Resist Your Charms

By galaxywrites

4.8M 420K 57.2K

#3 in Teenfiction (24 Juni 2017) [SUDAH TERBIT] [SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS] Dia itu arogan, bossy, ketus... More

Prolog
Chapter 1 : Penawaran
Chapter 3 : Cinta Datang Karena Terbiasa?
Chapter 4 : Pelita Cup
Chapter 5 : Teleponan dan Kunjungan
Chapter 6 : Pertanda Baik
Chapter 7 : Nightmare
Chapter 8 : Nyusahin?
Chapter 9 : Cuma Asisten!
Chapter 10 : Romeo Jatuh Cinta?!
Chapter 11 : Badai
Chapter 12 : Tamu
Chapter 13 : Mau Apa?
Chapter 14 : A Shoulder to Cry on
Chapter 15 : Progress or Regress?
Chapter 16 : Lo?!
Chapter 17 : Dia Orangnya
Chapter 18 : Apa Masih Belum Ngerti Juga?
Chapter 19 : Saling Menyakiti
Chapter 20 : Secepat Itu
Chapter 21 : Confession
Chapter 22 : Yours
Chapter 23 : Apa Karena Rasa Sesal?
Chapter 24 : Serenade Coffe
Chapter 25 : Being His Girl
Chapter 26 : Bizzare Love Triangle
Chapter 27 : I Die a Little More
Chapter 28 : What Really Happened
Chapter 29 : Monsters
Chapter 30 : Conversations
Chapter 31 : The Accident
Help Me, Please?
Chapter 32 : Playing Victim
Chapter 33 : Cinderella
Chapter 34 : Permintaan
Chapter 35 : Let's Break Up!
Chapter 36 : The Jacket
Chapter 37 : Hypocrite
Chapter 38 : We Love Each Other, Aren't We?
Chapter 39 : Stay? (a)
Chapter 40 : Stay (b)
Chapter 41 : I Can't Resist Your Charms (END)
Thank You
Kabar Baik dan Kabar Buruk(?)
FAQ + Novel Gratis
Pengumuman Pemenang + Bocoran Cover
OPEN PRE ORDER
EXTRA PART (Spesial buat yang kangen Romeo Kinara)
Extra Part II

Chapter 2 : Bossy

136K 11.3K 815
By galaxywrites


Kelas yang tadinya cukup hening mendadak heboh ketika Bu Astrid, guru Bahasa Indonesia di kelasku memberikan tugas menyusun karya tulis ilmiah yang dikerjakan perkelompok. Tugas kelompok itu harusnya menyenangkan, namun karena Bu Astrid yang memilih sendiri anggota per kelompok itu, maka banyak anak-anak kelasku yang menentangnya. Apalagi Bu Astrid memutuskan bahwa satu kelompok hanya beranggotakan dua orang dan juga harus laki-laki dan perempuan. Hal ini mengundang protes keras.Seharusnya ini bukan disebut kerja kelompok, tapi kerja berpasangan.

"Bu, pokoknya Nia nggak mau kalau harus sama Ide." Suara manja Nia mendominasi ruangan kelas.

"Elah, siapa juga yang mau sama lo?" balas Ide sewot. Pasti harga dirinya sebagai laki-laki terasa terinjak mendengar penolakan langsung dari mulut Nia.

"Bu, aku juga nggak mau sama Marko!" sahut Talitha, cewek yang paling demen nonton drama Korea. Dia tentu nggak setuju harus dipasangkan sama Marko yang notabene-nya cowok yang paling suka nyinyirin anak-anak kelas kalau lagi bergosip tentang cowok-cowok dari negara ginseng tersebut.

Suasana kelas sekarang layaknya pasar, aku cuma diam karena namaku belum disebut oleh Bu Astrid, jadi aku belum tahu siapa pasanganku. Kalau boleh milih sih aku mau dipasangkan sama Fahmi, dia jago sastra, tidak terhitung sudah berapa kali dia memenangkan lomba berbau sastra seperti essay, puisi, cerita pendek. Kalau sekedar karya tulis mah gampang baginya. Selain Fahmi, aku juga bakalan senang hati bila dipasangkan dengan Reza, cowok pintar nan rajin yang sempat satu kelas denganku waktu kelas sepuluh dulu.

"Tenang dulu semuanya! Ibu belum selesai." Kata Bu Astrid dengan volume sedikit meninggi. Yang tadi sibuk protes mendadak diam.

"Selanjutnya... Calista Wijaya, kamu sama Ernaldi Dovan."

Terlihat Calista yang duduknya tepat di depanku hendak protes pada Bu Astrid karena mendengar namanya disandingkan dengan Ernaldi Dovan alias Dido, namun melihat Dido yang duduknya di meja seberangnya menoleh kepadanya, Calista mendadak diam. Yah, semua orangpun tahu kalau Dido punya tatapan mematikan.

Bu Astrid menandai sesuatu di buku absennya, lalu wanita yang umurnya sekitar empat puluh tahunan itu melanjutkan. "Kinara Alanza... hm, kamu sama Romeo Ananta."

Apalagi ini?!

"Bu, aku..."

Romeo memotong laju mulutku dengan deheman keras. Aku menoleh ke arahnya dan kudapati dia tengah menatapku dengan alis terangkat dan seringai di wajahnya. Seringainya itu seolah mengatakan bahwa aku tidak punya hak untuk protes. Kalau sudah begini bisa apa aku?

Aku mengembuskan nafas pasrah. Sama saja dengan kerja individu ini namanya. Aku yakin Romeo tidak akan turun tangan dengan tugas ini.

Bu Astrid terus dengan kegiatannya mengabsen nama-nama yang dipilihnya dalam satu kelompok. Aku sudah tidak minat lagi dengan semua ini. Pupus sudah harapanku untuk bisa berpasangan dengan Fahmi atau Reza.

Hingga Bu Astrid selesai, kelas kembali heboh akan aksi protes. Aku diam dan sok sibuk dengan buku catatanku. Kudengar Romeo berdecak kesal, aku menoleh ke arahnya dengan bingung.

"Lama banget sih istirahat!" omelnya padaku. Jam tanganku menunjukkan bahwa masih ada waktu sekitar lima menit lagi sebelum bel istirahat berbunyi.

"Gue laper banget, gila!" tambahnya pelan.

"Apaansih, kayak nggak dikasih makan dua tahun aja."

"Lo juga pake acara telat, harusnya nasi goreng lo udah masuk ke perut gue pagi tadi."

Gantian aku yang berdecak. Tak lama kemudian bel istirahat berteriak nyaring, Bu Astrid langsung meninggalkan kelas dan anak-anak kelasku kompak mendesah kecewa karena aksi protes mereka berujung sia-sia.

"Kin, kantin nggak?" tawar Calista sambil beranjak dari tempatnya duduk. Aku mengangguk namun tangan Romeo tiba-tiba mencekalku.

"Lo ke kantin duluan aja, Kinar ada urusan sama gue." ucap Romeo.

Aku terkejut, dan makin terkejut lagi ketika Calista mengangguk dan berjalan meninggalkanku.

Iya sih wajar saja kalau Calista langsung tunduk dengan perintah Romeo. Selain karena Romeo selalu bicara dengan nada ketus, sinis dan penuh otoriter, Romeo juga punya kekuasaan di sekolah. Bokapnya tak lain dan tak bukan adalah donatur terbesar di sekolah. Dari seluruh anak-anak SMA Pelita, mungkin cuma aku yang dulunya tidak tunduk sama sekali dengan cowok satu ini. Kalau sekarang mah, jangan ditanya, aku yang paling tak berdaya.

Aku menyentak tangannya yang masih menempel pada lenganku hingga terbebas. Lalu dengan gerakan cepat aku mengambil kotak makan tupperware di bawah laciku dan memberikannya pada Romeo.

"Makan nih, gue mau ke kantin."

"Lo disini aja, temenin gue makan." kata Romeo tanpa dosa.

"Gila, gue juga butuh makan, bukan lo aja. Emang lo mau gendong gue ke UKS kalau tiba-tiba gue pingsan karena kelaperan?" tanyaku retoris.

"Mau." Jawabnya singkat sambil membuka tutup tupperware di hadapannya. Dia mengulum senyum simpul ketika aroma nasi goreng menguar di udara.

Aku memandang Romeo tak habis pikir. Gila! Nih anak gila! Ya Tuhan, dosa apa yang pernah aku lakukan sampai bisa berurusan dengan devil berbentuk Romeo ini?!

"Nih!" Romeo menyodorkan kotak makan tersebut kepadaku, dia mengambil sendok dan menaruhnya di telapak tanganku. "Lo dulu yang makan!"

"Hah? Nggak mau ah."

"Kenapa? Lo kasih racun ya makanya nggak mau makan masakan sendiri?" tuduhnya sambil menyipitkan mata.

"Se'udzon aja. Kalaupun gue mau, harusnya gue kasih racun dari dulu, dibekal-bekal yang lo minta masakin sebelum-sebelumnya."

"So, lo makan ini dulu sekarang."

"Nggak ah, kalau gue makan nantinya lo kekurangan terus besok minta masakin lagi! kan gue sendiri yang repot."

"Repot ya bawain gue bekal tiap pagi?"

"Iyalah."

"Seneng banget bisa ngerepotin lo."

Kan apa kataku, Romeo ini otaknya memang sudah agak geser.

"Cepetan makan! Gue juga mau makan, laper nih."

Mendengar nada otoriternya, dengan berat hati aku menyuapkan nasi goreng buatanku sendiri ke dalam mulutku. Harus kuakui, masakanku memang rasanya tidak buruk-buruk amat, tapi tentu saja rasanya tidak bisa disamakan dengan nasi goreng Solaria.

Setelah dua sendok menyantapnya aku menggeser nasi goreng tersebut ke mejanya. Romeo tiba-tiba memanggil Wahyu, salah satu teman sekelasku yang kebetulan berada di kelas.

"Beliin gue aqua dua botol, ini ambil kembaliannya. Cepet!" kata Romeo penuh perintah. Wahyu mengambil uang tersebut, matanya berbinar melihat uang lima puluh ribu di tangannya. Romeo memang anak orang kaya, makanya dia dengan mudah bisa mengeluarkan uang sebanyak itu.

"Yakin udah? Nggak pingsan karena kelaperan nantinya?" tanya Romeo padaku.

Aku memberengut lalu mengangguk. Dua suap cukup untuk mengganjal perutku, lagian aku sebenarnya sedang tidak terlalu lapar.

Lalu Romeo mulai memakan nasi goreng itu dengan lahap. Sepertinya dia memang menikmati masakanku itu. Semoga saja besok dia tidak memintaku untuk membawakannya lagi dan dengan kurang ajarnya membangunkanku pagi buta.

"Besok bawain lagi, jangan telat dateng ke sekolah. Gue mau makan pagi-pagi!"

Yak, barusan kubilang. Aku bisa apa selain mengangguk pasrah.

Selang beberapa menit, Wahyu datang membawakan air mineral. Romeo mengulurkan sebotol untukku yang langsung aku minum.

"Lo tadi kenapa bisa telat? Gue tadi liat Kania udah dateng dari jam setengah tujuh." Ujar Romeo sambil menutup kotak makan yang isinya sudah habis tak bersisa. Dia mengambil air mineral dan meminumnya.

Gerakan minum yang terbilang biasa saja namun tampak berbeda jika Romeo yang melakukannya. Tangan kanannya memegang botol yang mengarah pada bibirnya, kepalanya sedikit mengadah. Lengannya yang tampak kokoh untuk ukuran remaja seusianya terlihat jelas sekarang, ditambah lagi jakunnya naik turun karena air mengalir lewat kerongkongannya. Romeo tampak... laki banget!

Gila, mana mungkin aku terpesona hanya karena gerakan minum seseorang! Pasti gara-gara sering bersama Romeo, otakku jadi ikut-ikutan bergeser.

"Lo nggak barengan Kania apa?" Tanyanya setelah menyisakan setengah dari isi botol itu sebelumnya.

"Enggak."

"Kenapa? Kalian satu rumah, kan?"

"Iyalah, Kania itu kan selalu dianter Mama." kataku santai. Namun detik berikutnya aku sadar bahwa aku sudah salah bicara.

"Dan lo selalu naik bus, gitu?"

Duh, kalau topik ini dilanjutkan maka akan bikin ribet sendiri.

"Hm. Oh ya Rom, sejauh ini menurut lo Kania itu orangnya kayak gimana?"

Dia memandangku datar, lalu mengangkat bahunya. "Kayak cewek pada umumnya."

"Cewek pada umumnya itu maksudnya gimana?"

"Dia lumayan cantik, kalau gue nge-chat duluan balesnya cepet nggak kayak lo. Orangnya nyambung dan satu lagi, dia... berani."

"Berani? Maksudnya berani? Dia berani ngelawan lo adu jotos atau dia nantangin lo main basket?" Tanyaku, dan detik berikutnya lagi-lagi aku sadar telah salah bicara.

Romeo memandangku dengan sorot yang tidak kumengerti. "Kayaknya definisi "berani" kita beda." Lalu dia tersenyum geli untuk beberapa saat. "Kalau ngelawan gue adu jotos atau nantangin gue main basket menurut gue bukan disebut berani, tapi nekat. Beraninya Kania ini maksudnya dia yang nggak segan mulai obrolan, mulai topik baru, dan... gombalin gue."

"GOMBALIN LO?!"

Astaga, aku terlalu kaget sampai tak sadar volume suaraku itu mencapai taraf dimana beberapa anak di kelas langsung menatap ke arahku sambil terheran-heran.

"Nggak usah lebay!" sungut Romeo.

"Gila! Demi apa dia gombalin lo?!"

Romeo mengangkat bahu sekenanya.

"Gombalin gimana, Rom?"

"Nggak usah kepo!"

Bibirku mengerucut. Kalau begini aku harus mencari tahu sendiri dari Kania. Sungguh aku tidak menyangka Kania bisa bertindak senorak itu. Di mata lo Romeo ini cowok macam apa sih, Kan? Yang bakal kesemsem dan berdebar kalau dapat kata-kata romantis? Enggak Kania! Romeo bukan jenis cowok seperti itu. Bahkan beberapa hari yang lalu aku melihat Romeo dengan sebuah surat cinta di tangannya. Katanya sih surat dari adik kelas yang sempat bertemu dengannya di kantin. Dia menyuruhku membacanya dengan suara pelan, isinya tak lebih dari ungkapan perasaan seorang cewek bernama Mareta yang berharap bisa menjadi Juliet-nya Romeo.

Aku masih ingat reaksi Romeo waktu itu, dia langsung memasang tampang tak habis pikir. "Cewek zaman sekarang memang suka ngayal-ngayal babu!" kata Romeo tak punya perasaan. Aku yang mendengarnya saja sakit hati, apalagi jika cewek bernama Mareta itu yang mendengarnya. Gantung diri kali dia.

"Lo tau kan minggu depan bakal ada Pelita Cup?" tanya Romeo.

"Lomba sepakbola antar kelas, ya kan?"

Setahuku Pelita Cup itu lomba sepakbola antar kelas yang diadakan saat awal ajaran baru dimulai. Tujuannya agar setiap kelas dapat menumbuhkan kekompakkan, kebersamaan dan keakraban. Kalau nggak salah sih, Pelita Cup bakal diadakan satu minggu penuh. Yang paling kusukai dari Pelita Cup ini yaitu selama satu minggu penuh pula KBM tidak berlangsung, absen pun tidak dijalankan, jadi bebas bolos sesuka hati. Asik banget, kan?

"Futsal bukan sepakbola," ralat Romeo.

Apa bedanya futsal dan sepakbola? Sama-sama main bola kaki juga.

"Gue bakal line Kania buat datang dan jadi supporter gue." sambung Romeo yang sukses membuatku berbinar.

"Wah, gue setuju banget! Pasti Kania bakalan jingkrak-jingkrak dan pamer line lo ke seluruh teman-temannya. Eh, jadi sekarang Kania sudah ada tempat sendiri di hati lo ya? Cieeee, ayo Rom semangat, cepetan jatuh cinta sama dia, jadi gue nggak perlu jadi asisten lo lagi!" kataku sambil menyunggingkan senyum lebar.

Romeo mendengus, "Lo juga harus datang, buat gue suruh-suruh." Senyumku seketika langsung pudar.

"Mau suruh apa? Bantuin lo nyetak gol?"

"Suruh ambil minum! Lap-in keringet gue! Teriak-teriak semangatin gue!"

Aku ternganga sebentar lalu geleng-geleng kepala, "Nggak mau gue!"

"Oh, nggak mau ya? Oke! Gue nggak jadi ngajak Kania dan jangan harap line dia gue bales hari ini!"

Dasar tukang paksa, tukang mengancam!

"Rom, kalau lo suruh-suruh gue, Kania bakalan heran. Dia nggak tau kalau gue ini... asisten lo." kataku.

"Oh mudah, bilang aja kalau setiap kelas bakalan ada asisten yang tugasnya disuruh-suruh oleh pemain."

Aku hendak protes namun Romeo mengangkat sebelah tangannya.

"Gue bos-nya disini."

Gila, kan?

***


Lirik multimedia, ada Kinar. Btw, Kinar versi rambut hitam ya^^.

Thanks for reading.

See ya!

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 196K 22
Keluarga harmonis, teman-teman selalu ada di sampingnya, paras cantik, bahkan otak yang terbilang cerdas. Semua dimiliki oleh Judy. Apa pun yang kam...
913K 49.9K 43
[2 PART PENTING DI PRIVATE] PRIVATE BISA DILIHAT JIKA MEM-FOLLOW AKUN INI. [DALAM PROSES EDITING & TETAP DI UPLOAD DI WATTPAD) *** Kehidupan Tere a...
1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.8M 272K 38
Disclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [1] : Taylor Hana Ander...