

“Apa yang lucu denganku?” Ia terpaksa bertanya.

“Kau bersahabat dengan kakek tadi, kau tentu juga tahu caranya terbang.”

Lu Xiao Feng akhirnya faham, anak-anak ini berkumpul di sekelilingnya untuk melihatnya terbang.

Anak-anak itu semuanya mulai berseru dan memohon: “Tuan, bisakah kau terbang untuk kami?

Tolonglah!”

Lu Xiao Feng menghela nafas, tapi tiba-tiba ia kemudian tertawa kecil mengingat kejeniusan

dirinya sendiri.

“Aku akan mengajarkan kalian sebuah lagu pendek, dan jika kalian menyanyikannya untukku, aku

akan terbang untuk kalian. Bagaimana?”

Semua anak itu segera bertepuk-tangan dengan senang.

“Ya, kami akan bernyanyi, kami akan menyanyikannya setiap hari mulai sekarang!”

Lu Xiao Feng segera duduk untuk mengajari anak-anak itu lagu berikut:

“SiKong Zhai Xing, si peri monyet.

Peri nakal, juga bajingan yang busuk.

Bajingan yang jahat sekali, patut mendapat pukulan di pantat.”

Anak-anak ini adalah pelajar yang baik, mereka segera hafal lagu tersebut dan mulai

menyanyikannya sekeras-kerasnya, bernyanyi tiada hentinya.

Semakin lama Lu Xiao Feng mendengarkan lagu ini, semakin lucu rasanya. Segera ia terbungkukbungkuk

sambil tertawa terbahak-bahak. Maka, ia pun lalu bersalto tiga kali, mendarat di atas atap

sebuah bangunan, dan melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan pada anak-anak itu.

“Jika kalian menyanyikan lagu ini kapan pun kalian bisa, aku akan datang kembali dan terbang

untuk kalian kapan pun aku bisa!” Ia berkata di tengah-tengah deraian tawanya.

______________________________

Benar saja, satu sabuk telah berkurang dari 4 sabuk yang tadinya berada di atas pundaknya. Bahkan

Lu Xiao Feng pun terpaksa mengakui bahwa SiKong Zhai Xing benar-benar hebat, peri monyet

kecil itu mampu mencuri sesuatu dari Lu Xiao Feng tepat di depan hidungnya sendiri.

Semula ia merasa perutnya hampir meledak karena marahnya, lalu hampir meledak karena tawanya,

tapi sekarang ia hanya merasa kekosongan di dalam perutnya. Ia amat kelaparan. Untunglah

baginya, saat itu sudah tiba waktunya makan siang. Terdengar dari semua rumah makan, baik besar

atau pun kecil, dentingan suara pisau dan peralatan dapur saat mereka mempersiapkan segala jenis

masakan. Bahkan orang-orang yang tidak lapar pun akan segera lapar saat mendengarnya. Jika ia

tidak makan besar sekarang juga, perutnya yang tadi hampir meledak karena marah dan kemudian

hampir meledak karena tawa mungkin akan segera mengempis karena kelaparan.

“Bawakan aku sepiring besar sirip ikan yang dimasak dalam saus kacang, seekor bebek goreng,

sekilo biscuit, dan selain itu, berikan aku satu setengah kilo arak Bambu Hijau dan 4 jenis masakan

lain yang cocok dinikmati bersama arak.”

Ia pergi ke rumah makan terdekat, mengambil meja terdekat, memesan 8 jenis lebih masakan yang

teringat di kepalanya, dan menunggu.

Tidak satu pun dari 8 macam masakan itu yang telah tiba, tapi dari luar sana telah berdatangan

beberapa orang. Orang yang di depan mengenakan pakaian sutera terbaik dan bersikap seakan-akan

dialah orang yang memiliki tempat itu. Walaupun sudah ada sedikit uban di kepalanya, ia masih

berpakaian seperti seorang pemuda. Di sekeliling pinggangnya terlilit sehelai sabuk giok yang

bertatahkan kristal-kristal yang amat besar dan bahkan jamrud-jamrud yang lebih besar lagi

ukurannya. Sabuk itu saja sudah tak ternilai harganya, tapi pedang yang terikat pada sabuk itu jauh

lebih berharga daripada sabuk itu sendiri.

Di belakangnya ada segerombolan pemuda yang tampak angkuh luar biasa, masing-masing

berpakaian lebih mentereng daripada yang lain dan mereka semua tampaknya telah memasang

matanya tinggi-tinggi di atas kepala. Tapi setiap orang dari mereka bergerak dengan lincah dan

gesit yang menunjukkan bahwa mereka semuanya cukup ahli dalam ilmu kungfu.

Koleksi Kang Zusi

Orang-orang ini berjalan masuk, melirik sekilas pada Lu Xiao Feng, dan duduk bergerombol di

meja terbesar. Walaupun mereka tidak memandang orang lain, seakan-akan semua orang tiada

harganya untuk dilihat oleh mereka, setidaknya mereka sesekali masih melirik Lu Xiao Feng.

Lu Xiao Feng tidak mengalihkan perhatiannya pada mereka, tapi ia masih bisa mengenali pedang

yang terikat pada sabuk giok itu.

Sebatang pedang yang bersarungkan kulit ikan hitam dengan mulut terbuat dari emas putih,

sebatang pedang yang berbentuk amat aneh dan berukuran luar biasa panjang. Bersama dengan

rumbai-rumbainya yang berwarna merah darah, ada dua buah patung ikan yang terbuat dari giok

putih murni. Siapa saja yang mengenali pedang ini tentu juga akan mengenali orang yang membawa

pedang.

Orang setengah umur berpakaian sutera itu, tentu saja, tak lain daripada majikan Gedung

Kesenangan Abadi, di Telaga Ikan Kembar, Bukit Harimau, di sebelah selatan sungai Yangtze,

“Jago Pedang Damai dan Tenang” Si Ma Zi Yi. “Emas Nan Gong, Perak Ou Yang, Giok Si Ma”.

Ungkapan itu khusus ditujukan pada tiga keluarga besar yang kaya-raya di dunia persilatan.

Giok selalu dipandang sebagai yang paling berharga di antara ketiganya, maka Gedung Kesenangan

Abadi, tak diragukan lagi, merupakan yang terkaya dan termewah di antara ketiganya. Di samping

kungfu warisan keluarga yang ia miliki, Si Ma Zi Yi juga merupakan satu-satunya murid “Majikan

Pedang Besi” yang termasyur puluhan tahun yang lalu. Dulu dia adalah seorang pemuda yang

menonjol baik dalam bidang akademis maupun kungfu, ditambah dengan warisan keluarganya yang

terkenal, dan hasilnya adalah ia telah termasyur ke seluruh dunia sebelum usianya mencapai

duapuluh tahun. Walaupun sekarang ia telah memasuki usia setengah baya, ia masih memiliki

keangkuhan dan sikap seperti di masa mudanya serta wajah yang tampan.

Bisa melihat seorang laki-laki di masa jayanya adalah sebuah peristiwa yang amat menyenangkan,

tapi Lu Xiao Feng lebih suka memasang pandangannya pada sepiring sirip ikan yang dimasak

dalam saus kacang.

Sirip ikan itu dimasak dengan baik, dan araknya pun memiliki suhu yang pas. Lu Xiao Feng

mengambil sumpitnya dan baru saja hendak mulai makan saat ia melihat seorang pemuda

berpakaian ungu, dengan sepasang patung ikan yang terbuat dari giok putih menggantung di

pedangnya, berjalan ke arahnya.

Lu Xiao Feng menghela nafas sendiri. Masalah kembali datang padanya. Maka ia segera, sebelum

pemuda itu tiba di dekatnya, menyumpal mulutnya sendiri dengan sirip ikan.

Dengan tangan di pedang, pemuda itu beberapa kali memperhatikan Lu Xiao Feng dari atas ke

bawah dengan pandangan yang dingin, sebelum akhirnya merangkap tangannya sebagai tanda

memberi hormat: “Tuan tentu Lu Xiao Feng.”

Lu Xiao Feng mengangguk.

“Aku Hu Qing, dari Suzhou, Bukit Harimau, Gedung Kesenangan Abadi di Telaga Ikan Kembar.

Yang duduk di sana itu adalah guruku. Kufikir Tuan tentu telah tahu.”

Lu Xiao Feng mengangguk lagi.

“Tidak bermaksud mengganggu semak belukar, Guru menyuruhku datang ke sini untuk meminta

Tuan meminjamkan sabuk di pundakmu itu dan juga mengundang Tuan untuk minum.”

Kali ini Lu Xiao Feng tidak mengangguk, ia pun tidak menggelengkan kepalanya, ia malah

menunjuk mulutnya sendiri. Ia belum menelan sirip ikan itu, maka tidak mungkin ia bisa bicara.

Hu Qing mengerutkan keningnya. Walaupun kelihatannya ia telah kehilangan kesabarannya, yang

bisa ia lakukan hanyalah berdiri di sana dan menunggu Lu Xiao Feng selesai mengunyah.

“Tuan bisa memberiku sabuk itu sekarang juga jika Tuan mau. Jika Tuan ingin menyimpan satu

untuk Tuan sendiri, itu juga boleh.” Ia mengajukan tawaran saat Lu Xiao Feng mengunyah sirip

ikan itu. Kelihatannya ia sudah mulai marah.

Ia bersuara seolah-olah ucapannya itu bukan apa-apa, seakan-akan kenyataan bahwa ia telah

membuka mulutnya itu telah amat banyak memberi muka pada Lu Xiao Feng.

Dengan tenang-tenang saja Lu Xiao Feng menelan sirip ikan itu, lalu menghirup araknya sekali

sebelum mengeluarkan desahan puas. Lalu ia melemparkan sebuah senyuman pada Hu Qing.

Koleksi Kang Zusi

“Aku telah lama mengagumi kemasyuran dan reputasi Tuan Si Ma, dan aku amat berterimakasih

atas maksud baik dan keramahan Tuan Si Ma. Sedangkan sabuk itu….”

“Bagaimana dengan sabuk-sabuk itu?”

“Kalian tidak bisa meminjamnya.” Lu Xiao Feng menolak tawaran itu dengan santai.

Ekspresi wajah Hu Qing tampak tertekuk dan ia segera mencengkeram pedangnya. Tapi Lu Xiao

Feng bahkan tidak meliriknya saat ia mengambil sebuah sirip ikan lagi dan mulai mengunyahnya

dengan hati-hati di dalam mulutnya, sambil menikmati rasanya.

Hu Qing memandangnya dengan marah dan urat-urat darah di punggung tangannya tampak

berdenyut-denyut, seakan-akan ia telah bersiap-siap untuk menghunus pedangnya. Tiba-tiba

seseorang terbatuk beberapa kali di belakangnya.

“Seharusnya kau tidak menggunakan kata ‘pinjam’ itu, tidak ada orang yang mau meminjamkan

benda seperti itu.”

Si Ma Zi Yi pun benar-benar telah merendahkan dirinya untuk datang menghampiri, tapi ia masih

berhenti pada posisi yang agak jauh, seakan-akan ia mengharapkan Lu Xiao Feng untuk bangkit dan

menyambutnya.

Lu Xiao Feng tidak perduli. Ia jelas lebih memperhatikan piring berisi sirip ikan yang berada di

hadapannya daripada benda atau orang lain.

Maka Si Ma Zi Yi sendiri yang terpaksa berjalan menghampiri dan, dengan tangannya yang terawat

baik, menunjuk meja. Hu Qing segera mengeluarkan sehelai cek dan meletakkannya di atas meja.

Dengan menggunakan tangan yang sama, Si Ma Zi Yi mengelus-elus jenggotnya yang juga terawat

dengan baik: “Cincin giok mungkin indah, tapi kurang berguna bila dibandingkan dengan uang. Bu

Ju tidak faham sifat orang, maka tentu saja ia pun terjungkal.”

Berita benar-benar menyebar dengan cepat di ibukota ini, bahkan seseorang seperti dirinya pun bisa

tahu tentang hal itu hanya dalam waktu dua jam.

“Saya yakin Tuan merasakan hal yang sama.” Si Ma Zi Yi mengakhiri.

Lu Xiao Feng mengangguk tanda setuju.

“Ini adalah sehelai cek bernilai 50 ribu tael yang bisa diuangkan dengan segera. Dengan uang

sebanyak itu, orang biasa akan dapat hidup tanpa perasaan cemas untuk seumur hidupnya.”

Lu Xiao Feng pun sependapat mengenai hal itu.

“Lima puluh ribu tael perak sudah lebih dari cukup untuk dua helai sabuk sutera, kapan saja

waktunya, di mana pun tempatnya.”

Lu Xiao Feng pun amat setuju dengan hal itu. Sebuah senyuman pun muncul di wajah Si Ma Zi Yi

dan ia bermaksud untuk pergi, karena kesepakatan telah tercapai.

Tapi tiba-tiba Lu Xiao Feng yang bicara.

“Mengapa Tuan tidak membawa cek ini?”

“Membawanya?”

“Ke tukang jahit.”

Si Ma Zi Yi tidak faham.

“Di luar sana ada sejumlah tukang jahit. Tuan bisa membuat kesepakatan dengan siapa pun dari

mereka, itu jauh lebih sederhana.”

Ekspresi wajah Si Ma Zi Yi pun jadi tertekuk.

“Aku ingin menukar cek ini dengan sabukmu.”

Lu Xiao Feng tertawa.

“Sabuk ini bukan untuk dipertukarkan.”

Wajah Si Ma Zi Yi yang selalu bersinar-sinar sekarang berubah menjadi kehijau-hijauan.

“Jangan lupa, ini bernilai lima puluh ribu tael perak.” Ia membentak.

Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Jika Tuan mengijinkanku makan sepiring sirip ikan ini dengan tenang, aku akan membayar Tuan

lima puluh ribu tael perak!”

Wajah Si Ma Zi Yi yang hijau membesi tampak berubah menjadi merah padam. Seseorang yang

duduk di meja pinggir sana tak dapat mengendalikan dirinya lagi dan tertawa kecil.

Setelah suara tawa itu terdengar, terlihat seberkas sinar pedang.

Koleksi Kang Zusi

“Tring!” Ujung pedang itu telah terjepit oleh sepasang sumpit.

Orang yang tertawa tadi adalah seorang saudagar yang setengah mabuk, pedang itu milik Hu Qing.

Hanya dengan sebuah putaran pergelangan tangannya, pedang panjang di pinggangnya telah

terbang. Tapi Lu Xiao Feng lebih cepat lagi, karena ia secara tiba-tiba, dan dengan santai,

mengulurkan sumpitnya dan menjepit ujung pedang itu, seperti seorang pawang ular yang

menangkap seekor ular. Wajah Hu Qing pun tampak membeku dan ia tertegun memandang pada Lu

Xiao Feng.

“Dia sedang mabuk.” Lu Xiao Feng berkata.

Hu Qing mengigit bibirnya dan berusaha menarik pedang itu, tapi pedang tersebut seperti telah

menyatu dengan sumpit.

“Tidak ada aturan tak boleh tertawa di sini, ini bukan Gedung Kesenangan Abadi.” Lu Xiao Feng

berkata dengan santai.

Keringat pun muncul di kening Hu Qing.

“Trang!” Tiba-tiba terlihat seberkas sinar pedang lagi dan pedang di tangannya telah patah menjadi

dua bagian!

Pedang Si Ma Zi Yi telah meninggalkan sarungnya, tapi sekarang telah kembali ke tempatnya.

“Mundur.” Ia memerintah dengan gusar. “Sejak hari ini, kau dilarang menggunakan pedang.”

Dengan kepala tertunduk malu, Hu Qing menatap pedang patah yang berada di tangannya, lalu

mulai mundur dengan perlahan. Setelah 7 atau 8 langkah, air mata tiba-tiba muncul di wajahnya.

“Sayang, sia-sia belaka!” Lu Xiao Feng menghela nafas.

“Sia-sia?”

“Aku mengatakan sayang tentang pedang itu, sayang juga tentang pemuda itu. Tekniknya tidak

terlalu jelek, dan pedangnya pun tidak terlalu buruk.”

Ekspresi wajah Si Ma Zi Yi masih tetap gelap dan ia berkata dengan dingin: “Pedang yang bisa

terpotong menjadi dua bagian bukanlah pedang yang bagus!”

“Mungkin satu-satunya sebab mengapa pedangnya terpotong menjadi dua bagian adalah karena

seseorang sedang menjepit ujung pedang itu.”

“Jika pedang itu bisa ditangkap, tentu tidak ada gunanya menyimpannya lagi.”

Lu Xiao Feng meliriknya.

“Jadi pedangmu tak akan pernah tertangkap orang jika kau menyerang dengan pedangmu?”

“Tak pernah.”

Lu Xiao Feng tersenyum, tersenyum secara tiba-tiba.

“Sabukku bukan untuk dipinjamkan, dipertukarkan, apalagi dijual!”

“Kau menantangku untuk mengambilnya dengan paksa?” Si Ma Zi Yi mengejek.

“Atau kita bisa bertaruh saja.”

“Taruhan seperti apa?”

“Taruhan terhadap pedangmu.”

Si Ma Zi Yi tidak faham.

“Jika benar tidak ada orang yang bisa menangkap pedangmu, maka kau menang. Dan kau bukan

hanya bisa pergi dengan membawa sabuk suteraku, kau pun boleh mengambil kepalaku kapan saja

kau mau.”

“Aku tidak menginginkan kepalamu.”

“Tapi kau menginginkan sehelai sabuk suteraku.”

Si Ma Zi Yi menatap dengan gusar. “Selain dari itu, apakah tidak ada cara lain?”

“Tidak.”

Si Ma Zi Yi tidak berkata apa-apa untuk beberapa lama.

“Aku akan mengincar pundak kirimu, bersiaplah.” Tiba-tiba ia berkata.

Sambil tersenyum Lu Xiao Feng menepuk pundak kirinya: “Bajuku tidak begitu bersih, aku belum

mencucinya selama dua hari ini. Jadi kau mungkin harus menyerang secepat yang kau bisa agar

pedangmu tidak menjadi kotor.”

“Asal ada darah yang bisa dipakai untuk mencuci, tidak masalah jika pedangku jadi kotor.” Si Ma

Zi Yi membalas tanpa perasaan humor.

Koleksi Kang Zusi

“Aku tak tahu apakah darahku bersih atau tidak.”

“Kau akan segera mengetahuinya.”

Saat kata “nya” terdengar, pedang itu telah terhunus dari sarungnya. Seperti kilat, sinar pedang pun

terbang ke arah pundak kiri Lu Xiao Feng. Pedang itu jauh lebih panjang daripada pedang biasa,

jadi seharusnya lebih sulit untuk dihunus dengan cepat. Tapi ia menggunakan sebuah teknik khusus

untuk menghunus pedangnya, sehingga sekali pedang itu keluar dari sarungnya, senjata itu sudah

hampir menyentuh pundak Lu Xiao Feng.

Lu Xiao Feng mengulurkan tangannya dan menjepitkan kedua jarinya! Seharusnya gerakannya itu

merupakan sebuah gerakan yang amat sederhana, tapi akurasi dan kecepatannya merupakan hal

yang tidak bisa dibayangkan siapa pun, apalagi menguraikannya.

Gerakan ini mungkin sederhana, tapi ia telah menempanya melalui ribuan kali percobaan untuk

merubahnya menjadi sesuatu yang luar biasa. Si Ma Zi Yi bisa merasakan hatinya karam, ia juga

bisa merasakan darahnya karam. Pedangnya telah tertangkap!

Ia mulai berlatih dengan pedang bamboo pada usia empat tahun. Pada umur 7 tahun, ia mulai

menggunakan pedang sebenarnya yang ditempa dengan baja murni. Saat ini ia telah mempelajari

ilmu pedang selama lebih dari 40 tahun. Bahkan bagaimana cara menghunus pedang pun telah ia

pelajari sebanyak lebih dari 130 macam manuver. Saat ini ia mampu, dalam satu gerakan saja,

menghunus pedangnya dan menusukkan ujung pedangnya menembus 12 keping uang perunggu

yang dijatuhkan secara sembarangan.

Tapi sekarang, pedangnya telah tertangkap orang. Saat itu ia hampir tidak bisa mempercayai

kenyataan ini. Ia menatap tangan Lu Xiao Feng, hampir tidak percaya kalau tangan ini benar-benar

terdiri dari daging dan darah.

Lu Xiao Feng pun sedang menatap tangannya.

“Kau tidak menggunakan kekuatan penuh dalam serangan tadi.” Tiba-tiba ia berkata. “Kelihatannya

kau benar-benar tidak memburu kepalaku.”

“Kau….”

Lu Xiao Feng memotong ucapannya dengan sebuah senyuman.

“Aku bukan orang yang baik, tapi kau pun bukan orang yang jahat. Karena kau tidak menginginkan

kepalaku, aku akan memberimu sehelai sabuk sutera!”

Ia melepaskan satu sabuk dan menggantungnya di ujung pedang Si Ma Zi Yi sebelum bangkit dan

berjalan keluar tanpa memandang ke belakang lagi. Ia khawatir berubah fikiran kalau ia

melakukannya.

Walaupun ia belum kenyang, Lu Xiao Feng tetap merasa senang dalam hatinya. Karena ia tahu

bahwa saat ini Si Ma Zi Yi tentu telah memahami 2 hal. Pedang siapa pun bisa tertangkap, dan cara

pendekatan yang lembut terhadap orang tertentu akan jauh lebih baik daripada pendekatan yang

kasar.

Ia yakin bahwa, setelah mempelajari dua macam hal tersebut, Si Ma Zi Yi tentu akan merubah

sikapnya yang angkuh dan suka mengancam itu.

Tapi apa gunanya semua ini bagi dirinya? Ia bahkan tidak memikirkan hal itu. Apa pun yang ia

lakukan, Lu Xiao Feng tidak pernah berfikir untuk dirinya sendiri.

Tetapi perutnya yang keberatan. Ia mungkin sedang tidak memiliki selera yang besar seperti biasa,

tapi dua suap sirip ikan tentu tidak cukup memuaskan perutnya. Bagi dirinya, bisa makan penuh

dengan tenang seperti telah berubah menjadi sesuatu yang hampir mustahil.

Selama ia membawa-bawa sabuk sutera itu, tidak perduli ke mana pun ia pergi, masalah tentu akan

segera mencarinya.

Bagaimana ia harus menyingkirkan dua helai sabuk sutera terakhir? Kepada siapa ia harus

memberikannya? Tadinya ia bermaksud memberikan salah satunya pada Tosu Kayu, tapi Tosu

Kayu tidak kelihatan. Yang seharusnya tidak muncul malah muncul, tapi yang seharusnya muncul

malah tidak satu pun yang terlihat.

Karena ada orang yang tidak pernah muncul bila mereka diharapkan muncul dan selalu muncul saat

mereka tidak diduga akan muncul. Lu Xiao Feng sepertinya selalu bertemu dengan orang-orang

semacam ini. Ia menghela nafas. Tiba-tiba, ia melihat Hwesio Jujur sedang berjalan dari arah yang

Koleksi Kang Zusi

berlawanan, sambil menggigit sepotong roti manis yang amat besar di tangannya. Saat ia melihat Lu

Xiao Feng, ia bereaksi seakan-akan ia baru saja melihat hantu dan segera berusaha untuk kabur.

Tapi Lu Xiao Feng telah menghadangnya dan menariknya hingga berhenti.

“Pergi begitu tergesa-gesa? Ke mana kau akan pergi?”

Hwesio Jujur memutar-mutar bola matanya dan menjawab: “Aku tidak mengganggumu, aku tidak

melanggar hokum, mengapa kau menghadangku?”

Lu Xiao Feng mengedip-ngedipkan matanya, dan kemudian mengembangkan sebuah senyuman.

“Karena aku ingin membuat kesepakatan denganmu.”

“Aku tidak ingin membuat kesepakatan denganmu, aku tidak mau dirampok.”

“Kujamin kau tidak akan dirampok.”

Hwesio Jujur memandangnya dan terlihat bimbang.

“Coba kudengar dulu kesepakatan macam apa yang ada di benakmu.”

“Aku akan menukar dua helai sabuk sutera ini dengan roti manis hangat yang ada di tanganmu itu.”

“Tidak bisa.”

“Mengapa tidak?” Lu Xiao Feng berteriak.

“Karena aku tahu tidak ada kesepakatan yang begini bagus di dunia ini.” Ia memutar-mutar bola

matanya lagi. “Bu Ju berusaha menukar sabuk itu dengan cincin giok, kau menolak. Si Ma

menawarkan lima puluh ribu tael perak, kau menolak. Sekarang kau ingin menukarnya dengan

rotiku yang hangat, dan kau kan tidak gila.”

“Kau takut kalau akan memasang perangkap untukmu?”

“Aku tidak perduli kau memasang perangkap atau tidak, aku tidak akan terperdaya.”

“Jadi kau sudah tetap pada keputusanmu?”

“Ya.”

“Tidak menyesal?”

“Tidak menyesal.”

“Baik, tidak jadi kalau begitu. Tapi bila aku ingin bicara, kau tidak bisa mencegahku bicara.”

“Bicara tentang apa?” Hwesio Jujur terpaksa bertanya.

“Bicara tentang kisah seorang hwesio yang pergi ke rumah pelacuran untuk bertemu dengan

seorang pelacur.”

Hwesio Jujur tiba-tiba menyusupkan roti hangat itu ke tangan Lu Xiao Feng, meraup sabuk-sabuk

sutera itu, dan berjalan pergi ke arah yang berlawanan.

“Jangan lupa, salah satu dari sabuk itu adalah untuk Tosu Kayu, kau harus menyimpan satu

untuknya. Kalau tidak aku akan tetap bicara.” Lu Xiao Feng berteriak ke arah sosok tubuhnya yang

menjauh itu.

Hwesio Jujur bahkan tidak mau berpaling dan ia menghilang lebih cepat daripada seekor kuda

jantan yang dicambuk. Lu Xiao Feng tertawa. Ia tidak ingat kapan perasaannya pernah seenteng ini,

seakan-akan ia tidak pernah sebahagia dan setenang ini dalam hidupnya.

Akhirnya ia berhasil menyingkirkan “bara panas” itu pada orang lain. Rasanya seolah-olah beban

seberat satu ton telah terangkat dari punggungnya.

Roti itu masih belum benar-benar dingin, saat menggigitnya ia pun hampir berani bersumpah bahwa

roti ini benar-benar lebih enak daripada sirip ikan tadi.

Tadinya ia mencurigai Hwesio Jujur sebagai dalang di balik semua persekongkolan ini, tapi

sekarang tampaknya ia telah lupa. Apakah ia bodoh? Atau benar-benar cerdik?

Matahari pelan-pelan bergeser ke barat. Sudah dua jam berlalu sejak Lu Xiao Feng menyerahkan

sabuk sutera itu pada Hwesio Jujur. Tidak ada yang tahu apa yang ia lakukan selama dua jam itu.

Tampaknya ia hanya berjalan-jalan mengelilingi kota beberapa kali. Walaupun tadi ada beberapa

orang yang mengikutinya, sekarang ia telah berhasil melepaskan diri dari untitan mereka. Tentu saja

ia tidak mau mengambil resiko membawa mereka ke Rumah Makan Lezat dan Harum.

Ia masuk lewat pintu belakang, tidak terdengar satu pun suara di halaman belakang. Udara dipenuhi

oleh campuran aroma bunga crysanthemum dan osmanthus. Bahkan ikan-ikan mas kecil di dalam

kolam di bawah pohon delima itu tampak terlalu malas untuk bergerak.

Koleksi Kang Zusi

Setelah melewati semak-semak crysanthemum, terlihat seseorang duduk di dalam pondok kecil itu.

Seperti terpesona, orang tersebut duduk di atas pagar pembatas.

Bunga-bunga crysanthemum itu berwarna kuning, pagar tersebut bercat merah, tapi bajunya

berwarna hijau cerah dan ujungnya melambai-lambai di sekitar tubuhnya yang langsing bagaikan

pohon liu. Tanda-tanda sakit belum benar-benar hilang dari wajahnya yang pucat, tapi semangat

baru bisa terlihat dengan jelas di dalam dirinya. Tampaknya ia hampir tidak kuat untuk menahan

lambaian pakaiannya itu.

Warna musim gugur di halaman ini mungkin indah, tapi tidak bisa dibandingkan dengan

kecantikannya. Tampaknya baru sekarang Lu Xiao Feng menyadari betapa cantiknya OuYang Qing

sebenarnya. Apakah itu hanya karena baru sekarang ia tahu bahwa gadis itu diam-diam

mencintainya?

Angin meniup semak-semak bunga crysanthemum yang berada di dekat pagar. Beberapa helai daun

yang gugur telah jatuh di atas jalan setapak. Diam-diam ia berjalan menghampiri. Tiba-tiba ia

melihat mata OuYang Qing yang bersinar-sinar sedang menatap lurus ke arahnya.

Mereka tidak sering bertemu. Kenyataannya mereka belum pernah berbincang-bincang lebih dari 10

kalimat.

Tapi sekarang ada sebuah perasaan yang tak dapat diuraikan dan susah difahami yang menyentak

jantung Lu Xiao Feng, menyebabkan jantungnya berdebar lebih cepat. Ia seperti benar-benar tak

tahu apa yang harus dilakukan.

Apa yang dirasakan gadis itu di dalam hatinya? Setidaknya Lu Xiao Feng tidak mampu melihat

sesuatu yang berbeda di wajahnya. Gadis itu memandang padanya dengan cara yang sama seperti

sebelumnya. Apakah ia memang orang yang amat tenang pembawaannya, ataukah ia orang yang

amat pandai bersandiwara? Dan berapa banyak wanita di dunia ini yang tidak pintar bersandiwara?

Lu Xiao Feng menghela nafas dan berjalan memasuki pondok itu.

“Kau sudah merasa baikan?” Ia bertanya sambil tersenyum canggung.

OuYang Qing mengangguk dan menunjuk kursi batu di hadapannya.

“Duduklah.”

Tadinya Lu Xiao Feng hendak duduk di sampingnya, tapi jika gadis itu bersikap begitu dingin,

tentu ia pun tidak bisa bersikap terlalu hangat.

-- Mengapa wanita begitu suka bersandiwara?

Apakah itu karena mereka semua tahu bahwa jenis perempuan seperti inilah yang disukai laki-laki?

Jika OuYang Qing sejak dulu bersikap ramah dan hangat pada Lu Xiao Feng, mungkin sudah sedari

dulu ia kabur jauh-jauh.

Maka ia pun duduk dengan patuh di atas kursi batu itu.

“Di mana XiMen Chui Xue?” Ada banyak hal di dalam hatinya yang ingin ia tanyakan, tapi ia tidak

sanggup mengatakannya, maka ia sembarangan saja bertanya.

“Ia ada di dalam rumah bersama isterinya, kurasa ada banyak hal yang hendak mereka bicarakan.”

Lu Xiao Feng bangkit, tapi kemudian terduduk lagi. Ia ingin masuk dan berbicara dengan XiMen

Chui Xue, tapi ia tidak ingin OuYang Qing menganggap dirinya tidak mengerti keadaan orang.

Duel sudah dekat, hasilnya masih diragukan, perpisahan ini sangat bisa jadi merupakan yang

terakhir kalinya bagi mereka.

Seharusnya ia membiarkan mereka berdua menghabiskan sore ini bersama-sama dengan tenang,

membiarkan mereka membicarakan semua hal yang seharusnya tidak didengarkan oleh orang lain.

Taman itu seperti menelan mereka, aroma bunga tercium di udara, pemandangan di sekitar mereka

terasa seperti mimpi. Bukankah hanya mereka berdua pula yang ada di sana? Bukankah ada banyak

hal yang juga hendak mereka bicarakan?

Tapi ia tidak bisa memikirkan apa yang hendak dikatakan! Tampaknya ia seperti telah berubah

menjadi anak remaja yang sedang mengalami kencan pertamanya.

“Kau mengenalnya?” OuYang tiba-tiba memecahkan kesunyian.

“Siapa?”

OuYang Qing menunjuk ke sampingnya, barulah Lu Xiao Feng melihat patung lilin kecil yang

duduk di atas pagar pembatas itu. Itulah patung Tuan Wang.

Koleksi Kang Zusi

Ia tak faham mengapa gadis itu tiba-tiba begitu tertarik pada patung kasim tersebut: “Kau

mengenalnya?”

“Aku pernah melihatnya, ia pernah datang ke tempat kami.”

Yang dimaksud “tempat kami” itu tentu saja rumah pelacuran tempat OuYang Qing bekerja.

Lu Xiao Feng semakin bingung.

“Kau tahu kalau orang ini adalah seorang kasim?” Ia tak tahan untuk tidak bertanya.

“Di tempat kami terdapat segala jenis pelanggan.” OuYang Qing menjawab dengan acuh tak acuh.

“Bukan hanya kasim, hwesio juga ada.”

Tampaknya ia masih ingat apa yang terjadi hari itu, masih ingat bahwa Lu Xiao Feng pernah

berbuat salah padanya. Tapi Lu Xiao Feng tampaknya benar-benar telah melupakan hal itu, ada

terlalu banyak pertanyaan yang lebih penting baginya untuk direnungkan.

“Ia bukanlah kasim pertama yang datang ke tempat kami, dan pada hari itu, ia tidak datang

sendirian!” OuYang Qing melanjutkan.

“Siapa lagi yang datang bersamanya?” Lu Xiao Feng segera memburu.

“Waktu ia tiba, ia hanya sendirian, tapi setelah itu dua orang jago pedang dari Sekte Laut Selatan

pun muncul mencarinya, seakan-akan mereka telah mengatur sebuah pertemuan sebelumnya.”

“Bagaimana kau tahu kalau mereka berasal dari Sekte Laut Selatan?”

“Aku mengenali pedang mereka.” Pedang Sekte Laut Selatan bukan hanya luar biasa panjang dan

sempit, tapi juga memiliki bentuk yang istimewa.

“Aku juga tahu bahwa orang tua ini adalah seorang kasim. Tak perduli bagaimana bagusnya ia

menyamar, aku selalu bisa tahu.”

“Si Untung Besar Sun berada di sana juga hari itu?”

“Mm.”

Mata Lu Xiao Feng pun bersinar-sinar. Tuan Wang tentu telah mengatur pertemuan itu dengan dua

jago pedang dari Sekte Laut Selatan di rumah pelacuran untuk membicarakan sebuah rencana

rahasia.

Sewaktu mereka tahu bahwa OuYang Qing dan si Untung Besar Sun telah tiba di ibukota, mereka

takut kalau salah satu dari keduanya akan mengenali mereka, maka mereka pun memburu keduanya

untuk dibungkam. Kematian Nyonya Pertama Gong Sun tentu ada hubungannya dengan hal ini.

Dua jago pedang Sekte Laut Selatan itu mungkin sama dengan dua jago pedang yang binasa di

krematorium.

Lu Xiao Feng menghela nafas dalam-dalam. Ia akhirnya menemukan benang itu. Sekarang yang

harus ia lakukan adalah mencari benang yang bisa menghubungkan benang ini dengan benangbenang

lain yang telah ia temukan, lalu ia akan berhasil memecahkan kasus ini. Apakah ia bisa

menemukan beberapa benang lagi saat ini? Banyak hal yang bisa dilakukan dalam waktu dua jam.

“Jika ada kasim yang berkunjung ke tempat kami, aku selalu membawanya ke kamarku!” OuYang

Qing tiba-tiba berkata.

“Mengapa begitu?”

“Karena mereka bukan laki-laki,” ia menjelaskan dengan dingin. “Semakin tidak berguna seorang

laki-laki, semakin ia ingin memperlihatkan kejantanannya. Maka walaupun aku memaksa mereka

untuk tidur di lantai, mereka tidak akan berani mengeluh dan mau membayar persenan. Karena

mereka amat khawatir kalau orang lain tahu tentang kelemahan mereka.”

“Malam itu, waktu Hwesio Jujur bermalam di kamarmu, apakah ia pun tidur di lantai?” Lu Xiao

Feng bertanya.

OuYang Qing mengangguk.

“Mungkinkah ia juga seorang kasim?”

“Ia mungkin bukan kasim, tapi ia pun bukan seorang laki-laki.”

Lu Xiao Feng kembali menghela nafas dalam-dalam. Akhirnya ia menemukan sebab mengapa

Hwesio Jujur berdusta padanya. “Impoten” adalah sebuah kata yang dipandang laki-laki sebagai aib

yang amat memalukan. Itulah sebabnya ada laki-laki yang mau menghabiskan uang untuk tidur di

lantai kamar seorang wanita daripada membiarkan orang lain tahu bahwa ia impoten.

Koleksi Kang Zusi

Hwesio Jujur adalah seorang laki-laki. Bahkan hwesio pun tidak terhindar dari perasaan bangga

seperti itu.

OuYang Qing menatap patung kecil itu: “Malam itu, orang tua ini bahkan tidak berani

menyentuhku sama sekali karena ia begitu takut kalau aku mengetahui bahwa ia seorang kasim.” Ia

berkata sambil tersenyum mengejek. “Ia tidak pernah curiga bahwa satu-satunya sebab mengapa

aku memperbolehkannya tinggal adalah karena aku tahu kalau ia seorang kasim.”

Sebuah ekspresi aneh pun tiba-tiba muncul di wajahnya.

“Kau tahu mengapa tidak ada laki-laki yang pernah menyentuhku?” Tiba-tiba ia bertanya.

Lu Xiao Feng menggelengkan kepalanya.

“Karena aku membenci laki-laki.”

“Kau pun membenciku?” Lu Xiao Feng tak tahan untuk tidak bertanya.

OuYang Qing meliriknya dengan dingin. Walaupun ia tidak menyangkalnya, ia pun tidak mengakui

hal itu. Lu Xiao Feng mulai tertawa. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu – OuYang Qing tidak

mencintainya, bahkan sedikit pun tidak ada fikiran ke arah itu.

Jika bukan Nyonya Ke-13 yang berkata begitu padanya, Lu Xiao Feng pun tidak akan pernah

berfikir demikian. Tapi semua ucapan Nyonya Ke-13 itu mungkin memang disengaja, agar ia

memakan sepiring rumah siput berlapis mentega itu. OuYang Qing sendiri bukan hanya tidak

pernah mengucapkan sepatah kata pun tentang hal itu, ia bahkan tidak pernah memperlihatkan

tanda-tanda perasaan itu.

Setelah mengetahui hal ini, walaupun ada sedikit rasa masam di hatinya, Lu Xiao Feng tak tahan

untuk tidak menghela nafas lagi, seakan-akan ia baru saja terbebas kembali dari sebuah beban.

Sikapnya pun tiba-tiba berubah menjadi lebih wajar. Ia tidak pernah percaya adanya cinta pada

pandangan pertama.

“Apa yang sedang kau tertawakan?” OuYang Qing tampak heran.

“Aku sedang menertawakan Hwesio Jujur. Aku baru saja mengoper dua potong batu bara yang

amat panas kepadanya!”

“Batu bara panas?”

“Sabuk sutera.”

“Sabuk sutera apa?” OuYang Qing tidak faham.

Lu Xiao Feng segera menerangkan semua yang telah terjadi. Waktu ia bercerita tentang SiKong

Zhai Xing yang mencuri sehelai sabuk, kemarahannya hampir bangkit lagi. Waktu ia bercerita

tentang Hwesio Jujur, ia hampir terbungkuk-bungkuk karena tertawa, tingkah-lakunya benar-benar

seperti seorang anak kecil.

OuYang Qing menatap wajahnya, sebuah tatapan aneh pun muncul kembali di matanya. Laki-laki

ini telah menukar dua helai sabuk sutera yang tak ternilai harganya dengan sepotong roti, dan masih

bersikap seolah-olah dialah yang telah merampok Hwesio Jujur. Ia benar-benar belum pernah

bertemu dengan orang seperti ini.

“Sayangnya kau belum benar-benar pulih, kalau tidak aku tentu akan menyimpan satu sabuk

untukmu agar kau bisa melihat pertunjukan itu.”

“Kau tidak memiliki sehelai pun sekarang?”

“Setengah helai pun tidak.”

“Kau akan datang ke lokasi duel itu malam ini?”

“Tentu saja.”

“Di mana sabukmu?”

Lu Xiao Feng tertegun. Baru sekarang ia menyadari bahwa ia sama sekali lupa untuk menyimpan

satu sabuk untuk dirinya sendiri. Mungkinkah itu sebabnya mengapa si Hwesio Jujur pergi begitu

cepat setelah mendapatkan sabuk itu, ia takut kalau-kalau Lu Xiao Feng tiba-tiba teringat?

“Hehehe!” Melihat ekspresi wajahnya, OuYang Qing tak tahan untuk tidak tertawa kecil. Bertemu

dengan orang yang begini bodoh tidaklah sering terjadi. Lu Xiao Feng duduk di situ dengan

ekspresi tertegun di wajahnya untuk beberapa lama, tanpa bicara sama sekali. Tiba-tiba ia melompat

bangkit dan terbang keluar dari pondok itu.

Koleksi Kang Zusi

Secara kebetulan XiMen Chui Xue dan Sun Xiu Qing sedang melangkah menelusuri jalan setapak

saat mereka berpapasan dengannya. Lu Xiao Feng bahkan tidak punya waktu untuk menyapa

mereka saat ia terbang melintas di depan mereka, seakan-akan seseorang sedang mengejarngejarnya

sambil mengacung-acungkan sapu.

Sun Xiu Qing memandang pada OuYang Qing, sambil duduk di atas pagar.

“Apakah kau mengusirnya?” Ia bertanya.

OuYang Qing menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Senyumannya begitu manis, tidak

seorang pun akan percaya kalau ia tega mengusir orang lain.

“Jadi kau menakut-nakutinya?”

“Tidak perlu ada orang lain yang menakut-nakutinya, ia sendiri sudah amat pintar menggebah

dirinya sendiri.” OuYang Qing menjawab dengan nada main-main.

Sun Xiu Qing beberapa kali menatapnya dari atas ke bawah dan tersenyum: “Tampaknya kau cukup

cepat mengenali sifatnya.”

“Aku tahu hanya tahu kalau dia adalah seorang badut besar.”

“Tapi ia adalah badut yang paling cerdik.”

“Ia cerdik?”

“Bila menyangkut dirinya sendiri, ia memang seorang badut, karena ia tidak pernah memikirkan

dirinya sendiri. Tapi jika ada orang yang benar-benar menganggapnya hanya sebagai badut dan

berusaha memperdayainya, maka orang itu akan bernasib buruk.”

“Tidak perduli apakah ia jenius atau cuma seorang badut, semua itu tidak ada hubungannya

denganku.” OuYang Qing berkata.

Sun Xiu Qing mengedip-ngedipkan matanya: “Bukankah kau menyukainya?”

“Kau kira semua wanita di dunia ini harus menyukainya atau bagaimana?” OuYang Qing

mencemooh.

“Aku bukan membicarakan semua wanita, aku membicarakan dirimu!”

“Mengapa kau tidak bicara tentang hal yang lain?”

“Kau sama sekali tidak tertarik padanya?”

“Tidak.”

Sun Xiu Qing kembali tersenyum.

“Kau tidak bisa membodohiku, aku bisa melihatnya.” Perlahan-lahan ia meletakkan tangannya di

atas perutnya dan sebuah sinar mata yang senang dan bangga pun berkilauan di matanya. “Aku

bukan hanya seorang wanita, aku pun akan segera menjadi seorang ibu. Seorang gadis kecil

sepertimu tidak akan bisa mengibuliku.”

OuYang Qing tidak menjawab, tapi wajahnya yang pucat telah merah merona.

“Kalian perempuan ini memang aneh.” XiMen Chui Xue tiba-tiba berkata.

“Apanya yang aneh?”

“Semakin kalian menyukai seorang laki-laki di dalam hatimu, semakin kalian bersikap tidak tertarik

di luarnya. Aku benar-benar tidak faham mengapa kalian berbuat seperti itu.”

“Menurutmu apa yang harus kami lakukan? Melompat ke pelukan laki-laki saat kami melihat

mereka?”

“Setidaknya kalian bisa bersikap lebih ramah dan hangat padanya dan tidak menakut-nakutinya

hingga dia pergi.”

“Waktu kita pertama kali bertemu, apakah aku baik padamu?”

“Tidak.”

“Tapi kau tidak ketakutan dan menjauh.”

XiMen Chui Xue menatapnya, kehangatan itu kembali muncul di matanya.

“Seorang laki-laki sepertiku tidak bisa ditakut-takuti oleh apa saja atau siapa saja!”

“Benar,” Sun Xiu Qing mengiyakan dengan nada main-main. “Laki-laki seperti dirimu inilah yang

disukai perempuan.”

Ia berjalan menghampiri dan menggenggam tangan suaminya.

Koleksi Kang Zusi

“Karena wanita kadang-kadang seperti domba, kami perlu diburu.” Ia menjelaskan dengan lembut.

“Jika kau tidak cukup berani untuk memburunya dan hanya menontonnya saat mondar-mandir di

depan matamu, maka kau tidak akan pernah berhasil memegang tanduknya yang berharga.”

XiMen Chui Xue tersenyum.

“Kau telah memberikan tandukmu padaku?”

Sun Xiu Qing menghela nafas dengan lembut: “Aku telah memberimu tandukku, kulit, tulang,

segalanya.”

Sambil berpelukan, mereka berdiri di sana dalam kebisuan di bawah sinar matahari terbenam.

Mereka seperti telah lupa kalau orang lain masih ada di sana, seperti telah melupakan seluruh dunia

ini. Matahari terbenam mungkin tampak indah, tapi sebentar lagi malam pun tiba. Berapa lama lagi

mereka masih bisa saling berpelukan?

OuYang mengawasi mereka dari kejauhan. Walaupun di dalam hatinya ia senang melihat

kebahagiaan mereka, ia juga merasa amat khawatir, khawatir atas kebahagiaan mereka.

Karena ia faham orang seperti apa XiMen Chui Xue itu, karena ia memahami pedang XiMen Chui

Xue. Pedangnya itu bukanlah pedang manusia.

Orang biasa yang punya perasaan, darah dan daging tidak akan mampu mencapai ilmu pedang tak

berperasaan seperti itu. Pedang itu benar-benar telah mencapai tingkatan “dewata”.

XiMen Chui Xue bukanlah orang biasa yang punya perasaan, daging dan darah. Hidupnya telah

lama dikorbankan untuk pedangnya, pada pedangnya. Seakan-akan dirinya dan pedangnya telah

melebur menjadi satu, dan juga telah mencapai tingkatan “dewata”.

Tapi sekarang ia telah berubah menjadi orang biasa, sekarang ia juga terdiri dari daging dan darah,

ia juga punya perasaan. Masih mampukah ia menggunakan pedang tanpa perasaan itu? Mungkinkah

ia mampu mengalahkan Ye Gu Cheng?

Matahari terbenam mungkin terlihat indah, tapi sebentar lagi akan berlalu dan bulan pun segera

akan muncul. Bulan malam ini tampaknya telah ditakdirkan akan berlumuran darah oleh darah

seorang laki-laki. Tapi darah siapa?

Bab 10: Sabuk Sutera Yang Ketujuh

Tanggal 15 September, senja hari. Warna-warna matahari terbenam yang spektakuler tampak

memenuhi angkasa. Lu Xiao Feng terbang keluar dari toko roti itu dan mulai melesat di sepanjang

jalan raya yang tampak kemerah-merahan.

Ia harus menemukan satu sabuk sutera sebelum bulan terbit. Ia tidak boleh ketinggalan acara duel

malam ini. Sama sekali tidak boleh!

Karena Ye Gu Cheng dan XiMen keduanya adalah sahabatnya, karena ia telah menyadari bahwa, di

bawah sinar bulan purnama, saat duel mereka, sesuatu yang mengguncangkan dunia akan terjadi,

sesuatu yang bahkan lebih mengejutkan daripada duel itu sendiri.

Tentu saja ia tidak bisa meminta kembali sabuk-sabuk sutera yang telah ia berikan pada orang lain.

Tetapi sabuk curian tentu berbeda. Kau bukan hanya bisa menuntut kembali apa yang telah dicuri

orang darimu, kau pun bisa balas mencurinya, atau bahkan mengambilnya secara paksa. Ia telah

memutuskan apa yang harus ia lakukan. Satu-satunya masalah adalah bagaimana cara ia

menemukan SiKong Zhai Xing?

Orang ini seperti angin, malah mungkin lebih sukar dilacak daripada angin. Orang yang tidak ingin

mencari tentu akan sering bertemu dengannya, tapi yang ingin mencarinya tentu tidak akan pernah

menemukannya.

Untunglah bagi Lu Xiao Feng, ia masih memiliki satu petunjuk. Ia masih ingat nama toko obat dari

mana SiKong Zhai Xing tampak berjalan keluar.

SiKong Zhai Xing jauh lebih sehat daripada sebagian besar orang yang telah menjadi korbannya,

tidak mungkin ia mencari semacam obat di toko itu. Maka, jika ia berjalan keluar dari toko obat itu,

tentu toko obat itu setidaknya ada hubungannya dengan dirinya.

Koleksi Kang Zusi

Huruf-huruf emas nama toko obat itu tampak berkilauan tertimpa sinar matahari. Di depan pintu

ada seorang anak kecil yang sedang bermain bulu ayam. Saat ia melihat Lu Xiao Feng mendekat, ia

segera memasukkan jarinya ke dalam mulut dan bersuit.

Dengan tiba-tiba, dari kedua ujung jalan, kiri dan kanan, selusin atau lebih anak-anak kecil yang

tertawa cekikikan tampak berhamburan ke jalan dan berkumpul di depan Lu Xiao Feng.

Mereka masih mengenali Lu Xiao Feng, dan tentu saja, masih ingat pada lagu pendek yang bisa

membunuh orang dengan cara membuatnya meledak karena marah atau sesak nafas karena tertawa

itu.

Lu Xiao Feng pun tertawa cekikikan, ia yakin anak-anak ini hendak menyanyikan lagu “SiKong

Zhai Xing, si peri monyet” lagi.

Tapi anak-anak itu malah mulai bernyanyi sekuat-kuatnya:

“Xiao Feng bukanlah burung, tapi kutu busuk,

Kutu busuk berkepala runcing, suka menggali lubang seharian,

Anjing buang air di lubang itu, maka dia pun makan kotoran,

Setumpuk besar kotoran anjing yang bau, kutu busuk pun bisa terbang di atasnya.”

Baris-baris kalimat macam apa itu? Hampir tidak ada artinya.

Lu Xiao Feng tidak bisa memutuskan apakah ia harus tertawa ataukah marah. Sepertinya ia telah

lupa kalau baris-baris lagu yang ia berikan dulu pun sama sekali tidak berirama.

Tentu saja ia tahu dari mana asal lagu itu. SiKong Zhai Xing tentu telah kembali ke tempat itu.

Setelah bersusah-payah, akhirnya ia berhasil menyuruh anak-anak itu berhenti.

“Apakah laki-laki tua berambut putih itu datang kembali?” Ia segera bertanya, tidak mau

mengambil resiko sedikit pun.

Anak-anak itu mengangguk.

“Ia mengajari kami lagu itu, ia bilang lagu itu adalah lagu kesukaanmu dan jika kami

menyanyikannya dengan baik, kau akan membelikan kami permen!” Mereka semua berteriak.

Lu Xiao Feng merasa dirinya hampir tertawa terbahak-bahak lagi, siapa yang mau membelikan

orang lain permen setelah dihina habis-habisan?

Anak-anak itu mengedip-ngedipkan mata sambil menatapnya dengan penuh harap.

“Bagaimana lagu kami tadi?”

“Bagus, sangat bagus.” Lu Xiao Feng mengangguk.

“Kau akan membelikan kami permen?”

Lu Xiao Feng menghela nafas dan tertawa pertanda mengaku kalah: “Ya, tentu saja.”

Apa saja yang orang lain tidak mau melakukannya, Lu Xiao Feng sering kali melakukannya.

Bagaimana mungkin ia mengecewakan hati anak-anak ini? Ia segera pergi dan membelikan permen,

permen yang amat banyak. Saat melihat keceriaan anak-anak itu, hatinya pun mencair.

Dengan permen di mulut, dua orang anak lalu menarik-narik bajunya.

“Kakek itu benar, kau adalah orang yang baik, Tuan!” Mereka bersorak.

“Ia benar-benar mengatakan kalau aku orang yang baik?” Lu Xiao Feng tampak acuh tak acuh.

“Ia bilang kau ini amat penurut, bahkan sejak kau masih bayi.”

Lu Xiao Feng makin tidak percaya: “Bagaimana ia tahu seperti apa diriku saat aku masih bayi?”

“Ia melihatmu tumbuh, ia bahkan sering mencebokimu saat kau buang kotoran, tentu saja ia tahu.”

Lu Xiao Feng menggeram tanpa sadar, saat itu tidak ada yang lebih ingin ia lakukan daripada

mengikat peri monyet itu dan memukulinya beberapa kali, mungkin lebih.

“Kakek itu tadi ada di sini, jika kau datang lebih cepat, Tuan, kau tentu akan bertemu dengannya.”

“Ke mana dia pergi?”

“Ia terbang lagi, dan begitu tinggi! Tuan, kau bisa terbang lebih tinggi darinya?”

Lu Xiao Feng merapikan leher baju dan lengan bajunya: “Aku tidak begitu yakin, mengapa kalian

tidak memperhatikan saja dan melihatnya?”

Karena SiKong Zhai Xing tidak berada di sana, tidak ada gunanya baginya untuk tinggal di sini

lebih lama lagi.

Tapi anak-anak itu segera mencegahnya: “Tunggu sebentar, Tuan, ada satu hal lagi yang hendak

kami beritahukan padamu.”

Koleksi Kang Zusi

“Apa itu?”

“Kakek itu meninggalkan sebuah bungkusan kecil untukmu. Ia bilang, kami harus memberikannya

padamu jika kau membelikan kami permen dan membuangnya ke selokan jika kau tidak

membelikan permen.”

Anak yang larinya tercepat telah berlari masuk ke dalam toko obat dan berjalan keluar dengan

sebuah bungkusan di tangan. Tak pernah terduga oleh Lu Xiao Feng kalau di dalam bungkusan itu

terdapat dua helai sabuk sutera.

Di bawah sinar matahari terbenam, sabuk-sabuk itu telah berubah warna menjadi kemerah-merahan.

Selain dari sabuk, di dalam bungkusan itu juga terdapat secarik kertas: “Mencuri satu darimu,

mengembalikan dua padamu. Aku seorang peri monyet, kau seekor kutu busuk. Kau ingin memukul

pantatku? Aku akan membuatmu makan kotoran.”

Lu Xiao Feng tertawa, tertawa dengan keras: “Bajingan kecil itu benar-benar tidak waras, ya kan?”

Mengapa ia mengembalikan dua helai sabuk sutera lagi setelah mencuri satu? Dari mana asal sabuk

sutera yang satunya lagi?

Lu Xiao Feng tidak mau lama-lama memikirkan pertanyaan itu. Sekarang kedua sabuk sutera ini

telah berada di tangannya tanpa harus bersusah-payah, jelas ia lebih gembira daripada anak-anak itu

saat mereka melihat banyaknya permen yang ia belikan untuk mereka: “Perhatikan sekarang,

katakan siapa yang terbangnya lebih tinggi ya?”

Masih sambil tertawa, ia bersalto tiga kali dan mendarat lagi di atas atap bangunan.

“Kau lebih tinggi! Kau terbang lebih tinggi daripada kakek itu!” Anak-anak itu bersorak.

Dengan mata yang jernih dan kepolosan mereka, mereka tidak akan pernah berdusta. Lu Xiao Feng

merasa lebih enak, jika itu mungkin. Ia merasa seakan-akan sedang melayang, seakan-akan

sepasang sayap baru saja tumbuh di tubuhnya dan ia pun seakan terbang ke bulan. Bulan mungkin

belum terbit, tapi matahari terbenam telah menghilang di cakrawala.

Malam pun perlahan-lahan turun. Lu Xiao Feng kembali ke Rumah Makan Lezat dan Harum lewat

pintu belakang. Melalui jendela, ia bisa melihat kalau lampu telah dinyalakan. Sinar lampu yang

lembut itu membuatnya lebih mudah melihat Sun Xiu Qing dan OuYang Qing melalui jendela yang

terbuka dari semak-semak bunga.

Mereka berdua memang cantik, dan di bawah sinar lampu, mereka bahkan terlihat lebih cantik.

Pintu itu tidak tertutup rapat. Lu Xiao Feng sama sekali lupa untuk mengetuk karena hatinya terasa

berat. Kapan XiMen Chui Xue pergi?

Ia ingin bertanya, tapi tidak jadi. Ia tidak berani, juga tidak bisa menahan fikiran itu. Di atas meja

ada tiga buah cangkir kosong dan satu poci arak. Ia menuangkan secangkir untuk dirinya sendiri

dan perlahan-lahan meminum isi cangkir itu sebelum menuangkan secangkir lagi dan dengan cepat

menghabiskan isinya lagi.

“Ia sudah pergi.” Tiba-tiba terdengar Sun Xiu Qing berkata.

“Aku tahu.”

“Ia bilang, ia ingin pergi lebih cepat agar ia bisa meninggalkan kota dan masuk lagi, sehingga

orang-orang tidak mengira kalau selama ini ia sebenarnya telah berada di dalam kota!”

“Aku bisa menduganya.”

“Kuharap kau pun pergi ke sana lebih cepat, karena…. karena ia tidak punya sahabat lain.”

Lu Xiao Feng tidak bisa berkata apa-apa dan Sun Xiu Qing pun tidak berkata apa-apa lagi. Ia

berpaling dan menatap kegelapan melalui jendela. Malam pun perlahan-lahan turun, bulan purnama

pelan-pelan telah naik ke angkasa. Angin pun terasa semakin dingin.

Setelah beberapa lama, Sun Xiu Qing bicara lagi dengan perlahan.

“Malam ini amat indah, jauh lebih indah daripada biasanya. Tapi segera ia pun hilang.” Ia menutup

matanya dan air mata pun mengalir di pipinya. Setelah hening beberapa saat, ia meneruskan:

“Mengapa sesuatu yang bagus dan indah selalu begitu cepat menghilang? Mengapa mereka tidak

bisa tinggal di dunia ini sedikit lebih lama?”

Apakah ia sedang bertanya pada Tuhan? Atau ia bertanya pada Lu Xiao Feng? Lu Xiao Feng tak

tahu harus menjawab apa. Tidak ada yang tahu bagaimana cara menjawab pertanyaan ini.

Koleksi Kang Zusi

Ia menghabiskan secangkir arak lagi sebelum ia bisa memaksakan sebuah senyuman di wajahnya:

“Aku pergi juga. Aku berjanji akan membawanya pulang!”

Ia tidak berani berkata apa-apa lagi, juga tidak berani melirik pada OuYang Qing. Tadinya ia

bermaksud memberikan sabuk sutera yang satunya lagi pada gadis itu agar ia pun bisa menyaksikan

duel abad ini.

Tapi ia tidak jadi menyebut-nyebut tentang hal itu. Ia tahu OuYang Qing tentu lebih suka tinggal di

sini untuk menemani Sun Xiu Qing. Ia faham bagaimana perasaan Sun Xiu Qing, perasaannya itu

bukanlah cemas, takut, berat hati..… Kata-kata itu mungkin tidak cukup. Saat ini ia benar-benar

berharap dapat membawa pulang XiMen Chui Xue.

Tepat saat ia bangkit dan hendak pergi, OuYang Qing tiba-tiba menggenggam tangannya,

memaksanya berpaling dan melihat matanya. Air matanya juga tampak menetes. Bahkan orang tolol

pun bisa melihat perhatian dan kasih sayangnya. Tentu saja Lu Xiao Feng bisa melihatnya juga,

walaupun ia hampir tidak bisa percaya. – Bagaimana mungkin OuYang Qing yang sedang

menatapnya saat ini sama dengan OuYang Qing sebelumnya yang sedingin es?

Mengapa ia tiba-tiba berubah? Lu Xiao Feng baru menyadari betapa sedikitnya pengetahuan yang

ia miliki tentang wanita.

Untunglah ia cukup faham bahwa seorang wanita tidak akan pernah menatapnya seperti ini jika ia

benar-benar membencinya, ia juga tak akan menggenggam tangannya. Tangan OuYang Qing terasa

dingin, tapi tangan itu menggenggam tangannya dengan erat. Baru sekarang gadis ini benar-benar

faham betapa sakit rasanya bagi seorang wanita jika ia kehilangan laki-laki yang dicintainya.

Mereka berdua saling bertatapan untuk beberapa lama.

“Kau juga akan pulang?” Ia akhirnya bertanya dengan suara hampir berbisik.

“Aku akan pulang!”

“Kau berjanji?”

“Aku berjanji!”

OuYang Qing pelan-pelan berpaling dan ia melepaskan tangan Lu Xiao Feng dengan perlahanlahan:

“Aku akan menunggumu.”

“Aku akan menunggumu.” Perasaan yang berada di lubuk hati seorang laki-laki saat ia tahu ada

seorang wanita yang menunggunya adalah sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh perasaan apa

pun.

“Aku akan menunggumu.” Betapa indah, hangat, dan ajaib kalimat itu. Lu Xiao Feng seperti

mabuk, tapi ia bukan mabuk karena alkohol.

-----------------------

Bulan yang terang terlihat jauh di angkasa, dan Lu Xiao Feng sedang menghadapi satu teka-teki lagi

– Ada sehelai sabuk sutera lagi yang harus diberikan, tapi pada siapa ia harus memberikannya?

Orang-orang yang patut menerima sabuk sutera itu tidak terlihat di mana-mana.

Jalan raya itu terlihat ramai, tetapi lebih ramai lagi di dalam rumah-rumah makan dan warung arak.

Segala jenis orang sedang duduk di meja, membicarakan urusan mereka malam itu.

Lu Xiao Feng tidak perlu mendengarkan apa yang mereka bicarakan karena ia tahu bahwa mereka

sedang menunggu hasil duel malam ini. Tak diragukan lagi, banyak di antara mereka yang telah

mempertaruhkan uang untuk XiMen Chui Xue atau pun Ye Gu Cheng.

Duel ini bukan hanya mengguncangkan dunia persilatan, bahkan telah menembus hingga

kedalaman masyarakat ibukota. Tidak pernah ada duel yang berdampak luas seperti ini sebelumnya.

Lu Xiao Feng merasa hal itu amat lucu. Ia yakin, jika XiMen Chui Xue dan Ye Gu Cheng tahu

tentang ini, mereka pun akan merasa hal ini amat lucu.

Saat itulah ia melihat seorang laki-laki berjalan keluar dari sebuah warung teh di seberang jalan.

Orang ini bertubuh amat jangkung dan kurus, berpakaian mewah, gayanya pun amat berbudaya, dan

mengenakan sehelai jubah biru yang indah. Di pelipisnya ada beberapa helai rambut perak. Dia

tidak lain adalah “Majikan Kota Selatan”, Du Tong Xuan.

Ini mungkin bukan wilayah Li Yan Bei lagi, tapi tetap merupakan wilayah saingan Du Tong Xuan.

Mengapa ia tiba-tiba muncul di sini? Dan bahkan tanpa membawa satu pun pengawal?

Lu Xiao Feng segera memburunya dan menepuk pundaknya.

Koleksi Kang Zusi

“Sarjana Du, apa kabar?”

Du Tong Xuan benar-benar terperanjat dan ia memutar kepalanya dengan segera. Ketika ia

menyadari bahwa orang yang menyapanya itu adalah Lu Xiao Feng, ia lalu memaksakan sebuah

senyuman yang palsu: “Lumayan, terima kasih!”

“Di mana pengawalmu?” Ia bertanya, menyebut laki-laki misterius yang berpakaian hitam itu.

“Ia sudah pergi!”

“Mengapa dia pergi?”

“Kolam yang kecil tidak bisa menghidupi ikan besar, tentu saja ia pergi!”

Lu Xiao Feng diam-diam melihat ke sekelilingnya sebelum merendahkan suaranya dengan sengaja:

“Jadi kau datang sendirian ke wilayah Li Yan Bei ini?”

Du Tong Xuan tersenyum.

“Rasanya ini bukan wilayah Li Yan Bei lagi.” Ia menjawab dengan santai.

“Ia mungkin sudah mati, tapi ia masih memiliki sekelompok anak buah!”

“Setelah seseorang mati, bahkan isterinya pun boleh menikah lagi, apalagi ‘anak buah’!”

Lu Xiao Feng pun tertawa: “Tampaknya kau bukan hanya tahu kalau Bos Li sudah mati, tapi kau

juga tahu bahwa orang-orangnya pun telah ditelan oleh Kuil Awan Putih!”

Tapi wajah Du Tong Xuan tetap tidak memperlihatkan emosi. “Di dalam bisnis kami, yang tidak

bisa mendapatkan berita dengan cepat tidak akan berumur panjang.” Ia berkata dengan dingin.

“Mungkinkah Gu Qing Feng adalah temanmu?”

“Ia mungkin bukan seorang teman, tapi setidaknya ia juga bukan seorang musuh!”

“Tak heran kau berada di sini sendirian.” Lu Xiao Feng tersenyum.

“Jika kau punya waktu, Tuan, kedatanganmu selalu diterima di wilayahku. Dan kau boleh

membawa berapa banyak pun orang yang kau inginkan.”

Bola mata Lu Xiao Feng pun berputar-putar dan sebuah ide muncul di benaknya: “Karena kau telah

memasang taruhan begitu besar untuk Ye Gu Cheng, aku berani bertaruh kalau kau sebenarnya

ingin sekali menyaksikan langsung duel malam ini!”

Du Tong Xuan tidak mengakui, juga tidak menyangkal.

“Aku punya satu sabuk sutera, jika kau tertarik, aku bisa memberinya padamu!”

Du Tong Xuan tidak menjawab selama beberapa saat, seakan-akan ia sedang mempertimbangkan

tawaran itu.

“Bos Bu Ju pun berada di warung teh tadi.”

“Oh?”

“Mengapa kau tidak memberikan sabuk sutera itu padanya?”

Lu Xiao Feng terdiam. Orang lain mencoba segalanya untuk mendapatkan sabuk sutera ini, tapi

sekarang saat ia menawarkannya pada Du Tong Xuan secara gratis, secara tak terduga malah

ditolak.

Du Tong Xuan merangkap tangannya dan memberi hormat sekilas pada Lu Xiao Feng.

“Jika tidak ada yang lain, Tuan, aku harus pergi. Selamat tinggal.”

Dan hanya begitu saja, ia pun pergi, bahkan tanpa memperlihatkan sedikit pun tanda-tanda ingin

tinggal sebentar.

Dengan bingung Lu Xiao Feng berdiri di sana seperti orang tolol selama beberapa saat sebelum

tiba-tiba mengangkat kepalanya dan melihat bahwa Bu Ju baru saja berjalan keluar dari warung teh

itu. Bu Ju juga melihatnya serta sabuk sutera di pundaknya itu. Tiba-tiba ia tersenyum.

“Kau belum menjual seluruh sabukmu?” Senyuman itu tampak amat ganjil, seperti ada tanda-tanda

ejekan di dalamnya.

“Sabuk sutera ini bukan untuk dijual, tapi bisa diberikan pada siapa pun. Jika kau masih

menginginkannya, aku akan memberikannya padamu.”

Bu Ju kembali menatapnya, senyumannya bahkan semakin ganjil: “Sayangnya aku tidak suka berkowtow!”

“Tak perlu ber-kowtow.”

“Benarkah?”

“Tentu saja.”

Koleksi Kang Zusi

“Dan aku pun benar-benar tidak menginginkannya!” Ekspresi wajahnya tiba-tiba tampak tertekuk

dan ia mengibaskan lengan bajunya pada Lu Xiao Feng dan berjalan pergi, bahkan tidak melirik ke

arah Lu Xiao Feng lagi.

Kembali Lu Xiao Feng terdiam. Ini adalah orang yang sama dengan orang yang tadi siang bersedia

menukarkan 3 buah cincin giok yang amat besar dengan sehelai sabuk sutera, tapi sekarang ia

bahkan tidak menginginkannya walaupun gratis.

Lu Xiao Feng tidak faham apa yang sedang terjadi, tapi ia tidak punya waktu untuk

merenungkannya. Bulan purnama telah naik dan ia harus pergi ke Kota Terlarang sesegera

mungkin. Ia tidak boleh terlambat.

Aula Keselarasan Utama berada di dalam Gerbang Keselarasan Utama. Di luar Pintu Gerbang

Keselarasan Utama terdapat Sungai Sabuk Giok Emas yang, di bawah sinar bulan, terlihat seperti

sehelai sabuk giok emas.

Lu Xiao Feng berjalan melalui Gerbang Timur, Gerbang Nenek Moyang, dan Gerbang Tengah

yang terletak di bawah Menara Pengawas Naga dan Phoenix sebelum akhirnya tiba di bagian paling

terlarang dari Kota Terlarang ini, kota di dalam kota.

Dalam perjalanan ke tempat itu, ada berpeleton-peleton penjaga dan pos penjagaan di setiap

beberapa langkah. Amatlah sukar bagi siapa pun untuk tiba di sana tanpa membawa sabuk sutera,

dan walaupun mereka bisa sampai di sana, mustahil bagi mereka untuk maju lebih jauh melewati

tempat yang seperti medan ranjau ini.

Walaupun tidak terlihat satu pun bayangan manusia pada saat itu, tentu ada seorang jago kungfu

dalam kelompok Penjaga Istana itu yang menunggu untuk menjebakmu di setiap sudut yang gelap.

Segala macam naga yang bersembunyi dan harimau mendekam ada di antara Penjaga Istana,

beberapa di antaranya merupakan jago-jago kungfu yang mewarisi ilmu pusaka keluarga mereka,

ada yang merupakan pendekar-pendekar muda yang ambisius dan pemberani, dan ada pula

beberapa penjahat yang berusaha sembunyi dari musuh-musuhnya. Ujung-ujungnya, tidak ada

orang di dunia ini yang berani memandang rendah kemampuan mereka. Di bawah sinar bulan,

terlihat seseorang duduk di jembatan yang menghubungkan kedua tepi parit itu. Kepalanya terlihat

bersinar-sinar.

“Hwesio Jujur.” Lu Xiao Feng segera berlari menghampirinya.

“Kau tiba di sini sebelum waktunya.” Ia tersenyum.

Hwesio Jujur sedang menggigit sepotong roti hangat waktu ia melihat Lu Xiao Feng berlari

menghampiri. Dengan tergesa-gesa ia membungkus roti itu dan memasang tampang tak bersalah

pada Lu Xiao Feng, berharap ia tidak melihat rotinya tadi.

Lu Xiao Feng tertawa: “Melihatnya berada di tanganmu, aku tiba-tiba menyadari sesuatu.”

“Apa itu?”

“Aku sadar kalau aku tadi lupa makan malam lagi.”

Hwesio Jujur memutar-mutar bola matanya: “Kau hendak mencoba menipu roti ini lagi dariku?”

Lu Xiao Feng balas menatapnya: “Kapan aku pernah berdusta padamu? Aku bertukar dua helai

sabuk sutera untuk satu roti denganmu. Kau merasa dirampok?”

Hwesio Jujur memandang sekelilingnya sebentar sebelum tiba-tiba tersenyum pula: “Aku akan

berkata jujur, aku punya tiga potong roti lagi padaku, ditambah setengah potong. Kau tertarik untuk

menukarnya?”

“Ya.”

“Apa yang akan kau gunakan sebagai alat tukarnya?”

“Semua yang aku punya, aku membawanya. Apa pun yang kau inginkan, aku akan memberikannya

padamu!”

Hwesio Jujur menimbang-nimbang beberapa kali.

“Sepertinya yang kau punya tidak lebih banyak dariku!” Ia tertawa, menertawakan keadaannya

yang sama menyedihkannya dengan Lu Xiao Feng.

Lu Xiao Feng pun tertawa.

“Setidaknya aku punya satu kumis lebih banyak darimu, belum lagi beberapa ribu utas rambutku.”

Koleksi Kang Zusi

“Aku tidak menginginkan rambut atau kumismu, aku hanya ingin kau berjanji satu hal padaku,

maka setengah bagian dari makanan ini akan menjadi milikmu.”

“Apa itu?”

“Bila lain kali kau bertemu denganku, kau pura-pura tidak mengenalku. Dengan begitu, akhirnya

aku tentu bisa menghabiskan hari-hariku dalam ketenangan.”

Lu Xiao Feng mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak dan menepuk-nepuk

pundak Hwesio Jujur sambil duduk di sampingnya, ia masih tidak mampu mengendalikan tawanya.

“Jadi bagaimana?”

“Tidak.”

“Kau tidak menginginkan rotiku?”

“Ya.”

“Lalu mengapa tidak?”

“Karena aku sudah punya sepotong roti hangat.”

Hwesio Jujur tertegun.

“Dari mana kau mendapatkannya?”

“Dari SiKong Zhai Xing!”

"Si Kong Zhai Xing?" Hwesio Jujur semakin bingung.

Lu Xiao Feng tersenyum.

“Jika bukan karena sesuatu hal kecil yang kuambil dan kutiru darinya, bagaimana mungkin aku bisa

mengambil rotimu? Jadi tentu saja roti ini berasal darinya!”

Hwesio Jujur tidak berkata apa-apa lagi, sekarang ia sadar bahwa rotinya telah berkurang satu. Roti

itu telah berada di tangan Lu Xiao Feng, muncul begitu saja, seperti sulap.

Hwesio Jujur menghela nafas.

“Ia tidak mempelajari yang lain, ia malah belajar mencuri.” Ia bergumam.

“Setidaknya pencuri tak pernah kelaparan.” Lu Xiao Feng tertawa sambil menyumpalkan setengah

bagian roti ke dalam mulutnya. “Apa yang kau tunggu di sini?”

“Menunggu Kaisar pergi tidur.” Hwesio Jujur menjawab dengan muka yang kaku.

“Jadi kita belum bisa masuk?”

“Belum.”

“Berapa lama kita harus menunggu?”

“Kita akan tahu bila waktunya telah tiba!”

Lu Xiao Feng mundur dan memandang ke sekelilingnya dengan lebih teliti.

“Apakah XiMen Chui Xue dan Ye Gu Cheng pun belum tiba?”

“Aku tidak tahu.”

“Bagaimana dengan yang lain?”

“Aku tidak tahu.”

“Kau melihat orang lain?”

“Aku melihat satu setengah manusia.”

“Satu setengah?”

“Yang satu adalah Yin Xian, dialah yang menyuruhku untuk menunggu di sini!”

“Siapa yang setengahnya lagi?”

“Kau, paling banyak kau hanya bisa dihitung sebagai setengah manusia.”

Sekali lagi Lu Xiao Feng tertawa. Tiba-tiba, dari balik kegelapan, sesosok bayangan muncul. Ia

melayang di udara, memperlihatkan gerakan “Delapan Langkah Mengejar Jangkrik” yang berasal

dari aliran lurus. Setelah beberapa kali lompatan, bayangan itu telah berada di hadapan mereka.

Mengenakan jubah hijau, rambut perak yang berkibar-kibar, ia tidak lain adalah pemimpin Sekte

Wu Dang, Tosu Kayu.

“Kau benar-benar jujur.” Lu Xiao Feng berkata sambil tersenyum. “Jadi kau tidak menelan sendiri

apa yang menjadi hak teman pendetamu.”

“Aku hanya tahu cara menelan roti, sayangnya roti itu pun sekarang telah dicuri.”

Tosu Kayu melirik Lu Xiao Feng dan pura-pura mengerutkan keningnya: “Orang macam apa yang

begitu rendahnya hingga mencuri roti seorang hwesio?”

Koleksi Kang Zusi

“Bila punya kesempatan, aku pun akan mencuri dari seorang tosu.”

Tosu Kayu tersenyum.

“Setidaknya orang ini jujur, ia mengaku tanpa dipaksa.”

Saat ia berkata begitu, sebuah bayangan lain pun muncul.

Lu Xiao Feng melirik dan mengerutkan keningnya: “Pada siapa kau berikan sabuk sutera yang

lainnya?”

"Yan Ren Ying."

“Orang ini bukan Yan Ren Ying.” Tosu Kayu segera menyimpulkan.

“Juga bukan Tang Tian Zong, apalagi Si Ma Zi Yi.”

Gerakan orang ini amat unik, saat mendekat lengan bajunya tampak berkibar-kibar tertiup angin.

Seakan-akan ia melayang bersama angin tanpa perlu mengeluarkan tenaga sedikit pun.

Yan Ren Ying, Tang Tian Zong, dan Si Ma Zi Yi tidak mampu melakukan gerakan seperti itu.

Kenyataannya, termasuk Lu Xiao Feng, tidak lebih dari tiga sampai lima orang di dunia persilatan

yang mampu melakukan hal tersebut.

“Siapa ini?” Hwesio Jujur bertanya-tanya.

“Ia bukan manusia, bahkan bukan setengah manusia. Ia adalah peri monyet.” Lu Xiao Feng

menjawab.

Sebelum ucapannya selesai, bayangan itu melesat ke arah mereka seperti roket, pakaiannya

meraung-raung terhembus angin, seakan-akan ia bermaksud untuk menabrak Lu Xiao Feng. Tapi

tepat sebelum ia bertubrukan dengan Lu Xiao Feng, tiba-tiba ia berjumpalitan ke belakang sebanyak

tiga kali di udara dan perlahan-lahan mendarat di atas tanah. Ia adalah seorang laki-laki tua

berambut putih, yang terbungkuk-bungkuk karena menahan batuk yang parah.

“Kalian berdua tahu siapa peri monyet ini?” Lu Xiao Feng berkata dengan muka yang kaku.

“’SiKong Zhai Xing, si peri monyet.’ Aku mendengar lagu itu sore ini.” Tosu Kayu berkata sambil

tersenyum.

“Tampaknya samaranku benar-benar tidak berguna!” SiKong Zhai Xing menghela nafas.

“Seharusnya kau tidak memperlihatkan ilmu meringankan tubuhmu itu, selain dari SiKong Zhai

Xing, siapa lagi yang mampu melakukannya?” Tosu Kayu berujar.

“Aku.” Lu Xiao Feng menukas.

“’Setumpuk besar kotoran anjing, bahkan kutu busuk pun bisa terbang di atasnya.’” SiKong Zhai

Xing bernyanyi sambil tersenyum.

Lu Xiao Feng pura-pura tidak mendengarnya dan, malah, menatap sabuk sutera yang ada padanya:

“Kau mencuri salah satu sabukku, dan memberiku dua.”

“Kau tahu aku, selalu mengingat sahabat. Saat aku tahu kau lupa untuk menyisakan satu sabuk

untuk dirimu sendiri, aku pun pergi dan menemukan dua untukmu.”

“Dari mana kau mendapatkannya?”

“Jangan lupa kalau aku adalah si Raja Pencuri!”

“Apakah kau mencuri miliknya Si Ma Zi Yi dan Tang Tian Zong?”

SiKong Zhai Xing hanya tertawa dan tiba-tiba menunjuk ke kejauhan: “Mengapa kau tidak melihat

siapa yang datang itu?”

Dua sosok bayangan kembali mendekat dari kejauhan. Orang yang di sebelah kiri tampaknya selalu

mengangkat bahunya di udara, seakan-akan ia bermaksud untuk melepaskan senjata rahasia,

menggunakan ilmu meringankan tubuh milik keluarga Tang. Orang yang di sebelah kanan tampak

amat berat dan canggung, seakan-akan ia telah menghabiskan terlalu banyak waktu dalam berlatih

tenaga luar. Jika Tang Tian Zong tidak memperlambat kecepatannya, ia tentu akan tertinggal jauh di

belakang.

“Tampaknya tuan muda keluarga Tang telah berada di sini!” Hwesio Jujur berujar.

“Siapa yang satunya lagi?” Tosu Kayu bertanya.

“Bu Ju!” Hwesio Jujur menjawab. Itu memang Bu Ju. Sekali lagi senyuman mengejek pun muncul

di wajahnya saat ia melihat kehadiran Lu Xiao Feng, seakan-akan ia berkata: “Kau tidak

memberiku sabuk, aku tetap berada di sini.”

Koleksi Kang Zusi

Anehnya, ada sehelai sabuk sutera terikat di pinggangnya. Di bawah sinar bulan, warna sabuk itu

berubah-ubah dari ungu terang ke perak, tergantung sudutnya. Jelas sabuk itu terbuat dari bahan

yang sama dengan sabuk-sabuk sutera lainnya. Sabuk sutera yang diterima Lu Xiao Feng berjumlah

6 buah. Tapi, dengan dua helai yang sekarang ada pada Lu Xiao Feng, satu pada Hwesio Jujur,

Tosu Kayu, dan SiKong Zhai Xing, ditambah dua yang ada pada mereka, semuanya ada 7 helai.

Bagaimana mungkin 6 sabuk bisa menjadi 7? Dari mana asal sabuk yang satunya? Wajah Bu Ju

terlihat bangga saat ia melangkah ke atas jembatan itu dengan angkuh, tapi wajah Tang Tian Zong

terlihat kaku saat ia melirik ke arah Lu Xiao Feng. Lu Xiao Feng tahu bahwa mereka tidak akan

bercerita walaupun ia bertanya; di samping itu, ia tidak punya waktu untuk bertanya.

Sebuah bayangan melesat keluar dari dalam Gerbang Keselarasan Utama. Sebatang pedang panjang

tampak tersandang di punggungnya dan ia mengenakan seragam Penjaga Istana. Seragam itu

terlihat agak berantakan, jelas ia baru saja bersenang-senang sedikit. Tapi gerak-geriknya masih

tetap tangkas. Ia tak lain daripada salah seorang Komandan Utama Pengawal Istana, Yin Xian.

Wajahnya juga tampak kaku dan ekspresinya pun muram.

“Aku tahu semua yang ada di sini adalah jago-jago dunia persilatan, tapi kuharap setiap orang pun

sadar tempat macam apa ini. Ini bukanlah warung teh, jika kalian ingin berbincang-bincang, maka

kalian telah datang ke tempat yang salah.” Ia bicara seperti seorang atasan pada bawahannya, tetapi

semua orang terpaksa harus mendengarkan. Yin Xian dan kawan-kawannya telah mengambil resiko

dan tanggung-jawab yang amat besar dalam hal ini, jadi mereka tentu sedikit merasa tertekan. Di

samping itu, ini memang bukan tempat untuk berbincang-bincang.

Setelah gembar-gembor itu, ekspresi Yin Xian sedikit melunak saat ia menatap 6 orang yang hadir:

“Sekarang semua orang telah ada di sini, silakan masuk. Setelah melewati altar besar itu, ada

sebuah aula yang amat besar. Itulah Aula Keselarasan Utama.”

“Apakah tempat itu juga merupakan ruangan singgasana?”

Yin Xian mengangguk.

“Bangunan tertinggi di Istana Kerajaan adalah Aula Keselarasan Utama. Jika dua jagoan itu akan

berduel di puncak Kota Terlarang, mungkin sebaiknya setiap orang menunggu di sana.” Ia melirik

Bu Ju, dan memandang orang tua bungkuk itu, dan meneruskan dengan dingin. “Karena kalian telah

bersusah-payah sampai di sini, ilmu meringankan tubuh kalian tentu bagus. Tapi aku harus

memperingatkan semua orang bahwa ini bukanlah atap bangunan biasa. Cukup sukar untuk naik ke

atasnya, tapi genteng atap itu semuanya merupakan genteng kaca yang licin. Jadi setiap orang harus

berhati-hati dalam melangkah karena kita semua akan menanggung akibatnya jika salah seorang

dari kita terjatuh dari atas atap.”

Ekspresi wajah Bu Ju berubah menjadi muram, senyuman itu tidak terlihat lagi. Bahkan SiKong

Zhai Xing tampak sedikit menarik nafas dalam-dalam. Hingga saat ini Lu Xiao Feng bahkan tidak

punya kesempatan untuk bicara.

Ia baru saja hendak bicara saat Yin Xian memotongnya: “Jangan naik dulu ke atas atap, ada

seseorang yang sedang menunggumu.”

“Siapa?”

“Jika kau ingin bertemu dengannya, ikuti aku.”

Sambil mengangkat bahunya sedikit, ia pun melayang pergi, seakan-akan ia ingin menunjukkan

sedikit kemampuannya di depan semua orang.

Ia cukup cepat, hanya dengan satu lompatan sederhana, ia telah melesat sejauh 8 m. Lu Xiao Feng

mengikutinya dalam jarak dekat, tidak ingin terlalu menonjolkan dirinya. Maka Yin Xian berusaha

lebih keras untuk menjauh dan ia pun berjumpalitan dengan menggunakan gerakan “Burung Walet

Meninggalkan Awan”.

Tapi saat ia membuat gerakan ini, seseorang dengan perlahan dan tanpa bersusah-payah melesat

melewatinya dengan meninggalkan sedikit suara desiran. Ia tidak lain daripada laki-laki tua yang

bungkuk itu.

Saat mereka menerobos Gerbang Keselarasan Utama, sikap dan tingkah laku Lu Xiao Feng pun

benar-benar berubah. Ia bukan hanya tidak tersenyum-senyum lagi, bahkan nafasnya pun semakin

Koleksi Kang Zusi

perlahan. Keagungan dan kekuasaan Kaisar tetap merupakan sesuatu yang tidak berani disepelekan

oleh orang-orang dunia persilatan.

Bahkan Lu Xiao Feng pun tidak berani. Dua baris tangga di depan Aula itu tampak seperti tangga

biasa yang terbuat dari beberapa lusin lempengan batu. Tapi bila membayangkan adegan saat Kaisar

mengadakan sidang bersama pejabat-pejabat tinggi dan jenderal-jenderal yang berdiri dengan serius

di kedua sisi tangga sambil menunggu giliran untuk menjawab setiap isyarat dan perintah Kaisar,

suhu tubuh Lu Xiao Feng pun naik karena perasaan tegang.

Semua jenius, orang luar biasa, pendekar dan pemimpin bersedia memeras otaknya, mengorbankan

tubuhnya, dan ada pula yang bahkan bersedia untuk mengorbankan nyawanya agar dapat berdiri di

atas tangga ini.

Aula Keselarasan Utama bahkan lebih menakjubkan. Bila kita menengadah, atap yang berkilauan

tampak seperti berada di tengah awan. Di samping Aula Keselarasan Utama ada Aula Keselarasan

Abadi. Di samping Aula Keselarasan Abadi, tepat di sebelah barat tangga di luar Gerbang Nirwana,

menempel ke dinding utara, ada tiga buah bangunan beratap datar. Pintu-pintunya yang bercat

hitam tampak tertutup rapat dan melalui jendela, sebuah lampu yang redup berkerlap-kerlip bisa

terlihat. Sinarnya yang redup itu menerangi sebuah logam pipih berwarna putih yang tergantung di

atas pintu. Di atas logam itu ada 5 patah kata yang menyuruh orang untuk menghentikan

langkahnya: “Siapa yang masuk akan dieksekusi!”

Yin Xian membawa Lu Xiao Feng ke sana dan berhenti tepat di depan pintu itu: “Seseorang

menunggumu di dalam, masuklah!”

Lu Xiao Feng segera menggelengkan kepalanya.

“Aku masih bisa membaca, tahu.” Ia berkata dengan sebuah senyuman yang agak lemah. “Aku

tidak ingin kehilangan kepalaku.”

Yin Xian pun tersenyum.

“Aku yang menyuruhmu masuk, apa pun yang terjadi, aku akan menanggungnya. Apa lagi yang

kau takutkan?”

Lu Xiao Feng memandangnya dan memutuskan bahwa ia tidak terlihat seperti orang yang

bermaksud untuk mengirimkan dirinya ke dalam perangkap. Tapi di sini, di tempat yang begini

penting dan khidmat, bahkan Lu Xiao Feng pun tetap harus berhati-hati. Ia lebih suka berdiri di luar

saja.

Yin Xian kembali tersenyum: “Kau bisa menebak siapa yang menunggumu di dalam?”

Lu Xiao Feng menggelengkan kepalanya.

“Siapa?”

“XiMen Chui Xue.”

Lu Xiao Feng terperanjat sebentar.

“Bagaimana ia bisa masuk?”

Yin Xian memandang ke sekelilingnya untuk meyakinkan tidak ada orang di sekitar mereka

sebelum ia mendekatkan tubuhnya.

“Kami semua bertaruh untuknya.” Ia berbisik. “Maka tentu saja kami akan memperlakukannya

dengan baik dan memberinya waktu istirahat agar ia memiliki tenaga untuk menghadapi Malaikat

Luar Langit itu.”

Lu Xiao Feng pun tersenyum.

“Tempat ini mungkin merupakan tempat terlarang, tapi Yang Mulia telah pergi tidur dan sidang

pagi masih lama. Jadi selain kami Komandan-Komandan Utama, tidak ada orang yang akan datang

ke sini!” Masih sambil tersenyum, ia menepuk pundak Lu Xiao Feng. “Jadi hentikan

kekhawatiranmu dan masuklah. Jika kau punya beberapa gerakan rahasia untuk menangkal gerakan

Ye Gu Cheng, berikanlah dia beberapa petunjuk. Kami semua berada di fihaknya!”

Ia mungkin tadi agak menyombongkan pangkatnya, tapi sekarang ia seperti berubah menjadi orang

yang benar-benar berbeda. Bahkan senyumannya pun tampak lebih ramah, ia bahkan membukakan

pintu itu untuk Lu Xiao Feng.

Sambil tersenyum, Lu Xiao Feng pun balas menepuk pundaknya.

“Bila kau punya waktu senggang, aku akan mengundangmu minum.”

Koleksi Kang Zusi

Ruangan itu tidak besar, juga tidak ada perabotan yang mewah, tapi masih memiliki kesederhanaan

yang alami dan menyiratkan perasaan terakhir, semangat dan nasib dari berpuluh-puluh atau beratus

ribu nyawa yang nasibnya diputuskan di sini dengan hanya segoresan pena.

Saat seseorang, siapa pun orangnya, memasuki ruangan itu untuk pertama kalinya, tentu ia akan

sangat gugup dan tegang. Saat Lu Xiao Feng berjalan masuk dengan perlahan, jantungnya pun

berdebar lebih cepat dari biasanya.

Sambil menggendong tangan, XiMen Chui Xue berdiri dalam bisu di dekat sebuah jendela kecil,

pakaiannya putih seperti salju. Tentu saja ia mendengar seseorang membuka pintu dan masuk, tapi

ia tidak berpaling, seakan-akan ia telah tahu bahwa orang itu tentu Lu Xiao Feng. Lu Xiao Feng pun

tidak bicara.

Pintu telah tertutup dan sinar lampu yang redup tampak berkerlap-kerlip dalam kegelapan dan

ruangan yang lembab itu. Tiba-tiba ia menyadari betapa dingin tangan dan kakinya. Ia benar-benar

menginginkan secangkir arak. Tentu saja tidak ada arak di ruangan ini, tapi berapa banyak darah, air

mata, dan keringat yang telah mengalir di sini?

Lu Xiao Feng menghela nafas dalam hati. Ia akhirnya faham bahwa ia bukanlah orang yang paling

banyak menghadapi masalah di dunia ini, orang-orang yang datang ke ruangan ini setiap harinya

memiliki masalah yang jauh lebih banyak daripada dirinya.

XiMen Chui Xue tetap tidak berpaling, tapi tiba-tiba suaranya terdengar memecahkan kesunyian:

“Kau tadi kembali ke tempatku?”

“Aku baru saja dari sana.”

“Kau bertemu dengannya?”

“Mm…”

“Bagaimana keadaannya?”

Lu Xiao Feng tersenyum lemah.

“Seharusnya kau yang lebih tahu dariku, ia bukanlah wanita yang semangatnya lemah, Tiga

Pemberani dan Empat Perempuan Cantik tidaklah kurang terkenalnya dibandingkan dengan kita.”

Ia mungkin sedang tersenyum di wajahnya, tapi hatinya karam. Di saat yang genting sebelum duel,

saat hidup atau mati begitu dekat dengan dirinya, orang ini masih memikirkan isterinya, ia bahkan

tidak sedang memegang pedangnya.

Lu Xiao Feng merasa hampir tidak percaya kalau ini adalah XiMen Chui Xue yang selama ini

dikenalnya. Tapi ia pun agak terhibur karena akhirnya, XiMen Chui Xue telah berubah menjadi

manusia yang terdiri dari darah dan daging.

Sekonyong-konyong, XiMen Chui Xue berputar. “Apakah kita bersahabat?” Ia bertanya, sambil

menatap mata Lu Xiao Feng.

“Ya.”

“Jika aku mati, maukah kau menjaganya?”

“Tidak.”

Wajah XiMen Chui Xue berubah menjadi pucat pasi. “Kau tidak bersedia?”

“Tidak, karena kau tidak bersikap seperti sahabatku lagi. Sahabatku adalah seorang laki-laki sejati

dan tidak pernah berharap mati, ia malah selalu berharap untuk hidup.”

“Aku tidak berharap mati.”

“Tapi satu-satunya hal yang ada di benakmu dan di hatimu adalah kematian.” Lu Xiao Feng berkata

dengan dingin. “Mengapa kau tidak memikirkan tentang kejayaanmu dulu? Mengapa kau tidak

memikirkan cara untuk mengalahkan Ye Gu Cheng?”

XiMen Chui Xue menatapnya dengan marah, menatapnya untuk beberapa lama sebelum ia

menunduk dan menatap pedang yang berada di atas meja. Tiba-tiba ia meraih pedang itu dan

menghunusnya.

Gerakan tangannya saat menghunus pedang tadi masih tetap cepat, masih indah, tidak mungkin ada

orang di dunia ini yang bisa menandinginya.

Teknik Si Ma Zi Yi saat menghunus pedangnya mungkin juga amat cepat dan cerdik, tapi

dibandingkan dengan XiMen Chui Xue, ia seperti seorang tukang jagal yang menarik goloknya dari

seekor bangkai babi.

Koleksi Kang Zusi

“Kau sahabatku?” Lu Xiao Feng tiba-tiba balas bertanya.

XiMen Chui Xue terdiam sebelum akhirnya mengangguk.

“Kau percaya apa yang kukatakan padamu?”

Kembali XiMen Chui Xue mengangguk.

“Maka akan kukatakan padamu, aku hampir yakin bahwa aku bisa menghadapi serangan dari jago

pedang mana pun di dunia ini, kecuali satu orang.” Ia menatap langsung ke mata XiMen Chui Xue,

tanpa berkedip sekali pun, dan meneruskan dengan lambat. “Orang itu adalah kau!”

XiMen Chui Xue menunduk dan menatap pedang di tangannya, sebuah warna merah tua yang aneh

tiba-tiba muncul di wajahnya yang pucat. Sinar lampu tampak lebih terang, sinar pedang itu pun

semakin terang.

Segera Lu Xiao Feng merasakan hawa pedang yang mencorong, begitu mencorongnya hawa

tersebut sehingga matanya menjadi silau. Ia tahu kepercayaan diri XiMen Chui Xue telah muncul

kembali.

Bagi orang yang sedang tidak bersemangat, kata-kata pembangkit semangat dari seorang sahabat

mungkin jauh lebih bermanfaat daripada semua obat di dunia ini digabungkan menjadi satu.

Secercah senyuman pun muncul di wajah Lu Xiao Feng. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi,

ia diam-diam berputar dan berjalan keluar dari ruangan itu.

Di luar, bulan bergantung di angkasa seperti cermin.

Bulan sembilan tanggal 15, tengah malam.

Liok Siau-hong berjalan keluar dari balik pintu bercat hitam yang terkenal angker lantaran tulisan

“Hukuman mati bagi siapa yang berani masuk ke sini”. Dengan menyusuri dinding istana, ia

berjalan keluar Thay-ho-tian, ingin sekali ia pergi mencari sebuah tempat yang nyaman, damai dan

tenang untuk beristirahat.

Pada saat itulah tiba-tiba dia melihat sesosok bayangan hitam berdiri tidak bergerak, berdiri ditutupi

bayangan istana yang gelap, dia terlihat lesu dan berwajah kusut.

Tanpa melihat untuk kedua kalinya, segera ia tahu bahwa orang itu adalah Pok Ki. Ia tahu bahwa

ilmu ginkang Pok Ki memang tidak terlalu bagus, untuk dapat melompat naik ke atas wuwungan

istana tentu saja ia harus menguasai ginkang yang sempurna.

Ia masih belum melupakan senyuman sinis orang ini waktu bertemu dengannya tadi, maka ia ingin

menghampiri dan balas tersenyum dengan cara yang sama, tapi ketika ia berjalan menghampiri, di

wajahnya hanya terlihat senyuman yang simpatik dan menghibur.

Tapi perasaan simpatik ada kalanya lebih melukai perasaan orang daripada sindiran.

Pok Ki memandang sekejap kepadanya, lalu membuang muka.

Liok Siau-hong tiba-tiba berkata, “Dulu ada seekor burung gereja yang selalu menganggap dirinya

hebat, karena dia bisa terbang tinggi ke angkasa. Suatu hari dia melihat seekor harimau. Ia pun

mengejek harimau itu, dan menantangnya untuk terbang tinggi seperti dirinya. Kau tahu apa yang

dilakukan harimau itu?”

Pok Ki menggelengkan kepalanya.

Mulanya ia bermaksud untuk tinggal pergi, siapa yang mengira kalau Liok Siau-hong tiba-tiba

malah mendongeng untuknya. Tanpa sadar dia pun akhirnya mendengarkan. Rasa ingin tahu

memang selalu dimiliki setiap orang.

Liok Siau-hong berkata, “Tentu saja harimau itu tidak bisa terbang, dia hanya meniup keras-keras

sekali, dan burung gereja itu pun ditelan mentah-mentah ke dalam perutnya.”

Ia tersenyum dan berkata, “Sejak itu, tiada lagi burung gereja yang berani mencari harimau tadi

untuk ditantang terbang, karena burung gereja akhirnya telah faham, bisa terbang tinggi di angkasa

bukanlah berarti telah menjadi ksatria yang luar biasa.”

Pok Ki pun tersenyum, wajah yang tersenyum itu penuh dengan rasa haru dan terima kasih, hatinya

pun merasakan kehangatan yang luar biasa, tiba-tiba ia menyadari bahwa Liok Siau-hong bukanlah

seorang telur busuk seperti yang ia bayangkan semula.

Liok Siau-hong menepuk bahunya dan berkata, “Kau pernah melihat harimau memanjat naik di atas

seutas tali?”

Pok Ki menjawab, “Belum.”

Koleksi Kang Zusi

Liok Siau-hong berkata, “Aku juga belum, tapi aku ingin melihatnya.”

Pok Ki berkata, “Kau pernah melihat harimau yang membawa tali di pinggangnya?”

Liok Siau-hong menjawab, “Belum.”

Pok Ki pun berkata pula, “Maka kau akan melihatnya sekarang.”

Di tubuhnya memang terlilit seutas tali yang panjang. Semula dia sama sekali tidak berani

memperlihatkannya, takut dipandang rendah oleh orang lain.

Liok Siau-hong menerima ujung tali itu, ia mendongakkan kepalanya dan menghela nafas panjang.

“Burung gereja pun belum tentu sanggup terbang melintas di atas sana.”

Bangunan istana itu seperti mata kail, kail yang menjulang tinggi ke angkasa seakan hendak

menggaet rembulan.

Tempat yang demikian tinggi, tiada seorang pun di dunia ini yang mampu melompat naik ke

atasnya. Liok Siau-hong pun tidak sanggup.

Tapi dia punya cara.

Dengan Pok Ki mengawasi dari bawah, dilihatnya Liok Siau-hong merayap di dinding istana seperti

seekor cecak, lalu bergerak melompat-lompat seperti seekor kera, dalam beberapa kali lompatan

saja sosok tubuhnya sudah tidak kelihatan lagi. Karena tidak bisa melihat dengan jelas, Pok Ki lalu

menyelinap ke belakang. Dalam hatinya dia pun yakin bahwa di dalam Bulim tiada seorang pun

yang memiliki ginkang setinggi Liok Siau-hong.

Dalam hatinya ia merasa bangga, karena ia telah menganggap Liok Siau-hong sebagai sahabatnya.

Dari atas wuwungan sana telah terjulur seutas tali, dalam hatinya ia merasa hangat! Bisa bersahabat

dengan Liok Siau-hong memang amat bagus.

Di bawah sinar rembulan, wuwungan istana yang beratapkan genteng warna keemasan itu terlihat

seperti sekeping dunia emas yang gemerlapan.

Setelah mengikatkan ujung tali itu ke wuwungan, Liok Siau-hong lalu memalingkan mukanya dan

merasa terperanjat.

Di atas wuwungan ini seharusnya hanya ada lima orang tamu undangan, tapi sekilas pandang ia

melihat 13-14 orang yang memakai sabuk sutera yang bisa berubah warna, selain lima orang

undangan tadi. Hwesio Jujur dan lain-lainnya malah berada di sisi lain wuwungan itu.

Ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang-orang itu. Baru saja dia berdiri tegak, seseorang

datang melompat menghampirinya. Wajah yang pucat, senyuman yang sinis, dia tidak lain adalah

jago tangguh istana, Ting Go.

Liok Siau-hong tak tahan untuk tidak bertanya, “Apa yang terjadi?”

Ting Go mendengus, “Aku ingin menanyakan hal yang sama padamu.”

Liok Siau-hong berkata, “Bertanya padaku?”

Ting Go bertanya, “Berapa sabuk sutera yang kami berikan padamu?”

Liok Siau-hong menyahut, “Enam helai.”

Ting Go berkata, “Tapi di sini sekarang ada 21 orang tamu, lalu sisanya mereka dapatkan dari

mana?”

Liok Siau-hong menghela nafas, lalu menjawab sambil tersenyum pahit, “Aku juga ingin bertanya

begitu padamu.”

Di atas wuwungan itu lalu muncul dua orang lagi. In Cu berjalan dengan cepat di depan, sementara

Siau-siang-kiam-khek Gui Cu-hun mengintil dengan langkah yang santai, tenang dan mantap.

Di tempat yang curam seperti lereng, licin, dingin dan tidak rata seperti ini, berjalan cepat tentu

lebih sukar daripada melompat. Dalam kondisi begini, tapi tetap bersikap tenang, itu lebih-lebih

sukar.

Liok Siau-hong tahu bahwa jago nomor wahid dari istana, Siau-siang-kiam-khek, tentu memiliki

ilmu yang sesuai dengan reputasinya. Ginkang dan lweekangnya pasti tidak lebih rendah daripada

jago kungfu mana pun di Bulim.

In Cu membuka suara, “Kalian bertanya ke sini, bertanya ke sana, apa yang telah kalian dapatkan?”

Liok Siau-hong memaksakan sebuah senyuman sambil menggelengkan kepalanya.

Gui Cu-hun berkata, “Urusan ini memang tidak bisa diputuskan dengan sepatah dua patah kata,

sekarang belum waktunya bagi kita untuk menyelidiki hal ini.”

Koleksi Kang Zusi

In Cu bertanya, “Lalu apa yang harus kita lakukan?”

Gui Cu-hun berkata, “Perkuat penjagaan, waspadalah terhadap perubahan.”

Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Sampaikan perintah, perketat penjagaan di tempat ini, tidak

seorang pun boleh berlalu-lalang sekehendak hatinya.”

In Cu menyahut, “Baik.”

Gui Cu-hun berkata lagi, “Kita harus mengumpulkan semua tenaga, bila perlu kita pun harus

memanggil seluruh pengawal termasuk yang sedang tidak bertugas. Sejak saat ini, siapa pun boleh

keluar, tapi tidak boleh masuk.”

Ting Go menyahut, “Baik.”

Jago-jago pengawal istana memang bukan orang sembarangan, naik-turun wuwungan istana itu bisa

mereka lakukan dengan gampang.

Gui Cu-hun tersenyum pada Liok Siau-hong, lalu berkata, “Bagaimana kalau kita melihat-lihat

tempat ini?”

Liok Siau-hong menyahut, “Bagus sekali.”

Sebenarnya tidak banyak yang bisa dilihat di tempat ini. Tidak seperti atap rumah biasa, tempat ini

berbentuk persegi empat yang luas, di sana-sini ada wuwungan atap yang menonjol, persis seperti

tanah perbukitan.

Di sisi sini ada 13 orang yang berdiri terpencar, menunggu saat dimulainya pertandingan dengan

tenang. Tiada yang berbincang satu sama lainnya. Di tubuh mereka tidak terlihat bentuk senjata

yang menonjol, topi ditekan amat rendah, beberapa orang di antaranya mengenakan topeng kulit

manusia yang amat halus, jelas mereka tidak ingin dikenal oleh orang lain.

Gui Cu-hun dan Liok Siau-hong berjalan melintasi mereka, tapi sepertinya tiada seorang pun yang

memperdulikan keduanya.

Dari mana asal orang-orang ini? Mengapa mereka bersikap begitu misterius?

Gui Cu-hun berjalan dengan amat lambat, lalu tiba-tiba ia berkata dengan suara yang sangat rendah,

“Kau bisa mengetahui asal-usul mereka?”

Liok Siau-hong menyahut, “Oh?”

Gui Cu-hun berkata, “Dua hari terakhir ini, di kotaraja telah berdatangan orang-orang dari kalangan

Hek-to. Beberapa di antaranya adalah orang-orang angkatan tua yang telah lama mengasingkan diri,

ada yang karena terkait dengan perkara hukum, ada pula jago-jago lihai yang menghindarkan diri

dari kejaran musuh yang tangguh, semuanya bukanlah orang-orang yang baru sekali dua kali terjun

di kalangan Kangouw.”

Liok Siau-hong menyahut, “Tak heran kalau mereka tidak mau identitas mereka yang sebenarnya

terlihat orang.”

Gui Cu-hun berkata, “Keberadaan orang-orang itu selama ini merupakan rahasia, tujuan kedatangan

mereka tentu tidak berniat jahat, mungkin hanya karena ingin menyaksikan jurus-jurus yang indah

luar biasa, ingin melihat ilmu kepandaian dua jago pedang yang paling terkemuka di jaman ini.”

Liok Siau-hong menghela nafas, lalu berkata, “Kuharap begitu.”

Gui Cu-hun berkata, “Yang masih membuatku tak habis fikir, kenapa di tubuh mereka pun terdapat

sabuk sutera seperti itu?”

Liok Siau-hong bertanya, “Apakah di luar istana juga terdapat sutera semacam ini?”

Gui Cu-hun menjawab, “Tidak ada.”

Ia lalu menjelaskan, “Kain sutera yang bisa berubah warna seperti ini hanya dimiliki oleh Kaisar

Tay-heng-hongte, merupakan hadiah dari Persia, awal mulanya memang tidak berjumlah banyak,

sekarang mungkin hanya tersisa sebanyak dua balok kain, permaisuri Lian Kungli amat

menghargainya.”

Liok Siau-hong tidak bicara lagi, tiba-tiba ia teringat pada Sukong Ti-sing.

Gui Cu-hun berkata, “Aku juga tahu bahwa rajanya raja pencuri pun telah tiba di kotaraja, bahkan

sudah berada di sini.”

Liok Siau-hong tak tahan untuk tidak bertanya, “Menurutmu dia yang mencuri kain sutera itu?”

Koleksi Kang Zusi

Gui Cu-hun menjawab sambil tersenyum, “Urusan ini baru kita putuskan kemarin pagi, baru

ditetapkan di antara kita, kain sutera semacam ini tiada nilainya di matanya. Barang yang tidak ada

nilainya, tentu dia tidak mau mencurinya.”

Liok Siau-hong berkata, “Tapi kemarin malam….”

Gui Cu-hun berkata dengan ringan, “Kemarin malam kami berempat beristirahat di dalam

sepanjang malam, berjaga secara bergiliran, seandainya ada lalat yang bisa masuk, tentu dia tidak

akan bisa keluar lagi.”

Nada suaranya terdengar penuh keyakinan, Liok Siau-hong menghela nafas lega, lalu berkata,

“Karena itu kau benar-benar tidak mencurigainya.”

Gui Cu-hun berkata, “Tidak.”

Liok Siau-hong berkata lagi, “Lalu siapa yang kau curigai?”

Gui Cu-hun menekan suaranya serendah mungkin dan berkata, “Yang bisa mencuri kain sutera ini

hanya empat orang saja.”

Liok Siau-hong bertanya, “Empat orang?”

Gui Cu-hun berkata lagi, “Yaitu kami empat bersaudara.”

Liok Siau-ong menghembuskan nafas dengan perlahan, sebenarnya dia ingin berkata begitu sejak

tadi, tak terduga malah Gui Cu-hun yang mengatakannya. Sepertinya Siau-siang-kiam-khek ini

bukan saja orang yang teliti, dia pun suka berterus terang.

Gui Cu-hun berkata, “Tentu kau pun berfikir demikian. Menurut kabar di luaran, ada orang yang

bersedia memberi 50.000 tael perak hanya untuk membeli sehelai sabuk sutera. Di kalangan Lioklim,

uang bisa didapatkan dengan mudah, tentu mereka berani memberikan tawaran yang lebih

tinggi.”

Liok Siau-hong menghela nafas, “Manusia mati karena harta, uang menggerakkan hati manusia.

Demi harta, orang bersedia melakukan apa saja.”

Gui Cu-hun juga menghela nafas, katanya, “In Cu memiliki pergaulan yang luas, dia menganggap

emas bagaikan sampah. Ting Go masih muda, jadi maklum saja kalau agak romantis. Loji meski

agak serius dan berhati-hati, jiwanya lapang dan cita-citanya setinggi langit. Sudah lama dia ingin

mendirikan sebuah perguruan ternama di kalangan Kangouw, karena itu diam-diam dia tetap

menjalin hubungan dengan teman-teman lamanya. Semua urusan ini membutuhkan biaya yang amat

besar – gaji seorang pengawal istana tidaklah mencukupi untuk itu.”

Ia menatap Siau-hong, lalu berkata pula, “Tapi mereka semua adalah saudara-saudaraku yang baik.

Jika tidak mempunyai bukti yang kuat, walaupun di dalam hatiku sudah ada kecurigaan, tetap tidak

boleh menyebutkannya, untuk menghindari pecahnya persahabatan di antara kami.”

Liok Siau-hong berkata, “Kau ingin agar aku menemukan bukti itu untukmu?”

Gui Cu-hun tersenyum dan berkata, “Kau memang sulit melepaskan diri dari urusan ini. Jika kau

bisa menyingkap hal yang sebenarnya, bukankah itu akan mendatangkan kebaikan bagi semua

orang?”

Liok Siau-hong tersenyum dipaksa.

Tiba-tiba ia menyadari bahwa dirinya telah salah menilai orang ini, ternyata ada kalanya orang ini

mirip dengan seekor rubah tua.

Di atas wuwungan Thay-ho-tian hanya terdapat beberapa orang. Selain Lau-sit Hwesio, Sukong Tising,

Pok Ki yang baru saja naik dan Tong Thian-ciong, cuma ada Giam Jin-eng dan Ko-siong

Kisu.

Suma Ci-ih ternyata tidak datang, Ko-siong Kisu pun menjelaskan, “Dia ada urusan penting dan

harus kembali ke Kanglam, maka diberikannya sabuk sutera ini padaku.”

Liok Siau-hong mengerti bahwa, berdasarkan sifat Suma Ci-ih, tentu dia harus pulang kembali ke

rumahnya. Dia juga tidak punya muka untuk mengucapkan selamat tinggal pada Liok Siau-hong.

Sebagai seorang jago kenamaan di dunia Kangouw, dia memiliki gengsi yang tinggi serta selalu

ingin melindungi nama baik dan pamornya, tentu saja dia tidak mau membeli sabuk sutera yang

tidak jelas asal-usulnya, sementara orang lain pun belum tentu mau menjualnya padanya.

Karena itu orang-orang ini pun tidak muncul.

Koleksi Kang Zusi

Gui Cu-hun berkata, “Sejak saat ini kami telah menutup jalan masuk ke Istana Terlarang, tidak ada

lagi yang boleh masuk ke mari.”

Liok Siau-hong berucap, “Yap Koh-seng?”

Gui Cu-hun menyahut, “Pek-in-sengcu telah datang.”

Liok Siau-hong bertanya lagi, “Orangnya berada di mana?”

Gui Cu-hun berkata, “Mereka sepakat untuk bertarung saat Cu-si (antara pukul 11 hingga pukul 1

malam), aku telah mengatur agar dia beristirahat dulu di kamar tamu di istana Kian-tiong-bun,

agaknya dia .….”

Liok Siau-hong berkata, “Dia kenapa?”

Gui Cu-hun menghela nafas, “Raut mukanya tampak pucat, orang mengatakan bahwa dia baru saja

sembuh dari luka yang berat, kelihatannya itu bukan cuma kabar burung saja.”

Ia tidak mengatakan apa-apa lagi, tiba-tiba ia tersenyum dan berkata, “Beberapa orang temanmu itu

tampaknya sedang menunggumu lewat, lakukanlah apa yang kau suka.”

Di sana memang tampak beberapa pasang mata yang sedang menatap Liok Siau-hong. Mata

Sukong Ti-sing seperti tersenyum, mata Lau-sit Hwesio tampak bersemangat, dan mata Giam Jineng

dan Pok Ki membayangkan perasaan terima-kasih yang besar.

Liok Siau-hong berjalan menghampiri dan menepuk pundak Giam Jin-eng, dia tersenyum dan

berkata, “Kenapa kalian datang terlambat?”

Giam Jin-eng menyahut, “Mulanya…. mulanya aku tidak berani datang.”

Liok Siau-hong berkata, “Tidak berani? Mengapa tidak berani?”

Wajah Giam Jin-eng tampak memerah, dengan berat hati dia pun menyahut sambil tersenyum, “Jika

bukan karena bantuan Lau-sit Taysu, mungkin aku tidak bisa datang ke mari.”

Liok Siau-hong berkata sambil tersenyum, “Lau-sit Taysu? Baru pertama kali ini aku mendengar

orang memanggilnya demikian.” Dia menyeringai pada Lau-sit Hwesio, agaknya dia ingin mencari

gara-gara dengan si hwesio.

Siapa tahu, baru saja berjalan dua langkah, tiba-tiba secepat kilat dia mencengkeram pergelangan

tangan Sukong Ti-sing.

Sukong Ti-sing ketakutan, katanya dengan tergagap, “Sabuk sutera sudah kuberikan padamu,

mengapa kau masih mencari masalah denganku?”

Liok Siau-hong berkata dengan tenang, “Aku harus bertanya padamu, kedua sabuk sutera itu kau

curi dari mana?”

Sukong Ti-sing berujar, “Haruskah kuberitahukan padamu?”

Liok Siau-hong berkata, “Jika tidak kau katakan, akan kupatahkan tanganmu agar selamanya kau

tidak bisa mencuri lagi.”

Tangannya pun tiba-tiba menjepit tangan Sukong Ti-sing hingga mengeluarkan suara gemeretak.

Sukong Ti-sing menghela nafas. Dengan menahan sakit dia pun berkata sambil tersenyum,

“Seandainya kukatakan, kau pun belum tentu percaya.”

Liok Siau-hong berujar, “Coba katakan.”

Sukong Ti-sing berucap, “Kedua helai sabuk itu sebenarnya bukan kucuri, tapi orang lain yang

membelinya lalu diberikan padaku, karena dia berhutang budi padaku.”

Liok Siau-hong bertanya, “Siapa orang itu?”

Sukong Ti-sing berkata, “Orang itu menghamburkan beberapa puluh ribu tael perak untuk

membelikan barang ini buatku. Jadi kalau aku membuka rahasianya begitu saja, tentu aku bukanlah

seorang teman yang baik, setidaknya aku tidak boleh mengkhianati kepercayaannya dengan begitu

cepat.”

Liok Siau-hong berkata lagi, “Kapan kau baru boleh mengungkapkan siapa dirinya?”

Sukong Ti-sing menjawab, “Paling tidak dua atau tiga hari lagi.”

Dua hari lagi mungkin hal itu sudah tidak menarik lagi, dan pengungkapan jati diri orang tersebut

sudah tidak berguna lagi. Mata Liok Siau-hong tampak berkilauan, dia lalu berkata, “Apakah orang

itu yang memintamu untuk menyimpan rahasianya selama dua-tiga hari lagi?”

Walaupun Sukong Ti-sing tidak mengakui, tapi dia pun tidak menyangkal.

Liok Siau-hong berkata lagi, “Sekarang kau benar-benar tidak mau mengatakannya?”

Koleksi Kang Zusi

Sukong Ti-sing dengan enteng menjawab, “Jika kau patahkan tanganku ini, aku sudah bersiap-siap

untuk mengganti pekerjaanku.”

Liok Siau-hong tahu bahwa di dalam melakukan pencurian si raja maling ini bahkan tidak kenal

saudara, tapi dia tidak pernah mengkhianati sahabatnya, maka sambil tersenyum ia pun berkata,

“Sebenarnya kau tidak perlu mengatakannya, aku sudah tahu siapa orang itu.”

Sukong Ti-sing berkata sambil tersenyum, “Kau tahu? Kenapa tidak kau bisikkan padaku?”

Liok Siau-hong berujar, “Ke marilah.”

Dia benar-benar membisikkan nama orang tersebut di telinga Sukong Ti-sing. Senyuman Sukong

Ti-sing tiba-tiba lenyap, mata Liok Siau-hong pun bersinar-sinar karena dia tahu tebakannya tidak

keliru.

Akhirnya, petunjuk pun dapat ditemukan. Dia sudah berhasil meraba-raba persoalan ini, tapi masih

belum mendapatkan benang terakhir yang akan merangkai seluruh perkara ini.

Sukong Ti-sing menghela nafas dan bergumam, “Orang ini bilang aku adalah siluman monyet, tapi

sebenarnya dialah …..”

Perkataannya terpotong secara tiba-tiba, In Cu mendadak muncul di atas wuwungan dan berkata,

“Pek-in-sengcu (Majikan Benteng Awan Putih) telah datang.”

Di bawah sinar bulan terlihat sesosok bayangan berbaju putih, datang melayang seperti terapung di

udara, seolah terbawa oleh hembusan angin. Ilmu ginkangnya amat tinggi, sama sekali tidak berada

di bawah Sukong Ti-sing.

Sukong Ti-sing menghela nafas dan berkata, “Tak kusangka Yap Koh-seng juga memiliki ilmu

ginkang yang demikian tinggi.”

Mata Liok Siau-hong tampak menyorotkan sinar yang aneh. Setelah berdiam diri beberapa lama,

akhirnya ia mengeluarkan suara dan berkata sambil tersenyum, “Jika ilmu ginkang-nya tidak tinggi,

bagaimana mungkin dia bisa mengerahkan jurus Thian-gwa-hui-sian (Dewa Terbang Di

Angkasa)?”

***

Bulan telah berada di titik tertingginya.

Di atas wuwungan istana itu telah penuh dengan manusia. Selain tiga belas orang tokoh misterius

itu, juga ada 78 orang berpakaian seragam pengawal istana. Semua orang di istana kerajaan pun

ingin melihat dua jago pedang yang paling ternama di jaman ini. Di bawah sinar bulan, raut wajah

Yap Koh-seng benar-benar pucat tidak berwarna. Walaupun wajah Sebun Jui-soat pun terlihat amat

pucat, tetapi masih menampilkan sedikit warna kehidupan.

Kedua orang ini sama-sama berpakaian putih seperti salju, tiada bernoda, wajah mereka pun samasama

dingin tak berperasaan. Orangnya seakan telah berbaur menjadi satu dengan pedangnya,

tajam, tanpa emosi.

Kedua orang itu saling berpandangan, mata mereka seperti menyorotkan sinar yang amat tajam.

Setiap orang yang berada di pinggir merasa, walaupun pedang mereka belum dihunus dari

sarungnya, namun hawa pedang seakan telah menggidikkan hati semua orang.

Hawa pedang yang tajam dan keji ini sebenarnya berasal dari tubuh kedua orang itu. Yang

menakutkan adalah manusianya, bukan pedang di tangannya.

Yap Koh-seng tiba-tiba berkata, “Sekian lama tak berjumpa, bagaimana kabarmu selama ini?”

Sebun Jui-soat menyahut, “Berkat karunia-Nya, selama ini aku hidup dengan nyaman dan

tenteram.”

Yap Koh-seng berkata lagi, “Kenangan masa lampau tak usah disebut-sebut lagi. Dalam

pertarungan kali ini, kau dan aku akan mengerahkan segala kekuatan kita, bukan?”

Sebun Jui-soat menjawab, “Ya.”

Yap Koh-seng berkata, “Bagus sekali.”

Walaupun ucapannya bernada dingin, tapi baru mengucapkan sepatah dua patah kata saja, dia sudah

seperti kehabisan tenaga.

Sebun Jui-soat seperti tidak menghiraukan hal itu. Dia mengangkat pedang di tangannya dan

berkata, “Pedang ini adalah senjata yang amat tajam, panjangnya tiga kaki tujuh inci, beratnya tujuh

kati lebih.”

Koleksi Kang Zusi

Yap Koh-seng berujar, “Pedang yang bagus.”

Sebun Jui-soat berkata, “Memang pedang yang bagus.”

Yap Koh-seng pun mengangkat pedang di tangannya dan berkata, “Pedang ini dibuat dari inti besi

dingin yang diambil dari lautan, sangat tajam, diumpamakan dapat memotong benang ataupun

rambut, panjangnya tiga kaki tiga inci, bobotnya enam kati lebih.”

Sebun Jui-soat berkata, “Pedang yang bagus.”

Yap Koh-seng menyahut, “Memang ini sebilah pedang yang bagus.”

Walaupun pedang kedua orang itu telah diangkat, tapi masih belum dikeluarkan dari sarungnya.

Gerakan menghunus pedang termasuk jurus yang penting, kedua orang ini jelas akan turut mengadu

jurus ini.

Gui Cu-hun tiba-tiba berkata, “Kalian berdua adalah jago-jago ternama yang memiliki reputasi

besar dan menjadi tumpuan harapan orang banyak, tentunya pedang kalian tidak dilumuri racun,

apalagi diselipi senjata rahasia beracun.”

Keempat penjuru terasa hening, hanya desah nafas yang terdengar, semua orang ingin

mendengarkan lanjutan ucapannya itu.

Gui Cu-hun lalu berkata pula, “Pertempuran malam ini tentu akan tercantum di dalam sejarah dunia

Kangouw dan akan dibicarakan orang selama berabad-abad. Kalian berdua tentu tidak keberatan

untuk saling bertukar pedang dan memeriksa pedang lawan masing-masing?”

Yap Koh-seng segera berkata, “Silakan kau memberi petunjuk.”

Sebun Jui-soat tidak membuka mulut. Setelah berdiam beberapa lama, akhirnya dia pun

mengangguk juga.

Jika peristiwa ini terjadi sebulan yang lalu, dia tidak mungkin mau mengangguk. Dalam

pertempuran yang menentukan antara hidup dan mati, bagaimana mungkin dia bersedia

menyerahkan pedangnya ke tangan orang lain?

Tetapi sekarang dia telah berubah, dengan lambat dia berkata, “Pedangku hanya bisa kuberikan

pada seseorang.”

Gui Cu-hun berkata, “Bukankah itu Liok-tayhiap?”

Sebun Jui-soat berkata, “Ya.”

Gui Cu-hun berujar, “Bagaimana dengan Yap-sengcu?”

Yap Koh-seng menyahut, “Urusan ini tidak perlu melibatkan lebih dari satu orang, Liok-tayhiap

juga merupakan orang yang kupercayai sedalam-dalamnya.”

Sukong Ti-sing tiba-tiba menghela nafas dan bergumam, “Orang ini tega mencuri roti seorang

hwesio, tidak disangka kalau ada juga orang yang percaya kepadanya. Aneh, sungguh aneh.”

Walaupun nada suaranya rendah, tapi di saat seperti ini semua orang tentu bisa mendengarnya

dengan jelas.

Semua orang ingin tersenyum, tapi tiba-tiba Pok Ki juga membuka suara dengan keras, “Sifat

keadilan dan kemanusiaan Liok-tayhiap memang tiada bandingnya. Jangankan pedang, seandainya

diminta, kepalaku pun akan kuserahkan kepadanya.”

Giam Jin-eng juga segera berkata, “Walaupun Giam Jin-eng hanya seorang Bu-beng-siau-cut, tapi

aku pun amat mengagumi Liok-tayhiap, sama seperti Pok-pangcu.”

Sebenarnya Giam Jin-eng tentu saja bukan seorang Bu-beng-siau-cut, Pok Ki malah memiliki

reputasi yang cukup cemerlang, setiap ucapannya tentu akan dihargai orang. Kedua orang ini bicara

tentang Liok Siau-hong dengan suara yang keras, sepertinya mereka khawatir kalau orang lain tidak

memahami ucapan mereka.

Sukong Ti-sing tersenyum dipaksa dan berbisik pada Liok Siau-hong, “Semua orang di sini datang

untuk menonton Yap Koh-seng dan Sebun Jui-soat.”

Liok Siau-hong berujar, “Aku tahu.”

Sukong Ti-sing berkata lagi, “Tapi sekarang semua orang sedang memandang padamu.”

Liok Siau-hong tersenyum dan melangkah keluar. Pertama dia berjalan menghampiri Sebun Juisoat,

menerima pedangnya, lalu berputar lagi. Ketika ia menerima pedang Pek-in-sengcu, ia lalu

menggenggam kedua pedang itu dan bergumam, “Kedua pedang ini benar-benar pedang yang

bagus.”

Koleksi Kang Zusi

Gui Cu-hun berkata, “Silakan Liok-tayhiap mempertukarkan kedua pedang itu untuk dilihat oleh

masing-masing pihak.”

Liok Siau-hong berkata, “Kau ingin agar pedang Sebun Jui-soat diberikan pada Yap Koh-seng dan

pedang Yap Koh-seng diserahkan pada Sebun Jui-soat?”

Gui Cu-hun berkata, “Benar.”

Liok Siau-hong berkata, “Itu tidak baik.”

Gui Cu-hun berkata pula, “Mengapa tidak baik?”

Liok Siau-hong tiba-tiba berujar, “Dua batang pedang yang begini bagus, setelah berada di

tanganku, kenapa harus kuserahkan lagi?”

Gui Cu-hun tertegun.

Semua orang pun tertegun.

Liok Siau-hong mengempit kedua pedang itu di ketiaknya, tangan pun bergerak, tahu-tahu kedua

pedang itu sudah dihunus. Hawa pedang pun terpancar ke angkasa, sinarnya berkilau gemerlapan –

bulan purnama seakan kehilangan warnanya.

Di dalam hatinya setiap orang pun bertanya pada diri sendiri, “Seandainya kedua pedang ini jatuh

ke tanganku, apakah aku pun akan mengembalikannya?”

Liok Siau-hong berkata, “Pedang pusaka hanya patut dimiliki oleh ksatria sejati, pepatah ini tentu

pernah didengar setiap orang?”

Tidak seorang pun yang menjawab, tidak seorang pun yang tahu apa maksud ucapannya itu.

Liok Siau-hong berkata lagi, “Aku pernah mendengar pepatah itu, aku juga melihat kedua pedang

ini tidak ada celanya.” Pedang-pedang itu lalu disarungkan kembali. Tiba-tiba Liok Siau-hong

menjejakkan kakinya ke tanah, sebatang pedang lalu dilemparkan ke arah Sebun Jui-soat, pedang

lainnya pun dilemparkan pada Yap Koh-seng, lalu dia membalikkan badannya.

Semua orang merasa tertegun.

Sukong Ti-sing tak tahan untuk tidak bertanya: “Apa yang kau lakukan?”

Liok Siau-hong berkata dengan ringan, “Aku ingin mereka mengerti bahwa, bila lain kali ada

urusan seperti ini, jangan pernah mencariku lagi. Masalahku sudah terlalu banyak, aku tidak ingin

menangani urusan yang membosankan seperti ini lagi.”

Sukong Ti-sing bertanya, “Apakah ini urusan yang membosankan?”

Liok Siau-hong berkata, “Dua orang yang tidak mempunyai permusuhan satu sama lain, tapi

hendak menusuk kerongkongan dan tenggorokan lawannya, jika urusan ini tidak membosankan,

lalu urusan apa lagi yang membosankan?”

Ia faham arti ucapan Liok Siau-hong itu, dia tentu berharap Sebun Jui-soat dan Yap Koh-seng dapat

mengendalikan nafsu membunuh mereka, pertarungan ini hanya mengadu teknik, tentu saja – tidak

perlu harus membunuh lawannya.

Semua orang pun tentu saja memahami ucapan itu. Gui Cu-hun mendengus dua kali, lalu berkata,

“Waktu pertarungan yang telah ditetapkan ternyata sudah lewat. Besok pagi akan diadakan sidang

istana, jadi pertarungan ini sebaiknya dibatasi dalam waktu setengah jam saja. Untuk menentukan

yang kalah dan menang, jika bertarung di antara yang ahli, ada kalanya pertarungan cukup

berlangsung dalam sejurus dua jurus saja, jadi waktu yang ditentukan itu tentu sudah cukup.”

Ia tidak mengungkit-ungkit urusan bertukar pedang itu lagi, duel yang menentukan akhirnya

dimulai, setiap orang menahan nafasnya dengan perasaan tegang.

Tangan kiri Sebun Jui-soat menggenggam gagang pedang dengan erat, tangan kanannya terulur

sejajar dengan lutut. Di wajahnya tiada perubahan perasaan apa pun. Orang ini memang seperti

pedang yang terhunus dari sarungnya, tidak berperasaan, dingin dan tajam.

Raut muka Yap Koh-seng kelihatan makin tak sedap dipandang, dia menggenggam pedangnya di

belakang punggung, gerakannya tampak berat dan lamban, beberapa kali terdengar dia terbatuk

ringan.

Dibandingkan dengan Sebun Jui-soat, ia kelihatan lebih tua dan lemah, di mata sementara orang

pun timbul perasaan simpatik. Pertarungan yang menentukan kalah dan menang ini, tanpa ditanya

pun semua orang sudah bisa menduga bahwa Sebun Jui-soat akan unggul.

Dia memang orang yang tidak berperasaan!

Koleksi Kang Zusi

Pedangnya lebih tak berperasaan lagi!

Yap Koh-seng akhirnya membusungkan dadanya, menatap pedang di tangannya, lalu berkata

dengan lambat, “Pedang pusaka ini memang senjata yang membawa hawa maut. Sejak muda aku

sudah berlatih pedang, sampai sekarang sudah hampir 30 tahun lebih. Di dalam hatiku, sejak dulu

aku sudah bertanya-tanya, di tangan siapakah aku akan menemui kebinasaanku.”

Sebun Jui-soat hanya mendengarkan.

Yap Koh-seng menarik nafas dengan berat, lalu menambahkan pula, “Karena itu, dalam

pertarungan hari ini, pedangku dan pedangmu tidak boleh bersikap lunak. Siapa pun yang belajar

pedang harus siap mati di bawah pedang, kenapa hal itu harus disesali?”

Sebun Jui-soat berkata, “Ya.”

Beberapa orang penonton di dalam hatinya bersorak. Mereka memang datang untuk menonton

pertarungan hidup dan mati di antara dua jago pedang ternama ini. Jika tidak berlangsung dengan

sengit, lalu apa bagusnya menyaksikan pertarungan seperti ini?

Yap Koh-seng menarik nafas dalam-dalam dan berkata, “Silakan.”

Sebun Jui-soat tiba-tiba berkata, “Tunggu sebentar.”

Yap Koh-seng berkata, “Kita harus menunggu sampai kapan?”

Sebun Jui-soat menyahut, “Sampai luka itu tidak berdarah lagi.”

Yap Koh-seng berkata, “Siapa yang terluka, siapa yang berdarah?”

Sebun Jui-soat menjawab, “Kau.”

Yap Koh-seng terdiam. Ia menunduk dan menatap dadanya, tiba-tiba tubuhnya bergetar dengan

keras dan mundur dengan limbung.

Semua orang merubunginya, baru kemudian mereka melihat bahwa bajunya yang seputih salju itu

telah ternoda – noda darah yang merah menyala.

Dia benar-benar terluka, malah lukanya masih berdarah, tetapi orang yang angkuh dan keras kepala

ini hanya mengertakkan giginya dan tidak mau mundur setengah langkah pun walaupun dia tahu

kalau dia akan mati.

Sebun Jui-soat mendengus dan berkata, “Walaupun pedangku adalah senjata pembunuh, tapi tidak

pernah membunuh orang yang sengaja menyerahkan dirinya untuk mati.”

Yap Koh-seng berkata dengan parau, “Aku sengaja menyerahkan diriku untuk mati?”

Sebun Jui-soat berkata, “Jika kau tidak bermaksud menyerahkan dirimu untuk mati, maka

tunggulah sebulan lagi, aku pun akan menunggumu selama sebulan.”

Tiba-tiba dia membalikkan badan, lalu melayang pergi dan menghilang ke bawah wuwungan istana.

Yap Koh-seng ingin menghentikannya dan berteriak dengan keras, “Kau…..”

Baru saja berkata begitu, tahu-tahu mulutnya menyemburkan darah segar. Sekarang, jangankan

hendak mengejar Sebun Jui-soat, untuk menyusul seorang bocah pun dia tak akan sanggup.

Pertarungan ini tertunda begitu saja, perubahan pun terjadi demikian mendadak. Keadaan ini mirip

seperti panggung sandiwara yang telah membunyikan genderang dan gembreng, penonton pun

sudah penuh, tahu-tahu si lelakon yang baru muncul mendadak pergi begitu saja, tentu saja semua

merasa kecewa, termasuk para penabuh genderang dan pemukul gembreng.

Sukong Ti-sing tiba-tiba tersenyum, lalu tertawa terbahak-bahak.

Lau-sit Hwesio mendelik padanya dan bertanya, “Kenapa kau tersenyum?”

Sukong Ti-sing menyahut sambil tersenyum, “Aku tersenyum karena teringat pada orang-orang

yang telah menghabiskan laksaan tael perak hanya untuk membeli sabuk sutera itu.”

Tapi senyumannya itu terlalu cepat. Saat itulah Liok Siau-hong melompat dan berseru dengan

keras, “Hentikan!”

Senyuman Sukong Ti-sing memang terlalu cepat. Tindakan Liok Siau-hong pun terlalu lambat.

Tong Thian-ciong telah melompat ke belakang tubuh Yap Koh-seng, mengayunkan kedua

tangannya berulang kali, segumpal pasir yang bagaikan awan gelap pun berhamburan.

Serangan ini membuat Yap Koh-seng yang belum berdiri tegak merasa terperanjat. Mendadak ia

melejit tinggi ke udara dan berjumpalitan beberapa kali, gerak-geriknya lincah dan gesit, sama

sekali tidak seperti orang yang sedang terluka parah.

Sayangnya dia tetap terlambat selangkah.

Koleksi Kang Zusi

Pasir beracun keluarga Tong, bila dihamburkan, amat sedikit orang yang mampu menghindarinya.

Sekali dihamburkan, apalagi dalam jarak dekat, mustahil untuk bisa mengelakkannya.

Hanya terdengar suara pekikan yang menyayat hati, tubuh Yap Koh-seng tiba-tiba roboh, di

bajunya yang putih seperti salju terlihat banyak bintik-bintik gelap seperti awan hitam.

Itulah Toh-hun-sah (Pasir Pengejar Nyawa) dari keluarga Tong, kekejiannya jauh lebih menakutkan

daripada ular berbisa.

Sebagian besar orang di dunia Kangouw tahu, asal sebutir saja dari pasir beracun itu mengenai

wajah, maka bagian wajah yang terkena harus diiris. Jika sebutir saja mengenai tangan, maka

tangan itu harus dipotong. Tubuh Yap Koh-seng sudah terkena pasir beracun itu, jumlahnya tidak

terkira. Tiba-tiba dia bergulingan ke bawah kaki Tong Thian-ciong, lalu mendesis keras, “Obat

penawarnya, cepat berikan obat penawarnya.”

Tong Thian-ciong mengkertakkan giginya dan berkata, “Toako dan Jiko-ku terluka di bawah

pedangmu, walau tidak mati tapi sudah menjadi orang cacat. Permusuhan antara kau dan keluarga

Tong lebih dalam daripada samudera, kau juga menginginkan obat penawarku?”

Yap Koh-seng berkata, “Itu…. itu adalah urusan Yap Koh-seng, sama sekali tidak ada hubungannya

denganku.”

Tong Thian-ciong mendengus dan berkata, “Bukankah kau Yap Koh-seng?”

Yap Koh-seng berusaha keras menggelengkan kepalanya, tiba-tiba dia mengulurkan tangan,

mengusap mukanya sendiri, tahu-tahu ia menarik sehelai kulit yang ternyata merupakan topeng

kulit manusia yang amat bagus buatannya.

Wajahnya tirus dan jelek, sepasang matanya terbenam dalam-dalam di kelopaknya, dia adalah orang

misterius yang bekerja sebagai pelindung Toh Tong-han. Liok Siau-hong sudah dua kali melihat

orang ini. Yang pertama di rumah pemandian, dan yang kedua adalah di rumah makan. Liok Siauhong

tahu bahwa dia merupakan pengawal pribadi Toh Tong-han, tapi sama sekali tak terduga

olehnya kalau orang ini sekarang menjadi samarannya Yap Koh-seng.

Walaupun sinar bulan tampak jernih, tapi tentu saja tetap tidak begitu terang. Liok Siau-hong tahu

bahwa Pek-in-sengcu menderita luka yang parah, karena hal itu terlihat jelas di wajahnya. Tapi dia

memang tidak akrab dengan wajah Pek-in-sengcu bila sedang tersenyum.

Yap Koh-seng berasal dari daerah selatan Huang-ho. Di dunia Kangouw hanya beberapa orang

yang pernah bertemu dengannya. Kalau tidak demikian, tentu orang misterius ini tidak begitu

mudah menyamar sebagai dirinya, walaupun menggunakan topeng yang amat bagus buatannya,

apalagi di hadapan begini banyak orang yang bermata tajam.

Mata Tong Thian-ciong sudah memerah, dengan tertegun dia memandang orang itu dan

menghardik dengan keras, “Siapa kau? Di mana Yap Koh-seng?”

Orang itu membuka mulutnya hendak bicara, tapi lidahnya terasa kaku dan kejang, tak bisa

mengucapkan sepatah kata pun.

Pasir beracun keluarga Tong benar-benar mampu mengejar nyawa dan merenggut kehidupan dalam

waktu yang amat singkat.

Tong Thian-ciong tiba-tiba mengeluarkan sebuah botol kayu dari bajunya, membungkukkan badan,

dan menuangkan obat penawar ke dalam mulut orang itu. Untuk mengetahui keberadaan Yap Kohseng,

tentu saja nyawa orang ini harus diselamatkan. Selain dia, tidak ada lagi orang yang tahu di

mana Yap Koh-seng berada. Siapa pun tak menduga kalau Pek-in-sengcu yang tiada tandingan itu

akan digantikan oleh orang lain dalam pertarungan ini.

Sukong Ti-sing berkata sambil tersenyum getir, “Sebenarnya apa yang terjadi? Aku merasa seperti

orang bodoh.”

Liok Siau-hong berkata, “Yang bodoh kan kamu, bukan aku.”

Sukong Ti-sing bertanya, “Kau tahu mengapa Yap Koh-seng melakukan hal ini? Kau tahu di mana

dia berada?”

Mata Liok Siau-hong tampak bersinar-sinar. Tiba-tiba dia melompat bangkit, lalu menatap Gui Cuhun

dan berkata, “Kau tahu Thaykam tua yang bermarga Ong?”

Gui Cu-hun bertanya, “Maksudmu Ong-congkoan?”

Liok Siau-hong berujar, “Bisakah dia mencuri sabuk sutera itu?”

Koleksi Kang Zusi

Gui Cu-hun menjawab, “Sebelum putera mahkota naik tahta sebagai kaisar, Ong-congkoan selalu

mengiringinya belajar di Lam-siu-hong. Setelah Tay-heng-hongte wafat, dia pun menjadi orang

kesayangan Kaisar yang sekarang.”

Liok Siau-hong mengulangi pertanyaannya tadi, “Aku hanya bertanya, kecuali kalian, bisakah dia

mencuri gulungan sabuk sutera itu?”

Gui Cu-hun berkata, “Bisa.”

Mata Liok Siau-hong bersinar semakin terang, tiba-tiba dia bertanya lagi, “Apakah sekarang Kaisar

sudah tidur?”

Gui Cu-hun berkata, “Setiap hari Kaisar bekerja keras mulai dari pagi hari hingga malam, karena itu

beliau selalu cepat tidurnya.”

Liok Siau-hong pun berujar, “Di mana beliau tidur?”

Gui Cu-hun menjawab, “Walau sudah lama naik tahta, Kaisar masih melakukan kebiasaan lamanya

seperti waktu masih menjadi putera mahkota, yaitu membaca buku, karena itu beliau sering

beristirahat di Lam-siu-hong.”

Liok Siau-hong berkata, “Di mana letak Lam-siu-hong? Cepat bawa aku ke sana.”

In Cu segera menukas, “Kau ingin kami membawamu menghadap Kaisar? Apa kau sudah gila?”

Liok Siau-hong menyahut, “Aku tidak gila. Tapi jika kalian tak mau membawaku ke sana, kalianlah

yang akan segera menjadi gila.”

In Cu mengerutkan keningnya, “Orang ini benar-benar gila. Bukan hanya bicara tak keruan, tapi dia

juga menginginkan kepala kami pindah dari tempatnya.”

Liok Siau-hong menghela nafas dan berkata, “Aku tidak mau kepala kalian pindah dari tempatnya,

tapi aku ingin kepala kalian tetap berada di sarangnya.”

Gui Cu-hun merenung dalam-dalam, tiba-tiba ia berkata, “Aku mempercayaimu untuk sekali ini

saja.”

In Cu berseru, “Kau benar-benar hendak membawanya ke sana?”

Gui Cu-hun mengangguk dan berkata, “Kalian juga ikut denganku.”

Tiba-tiba terdengar suara jeritan yang menyayat hati, tahu-tahu sebuah batok kepala manusia

menggelinding di atas wuwungan istana itu. Kemudian sesosok tubuh tanpa kepala pun tampak

bergelinding. Dilihat dari pakaiannya, jelas dia adalah salah seorang pengawal istana.

Gui Cu-hun berpaling dengan terkejut. Ternyata 12 orang tokoh misterius itu telah membekuk enam

orang pengawal istana, sementara seorang laki-laki berbaju ungu tampak memegang sebatang golok

yang berlumuran darah. Tiga belas orang misterius yang tadinya seakan tidak kenal satu sama lain,

sekarang telah bergabung.

In Cu berteriak, “Kalian berani membunuh orang di sini? Kalian tahu kalau hukumannya adalah

penggal kepala?”

Orang berbaju ungu itu menjawab, “Aku tidak perduli, yang dipenggal kan bukan kepalaku.”

In Cu menegakkan tubuhnya dan bersiap hendak menghunus pedangnya. Orang berbaju ungu itu

segera berkata dengan dingin, “Kalau kau berani bergerak, maka akan kami binasakan beberapa

orang lagi.”

In Cu benar-benar tidak berani bergerak. Tapi tiba-tiba dari mulutnya mulai berhamburan caci-maki

yang kotor. Segala macam makian yang kasar pun dikeluarkan. Siapa pun tak menduga, orang yang

berkedudukan tinggi seperti dirinya pun bisa memaki seperti itu. Laki-laki berbaju ungu menjadi

naik pitam dan berseru, “Hentikan makianmu itu!”

In Cu mendengus dan berkata, “Aku tak boleh bergerak, masa mencaci-maki orang pun tidak

boleh?”

Orang berbaju ungu berkata, “Siapa yang kau maki?”

In Cu menyahut, “Masa kau tidak tahu siapa yang kumaki? Kalau begitu biar aku mencaci-maki

sekali lagi.”

Ia pun memaki semakin kasar dan kotor. Mata orang berbaju ungu itu menjadi merah. Dia pun

mengangkat goloknya, tapi tiba-tiba, “sret!”, tahu-tahu sebilah pedang telah menembus dadanya.

Darah segar pun muncrat. Terdengar seseorang berkata, “Dia suka mencaci-maki orang, kebetulan

aku suka membunuh......”

Koleksi Kang Zusi

Ucapan itu tidak lagi terdengar dengan jelas oleh laki-laki berbaju ungu. Dalam sekejap mata,

setelah dia mati, Ting Go pun menarik kembali pedangnya. In Cu, Gui Cu-hun dan Liok Siau-hong

yang berada di depannya segera memburu maju. Seketika terdengar bunyi gemertak tulang yang

berantakan. Bunyi gemertak tulang yang susul-menyusul. Sinar bulan yang menerangi jalan tampak

jernih seperti air, tapi sinar bulan yang menerangi wuwungan istana terlihat dingin dan

mengenaskan. Darah pun membanjir di atas genteng istana yang berwarna keemasan itu, mengalir

cepat jatuh ke bawah. Ketigabelas orang misterius itu sekarang telah bergelimpangan semua, tidak

ada lagi orang yang perduli tentang asal-usul mereka.

Sekarang yang menjadi perhatian setiap orang adalah urusan yang lebih misterius dan lebih serius.

Mengapa Liok Siau-hong mendesak Gui Cu-hun untuk membawanya ke Lam-siu-hong? Lalu

mengapa Gui Cu-hun yang berpengalaman itu bersedia membawanya ke sana? Pertarungan antara

Yap Koh-seng dan Sebun Jui-soat ini walaupun mengguncangkan seluruh dunia, tapi tetap saja

hanya merupakan urusan dunia Kangouw, lalu mengapa harus melibatkan kaisar? Rahasia apa yang

tersembunyi di balik semua ini?

Sukong Ti-sing memandang Sebun Jui-soat yang sedang menatap bintang di langit, lalu menoleh

pada Lau-sit Hwesio, tak tahan lagi ia pun bertanya, “Apakah kau tahu apa yang sebenarnya telah

terjadi?”

Lau-sit Hwesio menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Seharusnya kau tidak menanyakan

urusan ini pada Hwesio.”

Sukong Ti-sing bertanya lagi, “Lalu pada siapa aku harus bertanya?”

Lau-sit Hwesio menjawab, “Yap Koh-seng!”

***

Tanggal 15 bulan sembilan, larut malam. Bulan tampak bundar seperti cermin. Kaisar muda tibatiba

terbangun dari mimpinya. Sinar bulan dari luar jendela menyorot masuk ke dalam kamar itu

dan menembus kain kelambu yang berwarna hijau. Dalam sinar bulan, kelambu hijau itu tampak

seperti kabut, di dalam kabut seolah terlihat sesosok bayangan manusia.

Kaisar muda ini tidak pernah memerintahkan seorang pun datang ke sini untuk melayaninya malam

ini. Jadi siapa yang tengah malam begini berani datang mendekati tempat tidur kaisar?

Kaisar pun melompat turun dari tempat tidur, sikapnya bukan saja tetap tenang, tapi juga

bersemangat. “Siapa?”

“Hamba Ong An, datang membawakan teh untuk Yang Mulia.”

Sejak masih menjadi putera mahkota, Kaisar selalu menganggap Ong An sebagai orang yang paling

dipercayainya. Karena itu, walaupun sebenarnya dia tidak pernah memesan teh, dia merasa tak tega

untuk menegur orang tua yang setia ini. Maka dia hanya melambaikan tangannya dan berkata,

“Kalau begitu, sekarang kau boleh mundur.”

Ong An menjawab, “Ya.”

Setiap kali Kaisar mengeluarkan perintah, tidak seorang pun yang berani menentang. Kalau Kaisar

memerintahkan seseorang untuk pergi, walaupun kedua kaki orang itu sudah patah pun dia tetap

harus pergi dengan merangkak.

Tapi anehnya, Ong An ternyata tidak mengundurkan diri. Dia malah tak bergerak sama sekali,

seakan-akan tidak pernah diperintahkan untuk pergi dari tempat itu.

Kaisar mengerutkan alisnya dan berkata, “Kau tidak keluar?”

Ong An pun berkata, “Ada sesuatu yang harus hamba laporkan.”

Kaisar berkata pula, “Katakanlah.”

Ong An berujar, “Hamba ingin meminta paduka menemui seseorang.”

Larut malam begini dia berani mengusik kaisar dan memaksanya untuk menemui seseorang,

seakan-akan dia telah melupakan kedudukannya sendiri. Dia lupa kalau tindakannya ini bisa

dianggap sebagai pengkhianatan dan bisa diberi hukuman berat hingga ke anak cucunya.

Sejak umur tujuh tahun dia sudah dikebiri, usia sembilan tahun mulai bekerja di istana, gerakgeriknya

selalu sopan dan tahu aturan. Sekarang usianya hampir 60 tahun, kenapa tiba-tiba bersikap

seperti ini? Walaupun wajah Kaisar mulai berubah, tapi ia berusaha menahan perasaannya. Setelah

berdiam diri beberapa lama, akhirnya ia pun bertanya:

Koleksi Kang Zusi

“Di mana orangnya?”

“Di sini,” Ong An pun melambaikan tangannya, dari luar kamar tiba-tiba terlihat masuk dua buah

lentera.

Di bawah cahaya lentera itu muncullah seseorang.

Seorang pemuda yang amat tampan dan tubuhnya mengenakan sebuah jubah berwarna kuning.

Walaupun cahaya lentera lebih terang daripada sinar bulan, pemuda itu seolah-olah terlihat berdiri

dalam kabut.

Kaisar tidak bisa melihat dengan jelas, maka ia pun menyingkap kain kelambu dan berjalan keluar.

Tiba-tiba raut mukanya berubah, berubah demikian menakutkan.

Pemuda itu berdiri di hadapannya, sosoknya amat mirip dengan dirinya. Penampilannya serupa,

tubuhnya pun mengenakan pakaian Pat-po-luo-sui-kun.

Pat-po-luo-sui-kun adalah pakaian dinas kaisar.

Siapakah pemuda ini? Kenapa dia memiliki raut muka dan bentuk tubuh yang mirip dengan

dirinya? Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Ong An memandang kedua orang itu, di wajahnya pun

muncul sebuah senyuman licik.

Kaisar menggeleng-gelengkan kepalanya. Walaupun tangannya sudah terasa dingin seperti es, dia

tetap berusaha mengendalikan dirinya.

Samar-samar ia merasa, di dalam senyuman Ong An itu tersimpan sebuah rahasia yang

menakutkan.

Ong An menepuk pundak pemuda itu dan berkata, “Ini adalah kerabat dekat Tay-heng-hongte

sendiri, putera Lam-ong-ya (Raja Muda di Selatan), jadi dia juga merupakan adik sepupu paduka

sendiri.”

Kaisar menatap pemuda itu, dengan wajah yang tenang dia pun berkata, “Kau sudah lama datang ke

kotaraja?”

Siau-ongya itu menundukkan kepalanya dan menjawab, “Belum lama.”

Kaisar berkata pula, “Seorang bangsawan meninggalkan tempat tugasnya tanpa mendapat ijin, kau

tahu apa hukumannya?”

Siau-ongya menundukkan kepalanya semakin rendah.

Kaisar berkata lagi, “Keluarga istana melanggar aturan, kejahatannya sama dengan orang biasa.

Walaupun aku hendak mengampunimu, tapi…..”

Siau-ongya tiba-tiba mengangkat kepalanya dan berkata, “Tapi agaknya tetap sukar terhindar dari

hukuman penggal.”

Kaisar pun berucap, “Bagus.”

Siau-ongya berkata lagi, “Kau tahu hukum, tapi mengapa tetap melanggar hukum?”

Kaisar menjadi marah, “Kau…...”

Siau-ongya tiba-tiba memotong ucapannya itu dan berkata, “Sudah tahu tapi tetap melanggar

hukum, maka kejahatannya pun semakin besar. Walaupun bermaksud untuk menyelamatkan

nyawamu, tapi aturan nenek moyang kita tetap……”

Kaisar berkata dengan marah, “Memangnya kau siapa? Berani-beraninya bersikap lancang begini?”

Siau-ongya berujar, “Aku mendapat mandat dari langit, diberi amanat oleh Tay-heng-hongte,

bertugas sebagai Putera Langit untuk memakmurkan rakyat.”

Kedua telapak tangan Kaisar sudah terkepal erat-erat, seluruh tubuhnya telah dingin seperti es.

Sekarang akhirnya dia faham betapa mengerikannya persekongkolan ini, tapi dia tetap tak berani

untuk percaya.

Siau-ongya berkata, “Ong-congkoan.”

Ong An segera membungkukkan badannya dan berkata, “Hamba, Yang Mulia.”

Siau-ongya berkata pula, “Setelah menghukum dirinya, segera kirimkan mayatnya secepat mungkin

ke Lam-ong-hu (istana raja muda di selatan).”

Ong An menyahut, “Ya.”

Siau-ongya melirik penuh arti pada kaisar, lalu ia tiba-tiba menghela nafas dan bergumam, “Aku

benar-benar tidak mengerti, sudah memiliki kedudukan yang tinggi di selatan, lalu mengapa harus

pergi ke kotaraja? Apa maunya?”

Koleksi Kang Zusi

Kaisar mendengus.

Akhirnya dia benar-benar memahami rencana busuk orang-orang ini. Mereka hendak menggunakan

pemuda ini untuk menyaru sebagai dirinya, lalu dia sendiri akan dibunuh dan mayatnya dikirimkan

ke Lam-ong-hu sebagai pengganti Siau-ongya. Setelah itu, seandainya ada orang yang melihat

kejanggalan ini, tentu tidak ada lagi yang bisa membuktikan.

Ong An berkata, “Keluarga kaisar melanggar aturan, kejahatannya sama dengan orang biasa.

Karena kau juga tahu hal ini, lalu apa lagi yang bisa kau katakan?”

Kaisar pun berujar, “Hanya satu.”

Ong An berkata, “Katakanlah, aku akan mendengarkan.”

Kaisar kembali berkata, “Bagaimana kalian bisa merencanakan hal ini?”

Ong An berkedip-kedip beberapa kali, akhirnya dia tertawa dan berkata: “Sebenarnya aku tidak

ingin mengatakannya, tapi aku tak bisa menahannya.”

Kaisar berujar, “Katakanlah.”

Ong An berkata, “Terus terang, waktu Lo-ongya datang ke kotaraja, kami pun menyadari bahwa

kau dan Siau-ongya benar-benar mirip, maka kami lalu merencanakan hal ini.”

Kaisar berkata lagi, “Dia sudah membelimu?”

Ong An berujar, “Aku bukan hanya suka berjudi, aku pun suka makan enak.”

Bicara sampai di situ, sorot matanya pun – tanpa kenal malu, tampak mulai berkilauan. Sengaja dia

menghela nafas, lalu menambahkan, “Karena itu pengeluaranku tidak sedikit, maka aku pun harus

mencari sumber penghasilan tambahan.”

Kaisar pun berkata, “Nyalimu tidak kecil.”

Ong An berkata, “Nyaliku sebenarnya tidak begitu besar. Urusan yang tidak aku yakini 9 bagian

bakal berhasil, tidak akan pernah kukerjakan.”

Kaisar berkata pula, “Jadi kau merasa yakin 9 bagian dalam urusan ini?”

Ong An berkata, “Mulanya kami juga mengkhawatirkan Gui Cu-hun dan teman-temannya, tapi

sekarang kami sudah mendapatkan cara untuk membuat mereka pergi.”

Kaisar berucap, “Oh?”

Ong An berkata lagi, “Seperti orang yang gila catur, jika mendengar dua orang juara catur akan

bertanding, apakah dia mau berdiam diri begitu saja?”

Jawabannya tentu saja tidak.

Ong An berkata, “Orang yang belajar pedang pun sama. Jika tahu dua orang jago pedang yang

paling ternama akan bertanding, mereka tentu juga tidak mau ketinggalan.”

Kaisar tiba-tiba bertanya, “Apakah maksudmu pertarungan antara Sebun Jui-soat dan Yap Kohseng?”

Ong An tampak terperanjat dan berkata, “Kau juga tahu? Kau juga kenal kedua orang itu?”

Kaisar berkata dengan perlahan, “Kedua orang ini mempunyai reputasi yang hebat, tak heran kalau

Gui Cu-hun pun sampai tertarik.”

Ong An dengan enteng berkata, “Tidak salah ucapanmu itu.”

Kaisar berkata pula, “Untunglah masih ada orang yang tidak tertarik untuk pergi ke sana.”

Baru saja beberapa patah kata itu diucapkan, tiba-tiba terdengar suara “sret!”, tahu-tahu keempat

dinding ruangan itu seperti membelah dan empat orang pun melesat masuk.

Tinggi keempat orang ini tidak sampai dua kaki, sosok tubuh, perawakan dan pakaiannya benarbenar

mirip satu sama lain.

Mereka berwajah jelek, bermata kecil, berhidung besar, berbibir sumbing, tampangnya pun

menggelikan.

Tapi pedang di tangan mereka sama sekali tidak menggelikan.

Pedang mereka yang panjang itu memancarkan sinar berwarna biru, hawanya dingin menggidikkan.

Tiga orang di antaranya menggunakan sepasang pedang, sementara yang seorang lagi hanya

menggenggam sebilah pedang. Tujuh pedang menari-nari dan meliuk-liuk di udara, seperti tetesan

air hujan yang menyebar ke segala penjuru, sinarnya terang menyilaukan sehingga orang yang

memandang pun akan sukar membuka matanya.

Koleksi Kang Zusi

Mereka bukan lain adalah empat bersaudara keluarga Hi dari Hui-hi-po (Benteng Ikan Terbang),

Jit-seng-tong Im-bun-san.

Keempat orang ini adalah saudara kembar. Walaupun masing-masing tidak memiliki kepandaian

yang terlalu tinggi, tapi apabila mereka bergabung dan bekerja-sama, menggunakan ilmu pedang

andalan keluarga mereka, Hui-hi-chit-seng-kiam (Ilmu Pedang Ikan Terbang Tujuh Bintang) dan

membentuk Jit-seng-kiam-tin (Barisan Pedang Tujuh Bintang), maka walaupun kekuatan mereka

belum terhitung jagoan kelas satu, tapi tidak banyak orang yang akan sanggup mengalahkan

mereka.

Mereka bukan saja orang-orang yang aneh, tindak-tanduknya pun sering kali membingungkan

orang lain, tak terduga kalau mereka sekarang bekerja di istana kerajaan dan malah menjadi

pengawal pribadi kaisar sendiri.

Sinar pedang mereka membuat wajah kaisar tampak berkilauan.

Kaisar tiba-tiba berkata, “Serang!”

Tujuh bilah pedang memancarkan cahaya kemilau ke segala penjuru, hawa pedang pun segera

mengurung Siau-ongya dan Ong An.

Raut wajah Ong An berubah warna beberapa kali. Tiba-tiba Siau-ongya melambaikan tangannya

sambil berseru, “Gempur!”

Bersamaan dengan suara seruan itu, sebuah sinar pedang mendadak datang melesat, kecepatannya

tidak kalah dengan kecepatan kilat yang mengguncangkan awan dan menggetarkan langit, laksana

bianglala yang tiba-tiba muncul di siang hari bolong.

Seluruh hawa pedang tadi seperti terkurung, tiba-tiba terdengar suara “tring! tring! tring! tring!”

sebanyak empat kali. Terlihat empat kilauan sinar pedang, tahu-tahu seluruh hawa pedang di

angkasa tadi tiba-tiba menghilang.

Begitu pula dengan sinar pedang tadi, yang tersisa hanyalah sebilah pedang.

Sebilah pedang antik yang indah dan berukuran panjang.

Pedang ini tentu saja bukan pedang empat bersaudara Hi dari Hui-hi-po tadi.

Pedang keempat bersaudara itu semuanya telah patah, sementara mereka berempat pun sudah

bergelimpangan di lantai. Pedang ini berada di dalam genggaman seorang laki-laki berpakaian putih

seperti salju, berwajah pucat, bermata dingin seperti es dan bersikap angkuh, tak kalah angkuhnya

dengan pedang itu sendiri.

Sang Kaisar berdiri dengan tenang di hadapannya.

Tapi orang ini seperti tidak memandang sebelah mata pun padanya.

Sorot mata Kaisar tampak berubah beberapa kali, akhirnya ia berkata dengan perlahan, “Yap Kohseng?”

Laki-laki berbaju putih itu menjawab, “Tak kusangka kalau seorang kaisar pun mengenali orang

gunung seperti diriku.”

Kaisar berkata pula, “Thian-gwa-hui-sian (Dewa Terbang Keluar Langit), dengan sebilah pedang

menghancurkan barisan Tujuh Bintang, benar-benar ilmu pedang yang bagus.”

Pek-in-sengcu menyahut, “Memang ilmu pedang yang bagus.”

Kaisar berkata, “Mengapa jago pedang sepertimu pun menjadi seorang penyamun?”

Yap Koh-seng menjawab, “Menang adalah raja, kalah adalah penyamun.”

Kaisar bergumam, “Kalah adalah penyamun.”

Yap Koh-seng mendengus, lalu berkata pula, “Silakan!”

Kaisar pun bertanya, “Silakan apanya?”

Yap Koh-seng berkata pula, “Ketenangan dan pengalaman yang diperlihatkan paduka, tentu hanya

dimiliki oleh orang-orang yang memiliki ilmu kungfu luar biasa. Jika Yang Mulia terjun ke dunia

Kangouw, tentu termasuk dalam kelompok sepuluh jago paling top.”

Kaisar tersenyum dan berkata, “Pandangan mata yang tajam.”

Yap Koh-seng berujar, “Sekarang kaisar bukan lagi kaisar, penrampok pun bukan lagi perampok.

Di antara kaisar dan perampok, yang berkuasa adalah pemenangnya.”

Kaisar berucap, “Ucapan yang bagus, yang berkuasa adalah pemenangnya.”

Yap Koh-seng berkata pula, “Pedangku sudah berada di tangan.”

Koleksi Kang Zusi

Kaisar berujar, “Sayangnya, walaupun tanganmu sudah menggenggam pedang, tapi di hatimu tidak

tersimpan pedang.”

Yap Koh-seng bergumam, “Di hatiku tidak tersimpan pedang?”

Kaisar berkata pula, “Pedang adalah kebenaran, pedang melambangkan keadilan. Di hati orang

yang jahat, mana mungkin tersimpan pedang?”

Wajah Yap Koh-seng pun berubah warna. Dia lalu mendengus dan berkata, “Saat ini sudah cukup

kalau di tanganku telah tergenggam pedang.”

Kaisar berujar, “Oh?”

Yap Koh-seng berkata lagi, “Pedang di tangan bisa melukai orang, tapi pedang di hati hanya bisa

melukai diri sendiri.”

Kaisar tersenyum, lalu tertawa terbahak-bahak.

Yap Koh-seng berkata dengan dingin, “Keluarkan pedangmu.”

Kaisar menyahut, “Aku tidak membawa pedang.”

Yap Koh-seng pun mendengus: “Kau tidak berani menerima tantanganku?”

Kaisar tersenyum dan berkata, “Aku berlatih ilmu pedang Putera Langit, tujuannya adalah

mengamankan dunia dan menenteramkan rakyat. Jika kunci semua masalah sudah berada di tangan,

semua pertempuran tentu akan dimenangkan.”

Ia menatap Yap Koh-seng, lalu menambahkan dengan lambat: “Mati konyol bukanlah perbuatan

yang akan dilakukan oleh seorang Putera Langit.”

Wajah Yap Koh-seng yang pucat tampak semakin pucat, tangannya menggenggam pedang lebih

kencang, lalu ia berkata, “Kau lebih suka tanganmu terikat menunggu kematian?”

Kaisar berkata, “Aku menerima mandat dari langit, kau berani bersikap kasar?”

Tiba-tiba terdengar suara Liok Siau-hong yang menghela nafas, “Kau seharusnya tidak datang, aku

pun seharusnya tidak datang. Tapi sayangnya, kita berdua telah datang.”

Yap Koh-seng berujar, “Ya, sayang.”

Liok Siau-hong berkata pula, “Benar-benar sayang.”

Yap Koh-seng menghela nafas sekali lagi, tiba-tiba pedang di tangannya mulai menari-nari laksana

pelangi.

It-kiam-tang-lay, thian-gwa-hui-sian (pedang sakti dari timur, dewa terbang di angkasa).

Sinar pedang seperti pelangi itu pun melesat ke arah Liok Siau-hong.

Liok Siau-hong mengelak ke samping. Cahaya pedang pun meluncur keluar jendela, orang dan

pedangnya berbaur menjadi satu dalam kecepatan yang menakjubkan. Bukan hanya terasa menarik,

tapi juga membangkitkan kegembiraan di hati. Kuda cepat, kapal cepat, kereta cepat dan ginkang

yang cepat, semua itu akan menimbulkan kegairahan di hati manusia.

Tapi jika kau menjadi seorang buronan, kau tidak akan memahami kegembiraan dan perasaan

bergairah itu. Yap Koh-seng adalah orang yang amat menyukai kecepatan, baik itu di tengah lautan,

di Pek-in-sia (Kota Awan Putih), di malam hari yang cerah dan terang-benderang, dia suka

mengerahkan ginkangnya dalam hembusan angin malam, melesat kencang di bawah sinar bulan.

Pada saat seperti itu, ia selalu merasa suasana hatinya nyaman dan tenteram. Kali ini, bersama

hembusan angin malam, dia telah mengerahkan kecepatan tertingginya, tapi suasana hatinya malah

terasa amat kacau.

Dia sudah menjadi seorang buronan, banyak urusan yang harus dia fikirkan -- dalam rencana ini,

sebenarnya di mana letak kesalahan dan lubang kelemahannya? Bagaimana Liok Siau-hong bisa

menyingkap rahasia ini? Bagaimana bisa? Tidak seorang pun yang bisa memberikan jawaban

padanya, tidak seorang pun yang tahu angin yang meniup wajahnya ini berasal dari mana.

Sinar bulan dingin menggidikkan hati. Di depan sana, seolah-olah berada dalam kabut di bawah

bayang-bayang dinding istana, berdiri tegak seseorang tanpa bergerak, bajunya putih seperti salju.

Yap Koh-seng tidak melihat orang ini dengan jelas. Dia seakan tampak lebih putih dari kabut, lebih

putih daripada sinar rembulan.

Tapi ia tahu siapa orang ini.

Karena tiba-tiba ia merasakan semacam hawa pedang tak berwujud yang amat kuat seakan sedang

menindih dirinya.

Koleksi Kang Zusi

Biji matanya tiba-tiba berkontraksi, ototnya tiba-tiba menegang.

Selain Sebun Jui-soat, siapa lagi orang yang mampu memberikan tekanan semacam ini pada

dirinya?

Ketika ia melihat wajah Sebun Jui-soat dengan jelas, langkahnya pun tiba-tiba berhenti.

Di tangan Sebun Jui-soat sudah tergenggam pedang, pedangnya masih di dalam sarung, tentu saja

bukan pedang itu yang memancarkan hawa pedang tersebut.

Orangnyalah yang lebih tajam, lebih cepat dan lebih tak berperasaan daripada pedangnya.

Saat sorot mata kedua orang ini bentrok, seperti dua bilah pedang tajam yang saling beradu, hawa

pembunuhan yang terbias pun terasa sangat menggidikkan hati.

Mereka berdua tidak bergerak, tapi hawa yang muncul dari balik ketenangan itu jauh lebih kuat,

jauh lebih menakutkan daripada suatu gerakan.

Sebun Jui-soat tiba-tiba berkata, “Kau belajar pedang?”

Yap Koh-seng menyahut, “Aku adalah pedang.”

Sebun Jui-soat berkata pula, “Kau tahu belajar pedang itu harus berlandaskan apa?”

Yap Koh-seng berujar, “Katakanlah.”

Sebun Jui-soat berkata, “Berlandaskan pada kejujuran.”

Yap Koh-seng berucap, “Kejujuran?”

Sebun Jui-soat berkata lagi, “Hanya orang jujur yang bisa mencapai puncak ilmu pedang. Orang

yang tidak jujur bahkan tidak berhak membicarakan ilmu pedang.”

Biji mata Yap Koh-seng tiba-tiba berkontraksi.

Sebun Jui-soat menatapnya, lalu berkata, “Kau tidak jujur.”

Yap Koh-seng terdiam beberapa lama, tiba-tiba dia pun bertanya, “Kau belajar ilmu pedang?”

Sebun Jui-soat menyahut, “Ilmu pengetahuan tidak berhingga, ilmu pedang tiada batasnya.”

Yap Koh-seng berkata, “Kau pernah belajar ilmu pedang, tentu kau tahu bahwa orang yang belajar

pedang kejujurannya cukup berada di pedangnya, dan tidak perlu ada pada orangnya.”

Sebun Jui-soat tidak berkata apa-apa lagi, percakapan itu pun berhenti.

Ujung jalan adalah kaki langit, ujung percakapan adalah pedang.

Pedang di tangan sudah terhunus.

Saat itulah sinar pedang tampak gemerlapan, tapi bukan pedang mereka.

Yap Koh-seng berpaling, ternyata keempat penjuru sudah terkepung rapat. Dinding manusia ada di

mana-mana, ribuan pedang tampak memantulkan sinar kemilau yang dingin, pada saat yang

bersamaan juga terlihat seperti jaring pedang.

Bukan hanya jaring pedang, tapi juga hutan golok dan gunung tombak.

Di bawah sinar bulan yang terang dan dingin menggidikkan hati, keangkeran Istana Terlarang

benar-benar tak bisa dibayangkan siapa pun.

Gui Cu-hun selalu bersikap tenang, tapi sekarang di ujung hidungnya sudah timbul butiran-butiran

keringat yang besar. Tangannya menggenggam pedang panjang, di belakangnya berbaris pengawal

bersenjata, sepasang matanya tak pernah lepas dari Yap Koh-seng, terdengar dia berkata, “Pek-insengcu?”

Yap Koh-seng mengangguk.

Gui Cu-hun berkata pula, “It-kiam-tang-lay, thian-gwa-hui-sian. Orang yang dianggap bagaikan

dewa, mengapa turun ke tempat ramai dan melakukan perbuatan yang konyol?”

Yap Koh-seng berujar, “Kau tidak mengerti?”

Gui Cu-hun menyahut, “Aku memang tidak mengerti.”

Yap Koh-seng berkata, “Urusan semacam ini tak akan pernah bisa kau mengerti.”

Gui Cu-hun berucap, “Aku memang tidak mengerti, tapi…..”

Tay-boh-sin-eng (Elang Sakti dari Gurun Pasir) To Hong, yang berada di belakang Gui Cu-hun,

tiba-tiba memotong, “Tetapi kami mengerti bahwa kejahatan yang kau lakukan ini hanya pantas

diganjar dengan hukuman berat.”

Walaupun pada mulanya dia terkenal dengan Eng-jiau-kang (Ilmu Cakar Rajawali), tapi setelah

berusia setengah baya dia tiba-tiba mulai berlatih ilmu pedang.

Koleksi Kang Zusi

Pedangnya panjang dan sempit, persis seperti pedang yang biasa digunakan murid-murid Hay-lampai,

tapi yang dipelajarinya adalah Kun-lun-kiam-hoat yang beraliran lurus.

Yap Koh-seng melirik pedangnya itu, lalu mendengus dan berkata, “Kau tahu aturan apa yang telah

kau langgar?”

To Hong tidak memahami ucapannya itu.

Yap Koh-seng berkata pula, “Tidak sanggup belajar golok, berlatih pedang pun tidak berhasil, tetapi

berani bersikap lancang padaku, kau sudah melakukan pelanggaran besar.”

Wajah To Hong pun berubah semakin kelam, pedang di tangannya bergerak tiada hentinya, siap

untuk melakukan serangan kapan saja.

Perubahan di wajahnya tentu saja bisa dilihat orang lain. Tapi, walaupun Yap Koh-seng merupakan

seorang jagoan tanpa tandingan, dia tak gentar untuk menghadapinya.

Tapi sebelum To Hong maju, mendadak ada orang yang mencegahnya.

Sebun Jui-soat tiba-tiba berkata, “Tunggu sebentar.”

To Hong bertanya, “Tunggu apa lagi?”

Sebun Jui-soat berkata, “Dengarkan dulu perkataanku.”

Saat ini, bila Sebun Jui-soat hendak bicara, tentu saja semua orang harus mendengarkan.

Gui Cu-hun memberi tanda dengan anggukan, To Hong pun terdiam.

Sebun Jui-soat berkata, “Jika aku bergabung dengan Yap Koh-seng, siapakah di dunia ini yang

sanggup mengatasinya?”

Tidak ada. Jawaban ini tentu saja diketahui semua orang.

Gui Cu-hun menarik nafas dengan berat, butiran-butiran keringat di ujung hidungnya pun semakin

deras mengucur.

Sebun Jui-soat menatapnya dan berkata, “Kau faham maksud ucapanku?”

Gui Cu-hun menggelengkan kepalanya.

Walaupun sebenarnya dia mengerti maksud ucapan Sebun Jui-soat, tapi dia lebih suka pura-pura

tidak mengerti, karena dia membutuhkan waktu untuk memikirkan situasi ini.

Sebun Jui-soat berkata, “Sejak belajar pedang pada usia tujuh tahun, sampai sekarang aku belum

pernah bertemu tandingan.”

Yap Koh-seng tiba-tiba menghela nafas, lalu ia berkata, “Kesepian dan kesunyian yang dialami oleh

orang yang belajar pedang sampai di tingkat tertinggi, mana mungkin orang-orang ini

mengetahuinya? Mengapa kau bicara pada mereka?”

Sebun Jui-soat menatapnya, di matanya terlihat sorot yang amat aneh. Setelah terdiam beberapa

lama, akhirnya ia berkata dengan lambat, “Malam ini adalah malam bulan purnama.”

Yap Koh-seng berujar, “Hmm.”

Sebun Jui-soat berkata pula, “Kau adalah Yap Koh-seng.”

Yap Koh-seng kembali berucap, “Hmm.”

Sebun Jui-soat melanjutkan, “Kau memegang pedang, aku juga.”

Yap Koh-seng hanya menggumam, “Hmm.”

Sebun Jui-soat kembali berkata, “Karena itu, akhirnya aku bertemu tandinganku.”

Tiba-tiba Gui Cu-hun memotong, “Jadi kau tidak akan membiarkan dia menjalani hukuman mati?”

To Hong berseru, “Kau tidak perduli pada hukum?”

Sebun Jui-soat berkata, “Saat ini aku hanya meminta Yap Koh-seng untuk segera bertarung

denganku. Mengenai hidup atau mati, hina atau terhormat, aku tidak perduli.”

Gui Cu-hun berkata, “Tampaknya di matamu pertarungan ini bukan saja lebih penting daripada

hukum, tapi bahkan lebih penting daripada nyawamu sendiri.”

Sorot mata Sebun Jui-soat menatap ke kejauhan, lalu dia berkata dengan lambat, “Hidup merasakan

senang, mati merasakan takut, bisa mendapatkan tandingan seperti Pek-in-sengcu, mati pun tidak

akan menyesal.”

Bagi dirinya, lawan yang setanding jauh lebih sulit ditemukan daripada sahabat setia.

Melihat wajahnya yang penuh dengan perasaan sepi itu, sorot mata Gui Cu-hun juga tampak

berubah amat aneh. Tak tahan lagi ia pun menghela nafas dan berkata: “Hidup dan mati bukan

masalah penting, aku memahami maksud ucapanmu, tapi…..”

Koleksi Kang Zusi

Sebun Jui-soat berkata pula, “Apakah kau ingin agar aku membantunya lolos dulu, baru kemudian

kami bertarung di tempat lain?”

Kedua tangan Gui Cu-hun terkepal erat-erat, di ujung hidungnya mengucur keringat dingin.

Sebun Jui-soat melanjutkan, “Pertarungan ini tetap harus terjadi, kau sebaiknya segera mengambil

keputusan.”

Gui Cu-hun tak mampu mengambil keputusan.

Ia adalah orang yang berpengalaman dan selalu berhati-hati, tapi saat ini ia benar-benar tak berani

mengambil resiko.

Tiba-tiba terlihat seseorang melangkah keluar dari balik barisan golok dan pedang. Melihat orang

ini, semua orang pun menghela nafas lega.

Jika di dunia ini ada orang yang sanggup mengambil keputusan dalam urusan ini, orang itu tentu

saja Liok Siau-hong.

Walaupun bulan yang bersinar terang mulai menghilang di barat, tapi kabut belum mulai terangkat.

Liok Siau-hong mengalihkan pandangannya dari sang rembulan, lalu matanya menatap Sebun Juisoat.

Tapi Sebun Jui-soat tidak memandangnya.

Liok Siau-hong tiba-tiba berkata, “Pertarungan ini benar-benar harus terjadi?”

Sebun Jui-soat berkata, “Mmm.”

Liok Siau-hong berkata lagi, “Kemudian apa?”

Sebun Jui-soat menyahut, “Tidak ada lagi.”

Liok Siau-hong berkata pula, “Maksudmu, setelah pertarungan ini berlangsung, tidak perduli kau

menang atau kalah, maka urusan akan berakhir sampai di situ?”

Sebun Jui-soat menjawab, “Ya.”

Liok Siau-hong tiba-tiba tersenyum, lalu dia berpaling dan menepuk pundak Gui Cu-hun serta

berkata, “Kau sudah mengambil keputusan untuk urusan ini?”

Gui Cu-hun menyahut, “Aku…..”

Liok Siau-hong berkata pula, “Jika aku adalah kau, aku tentu saja akan mempersilakan mereka

untuk segera memulai pertarungan.”

Gui Cu-hun berujar, “Coba jelaskan.”

Liok Siau-hong berkata, “Karena pertempuran ini, tak perduli siapa pun yang menang atau kalah,

akan menguntungkan semua pihak dan tidak merugikan kalian sama sekali. Lalu apa lagi yang

harus ditunggu?”

Gui Cu-hun mempertimbangkan dengan serius.

Liok Siau-hong berkata pula, “Keuntungan yang kusebutkan itu adalah keuntungan yang akan

diperoleh oleh pihak ketiga dalam sebuah pertarungan.”

Gui Cu-hun merenung, matanya melirik ke arah Yap Koh-seng, lalu beralih pada Sebun Jui-soat,

dan terakhir pada Liok Siau-hong. Akhirnya ia menghela nafas panjang dan berkata, “Walaupun

malam ini adalah malam bulan purnama, tapi tempat ini bukanlah puncak Istana Terlarang.”

Liok Siau-hong berucap, “Maksudmu, kita harus kembali ke istana?”

Gui Cu-hun tersenyum dan berkata, “Karena pertarungan ini harus terjadi, mengapa kita

membiarkan orang yang telah datang dari tempat ribuan li melakukan perjalanan yang sia-sia?”

Liok Siau-hong pun tersenyum dan berujar, “Siau-siang-kiam-khek benar-benar orang yang

bijaksana.”

Gui Cu-hun juga menepuk pundaknya, lalu tersenyum dan berkata, “Dan Liok Siau-hong benarbenar

Liok Siau-hong.”

Walaupun bulan yang bersinar terang mulai tenggelam di barat, tapi bentuknya malah tampak

semakin bundar.

Bulan purnama seakan menggantung di atas wuwungan istana. Di atas wuwungan itu telah

berkumpul banyak orang, tapi tidak terdengar suara sedikit pun.

Sukong Ti-sing, Lau-sit Hwesio, semuanya menutup mulutnya, karena mereka sama-sama bisa

merasakan semacam tekanan yang mengancam.

Tiba-tiba, seperti seekor naga yang sedang meraung, sinar pedang tampak menjulang ke angkasa.

Koleksi Kang Zusi

Pedang Yap Koh-seng sudah dihunus.

Di bawah sinar bulan, pedang itu seakan tampak pucat.

Bulan yang pucat, pedang yang pucat, wajah yang pucat.

Yap Koh-seng hanya menatap pedang di tangannya dan berkata, “Silakan.”

Ia tidak memandang wajah Sebun Jui-soat, tidak memandang pedang di tangan Sebun Jui-soat, juga

tidak menatap mata Sebun Jui-soat.

Ini adalah pertaruhan antara hidup dan mati.

Pertarungan di antara dua jagoan juga sama seperti pertempuran di antara dua pasukan tentara.

Siapa yang mengetahui keadaan musuhnya, selamanya akan memenangkan pertempuran.

Karena itu gerak-gerik lawan harus selalu diamati dengan cermat, sedikit pun tidak boleh lengah.

Karena setiap kemungkinan akan mentukan siapa yang menang dan kalah.

Yap Koh-seng telah mengalami ratusan kali pertarungan. Sebagai orang yang tidak pernah kalah,

tentu saja dia memahami prinsip ini.

Karena itu dia pun tidak boleh melakukan kesalahan, dia tak boleh melanggar prinsip ini.

Sorot mata Sebun Jui-soat tajam bagaikan pedang, seolah-olah tidak hanya bisa melihat tangannya,

wajahnya, namun juga menembus hatinya.

Yap Koh-seng kembali berkata, “Silakan.”

Sebun Jui-soat tiba-tiba berujar, “Sekarang belum bisa.”

Yap Koh-seng bertanya, “Mengapa belum bisa?”

Sebun Jui-soat menyahut, “Kita harus menunggu sebentar.”

Yap Koh-seng bertanya lagi, “Mengapa?”

Sebun Jui-soat pun menyahut, “Karena hatimu tidak tenang.”

Yap Koh-seng terdiam.

Sebun Jui-soat melanjutkan, “Jika hati dalam keadaan kalut, ilmu pedangnya pun tentu akan kalut,

orangnya tentu akan menghadapi kematian.”

Yap Koh-seng mendengus dan berkata, “Menurutmu, sebelum bertanding pun aku sudah kalah?”

Sebun Jui-soat berujar, “Jika sekarang kau kalah, sebabnya bukan karena kalah bertanding.”

Yap Koh-seng berucap, “Karena itu kau tidak mau memulai pertarungan ini?”

Sebun Jui-soat tidak menyangkal.

Yap Koh-seng berkata pula, “Karena kau tidak mau mengambil kesempatan dalam kesempitan?”

Sebun Jui-soat pun mengangguk.

Yap Koh-seng berkata, “Tapi pertarungan ini harus terjadi.”

Sebun Jui-soat berujar, “Aku akan menunggu.”

Yap Koh-seng bertanya, “Kau mau menungguku?”

Sebun Jui-soat mengangguk dan berkata, “Aku yakin aku tidak akan menunggu terlalu lama.”

Yap Koh-seng tiba-tiba menatapnya, di matanya sekilas terlihat perasaan terima kasih, yang

kemudian segera buyar oleh sinar pedang di tangannya.

Berterima kasih pada musuhmu adalah sebuah kesalahan yang fatal.

Yap Koh-seng berkata, “Aku tidak boleh membiarkanmu lama menungguku. Sementara kau

menunggu, bisakah aku berbincang-bincang dengan seseorang?”

Sebun Jui-soat bertanya, “Apakah berbincang-bincang akan membuat fikiranmu lebih tenang?”

Yap Koh-seng menjawab, “Bila aku bisa berbicara dengan orang ini, barulah fikiranku akan

menjadi tenang.”

Sebun Ji-soat bertanya pula, “Siapa orang itu?”

Pertanyaan ini sebenarnya tidak perlu diucapkan. Tentu saja yang akan diajak bicara oleh Yap Kohseng

adalah Liok Siau-hong, karena hanya si burung hong kecil yang bisa menjawab dan

menguraikan seluruh pertanyaan yang ada di hatinya.

Liok Siau-hong sudah duduk, duduk di atas wuwungan Istana Terlarang, duduk di atas genteng licin

yang bisa membuat orang tergelincir bila kurang berhati-hati itu.

Bulan yang terang bersinar di belakangnya, bersinar di atas kepalanya, cahaya terangnya yang

membias di kepalanya seakan sinar yang berasal dari surga.

Yap Koh-seng menatapnya, menatapnya sekian lama, lalu tiba-tiba dia berkata, “Kau bukan dewa.”

Koleksi Kang Zusi

Liok Siau-hong menyahut, “Memang bukan.”

Yap Koh-seng berkata pula, “Karena itu aku tidak bisa mengerti, bagaimana kau bisa mengetahui

rahasia sebanyak itu?”

Liok Siau-hong tersenyum dan berkata, “Kau benar-benar mengira kalau selamanya kau bisa

menyembunyikan rahasia ini dari orang banyak?”

Yap Koh-seng berujar, “Mungkin tidak seperti itu, tapi rencana kami……”

Liok Siau-hong berkata, “Rencana kalian itu benar-benar bagus, juga amat teliti. Hanya saja,

walaupun rencana itu demikian cermat, tetap saja ada titik kelemahannya.”

Yap Koh-seng bertanya, “Di mana titik kelemahannya? Bagaimana kau bisa melihatnya?”

Liok Siau-hong bimbang sejenak, sebelum akhirnya menjawab, “Aku sendiri tidak tahu pasti.

Hanya saja aku merasa, ada beberapa orang yang seharusnya tidak mati, tapi ternyata malah mati

secara misterius.”

Yap Koh-seng bertanya pula, “Maksudmu Thio Eng-hong, Kongsun-toanio dan Auyang Cing?”

Liok Siau-hong berujar, “Juga si Tuan Besar Cucu Kura-kura.”

Yap Koh-seng berkata, “Mengapa kami harus membunuh mereka?”

Liok Siau-hong menjawab, “Sekarang aku sudah mengetahui jawabannya.”

Yap Koh-seng berucap, “Katakanlah.”

Liok Siau-hong berkata pula, “Rencana busuk kalian ini sudah lama berlangsung secara rahasia.

Ong-congkoan melakukan hubungan dan kontak dengan fihak Lam-ong-hu, mereka bertemu di

rumah bordil Auyang.”

Yap Koh-seng berkata, “Karena mereka yakin, orang tentu tidak akan menduga kalau seorang

Thaykam dan Lhama akan sering datang ke rumah bordil.”

Liok Siau-hong berujar, “Tapi kalian tetap tidak merasa lega, karena kalian tahu Sun-loya dan

Auyang Cing bukanlah orang biasa. Kalian curiga kalau mereka sudah mengetahui rahasia ini,

karena itu – tentu saja kalian harus melenyapkan mereka dari muka bumi ini.”

Yap Koh-seng berkata, “Sebenarnya, aku memang harus membunuh mereka.”

Liok Siau-hong berujar, “Memang.”

Yap Koh-seng berkata pula, “Karena kaitan mereka dengan urusan ini sangatlah besar artinya, aku

tidak boleh menyerempet bahaya.”

Liok Siau-hong pun berujar, “Karena itu aku pun kemudian sadar, di balik pertarungan besar kalian

ini tentu tersimpan sebuah rahasia yang lebih besar lagi. Pertarungan kalian ini terselenggara bukan

hanya karena pertaruhan antara Li Yan-pak dan Toh Tong-han semata.”

Yap Koh-seng menghela nafas dan berkata, “Kami pun memang harus membunuh Thio Eng-hong.”

Liok Siau-hong melanjutkan, “Karena dia terlalu tergesa-gesa dalam mencari Sebun Jui-soat. Dia

berhasil menemukan sarang Ong-thaykam dan tanpa disengaja juga mengetahui keberadaanmu di

sana, tentu saja dia harus dibunuh secepat mungkin.”

Yap Koh-seng berkata, “Kau tentu sudah tahu, patung lilin ketiga yang diukirnya itu adalah aku.”

Liok Siau-hong berujar, “Dan karena patung lilin ini pula, Thio si Boneka pun harus mati.”

Yap Koh-seng berkata, “Aku membunuh Kongsun-toanio, tujuannya adalah untuk memfitnah

dirinya.”

Liok Siau-hong berucap, “Kau juga berharap agar aku mencuriga Lau-sit Hwesio.”

Yap Koh-seng mendengus dan berkata, “Kau benar-benar mengira kalau dia itu Lau-sit (jujur)?”

Liok Siau-hong tiba-tiba tersenyum dan berujar, “Walaupun aku sering curiga pada orang yang

salah, juga sering memilih jalan yang salah, tetapi terkadang aku pun bisa menemukan

keberuntungan dalam kesalahan.”

Yap Koh-seng bergumam, “Menemukan keberuntungan dalam kesalahan?”

Liok Siau-hong berkata pula, “Jika aku tidak curiga pada Lau-sit Hwesio, lalu tidak menanyai

Auyang Cing dengan teliti, tentu aku tak akan tahu kalau Ong-thaykam dan Lhama dari Ong-lamhu

pun sering datang ke sana.”

Pek-in-sengcu berujar, “Sejak itu, kau pun mulai curiga padaku?”

Koleksi Kang Zusi

Liok Siau-hong menghela nafas dan berkata, “Sebenarnya aku tidak mencurigaimu. Walaupun aku

merasa kau tidak mungkin bisa dibokong orang, apalagi oleh jarum beracun keluarga Tong, tapi aku

tidak pernah benar-benar mencurigaimu, karena……”

Ia menatap Yap Koh-seng dan menambahkan dengan lambat, “Karena aku selalu menganggapmu

sebagai sahabatku.”

Yap Koh-seng memalingkan mukanya, apakah dia tidak punya muka untuk berhadapan dengan

Liok Siau-hong lagi?

Liok Siau-hong berkata pula, “Kau menggunakan pertaruhan Li Yan-pak dan Toh Tong-han

sebagai kedok, memanfaatkan pertarungan besar ini sebagai panggung sandiwara. Pertama kau atur

dulu orang yang akan menyamar sebagai dirimu di tempat Toh Tong-han sana. Bila kau muncul,

seluruh tubuhmu selalu penuh dengan aroma bunga, seakan-akan kau hendak menutupi bau yang

berasal dari lukamu. Tapi sebenarnya di tubuhmu sama sekali tidak ada bau itu.”

Liok Siau-hong menghela nafas dan menambahkan, “Rencana ini benar-benar hebat, benar-benar

luar biasa.”

Yap Koh-seng masih memalingkan mukanya.

Liok Siau-hong berkata pula, “Yang paling luar biasa adalah sabuk-sabuk sutera itu.”

Yap Koh-seng bergumam, “Oh?”

Liok Siau-hong berkata, “Gui Cu-hun membatasi jumlah orang-orang dunia Kangouw yang

mendapatkan sabuk sutera itu, maka kau pun menyuruh Ong-congkoan untuk mencuri sisa

gulungan sutera yang bisa berubah warna itu, membuat beberapa sabuk sutera, lalu mengirim

orang-orangmu ke tempat pertarungan. Karena jumlah orang yang datang ternyata terlalu banyak,

maka Gui Cu-hun terpaksa memusatkan penjagaan di Thay-ho-tian dan kalian akan bisa menerobos

masuk ke istana tanpa hambatan.”

Yap Koh-seng menengadah dan memandang ke langit.

Liok Siau-hong berkata, “Sayangnya kau tetap salah perhitungan. Walaupun kau sudah menduga

kalau Sebun Jui-soat tidak akan mau bertarung dengan orang yang telah terluka, tapi kau lupa kalau

Tong Thian-ciong akan membalaskan dendam untuk Toako dan Jiko-nya.”

Yap Koh-seng bertanya, “Tong Thian-ciong?”

Liok Siau-hong berujar, “Kalau Tong Thian-ciong tidak melukai orang yang menyamar sebagai

dirimu itu, aku mungkin tidak akan pernah mencurigaimu.”

Yap Koh-seng bergumam, “Oh?”

Liok Siau-hong berkata lagi, “Setelah mengetahui rahasiamu, aku pun segera teringat pada istana,

juga pada Ong-thaykam. Saat itulah akhirnya aku memahami persengkongkolan kalian,

persekongkolan busuk yang begitu menakutkan.”

Tiba-tiba Liok Siau-hong bertanya, “Kau masih bisa tersenyum?”

Yap Koh-seng berujar, “Aku tidak boleh tersenyum?”

Liok Siau-hong menatapnya, akhirnya ia mengangguk dan berkata, “Asal masih bisa tersenyum,

orang memang harus banyak tersenyum.”

Tapi senyuman pun ada banyak jenisnya, ada senyuman bahagia, senyuman dipaksa, senyuman

tanda tersanjung, senyuman pahit dan getir.

Yang manakah jenis senyuman Yap Koh-seng? Tidak perduli apa pun jenis senyumannya, asalkan

dia masih bisa tersenyum saat ini, maka dia bukanlah orang biasa, dia adalah seorang enghiong.

Tiba-tiba ia menepuk pundak Liok Siau-hong dan berkata, “Aku pergi dulu.”

Liok Siau-hong berkata pula, “Tidak ada lagi yang ingin kau ucapkan?”

Yap Koh-seng berfikir sejenak, lalu berkata, “Ada.”

Liok Siau-hong berujar, “Katakanlah.”

Yap Koh-seng berkata, “Tak perduli apa pun pandanganmu, kau selalu menjadi sahabatku.”

Lalu ia melangkah pergi dan menghampiri Sebun Jui-soat. Tiba-tiba angin musim gugur terasa

dingin seperti di akhir musim dingin……

***

Saat ini sinar bulan terlihat remang-remang, remang-remang seperti sinar bintang.

Sinar bintang memang remang-remang seperti impian, impian seorang kekasih.

Koleksi Kang Zusi

Seorang kekasih tentu saja selalu menyenangkan. Terkadang ada orang yang lebih menyenangkan

daripada kekasih, tapi tentu saja amat jarang.

Kebencian tentu saja bukan sekedar luapan perasaan yang kelewat batas. Dalam kebencian,

terkadang juga tercakup pengertian dan perasaan hormat.

Sayangnya, musuh yang berharga tidaklah banyak, musuh yang patut dihormati malah lebih sedikit

lagi.

Tapi dendam berbeda.

Kebencian adalah takdir, dendam adalah hasil suatu nasib. Kebencian menggerakkanmu, sedangkan

dendam adalah kau sebagai penggeraknya.

Bisakah kau mengatakan bahwa Sebun Jui-soat membenci Yap Koh-seng? Bisakah kau mengatakan

kalau Yap Koh-seng membenci Sebun Jui-soat? Di antara mereka tidak ada dendam, yang ada

hanyalah kebencian, kebencian karena kelahiran mereka, kebencian karena kehidupan mereka.

Mungkin kebencian Yap Koh-seng adalah karena setelah Yap Koh-seng lahir, lalu mengapa lahir

pula seorang Sebun Jui-soat?

Mungkin kebencian Sebun Jui-soat pun sama.

Antara cinta dan benci hanya ada sehelai benang yang amat tipis, lalu mengapa kita selalu

memandang salah satunya secara berlebihan?

Sekarang telah tiba saatnya duel yang menentukan itu.

Bila duel yang menentukan ini sudah tiba waktunya, tidak seorang pun yang mampu mencegahnya

lagi.

Walau detik ini mungkin singkat, tapi banyak orang yang sudah menunggunya, mereka sudah

mengorbankan segala yang mereka miliki untuk menyaksikan duel ini.

Teringat pada orang-orang ini, tiba-tiba Yap Koh-seng merasa pahit dan getir.

Apakah pertarungan ini berharga untuk dilaksanakan? Apakah berharga juga untuk orang-orang

yang menyaksikannya? Tidak ada yang bisa menjawabnya, tidak seorang pun yang bisa menilai.

Bahkan Liok Siau-hong pun tidak.

Tapi dia juga merasakan tekanan dan hawa pedang itu, ia merasakan tekanan yang mungkin jauh

lebih besar daripada yang dirasakan oleh orang lain.

Karena Sebun Jui-soat adalah sahabatnya.

Sekali saja kau menganggap seseorang sebagai sahabatmu, maka selamanya dia adalah sahabatmu.

Karena itu Liok Siau-hong terus memperhatikan pedang Sebun Jui-soat dan Yap Koh-seng,

mengawasi setiap gerak-gerik, tatapan mata, ekspresi wajah, bahkan denyutan otot mereka.

Ia mengkhawatirkan Sebun Jui-soat. Walaupun Sebun Jui-soat dulu dianggap sebagai seorang

dewa, dewa pedang, tetapi sekarang dia bukan lagi dewa, dia adalah seorang manusia biasa.

Karena dia sudah mempunyai perasaan cinta, perasaan yang manusiawi.

Manusia selalu bersifat lemah, selalu punya kelemahan. Karena itu pula, manusia berbakat tetaplah

seorang manusia.

Apakah Liok Siau-hong sudah mengetahui kelemahan Sebun Jui-soat? Liok Siau-hong merasa amat

gelisah, apakah karena dia tahu kelemahan itu akan berakibat fatal?

Dia pun tahu bahwa, walaupun Yap Koh-seng mau melepaskan Sebun Jui-soat, Sebun Jui-soat

belum tentu mau melepaskan dirinya sendiri.

Yang menang hidup, yang kalah mati.

Anehnya, dia pun mengkhawatirkan Yap Koh-seng.

Dia tidak pernah melihat perasaan cinta Yap Koh-seng pada manusia, dia pun tak pernah melihat

luapan emosinya.

Kehidupan Yap Koh-seng adalah pedang, pedang adalah kehidupan Yap Koh-seng. Tapi kehidupan

sendiri merupakan medan pertempuran, baik pertempuran besar maupun kecil. Tidak perduli

pertempuran macam apa pun itu, biasanya hanya ada satu macam tujuan, yaitu kemenangan.

Kemenangan berarti kehormatan, kebanggaan, kebanggaan yang menaikkan derajat seseorang.

Tapi bagi Yap Koh-seng sendiri, kemenangan sudah hilang maknanya, karena kalau kalah dia pasti

mati, menang juga pasti mati.

Koleksi Kang Zusi

Tidak perduli menang atau kalah, kebanggaan itu tidak dapat mengembalikan kehormatannya.

Semua orang pun tahu, malam ini ia tak dapat meninggalkan Istana Terlarang dalam keadaan hidup.

Karena itu, walaupun kedua orang ini mempunyai semua syarat untuk menang, tapi juga

mempunyai alasan untuk kalah.

Sebenarnya siapakah yang akan memenangkan pertarungan ini? Siapa pula yang kalah? Saat ini

sinar bulan semakin pucat, seluruh perhatian dunia seakan terpusat pada kedua pedang itu. Dua

pedang dewata.

Tiba-tiba pedang itu mulai menusuk.

Tusukan pedang itu tidak begitu cepat, jarak di antara Sebun Jui-soat dan Yap Koh-seng pun masih

terlalu jauh.

Belum lagi pedang mereka saling bersentuhan, gerakan pedang mulai menunjukkan perubahan yang

tiada hentinya. Orangnya sendiri bergerak dengan amat lambat. Tetapi perubahan gerak pedangnya

teramat cepat, karena sekali mereka memulai gerakannya, maka gerakan itu akan mengalir sesuai

kehendak hati.

Orang biasa mungkin menganggap pertarungan ini tidak menegangkan, tidak seru, dan tidak luar

biasa, tetapi Gui Cu-hun, Ting Go, In Cu dan To Hong berempat semuanya telah mengeluarkan

keringat dingin dari sekujur tubuh mereka.

Keempat orang ini adalah jago-jago pedang kelas satu di jaman itu. Mereka melihat gerak

perubahan pedang itu sudah melewati batas kemampuan manusia, sudah melewati tingkat yang bisa

dicapai manusia.

Jika Yap Koh-seng bukan tandingan Sebun Jui-soat dan sebaliknya, tentu setiap gerakan dan

serangan pedang itu sudah berhasil membunuh salah satunya.

Pedang dan orangnya berbaur menjadi satu, ini sudah menjadi ilmu pedang batin.

Liok Siau-hong pun tiba-tiba mengucurkan keringat dingin. Mendadak dia menyadari bahwa,

walaupun gerak perubahan pedang Sebun Jui-soat terlihat lincah dan gesit, tapi di dalamnya

ternyata lamban, tidak seringan dan selancar gerakan pedang Yap Koh-seng.

Pedang Yap Koh-seng bagaikan hembusan angin dari balik awan putih.

Pada pedang Sebun Jui-soat seakan ada benang yang menghubungkan dirinya dengan isterinya,

keluarganya, perasaannya……

Liok Siau-hong pun menyadari, dalam 20 gerak perubahan lagi, pedang Yap Koh-seng tentu akan

berhasil menembus tenggorokan Sebun Jui-soat.

Dua puluh gerak perubahan akan berlalu dalam sekejap mata.

Ujung jari Liok Siau-hong sudah terasa dingin bagaikan es.

Sekarang, siapa pun tak akan mampu merubah takdir Sebun Jui-soat. Liok Siau-hong tidak bisa,

Sebun Jui-soat pun tidak.

Jarak kedua orang itu sudah amat dekat.

Tiba-tiba kedua pedang itu saling menusuk dengan seluruh tenaga dan kekuatannya.

Ini sudah menjadi akhir pertarungan, akhir yang akan menentukan siapa yang menang dan kalah.

Baru sekarang Sebun Jui-soat menyadari bahwa pedangnya selangkah lebih lamban, pedangnya

baru menusuk ke arah dada Yap Koh-seng, tapi pedang Yap Koh-seng sudah hampir menembus

tenggorokannya.

Tampaknya, Sebun Jui-soat tidak punya pilihan lain kecuali menerima nasibnya ini.

Tapi saat itulah mendadak ia menyadari bahwa arah ujung pedang Yap Koh-seng tiba-tiba

menyimpang, mungkin hanya berselisih sejauh 2 inci, tapi tentu saja selisih itu sudah cukup untuk

menentukan hidup dan mati.

Bagaimana kesalahan ini bisa terjadi? Apakah karena Yap Koh-seng tahu hidupnya tak jauh lagi

dari kematian? Ujung pedang terasa dingin bagaikan es.

Ujung pedang yang dingin bagaikan es itu pun menusuk dada Yap Koh-seng. Ia bahkan bisa

merasakan ujung pedang itu menyentuh jantungnya.

Lalu dia merasakan semacam rasa sakit yang aneh, seakan dia melihat kekasihnya tercinta mati di

atas pembaringan, rasa sakit yang menusuk ke hati itu persis sama.

Itu bukan hanya rasa sakit, tapi juga rasa takut, takut yang luar biasa.

Koleksi Kang Zusi

Karena ia tahu, semua kegembiraan dan kesenangan dalam hidupnya telah berakhir dalam sekejap

ini.

Sekarang hidupnya telah berakhir, berakhir di ujung pedang Sebun Jui-soat.

Tapi tentu saja dia tidak membenci Sebun Jui-soat, malah yang ada hanyalah perasaan terima kasih,

yang selamanya tak akan dapat difahami orang.

Di saat terakhirnya itu – sekilas ia melihat gerakan pedang Sebun Jui-soat pun melambat, seakan

siap untuk menarik kembali serangannya ini.

Yap Koh-seng melihat dan dapat merasakannya dengan jelas.

Ia tahu Sebun Jui-soat tentu saja tidak ingin membunuhnya, tapi tetap harus membunuhnya, karena

Sebun Jui-soat tahu bahwa dia lebih suka mati di bawah pedangnya.

Karena harus mati, mengapa tidak mati saja di bawah pedang Sebun Jui-soat? Mati di bawah

pedang Sebun Jui-soat, setidaknya merupakan kematian yang terhormat.

Sebun Jui-soat memahami perasaannya ini, karena itu dia pun membantunya.

Karena itu ia pun merasa berterima-kasih.

Saling pengertian dan simpati semacam ini hanya bisa timbul di antara seorang enghiong terhadap

enghiong lainnya.

Dalam sekilas itu, sorot mata kedua orang itu pun bentrok, Yap Koh-seng berusaha membuka

suaranya yang seperti berasal dari dunia lain.

“Terima kasih.”

Sesungguhnya kalimat itu tidak keluar dari bibirnya, tapi bisa dibaca dari sorot matanya.

Dia tahu bahwa Sebun Jui-soat tentu akan mengerti.

Sinar bulan yang terang-benderang telah menghilang, cahaya bintang pun sudah lenyap, akhirnya

jago pedang yang tiada duanya itu rebah di atas tanah untuk selama-lamanya.

Apakah reputasinya pun akan menghilang sesudah ini? Di ujung langit terlihat segumpal awan

datang melayang, apakah dia akan membawa berita ini ke dunia luar? Ataukah dia datang untuk

memberi penghormatan terakhir pada jago pedang tanpa tanding ini? Cuaca seakan bertambah

dingin, semakin gelap. Wajah Yap Koh-seng terlihat dingin, samar-samar dan penuh kegaiban.

Di ujung pedang masih menempel noda darah.

Sebun Jui-soat meniup darah itu, matanya menatap ke segala penjuru. Setelah terdiam sekian lama,

tiba-tiba perasaan sepi terasa mencekam hatinya.

Sebun Jui-soat meletakkan pedangnya di pinggir, lalu ia membopong jenazah Yap Koh-seng.

Pedang itu dingin, tapi mayat itu lebih dingin lagi.

Tapi yang paling dingin adalah hati Sebun Jui-soat.

Pertarungan yang menggoncangkan dunia itu telah berakhir, musuh yang lebih berharga daripada

sahabat setia itu pun sudah mati di bawah pedangnya.

Urusan apa lagi di dunia ini yang mampu menghangatkan hatinya? Yang mampu membakar

darahnya? Apakah dia telah memutuskan untuk menggantung pedangnya buat selamanya? Seperti

tubuh Yap Koh-seng yang akan terbaring di dalam tanah untuk selamanya? Dia tidak mau orang

lain mencampuri urusan itu.

Ting Go tiba-tiba menerobos maju, melintangkan pedangnya untuk menghadang jalannya, lalu

menghardik dengan keras, “Kau tidak boleh membawa orang ini. Tak perduli dia masih hidup atau

sudah mati, kau tetap tidak boleh membawanya.”

Sebun Jui-soat sama sekali tidak memperdulikannya.

Ting Go berkata pula, “Orang ini adalah buronan pemerintah, siapa pun yang merawat mayatnya,

akan menanggung akibatnya.”

Sebun Jui-soat berkata, “Kau ingin aku meninggalkan jenazahnya?”

Ting Go mendengus dan berkata, “Apakah aku perlu memaksamu?”

Urat-urat di tubuh Sebun Jui-soat tampak menggelembung biru.

Ting Go berkata pula, “Bila Sebun Ji-soat dan Yap Koh-seng bergabung, mungkin tidak ada orang

di dunia ini yang sanggup menghadapinya, tapi sayangnya Yap Koh-seng sekarang telah mampus,

apakah kau seorang diri sanggup menghadapi tiga ribu orang tentara?”

Baru saja ia selesai bicara, tiba-tiba didengarnya seseorang mendengus.

Koleksi Kang Zusi

Orang itu pun berkata sambil tersenyum, “Walaupun Yap Koh-seng sudah mati, tapi Liok Siauhong

masih hidup.”

Dan Liok Siau-hong pun muncul.

Ting Go tiba-tiba membalikkan badan dan berseru dengan keras, “Apa yang kau inginkan?”

Liok Siau-hong berkata dengan enteng, “Aku hanya ingin mengingatkanmu, Sebun Jui-soat dan

Yap Koh-seng adalah sahabatku.”

Ting Go berujar, “Kau ingin melindungi buronan pemerintah? Kau tahu apa hukumannya?”

Liok Siau-hong berkata, “Aku hanya tahu 1 hal.”

Ting Go berucap, “Katakanlah.”

Liok Siau-hong berkata, “Aku hanya tahu, bila suatu urusan tidak seharusnya dilakukan, maka aku

tidak akan melakukannya. Tapi bila urusan itu harus dilakukan, biarpun kau tebas kepalaku, aku

tetap akan melakukannya.”

Wajah Ting Go tampak berubah.

To Hong dan In Cu segera melangkah maju, para pengawal pun menghunus senjata mereka.

Ketegangan semakin terasa.

Tiba-tiba seseorang melompat maju dan berteriak dengan keras, “Walau kalian berjumlah tiga ribu

orang, tapi Liok Siau-hong adalah temanku. Aku tidak takut kepalaku dipenggal karena membela

teman.”

Orang ini adalah Pok Ki.

Bok-tojin pun segera melangkah ke depan dan berseru: “Walaupun pinto adalah seorang tosu yang

tidak mau mencampuri urusan duniawi, tapi orang sepertiku juga harus membela seorang teman.”

Ia berpaling, memandang Lau-sit Hwesio dan bertanya, “Bagaimana denganmu, Hwesio?”

Lau-sit Hwesio pun menyahut, “Kalau tosu tua pun mempunyai seorang sahabat, mengapa hwesio

tidak?”

Ia melirik Sukong Ti-sing dan bertanya, “Dan kau bagaimana?”

Sukong Ti-sing menghela nafas dan berkata, “Para pengawal istana selain bertubuh besar, juga

memiliki kepandaian yang tinggi, apalagi mereka pun pejabat-pejabat negara. Aku hanya maling

kecil, maling paling takut pada pejabat, karena itu........”

Lau-sit Hwesio bertanya, “Karena itu bagaimana?”

Sukong Ti-sing tersenyum getir dan berkata, “Karena itu, sebenarnya aku tidak ingin mengakui

Liok Siau-hong sebagai sahabatku. Sayangnya, mau tak mau aku harus mengakuinya.”

Lau-sit Hwesio berujar, “Bagus sekali.”

Sukong Ti-sing berucap, “Sama sekali tidak bagus.”

Lau-sit Hwesio bertanya, “Mengapa tidak bagus?”

Sukong Ti-sing berkata pula, “Jika mereka tetap memaksa Sebun Jui-soat untuk meninggalkan

mayat itu, Liok Siau-hong tentu akan membelanya?”

Lau-sit Hwesio berkata, “Ya.”

Sukong Ti-sing berkata lagi, “Jika kita mendukung Liok Siau-hong, berarti kita pun tidak akan

menurut?”

Lau-sit Hwesio menyahut, “Ya.”

Sukong Ti-sing pun berujar, “Jadi kita tentu harus menghadapi mereka semua?”

Lau-sit Hwesio hanya mengiyakan.

Sukong Ti-sing berkata pula, “Aku sudah menghitung. Jika kita harus bentrok dengan mereka,

setiap orang dari kita setidaknya harus menghadapi 317 orang musuh.”

Ia menghela nafas, lalu menambahkan, “Dua kepalan saja sulit mengatasi empat kepalan. Sekarang

sepasang kepalan harus menghadapi 600 kepalan, membayangkannya saja rasanya sudah

mengerikan.”

Lau-sit Hwesio tiba-tiba tersenyum dan berkata, “Jangan lupa kalau kau mempunyai tiga tangan.”

Sukong Ti-sing juga tersenyum.

Mereka tersenyum dengan ringan, di atas Thay-ho-tian, di Kota Terlarang, menghadapi gunung

pedang dan hutan golok yang berkilauan, mereka masih tetap bisa bersikap santai.

Koleksi Kang Zusi

Ting Go dan kawan-kawannya yang malah merasa gelisah, para pengawal itu sudah merasakan

keadaan yang amat genting.

Bila pertempuran ini terjadi, siapa pun tidak berani membayangkan akibatnya.

Agaknya, mau tak mau pertempuran akan berlangsung juga.

Wajah Gui Cu-hun tampak tegang, kedua tangannya terkepal erat-erat. Dengan perlahan dia bekata,

“Kalian semua adalah jago-jago Kangouw yang sudah lama kuhormati, sebenarnya aku tidak berani

bersikap kurang sopan, sayangnya aku memiliki tanggung jawab terhadap negara, karena itu.........”

Tiba-tiba Liok Siau-hong memotong perkataannya, “Maksudmu, kau berharap kami semua

memahamimu, tapi aku juga berharap kau mau memahami kami.”

Gui Cu-hun berujar, “Katakanlah.”

Liok Siau-hong berkata pula, “Di antara kami, ada yang suka uang, ada pula yang suka perempuan.

Ada yang berani mati, ada juga yang takut mati. Tapi bila tiba di saat yang kritis, kami selalu

menghargai kesetiakawanan, kami memandangnya lebih berat dari segalanya.”

Gui Cu-hun terdiam sekian lama, baru kemudian ia menghela nafas dan mengangguk, lalu berkata,

“Aku mengerti.”

Liok Siau-hong berkata, “Kau seharusnya memang mengerti.”

Gui Cu-hun berujar, “Tapi kau juga seharusnya mengerti.”

Liok Siau-hong berucap, “Oh?”

Gui Cu-hun berkata, “Akibat dari pertempuran ini, kedua pihak tentu akan ada yang terluka atau

binasa, hal yang mengerikan untuk dibayangkan. Lalu siapa yang harus bertanggung-jawab

nantinya?”

Liok Siau-hong tidak membuka mulut, di dalam hatinya pun diam-diam terasa berat.

Gui Cu-hun menatap ke segala penjuru, lalu ia menghela nafas dan berkata, “Tak perduli siapa pun

yang bertanggung-jawab, tampaknya pertempuran ini tak akan dapat dihindarkan, tak seorang pun

yang bisa mencegahnya.”

Liok Siau-hong merenung, lalu berkata dengan lambat, “Mungkin ada seseorang yang mampu

mencegahnya.”

Gui Cu-hun berkata, “Siapa?”

Liok Siau-hong berpaling dan menatap istana di kejauhan, di matanya terpancar sebuah ekspresi

yang amat aneh.

Saat itulah dari dalam istana tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan keras, “Firman Kaisar

tiba!”

Seorang Thaykam berbaju kuning yang memegang selembar kertas, tampak berlari keluar dengan

tergesa-gesa.

Semua orang segera berlutut. Thaykam itu segera membacakan firman dari Kaisar, “Kaisar

memerintahkan Liok Siau-hong untuk segera pergi ke Lam-siu-hong. Orang lainnya segera

tinggalkan istana.”

Perintah Kaisar tentu tak boleh dibantah. Yang disebut 'orang lainnya' tentu saja termasuk orang

mati, karena itu pertempuran itu pun sudah berakhir sebelum dimulai.

Tanggal 16 bulan sembilan. Malam hari. Bulan purnama mulai naik. Malam ini bulan tentu akan

berbentuk lebih bundar daripada tanggal 15.

Sukong Ti-sing entah sudah berapa kali berjalan mondar-mandir di sepanjang pagar istana. Ia ingin

menghitung berapa jumlah tiang pagar istana, tapi tidak berhasil juga, karena benaknya pun sibuk

memikirkan Liok Siau-hong yang belum keluar juga dari istana. Mengapa kaisar menahannya?

Menemani seekor harimau masih lebih aman daripada menemani kaisar. Bila berada di hadapan

kaisar, orang tidak boleh sembarangan bicara, kalau tidak kepala pun bisa pindah dari sarangnya.

Tetapi bukan cuma Sukong Ti-sing yang merasa khawatir. Asalkan dia sahabat Liok Siau-hong,

tentu akan merasa cemas. Dan sahabat Liok Siau-hong berjumlah banyak.

Gui Cu-hun sendiri pun amat gelisah. Sudah beberapa kali dia keluar masuk istana, tapi keadaan di

dalam Lam-siu-hong tampaknya tenang-tenang saja. Tanpa titah Kaisar, tentu saja Gui Cu-hun tidak

berani masuk ke dalam ruangan itu.

Setiap kali dia keluar dari istana, semua orang tentu mengharapkan munculnya berita darinya.

Koleksi Kang Zusi

Saat keenam kalinya dia keluar dari dalam istana, beberapa orang sudah merasa begitu gelisahnya

hingga hampir gila. Tapi sikap Gui Cu-hun malah berbeda dari sebelumnya, matanya tampak

bersinar-sinar.

Melihat sorot matanya, Sukong Ti-sing segera menyambutnya dan bertanya, “Ada kabar?”

Gui Cu-hun mengangguk.

Sukong Ti-sing berkata, “Bocah busuk itu sudah keluar?”

Gui Cu-hun menggelengkan kepalanya.

Sukong Ti-sing bertanya lagi, “Kau melihatnya?”

Gui Cu-hun kembali menggelengkan kepalanya.

Sukong Ti-sing hampir berteriak karena kesalnya, “Lalu terhitung berita apa ini?”

Gui Cu-hun berujar, “Walaupun aku tidak melihatnya, namun aku mendengar suaranya.”

Sukong Ti-sing bertanya, “Suara apa?”

Gui Cu-hun menjawab, “Tentu saja suara tawanya.”

Ia pun tersenyum dan menambahkan, “Di samping suara tawa, kau kira suara apa lagi yang bisa dia

keluarkan?”

Sukong Ti-sing membelalakkan matanya dan berkata, “Bukankah suara tawanya amat keras?”

Gui Cu-hun berkata, “Kau adalah sahabatnya, tentunya kau yang lebih jelas.”

Mata Sukong Ti-sing semakin melotot, dia berkata, “Di depan Kaisar pun dia berani tertawa seperti

itu?”

Gui Cu-hun berujar, “Coba kau fikir, urusan apa di dunia ini yang tidak berani dia lakukan?”

Sukong Ti-sing menghela nafas dan berkata, “Tak ada.”

Gui Cu-hun pun berkata, “Aku juga merasa tidak ada.”

Sukong Ti-sing berkata lagi, “Tapi urusan apa di Lam-siu-hong sana yang bisa membuatnya begitu

gembira?”

Gui Cu-hun merendahkan suaranya dan berkata, “Kudengar mereka sedang minum arak.”

Sukong Ti-sing bertanya, “Siapa mereka itu?”

Gui Cu-hun menekan suaranya rendah-rendah dan menyahut, “Mereka adalah Kaisar dan Liok

Siau-hong.”

Sukong Ti-sing makin heran dan bertanya, “Dari mana kau tahu?”

Gui Cu-hun berkata, “Ketika aku berada di dalam, kebetulan lewat seorang Thaykam cilik yang

hendak mengantarkan arak.”

Sukong Ti-sing segera bertanya lagi, “Lalu kau meminta dia untuk memata-matai keadaan di sana?”

Gui Cu-hun menghela nafas dan berkata, “Setelah aku berjanji untuk membelikan sebuah gedung di

luar kota untuknya, barulah dia mau memenuhi permintaanku.”

Sukong Ti-sing kembali bertanya, “Apa yang dia dengar?”

Gui Cu-hun menjawab, “Dia mendengar sebuah kalimat.”

Sukong Ti-sing tertegun, “Sebuah kalimat dibayar dengan sebuah gedung? Kalimat itu benar-benar

terlalu mahal.”

Gui Cu-hun berujar, “Sama sekali tidak mahal.”

Sukong Ti-sing semakin heran dan bertanya, “Tidak mahal?”

Gui Cu-hun berkata, “Mungkin kalimat itu sama nilainya dengan selaksa gedung mewah.”

Dia benar-benar bisa menahan dirinya. Sampai sekarang, dia tetap belum memberitahukan kalimat

itu.

Sukong Ti-sing sudah mengucurkan keringat di sekujur tubuhnya karena merasa gelisah, tak tahan

lagi dia pun bertanya, “Sebenarnya siapa yang mengucapkan kalimat itu? Apa yang dikatakannya?”

Gui Cu-hun akhirnya menjawab, “Kalimat itu merupakan janji Kaisar pada Liok Siau-hong tentang

suatu urusan.”

Sukong Ti-sing bertanya, “Urusan apa?”

Gui Cu-hun menyahut, “Apa pun permintaan Liok Siau-hong, beliau akan mengabulkannya.”

Gui Cu-hun berkata pula, “Di dunia ini, urusan apa lagi yang tidak bisa diwujudkan jika Kaisar

sudah mengabulkan?”

Sukong Ti-sing merasa lega, benar-benar lega.

Koleksi Kang Zusi

Walaupun yang bicara sejak tadi hanya dia sendiri, tentu saja yang lain pun ikut mendengarkan.

Maka semua orang pun sekarang merasa lega.

Di dunia ini, ucapan Kaisar mungkin sama mukjizatnya dengan seorang tukang sihir yang bisa

mengubah besi menjadi emas, atau orang miskin menjadi kaya dan terhormat. Setelah terdiam

sekian lama, akhirnya Sukong Ti-sing menghela nafas dan berkata, “Apa permintaannya?”

Gui Cu-hun berkata, “Tidak tahu, Thaykam cilik itu hanya mendengar kalimat tadi.”

Sukong Ti-sing berujar, “Walaupun dia tidak mendengarnya, aku bisa menduga apa yang diminta

bocah itu.”

Gui Cu-hun berkata, "Oh!"

Sukong Ti-sing berkata, “Di dalam istana kerajaan tentu terdapat segala jenis arak yang enak.”

Gui Cu-hun bertanya, “Kau menduga bahwa yang dia inginkan adalah arak?”

Sukong Ti-sing berujar, "Ternyata ada juga orang yang tidak menghendaki nyawanya sendiri."

Gui Cu-hun berkata, "Kalaupun ada biasanya amat jarang."

Sukong Ti-sing berkata, “Arak adalah kehidupan bocah itu, apalagi yang dia inginkan selain arak?”

Tiba-tiba Lau-sit Hwesio berkata, “Yang dia inginkan pasti akar nyawa.”

Sukong Ti-sing bertanya, “Akar nyawa?”

Lau-sit Hwesio berujar, “Walaupun arak adalah kehidupannya, tapi yang benar-benar merupakan

akar nyawanya adalah perempuan.”

Bok-tojin bertanya, “Kau benar-benar menduga bahwa yang dia minta dari Kaisar adalah seorang

perempuan cantik?”

Lau-sit Hwesio berkata, “Mungkin bukan seorang perempuan, tapi 365 orang perempuan cantik

agar dia bisa berganti pasangan setiap harinya.”

Bok-tojin berkata sambil tersenyum, “Itu adalah pendapat hwesio sendiri, hwesio memang sudah

hampir sinting karena selalu memikirkan perempuan. Kita tidak bisa menilai Liok Siau-hong hanya

berdasarkan pendapat seorang hwesio semacam kau.”

Lau-sit Hwesio pun berkata, “Bagaimana pendapat tosu tua?”

Bok-tojin berkata, “Walaupun bocah itu suka minum arak dan main perempuan, tapi dia bukan

orang bodoh apalagi pikun. Dia tahu, dengan harta, tidak akan kekurangan arak dan perempuan.

Apalagi dia sendiri sering kesulitan uang.”

Lau-sit Hwesio menghela nafas dan berkata, “Tak heran kalau orang berkata, makin tua orangnya

maka semakin tamak pula dia terhadap harta. Orang tua memang selalu gila harta.”

Tiba-tiba Pok Ki pun mengajukan pendapatnya, “Seandainya aku menjadi dia, maka yang kuminta

dari Kaisar adalah agar aku diangkat menjadi seorang panglima yang memimpin penyerangan ke

barat. Pengaruhku akan menyebar ke segala penjuru, namaku akan dikenang selamanya.”

Gui Cu-hun segera menyetujui pendapat itu.

Nama, harta, wanita cantik, kekuasaan dan pengaruh, itu semua adalah hal yang selalu diimpikan

setiap orang.

Kecuali itu, apalagi yang mungkin diminta oleh Liok Siau-hong?

Sukong Ti-sing pun berkata, “Sudah lama kutahu, bocah ini memang berhati hitam, benar-benar

hitam.”

Lau-sit Hwesio berkata pula, “Tak perduli apa pun, yang dia inginkan pasti salah satu dari yang

telah kita sebutkan tadi.”

Tiba-tiba terdengar seseorang berkata, “Bukan.”

Seseorang melangkah keluar dari dalam istana. Dadanya membusung, wajah tampak berkilauan

penuh semangat, Liok Siau-hong akhirnya muncul juga. Semua orang segera menyambut dan

berebut bertanya, “Apakah semua tebakan kami salah?”

Liok Siau-hong mengangguk.

Lau-sit Hwesio pun berkata, “Sebenarnya apa yang kau minta?”

Liok Siau-hong berujar, “Tidak bisa kukatakan, tidak bisa.”

Ia lalu memisahkan diri, berjalan di depan rombongan itu. Bagaimana pun orang bertanya, dia tidak

mau membuka mulutnya.

Tampaknya dia sudah bertekad untuk membuat orang-orang ini mati kesal.

Koleksi Kang Zusi

Tapi orang-orang ini tentu saja bukan orang yang mudah menyerah. Mereka segera membuntuti di

belakangnya.

Lau-sit Hwesio menarik Sukong Ti-sing ke pinggir dan berkata, “Kau adalah batu sandungan bocah

busuk itu. Di dunia ini, orang yang bisa membuatnya buka mulut tentu saja cuma dirimu.”

Sukong Ti-sing memutar-mutar biji matanya, lalu berkata, “Baiklah, aku akan mencobanya.”

Lalu ia berjalan dengan cepat untuk menyusul Liok Siau-hong dan berkata, “Kau benar-benar tidak

mau mengatakannya?”

Liok Siau-hong menyahut, “Ya.”

Sukong Ti-sing pun berujar, “Bagus.”

Liok Siau-hong bertanya, “Apanya yang bagus?”

Sukong Ti-sing berkata pula, “Jika kau tidak mau mengatakannya, maka aku.... aku akan.......”

Lalu dia mendekatkan mulutnya ke telinga Liok Siau-hong dan membisikkan sesuatu. Liok Siauhong

tiba-tiba menghentikan langkahnya, tertegun sekian lama di tempatnya, menghela nafas

panjang, lalu balas berbisik di telinga Sukong Ti-sing. Sukong Ti-sing tampak terperanjat, raut

mukanya seperti orang yang baru saja menelan dua butir telur ayam, dua butir telur bebek, dan

empat buah bakpao gede.

Liok Siau-hong pun meneruskan langkahnya ke depan.

Sukong Ti-sing pun mulai melangkah lagi. Tapi baru selangkah, tiba-tiba dia pun mulai tersenyum,

lalu tertawa terbahak-bahak hingga air matanya bercucuran.

Lau-sit Hwesio menarik bajunya dan berkata, “Apa yang dia katakan padamu?”

Sambil tersenyum dan sambil menggelengkan kepalanya, Sukong Ti-sing berkata, “Tidak boleh

kukatakan, tidak boleh.”

Lau-sit Hwesio pun berkata, “Jangan lupa siapa yang mengajarimu tadi. Apalagi, jika tidak kau

katakan, maka aku akan.........”

Ia pun mendekatkan mulutnya ke telinga Sukong Ti-sing dan membisikkan beberapa patah kata.

Sukong Ti-sing segera menghentikan langkahnya. Setelah tertegun sekian lama, dia pun balas

berbisik di telinga Lau-sit Hwesio.

Lau-sit Hwesio pun tampak tertegun, lalu dia pun tersenyum dan tertawa terbahak-bahak seperti

seorang hwesio yang baru saja mengawini tiga orang nikouw dewasa, dua orang nikouw cilik, dan

empat orang nikouw yang tidak besar dan juga tidak kecil.

Lalu Bok-tojin pun memaksanya bicara, Gui Cu-hun meminta Bok-tojin untuk bicara. Ting Go, To

Hong, In Cu, Pok Ki, akhirnya semua pun tahu.

Lalu setiap orang mulai tersenyum dan tertawa terbahak-bahak........

Malam tanggal 16 bulan sembilan. Sinar bulan tampak jernih seperti air. Di bawah sinar bulan, Liok

Siau-hong melangkahkan kakinya di atas jembatan, dengan semangat yang tinggi dan tenaga penuh,

seluruh tubuhnya tampak penuh dengan energi.

Dia tidak tersenyum, tapi orang-orang di belakangnya semua tersenyum, tertawa, tersenyum sambil

tertawa, tertawa terbahak-bahak seperti segerombolan bocah kecil. Mereka tertawa sambil

melangkah di atas jembatan, lalu masuk ke jalan raya yang diterangi oleh sinar bulan. Orang-orang

di jalan, di jendela, di warung, semuanya menatap mereka dengan heran. Tak seorang pun yang

tahu bahwa orang-orang ini adalah jago-jago paling tangguh di dunia persilatan dewasa ini, juga

tidak ada yang tahu mengapa mereka tertawa begitu gembiranya. Tidak seorang pun yang tahu........

TAMAT

Continue Reading

You'll Also Like

274K 13.8K 42
#CERITA HASIL PIKIRAN SENDIRI# #BANYAK TYPO NYA JADI MAKLUMIN SAJA# SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA!#* Dari sorang gadis bar-bar yang meninggal karna kec...
Ken & Cat (END) By ...

Historical Fiction

7M 754K 53
Catrionna Arches dipaksa menikah dengan jenderal militer kerajaan, Kenard Gilson. Perjodohan yang telah dirancang sejak lama oleh kedua ayah mereka...
260K 23.7K 26
Kehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Se...
22.1K 2.7K 115
Di dunia persilatan sudah menjadi hukum tak tertulis bahwa seorang guru tidak boleh saling jatuh cinta dengan murid sendiri, apalagi jika guru dan mu...