The Alternative #2 - Entity

By Snow_Yuuki

537 43 9

Sihir, ledakan dan tipu muslihat. Adam-masih seperti biasa-sibuk menjalani kehidupannya sebagai seorang remaj... More

Prologue - Gray Ashes/Sounds of Flame

Side #A - Red Skull/The Princess

210 17 1
By Snow_Yuuki




Part 1

Kairi menggeram. Gadis berambut biru itu duduk di bangku kelasnya sambil menggeliat-geliat pelan. Dalam kelas yang lengang saat jam istirahat itu, wajah Kairi terlihat gelisah. Sesekali dia melirik ke samping, memperhatikan seorang anak laki-laki berwajah manis yang meletakkan kepalanya di atas meja dan menguap lebar.

"A-Anda baik-baik saja Tuan Adam?" tanya Kairi.

Anak laki-laki itu, Adam, memiringkan kepalanya ke arah Kairi. Kedua bola matanya berair, dan kelopak mata dengan bulu-bulu yang lentik itu tampak naik-turun secara perlahan. Dengan malas, dia pun membalas Kairi, "Ya, aku baik-baik saja, Kairi. Hanya setengah mengantuk setelah semalaman menulis laporan untuk Pak Tua, mengerjakan PR dan..."

Adam menutup matanya. Anak itu mulai mendengkur pelan. Dalam keadaan tidur, tanpa sadar perutnya berbunyi lirih. Nyengir, Adam menggumam pelan, "...sepertinya aku sedikit mengantuk dan lapar."

"A-Ah, kalau begitu biar saya belikan Anda makanan di kantin!"

Adam tertawa pelan. "Tak usah, tak apa-apa."

"Tapi, Anda belum makan semenjak kemarin malam bukan? Bagaimana kalau nanti Anda sakit?"

"Kairi...," panggil Adam tegas. Anak laki-laki itu tiba-tiba membuka kedua matanya lebar-lebar tanpa menunjukan rasa kantuk sama sekali. Dia menatap Kairi dalam-dalam.

"A-Apa?" Kairi tampak panik. Bola matanya yang berwarna biru langit tampak berkedip-kedip.

"Kapan terakhir kali kamu makan?"

"K-Kenapa Anda tiba-tiba menanyakan hal itu?"

Adam mengangkat kepalanya, membenarkan posisi duduknya. "Bukan apa-apa, aku hanya lupa kapan terakhir kali kamu makan. Kemarin malam? Atau kemarin siang? Atau..."

Adam terdiam, tampak berusaha mengingat-ingat.

"Kamu... Jangan-jangan sudah dua hari ini tidak makan?"

"T-Tidak kok...," jawab Kairi. Gadis itu mengerucutkan bibirnya dan melirik ke samping.

Adam dapat merasakan kebohongan dalam jawaban Kairi. Maka, dia pun mendekatkan kepalanya. Anak laki-laki itu menatap Kairi tanpa berkedip sama sekali dan menggumam pelan, berusaha untuk mendesak Kairi agar berkata jujur.

Gadis berambut biru itu mulai berkeringat. Wajahnya memerah dan dia tampak berusaha menelan ludahnya.

"Benar begitu? Kalau begitu, kenapa aku tadi sepertinya mendengar perutmu berbun–"

"I-Iya! Iya! Saya belum makan selama tiga hari ini!" Kairi berteriak panik. Gadis itu tiba-tiba bangkit berdiri dan tanpa sengaja mendorong meja dan kursi dengan tubuhnya hingga bergeser satu-dua meter.

"U-Uh, Kairi... Tenanglah..." Adam berusaha menenangkan Kairi. Anak itu menoleh ke kanan dan kiri, panik ketika pandangan teman-teman satu kelas tertuju ke arahnya dan Kairi.

"Lagipula, saya tidak lapar, kok! Meski perut saya berbunyi, saya masih bisa bertahan sekitar satu hari lagi karena saya adalah seorang Ne–"

"Kairi!!" sela Adam sambil meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya.

"Ups!" Tangan Kairi bergerak menutup mulutnya.

"U-Uh... maaf semuanya karena kita sudah bikin keributan," ucap Adam sambil tertawa kering kepada teman-teman sekelasnya.

Seluruh siswa satu kelas pun berhenti menatap Adam dan Kairi. Sebagian dari mereka kembali melanjutkan kegiatan mereka sebelumnya seperti tak terjadi apa-apa, dan sebagian lainnya tampak berbisik-bisik membicarakan Adam dan Kairi.

"Uwaa, pasangan yang mesra, ya..."

"Aku juga mau lho, diperhatikan Adam sampai seperti itu."

"Mereka bertengkar lagi? Kuharap mereka segera putus!"

"Memangnya mereka jadian? Lagipula, kamu bisa memikat hati Adam?"

"Dasar, cari perhatian!"

Adam menghela nafas, berusaha untuk mengacuhkan bisikan-bisikan teman satu kelasnya. Sementara itu, Kairi meraih kursi yang tadi dia jatuhkan lalu duduk di atasnya.

Adam kemudian mendekatkan kepalanya menuju Kairi dan berbisik pelan.

"Kamu tahu 'kan kalau kita tak boleh berbicara mengenai N.E.X.T. Project di tempat umum?"

"M-Maaf...," ucap Kairi lirih. Gadis itu menundukan kepalanya, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu, "Lagipula, ini juga gara-gara Anda sih..."

Adam tersenyum, "Aku juga minta maaf sudah mendesakmu seperti itu. Aku hanya khawatir karena kamu dari pagi ini tampak gelisah dan perutmu berbunyi beberapa kali. Kamu baik-baik saja 'kan? Apakah luka-lukamu karena pertarungan setelah melawan Zero dan Hiro* masih sakit?"

"Saya baik-baik saja, kok. Sungguh! Hanya saja... saya... sedang di... di... die"

Kairi menggeliat-geliat pelan. Mata biru gadis itu melirik ke samping, wajahnya memerah. Dia tampak ragu-ragu hendak meneruskan jawabnya.

"Sudah, tidak apa-apa kalau kamu memang tidak mau menjawab. Oh iya, sebagai permintaan maafku bagaimana kalau sepulang sekolah nanti kita pergi ke suatu tempat bersama? Apakah ada tempat yang ingin kau tuju?"

Kairi bergerak-gerak gelisah. Terlihat bingung hendak menjawab apa. Sekilas dia tampak ragu-ragu, tetapi kemudian dia pun berkata pelan dengan malu-malu.

"K-Kalau begitu. Sepulah sekolah nanti, bagaimana kalau kita ke–"

"Wah, kalian mau menginap di hotel ya!?" seru seseorang yang tiba-tiba muncul di samping Adam dan Kairi.

Adam dan Kairi terlonjak kaget.

"D-Daru!?" seru Adam.

Daru tergelak.

"Maaf, maaf karena sudah membuat kalian berdua kaget. Habis kalian berdua ini dari tadi terlihat serius bange—"

Kairi mencengkram wajah Daru dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara. Mata gadis itu berkilat-kilat menatap Daru tajam.

"Ugh, adududuuh... T-Tenang dulu, Ka-Kairi-chan. Aku tadi cuma bercanda, kok! J-Jadi bisa tolong lepaskan jurus Iron Claw-mu ini dari wajahku?"

"Bercandamu lucu sekali. Apakah kamu bercita-cita untuk menjadi pelawak?"

"E-Eh, ah, iya itu... Dulu sekali, aku pernah berencana untuk menjadi seorang pelaw–Adududuh!!"

"Begitu ya? Sayangnya wajahmu, kurang lucu untuk jadi pelawak. Tapi tenang saja, wajahmu akan kuubah bentuknya supaya menjadi lebih lucu lagi."

Kairi tersenyum menyeramkan. Dia semakin mengeratkan cengkraman tangannya.

Daru gemetaran menahan rasa sakit. Rasanya, dia bisa merasakan struktur tulang-tulang wajahnya yang bergeser secara perlahan.

"Awawawaa!! A-Adam-kun bisa tolong bantu aku–Hei, kenapa kamu malah seperti berdoa begitu!?"

"Semoga dosa-dosamu diampuni," ucap Adam pelan. Anak laki-laki itu terlihat pasrah. Dia tahu, hampir mustahil untuk menghentikan Kairi saat ini. Karena Kairi yang 'ini' berbeda dengan Kairi yang 'sebelumnya'.

Ya, ada satu lagi kepribadian lain dalam tubuh Kairi. Meski keduanya memiliki tubuh yang sama, tetapi sifatnya sangat berbeda. Jika Kairi yang biasanya terlihat kalem dan pemalu, maka yang 'ini' sifatnya lebih agresif, pemarah dan kasar.

Adam menyebutnya: mode yandere.

Sementara Daru berusaha mati-matian untuk bertahan hidup, Adam menghela nafas panjang. Dia memijat-mijat keningnya yang terasa pening. Anak laki-laki itu melirik ke arah jam yang tergantung di dinding depan kelas.

Jarum jam menunjukan pukul 13.58. Kurang dua menit lagi sampai jam istirahat berakhir.

Adam pun menoleh ke arah Daru dan berteriak pelan.

"Bertahanlah sekitar dua menit lagi, Daru. Berjuanglah!"

"Hnggmppffhh!!"


Part 2

Suara bel sekolah bisa terdengar dari kejauhan, pertanda bahwa kegiatan belajar mengajar di SMA Valhalla telah berakhir. Jarum jam menunjukan pukul 15.30 dan langit pada sore itu cerah dan agak berawan—cuaca yang cocok untuk jalan-jalan sepulang sekolah.

Meskipun begitu, Kairi—yang kini telah kembali ke mode 'normal'-nya–masih kesulitan dalam mengambil keputusan hendak pergi ke mana. Ada banyak lokasi yang bisa dia kunjungi di Surabaya, seperti Taman Kota atau Kebun Binatang.

Dan dari semua lokasi yang ada, pada akhirnya Kairi memilih untuk pergi ke supermarket yang letaknya searah dengan rumah mereka.

Melangkah masuk ke dalam supermarket bersama Adam, Kairi menghela nafas panjang. Gadis itu berusaha untuk menyembunyikan rasa kecewa karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk berjalan-jalan dengan Adam. Meski begitu, sedikit raut kekecewaan masih terlihat di raut wajahnya yang manis.

"Kau yakin ingin pergi ke supermarket? " tanya Adam, "Kita masih ada waktu untuk pergi ke tempat lain jika kau mau."

"A-Ah, tidak apa-apa. Saya memang ingin pergi ke supermarket, kok! Soalnya ada sesuatu yang ingin saya beli. Apakah ada sesuatu yang ingin Tuan Adam beli?"

Adam menyentuh dagunya dan menggumam pelan. Lalu berkata, "Kurasa tidak ada."

"Oh, baiklah kalau begitu."

Keduanya pun menitipkan tas mereka ke tempat penitipan barang. Kairi kemudian mengambil keranjang belanjaan berwarna merah dan mereka berjalan mendekati salah satu rak bahan-bahan makanan di sana.

Supermarket yang Adam dan Kairi kunjungi lumayan luas. Barang-barang yang dijual di sana cukup lengkap, mulai dari makanan, alat memasak, alat elektronik hingga baju. Semuanya ditata dan dikelompokan secara rapi sehingga memudahkan pengunjung untuk mencari benda yang mereka inginkan. Biasanya, supermarket akan ramai dikunjungi mulai jam 6 sore ke atas. Oleh karena itu, suasananya saat itu cukup sepi. Pengunjung yang datang pun hanya bisa dihitung jari.

Sementara Kairi sibuk mengecek tanggal kadaluarsa kemasan roti yang ingin dia beli, Adam mengeluarkan handphone dari sakunya. Ibu jarinya mulai bergerak-gerak mengoperasikan handphone.

Ketika Kairi berjalan dari satu rak ke rak lain, Adam terus mengikutinya tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari layar handphone. Karena tidak memperhatikan sekitar, tanpa sengaja dia menabrak Kairi yang tiba-tiba berhenti.

Kairi membalik badannya. Kepalanya menunduk menghadap lantai. Dia kemudian menyerahkan keranjang belanjaan kepada Adam.

"Uuh... Ada apa Kairi?" tanya Adam bingung sambil menerima keranjang belanjaan.

"B-Bisakah Anda berhenti mengikuti saya?" ucap Kairi terbata-bata.

"Huh? Kenapa?"

Kairi terdiam tak menjawab. Gadis itu mengunci bibir manisnya rapat-rapat.

Adam merendahkan kepalanya ke samping supaya bisa melihat wajah Kairi. Wajah pengawal pribadinya itu tampak merona merah. Mengetahui hal tersebut, anak laki-laki itu tambah kebingungan. Lalu, secara tak sengaja dia melihat rak yang berada di belakang Kairi dan berseru pelan.

"Ah! Kamu... Ingin beli pakaian dalam ya?"

Kairi menggeram pelan. Gadis itu kemudian mengangguk pelan.

"Oh, baiklah kalau begitu. Akan kutunggu kau di sini."

"A-Anu... Yang sebelumnya kekecilan jadi saya harus beli yang lebih besar, dan sepertinya uang yang saya bawa tidak cukup. K-Kalau boleh..."

"Kalau masalah uang gampang! Tapi, ada yang ingin aku tanyakan..."

"A-Apa?" tanya Kairi sambil mengangkat wajahnya, menghadap Adam.

"Sebagai seorang Next, apakah kamu tidak merasa kalau pertumbuhan tubuhmu lebih cepat daripada sebelumnya?"

"Mana saya tahu. Saya bukan ahli sains seperti Ayah."

Adam tertawa pelan. "Ah, benar juga sih. Lebih baik kalau aku tanyakan langsung pada Prof. Phi. Lagipula ukuran tubuh bukan masalah besar bukan?"

"S-Siapa bilang bukan masalah besar!?" Kairi meninggikan suaranya sedikit.

"Eh?"

"U-Ukuran dada yang terus membesar ini sebenarnya cukup mengganggu dalam pertarungan–apalagi ketika bermanuver di udara! Belum lagi gara-gara ukuran ini saya jadi sering diperhatikan banyak orang, terutama para cowok! K-Kalau bisa sih, saya lebih suka jika ukurannya kecil!"

Kairi mendengus dan membuang mukanya yang merona merah.

"Ah, maaf aku tidak tahu." Adam tertawa kering.

Kairi terdiam tak membalas.

(Ah, dia marah...)

Adam menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, berusaha mengatakan sesuatu untuk menghibur Kairi. Anak laki-laki itu kemudian memperhatikan dada gadis di depannya. Dia tidak begitu memperhatikan ukurannya dan dia juga tidak begitu paham masalah seperti ini—tentu saja, karena dia seorang laki-laki.

Tapi, tak dapat dipungkiri kalau ukurannya cukup besar.

Adam berusaha menelan ludahnya. Sebagai seorang laki-laki, wajar jika saat melihat dada perempuan pikirannya jadi menjalar "ke mana-mana"—tak peduli sekeras apapun dia berusaha untuk tidak berpikiran kotor.

"T-Tuh kan, benar!?" seru Kairi marah sambil memutar tubuhnya ke samping, menyembunyikan dadanya dari tatapan Adam yang semakin liar. Gadis itu menatap Adam tajam.

"B-Bukan begitu! T-Tapi..." Adam kebingungan hendak mengucapkan apa untuk menghibur Kairi. Lalu, dia pun berkata, "Kurasa, jika dibandingkan sebelumnya, ukuran dadamu sekarang... jadi lebih kecil."

Mendengarkan itu, Kairi secara spontan melayangkan pukulan uppercut menuju dagu Adam. Anak laki-laki itu pun terpental ke belakang. Dan sebelum Adam tumbang ke atas lantai, seorang gadis menangkap punggung Adam.

"Ups!" ucap gadis itu, "Hati-hati cowok cantik..."

"A-Ah, terima kasih," ucap Adam.

"K-Kamu...," ucap Kairi terkejut, "... Ellie!?"


Part 3

Ellie memiliki rambut pendek berwarna hitam dan dia memiliki mata berwarna jingga. Perawakannya bisa dibilang ideal untuk seorang gadis—tidak terlalu tinggi atau pendek dan memiliki tubuh yang langsing.

Dan dia seorang Constellar. **

"Kamu?" ucap Ellie, "Yang lebih sopan sedikit dong kalau memanggil! Begini-begini aku ini putri kerajaan, lho! Tapi karena kau sudah pernah membantuku, jadi kuberi kau keringanan ketika memanggilku."

Kairi menggeram pelan. "Mau apa kau kemari?"

"Aku ada janjian dengan Adam."

"J-Janjian!?" Kairi terkejut. Wajahnya yang manis tampak memerah.

Melihat reaksi Kairi, Ellie tersenyum usil. Gadis itu pun kembali berkata.

"Ya, 'janjian'. Kita sudah saling berhubungan beberapa minggu ini. Memangnya dia belum cerita?"

Kairi menggeram marah. Tangannya mengepal erat. Seluruh darah dalam tubuhnya seakan mendidih.

"Yak, cukup!" ucap Adam sambil menepuk tangannya sekali, "Jangan mengatakan sesuatu yang bisa membuat orang salah paham begitu dong, Ellie!"

Ellie tertawa terbahak-bahak.

"Maaf, maaf... Hanya saja, ekspresi pengawal pribadimu itu sangat menggemaskan. Dia benar-benar mirip dengan adikku yang manis. Aku jadi tak tahan untuk menggodanya."

"Hmph!" Kairi membuang wajahnya.

"Tapi, kamu cepat juga ya datangnya ke sini? Padahal baru sesaat yang lalu aku mengirimimu pesan."

"Yah, berkat kemampuan spesial-ku*** aku bisa kemari dengan cepat."

"Jadi, apa kau mendapatkan informasi yang kuminta?"

"Ah, soal cincin Andvaranaut ini?"

Ellie mengeluarkan sebuah cincin berwarna perak dari sakunya. Pada permukaan cincin itu, terdapat ukiran ular naga yang saling menyilang dan mengelilingi cincin.

Adam menemukan cincin tersebut beberapa minggu yang lalu. Selama menjadi 'pemilik' dari cincin itu, banyak sekali hal yang terjadi mulai dari 'nasib sial', pertemuaannya dengan Mercenary bernama Zero, hingga konflik dengan clan Cain.

Semua hal itu terjadi bukan tanpa alasan: cincin Andvaranaut memiliki sebuah kekuatan misterius. Adam pernah menyaksikan bagaimana kekuatan misterius itu muncul, akan tetapi, dia sama sekali tidak paham bagaimana mekanismenya. Pun, dia tidak tahu asal-usul dari cincin itu selain dari legenda yang pernah diceritakan oleh adik angkatnya, Mia.

Adam sendiri merasa bahwa cincin ini tidak berasal dari Bumi—dari dunianya. Oleh karena itu, dia meminta bantuan kepada Ellie yang seorang Constellar untuk mengumpulkan semua informasi yang bisa dia kumpulkan mengenai cincin perak itu.

"Ya, tak salah lagi, benda ini memang tidak berasal dari Bumi. Aku sudah memeriksa kandungan materi-materi yang menyusun benda ini. Materi penyusunnya mirip sekali dengan benda dari planetku berasal. Lebih tepatnya, mirip sekali dengan ArtS—kau tahu, benda yang memberiku kekuatan untuk berpindah tempat ini?"

Ellie mengangkat tangannya. Gadis itu memperlihatkan sarung tangan berwarna hitam yang dia pakai. Pada bagian permukaan punggung tangan, tertanam sebuah bola kristal. Bola itu memancarkan sinar berwarna jingga yang redup, terkesan unik dan misterius.

"Ah, kini aku tahu mengapa cincin itu memiliki kekuatan," ucap Adam.

"Begitulah. Hanya saja, kurasa mekanismenya agak berbeda dengan ArtS dan juga sedikit lebih... rumit."

"Rumit?"

"Entahlah, aku sendiri tidak begitu paham dengan mekanismenya. Jadi, aku tak bisa menjelaskan apapun untuk saat ini. Tapi kurasa kau harus lebih sering menggunakannya supaya bisa memahaminya. Kau tahu cara menggunakannya bukan?"

Ellie menyerahkan cincin itu kepada Adam.

"Umm... Soal itu, aku tidak tahu cara menggunakannya. Yang kutahu, cincin ini mengaktifkan kekuatannya dengan sendirinya—seakan-akan cincin ini hidup."

"Hidup?"

"Ya, cincin ini seperti hidup. Tak peduli dimanapun cincin ini berada, aku bisa merasakan sesuatu dari cincin ini, seperti suara-suara atau getaran-getaran lirih—seolah-olah cincin ini seperti sedang berbicara atau berusaha mengatakan sesuatu kepadaku."

Ellie menggumam pelan. "Aneh... Aku yakin aku tak menemukan tanda-tanda kehidupan dari cincin itu."

Adam dan Ellie terdiam. Keduanya menatap cincin Andavaranaut dengan serius.

"Yah, kurasa semua itu sudah cukup. Terima kasih Ellie," ucap Adam kemudian.

"Kau yakin? Aku bisa mencarikan informasi lebih lanjut jika kau mau."

"Tidak... Tidak usah, terima kasih." Adam mengibas-kibaskan tangan kirinya sementara tangan kanannya memasukan Andvaranaut ke dalam saku seragam, "Bukankah kamu sendiri masih punya masalah untuk diselesaikan? Aku tidak ingin merepotkanmu lebih jauh lagi."

Ellie tersenyum. "Baiklah kalau begitu."

"Oh, sebagai ucapan terima kasih, biar kuberitahu kau sesuatu: ada seorang Mercenary bernama Alexander Hiro di kota ini. Kurasa, dia telah membuat perjanjian dengan 'seseorang' untuk menangkap seorang gadis. Aku tidak berharap kalau gadis yang dia maksud adalah adikmu, tetapi tetaplah waspada."

"Ya, terima kasih untuk peringatannya. Kurasa aku akan mencari tahu si 'Alexander Hiro' ini sekarang. Dimana terakhir kali kau bertemu dengannya?"

"Dibagian timur kota Surabaya. Dekat dengan pantai dan satu-satunya taman yang kini telah tak terpakai. Kamu pasti akan menemukannya dengan mudah."

"Ok, terima kasih, Adam," ucap Ellie, tersenyum.

"Berhati-hatilah, Hiro itu sangat kuat. Kairi saja sampai kewalahan."

"Kau pikir aku ini siapa? Aku tidak selemah si dada besar itu."

"A-Apa!?" seru Kairi, "Huh! Lihat saja nanti, kau pasti bakalan dihajar habis-habisan oleh Kak Hiro!"

"Kairi!" seru Adam.

"H-Habisnya... Dia meremehkan Kak Hiro, sih!"

"Kakak?" tanya Ellie heran. Gadis itu memiringkan kepalanya.

"Ah, Hiro bukan kakak Kairi. Dia hanya pernah bersama dengan Hiro sewaktu di Verksted dan menganggapnya sebagai seniornya," terang Adam.

"Oh, begitu...," ucap Ellie, "Yah, kalau begitu aku pamit dulu Adam dan... dada besar."

"A-APA!?"

Ellie tiba-tiba lenyap dari pandangan Adam dan Kairi. Gadis itu telah berteleportasi ke tempat lain.


Part 4

Keluar dari supermarket, Kairi tampak cemberut. Dilihat dari sisi manapun, gadis manis itu tampak kesal. Dia menggeram pelan.

"Sudahlah, Ellie 'kan tadi hanya bercanda," ucap Adam berusaha untuk menghibur Kairi.

Kairi menoleh ke arah Adam, menatapnya tajam.

"Bagaimana Anda tahu kalau dia cuma bercanda!? Nada bicara dan cara memandangnya yang seperti merendahkan itu benar-benar terlihat serius!"

"U-Umm... Itu, mungkin karena dia seorang Constellar? Kau tahu, alien dan manusia pasti memiliki adat dan tradisi yang berbeda."

Kairi menggeram, tampak tak puas dengan jawaban Adam. Gadis itu membuang wajahnya dan menatap ke depan. Lalu, tiba-tiba dia berhenti melangkah.

"A-Ada apa Kairi?" tanya Adam.

"Itu...," Kairi menunjuk ke depan, "Nona Mia."

Adam menoleh.

Mia berdiri bersandarkan tembok tak jauh di depan mereka berdua. Nafasnya memburu dan dia mencengkram erat lengan kirinya yang berdarah.

"Mia, apa yang terjadi!?" tanya Adam sambil berlari mendekati Mia.

Kairi membuang plastik belanjaannya. Gadis itu segera menarik kedua tonfanya dan berlari mendekati Adam dan Mia. Dia menoleh ke kanan dan kiri, tampak bersiaga.

"Kau baik-baik saja? Dimana Lucas?" tanya Adam.

Mia mencengkram lengan Adam. Gadis berambut pirang itu menggerakan bibirnya secara perlahan dan berkata lirih.

"L-Lucas... dia... ada di dekat sini..."

"Huh?"

"Tuan Adam, awas!" seru Kairi. Dia bergerak ke belakang Adam dan mengayunkan tonfanya ke atas.

Sebuah suara hantaman antar logam yang melengking terdengar.

"Tembakan?" ucap Adam.

"Ya, saya hampir-hampir tak dapat mendengarkan suara tembakannya. Tak salah lagi, si penembak ini–"

Kairi menatap atap gedung tinggi yang berjarak seribu meter dari tempat mereka berada. Dengan matanya yang tajam, dia dapat melihat seorang laki-laki berdiri di sana, membawa sebuah senapan laras panjang.

"–Lucas!"


===========================

Writer's Note

*) Selengkapnya, baca: Prologue dalam Constellation #2 – Howling

**) Mengenai Constellar, baca: Constellation #1

***) Lebih lanjut mengenai kemampuan Ellie, baca: Chapter 2 dalam Constellation #1 - Prelude

===========================

Jika kamu suka dengan cerita ini, maka berilah vote atau masukkan dalam daftar bacaan. Pembaca yang baik selalu memberikan komentar, kritik dan saran. Don't be a silent reader.... ^^

Oh, dan juga jika berkenan like page kami di Facebook: Alternative-Constellation... ^^

https://www.facebook.com/pages/Alternative-Constellation/1533980633506581

Continue Reading

You'll Also Like

4.4M 304K 47
"gue gak akan nyari masalah, kalau bukan dia mulai duluan!"-S *** Apakah kalian percaya perpindahan jiwa? Ya, hal itu yang dialami oleh Safara! Safar...
1.9M 212K 74
Berawal dari ayahku yang memasukkan ku ke sekolah khusus yang mengajarkan murid nya untuk menjadi seorang agent. Mendapatkan misi pertamaku yang ter...
45.6K 7.4K 99
⚠️TERJEMAHAN GOOGLE 31 MARET 2022 JUDUL Jenderal, Inhibitor-mu Jatuh [Memakai Buku]\将军,你抑制剂掉了[穿书] PENULIS Xiao Chi Qing\笑迟情 Status 139 bab lengkap d...
11.9K 627 16
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO ‼️ Jangan salah lapak‼️ BXB‼️ BL‼️ ga s...