Resist Your Charms

By galaxywrites

4.8M 420K 57.2K

#3 in Teenfiction (24 Juni 2017) [SUDAH TERBIT] [SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS] Dia itu arogan, bossy, ketus... More

Prolog
Chapter 2 : Bossy
Chapter 3 : Cinta Datang Karena Terbiasa?
Chapter 4 : Pelita Cup
Chapter 5 : Teleponan dan Kunjungan
Chapter 6 : Pertanda Baik
Chapter 7 : Nightmare
Chapter 8 : Nyusahin?
Chapter 9 : Cuma Asisten!
Chapter 10 : Romeo Jatuh Cinta?!
Chapter 11 : Badai
Chapter 12 : Tamu
Chapter 13 : Mau Apa?
Chapter 14 : A Shoulder to Cry on
Chapter 15 : Progress or Regress?
Chapter 16 : Lo?!
Chapter 17 : Dia Orangnya
Chapter 18 : Apa Masih Belum Ngerti Juga?
Chapter 19 : Saling Menyakiti
Chapter 20 : Secepat Itu
Chapter 21 : Confession
Chapter 22 : Yours
Chapter 23 : Apa Karena Rasa Sesal?
Chapter 24 : Serenade Coffe
Chapter 25 : Being His Girl
Chapter 26 : Bizzare Love Triangle
Chapter 27 : I Die a Little More
Chapter 28 : What Really Happened
Chapter 29 : Monsters
Chapter 30 : Conversations
Chapter 31 : The Accident
Help Me, Please?
Chapter 32 : Playing Victim
Chapter 33 : Cinderella
Chapter 34 : Permintaan
Chapter 35 : Let's Break Up!
Chapter 36 : The Jacket
Chapter 37 : Hypocrite
Chapter 38 : We Love Each Other, Aren't We?
Chapter 39 : Stay? (a)
Chapter 40 : Stay (b)
Chapter 41 : I Can't Resist Your Charms (END)
Thank You
Kabar Baik dan Kabar Buruk(?)
FAQ + Novel Gratis
Pengumuman Pemenang + Bocoran Cover
OPEN PRE ORDER
EXTRA PART (Spesial buat yang kangen Romeo Kinara)
Extra Part II

Chapter 1 : Penawaran

195K 11.9K 358
By galaxywrites

"Berisik banget sih, ini udah bangun kok. Hm,...iya. Nggak bakal telat, tenang aja. Ini gue denger, nggak usah diulang-ulang mulu. Hm, iya." Tit!

Sebuah umpatan lolos dari bibirku setelah panggilan dari Romeo terputus. Aku melirik layar hape-ku. Jam empat lewat lima belas dan Romeo dengan lancangnya membangunkanku agar aku tidak kelupaan membuat bekal nasi goreng untuknya?!

Cowok gila! Bahkan adzan subuh pun belum berkumandang. Aku menggeram menahan amarah. Sifat Romeo yang bossy ini membuatku tidak bisa menahan diri untuk berteriak. Alhasil aku berteriak keras dengan bantal yang menutupi mukaku, dan sebisa mungkin kakiku menendang apapun yang bisa di jangkau, bantal dan selimut-selimut langsung berserakan di lantai.

Aku mengangkat tubuhku hingga terduduk. Demi Tuhan, aku ingin mencekik Romeo sekarang juga.
Perasaan kesal langsung mengerogotiku. Aku tak tahu siapa yang harus kusalahkan karena terciptanya ikatan bak majikan dan babu antara aku dan Romeo ini. Mungkinkah aku harus mengutuk diriku sendiri? Atau Romeo? atau Kania? Aku benar-benar tidak tahu.

Terjebak dengan kondisi begini dengan Romeo tentu ada alasannya. Dan alasannya benar-benar akan membuatku tampak seperti malaikat baik hati sekaligus berotak dungu. Aku rela jadi asisten pribadi garis miring babu Romeo karena Kania cinta mati sama Romeo. Hell yeah, Kania itu adikku.

Hari itu aku mendengar langsung dari mulut Kania bahwa dia terpesona pada salah satu murid kelas dua belas yang namanya Romeo. Rasanya aku terkena mini heart attack mendengar pengakuannya tersebut. Hari itu adalah hari-hari pertamanya dia menjejakkan kaki di SMA Pelita di tahun pertamanya sekolah disana, makanya dia bisa langsung jatuh hati pada Romeo. Berbeda diriku yang sudah kenal Romeo sejak dua tahun lebih karena memang kami satu angkatan, jadi aku tahu betul keburukkan Romeo itu.

Kukira Kania cuma main-main dengan pengakuannya, kukira perasaannya cuma sebatas rasa kagum karena harus kuakui Romeo punya tampang cakep dan dia punya segala ingridients yang bisa membuat dia diidolakan adik kelas yang masih unyu-unyu nya. Tapi ternyata dugaanku salah, Kania ternyata cinta mati sama Romeo. Dia bahkan mengirimi Romeo surat cinta yang diletakkannya secara sembunyi-sembunyi di loker cowok itu, menuangkan rasa cintanya lewat diary yang diam-diam kubaca saat dia mandi. Isi diary itu benar-benar gila.

Saat itu sifat protektifku muncul. Aku sangat menyayangi Kania, lebih dari apapun. Dan aku tahu betul sebrengsek apa Romeo itu. Kania bukan jenis cewek yang bisa dilirik oleh Romeo, bukan karena Kania punya tampang jelek, hanya saja Romeo itu yang terlalu unreachable. Oleh sebab itu, aku memperingatkan Kania agar berhenti dengan perasaan konyolnya ini. Tapi apa yang terjadi selanjutnya? Dia malah membentakku dan mendiamkanku selama lima hari.
Aku menelan ego-ku dengan meminta maaf duluan, namun tanpa kuduga dia mengajukan sebuah syarat jika aku ingin dia memaafkanku. Dia meminta bantuanku agar dia bisa lebih dekat dengan Romeo. Gila, kan? Tentu. Aku nyaris mati karena gila.

Entahlah karena diriku yang terlalu baik atau karena aku yang selalu menginginkan kebahagiaan Kania di atas segalanya, maka aku yang memang satu kelas dengan Romeo menemui cowok itu sambil menebalkan muka keesokkan harinya. Aku mengatakan to the point kepadanya bahwa ada adik kelas yang naksir dia dan ingin bisa lebih mengenalnya. Dan kau tahu apa reaksinya? Dia menjawab dengan sebelah alis terangkat; "lo kinara yang benci sama gue itu, kan? Kenapa sekarang repot-repot nyebar informasi nggak penting begini?" Dan aku langsung kagok, mati kutu, mati gaya, dan mati dalam artian sesungguhnya. Jantungku saat itu terasa berhenti dan kepalaku tiba-tiba berputar, lalu semuanya gelap. Aku pingsan di hadapan Romeo karena menahan malu. Benar-benar tak terlupakan.

Dan semuanya terjadi begitu saja ketika aku tiba-tiba berada di UKS. Aku tersadar dan menemukan Romeo juga berada disana. Aku menjelaskan semuanya tentang Kania dan statusnya yang merupakan adikku. Romeo seolah paham dan dia memberiku penawaran.

Flashback

"Jadi, kenapa lo pingsan padahal gue nggak ngapa-ngapain lo?" Pertanyaan Romeo sontak membuatku langsung terduduk. Aku bahkan menghiraukan kepalaku yang kembali berputar. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, aku menengok ke arah Romeo yang berdiri dengan tangan bersidekap di sebelah ranjang tepat tubuhku terbaring.

"Ah, itu, gue mendadak pusing. Belum sarapan pagi tadi." Tidak sepenuhnya berbohong karena aku memang tidak punya kebiasaan sarapan setiap pagi.

"Anak-anak kelas langsung ngeliatin gue pas lo tiba-tiba pingsan tadi. Gue yakin mereka nuduh gue yang macem-macem."

"Sori."

"Hm."

Hening. Aku sebenarnya ingin membahas tentang Kania, tapi aku takut disinisin lagi oleh cowok di sampingku ini.

"Kalo mau ngomong sesuatu, ngomong aja!" katanya tiba-tiba, terselip nada perintah di dalamnya.

"Gue serius pas bilang ada adik kelas yang naksir lo." ucapku pelan.

Romeo menatapku dengan kening berkerut samar, "Ada omongan yang lebih penting dari ini? Gue rasa itu bukan hal yang baru untuk gue denger."

Songong banget ya nggak sih?

"Tapi masalahnya dia nggak sekedar naksir, tapi cinta." Jawabku agak ragu. Bahkan aku sendiri belum mengerti definisi dari cinta itu sendiri.

"Oh ya? Siapa? Cantik nggak?" Pertanyaan Romeo membuat sebagian hatiku tersentil. Apa hal pertama yang dinilai semua cowok dari seorang cewek adalah fisiknya dan menjadikan hati sebagai urusan belakangan?

"Namanya Kania. Kania Aninda. Adik gue." kataku akhirnya.

Romeo memasang tampang terkejut, lalu tertawa sesaat, "Lo benci setengah mati sama gue tapi adik lo malah cinta sama gue?"

Aku meringis, itulah kenyataannya. Aku tidak bisa melupakan fakta bahwa aku sangat membenci Romeo. Membencinya karena suatu alasan yang kuat.

"Gue pengen lo bisa membuka hati ke Kania. Ya, minimal kalian bisa deket."

"Gimana cara gue bisa deket sama orang yang bahkan nggak gue kenal dan nggak gue suka?"

"Errr, gue mau lo kasih dia kesempatan. Kesempatan buat kalian ngenal diri masing-masing."

"Lo siapa gue sampe berhak ngatur-ngatur gue?"

Omongan Romeo begitu tepat sasaran. Aku siapa dia? Aku berdiri dari dudukku dan menghadapnya dengan ego yang berusaha kutelan.

"Gue Kinara Alanza, untuk pertama kalinya gue memohon kepada lo. Tolong, Rom. Kasih Kania kesempatan, dia layak bisa mengenal lo lebih jauh. Dia punya cinta yang besar buat lo." Cinta yang besar dan meminta untuk segera terbalaskan. Aku tahu sebesar apa rasa cintanya pada Romeo karena aku sudah membaca setiap goresan tinta di diary-nya.

Romeo memiringkan kepalanya, "Kinar memohon ke gue? Wow, gue tersanjung. Tapi lo tahu kan nggak ada yang gratis di dunia ini?"

Aku menatapnya penuh antispasi. Harusnya aku sadar bahwa Romeo bukan orang yang akan berbaik hati menolong orang lain tanpa ada imbalan. Percayalah, dia tidak sedermawan itu.

"Apa?" Tanyaku sedikit penasaran. Awas saja kalau dia meminta sesuatu yang macam-macam, yang melenceng dari norma-norma misalnya. Aku sudah siap dengan tinju yang kupastikan akan melayang di rahangnya yang sempurna itu.

"Lo jadi asisten pribadi gue, mau?"

"HAH?!"

"Iya jadi asisten, yang bebas gue suruh ini-itu."

"Lo gila, heh?!"

"Enggak, gue masih waras. Gue mau lo jadi asisten pribadi gue. Tenang aja, gue nggak bakal minta lo ngelakuin hal yang aneh-aneh. Gue nggak bakal nyuruh lo ngelakuin hal yang ngelanggar hukum ataupun norma-norma. Sebagai balasannya, gue mau kenalan dengan adik lo itu, gue bakal sebisa mungkin untuk mengenal dia dan ngasih dia kesempatan. Gimana?" Tawarnya dengan tampang santai. Aku cuma bisa ternganga.

"Kalo lo nggak mau sih nggak papa. Tapi jangan harap gue mau ngelirik adik lo itu." Tandasnya yang sukses membuat otakku berputar dengan kemungkinan terburuk yang harus kuhadapi. Kania akan sakit hati, dan aku tidak akan pernah tega melihatnya menderita.

"S-sampe kapan gue jadi asisten pribadi lo?"

"Sampe kita lulus? Hm, kurang dari satu tahun lagi, ya kan?"

"Lama banget!"

"Sampe gue ngerasin cinta ke adik lo itu?"

Aku mengerjap beberapa kali.

"Gue rasa itu nggak butuh waktu lama. Ngeliat tampang lo, harusnya adik lo lumayan cantik. Mungkin cuma butuh beberapa bulan. Mungkin."

Beberapa bulan? Satu, dua, tiga, empat, atau tujuh bulan? Harga diriku dipertaruhkan demi Kania bila aku setuju jadi asisten pribadi Romeo dengan waktu selama itu.

"Lo beneran mau ngasih Kania kesempatan, kan? Lo nggak akan nyakitin dia dengan perbuatan dan kata-kata kasar lo?"

"Nggak akan, tapi kalau tiba-tiba dia bosen suka sama gue atau nemuin cowok lain yang bikin dia berpaling, itu diluar kuasa gue. Di saat itu datang, lo boleh pergi."

"Intinya lo bakal ngasih Kania kesempatan kalau gue mau jadi asisten pribadi lo? Dan saat lo udah beneran cinta sama dia atau di saat Kania bosen sama lo, gue bisa bebas dari semua ini, kan?"

"Iya, bener banget. Mau nggak? Gue nggak maksa sih lo mau nerima tawaran ini atau enggak. Soalnya Kinara yang gue kenal harusnya punya ego dan harga diri yang tinggi."
Iya Rom! Harusnya harga diri gue nggak bisa nerima ini. Harusnya saat lo nawarin gue buat jadi asisten pribadi lo gue langsung tonjok muka lo sampe babak belur. Tapi nyatanya gue nggak punya pilihan!

"Kadang butuh pengorbanan buat kebahagiaan orang lain." ucapku pelan.

"Adik lo kayaknya berarti banget buat lo." katanya. "So, mau nggak? Gue butuh jawaban sekarang juga."

"Apa gue bisa pegang semua omongan lo tadi? Nggak nyakitin Kania dan ngasih dia kesempatan biar bisa bersama lo?"

Romeo mengangguk mantap, "I'm a gentleman, and I always mean what I say, Kin."

***

Aku menyapu pandanganku ke arah lahan parkir mobil sekolah. Mobil milik Romeo sudah nangkring di tempatnya. Aku melirik jam yang melingkar di tangan kiriku. Masih ada lima belas menit lagi sebelum bel masuk berteriak nyaring. Daripada aku langsung ke kelas dan diperintah seenak jidat oleh Romeo, mending aku cari tempat agar terhindar dari sosok menyebalkan itu.

Aku duduk di sebuah bangku panjang di depan ruang koperasi. Tempat duduk ini tidak menghadap ke kelasku, dengan begitu aku tidak perlu mewanti-wanti Romeo yang berada di lantai tiga bakal menemukanku tengah duduk santai sendirian disini.

Getaran hape di saku-ku membuatku tersentak. Satu line dari Romeo.

Romeo Ananta : Lo dmn? Telat? Kan gw udh bangunin subuh tadi!!

Mataku mendadak perih melihat dua tanda pentung di ujung kalimatnya. Aku segera mengetikkan balasan.

Kinara Alanza : Sori nih, ini msih di bus, td lama nunggu bus di halte.

Hah, bohong banget! Orang tadi pas satu langkah menjejakkan kaki di halte, bus langsung datang dan membawaku ke sekolah tanpa kendala.

Romeo Ananta : Cpt!! Gue laper, mau makan.

Dua tanda pentung lagi. Nih cowok memang suka membuat semuanya menjadi berlebihan.

Aku mendengus kesal. Harusnya aku memikirkan untuk menambahkan nasi goreng buatanku itu dengan racun, biar cowok ini langsung mati ketika memakannya sekaligus menjadikanku seorang kriminal yang harus mendekam di penjara. Aku mendesah, aku tidak mungkin sesadis itu.

Kinara Alanza : Udah ngucapin good morning ke Kania?

Ini sudah lebih dari dua minggu sejak penawaran antara aku dan Romeo itu. Itu tandanya sudah lebih dari dua minggu aku jadi asisten pribadi garis miring babunya Romeo, dan sudah lebih dari dua minggu pula Kania dan Romeo memulai hubungan mereka.

Mereka memulainya dengan sangat pelan. Di awali dengan senyum dari Kania yang Romeo sambut dengan senang hati, hingga bertukarnya informasi seperti id line dan nomor telepon. Aku bersumpah dapat melihat raut berbinar Kania saat Romeo tiba-tiba menghubunginya. Kania tidak tahu kalau di balik itu terkadang aku memaksa Romeo untuk menyapa Kania baik ketika mereka betatap muka atau lewat pesan.

Statusku yang menjadi babu-nya Romeo ini tidak diketahui oleh Kania. Biarlah Kania menganggap Romeo mau membuka hatinya tanpa paksaan dariku, aku cuma mengatakan pada Kania bahwa aku sudah berhasil meyakini Romeo agar mau membuka hatinya dengan tulus. Kania mempercayainya dengan mudah.

Untuk anak-anak kelasku, mereka tahu kalau ada sesuatu yang aneh antara aku dan Romeo. Aku yang tiba-tiba duduk sebangku dengannya padahal mereka tahu aku adalah cewek yang paling anti dengan Romeo dulu tentulah hal yang patut dipertanyakan. Mereka juga sadar kalau aku sering diperintah-perintah seenak jidat oleh Romeo. Mereka tak berkomentar karena takut akan tatapan membunuh dari Romeo. Palingan saat Romeo tidak ada, mereka baru menyerbuku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat kepalaku mendadak pusing.

Calista, salah satu teman dekatku di kelas adalah orang yang kuceritakan secara detail mengenai hubungan antara aku, Romeo dan Kania. Dia tahu segalanya dan bersimpati kepada pengorbananku ini. Yah, kata pengorbanan kurasa sangat pas untuk menggambarkan diriku yang rela menderita demi kesenangan hidup Kania. Semoga saja pengorbanan yang telah aku lakukan ini tidak berakhir sia-sia. Aku mau nantinya Romeo bisa mencintai Kania sebesar Kania mencintai Romeo. Aku hanya ingin melihat Kania bahagia karena dulu aku sempat menghancurkan kebahagiaan yang Kania milikki.

Aku mengecek hapeku, tidak ada balasan dari Romeo. Kalau boleh jujur, selain wajahnya yang ganteng, tidak ada yang bisa dikagumi dari sosok Romeo. Arogan, bossy, ketus, cuek, menyebalkan, sok ngatur, pemarah. Andai saja dia dianugerahi sedikit sikap manis atau keperdulian, mungkin di mataku dia tidak terlalu buruk.

Tak lama kemudian bel masuk berbunyi, aku mengembuskan nafas keras. Neraka hari ini akan segera dimulai.

***

Continue Reading

You'll Also Like

Some By rapsodiary

Teen Fiction

4.9M 223K 33
[TELAH TERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU] Menyatukan dua hati jelas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan ketika dua hati itu sudah saling me...
10.2M 99.1K 6
Insiden mencengangkan, berani, dan kurangajar yang dialami oleh Gatari dan Gilang pada suatu pagi di lorong sekolah mereka, menyatukan keduanya pada...
2.2M 169K 29
Disclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [5] : Kiera Flockheart ...
88.1K 10K 19
Another side-story from Kyungnis Series. About their first son. M. Rizky Kusuma Haqiqi (Kuki) Enjoy! (tapi gak janji bakal rutin update, okay. heheh...