Antipole

By nunizzy

2.1M 232K 31K

•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang presta... More

Prolog
2nd Pole
3rd Pole
4th Pole
5th Pole
6th Pole
7th Pole
8th Pole
9th Pole
10th Pole
11th Pole
12th Pole
13th Pole
14th Pole
15th Pole
16th Pole
17th Pole
18th Pole
19th Pole & QnA
20th Pole & Giveaway Time
21st Pole
22nd Pole
23rd Pole & Disclaimer
24th Pole
25th Pole
26th Pole
27th Pole
28th Pole
QnA
29th Pole
30th Pole
31st Pole
32nd Pole
33rd Pole
34th Pole
35th Pole
36th Pole & Promotion
37th Pole
38th Pole
Fun Facts
39th Pole
40th Pole
41st Pole
42nd Pole
43th Pole
44th Pole
45th Pole
46th Pole
47th Pole
48th Pole
49th Pole
50th Pole
51th Pole
52nd Pole & QnA#2
53th Pole
54th Pole
55th Pole
Sekilas Promo
QnA#2 (Part 1)
QnA#2 (Part 2)
56th Pole
57th Pole
58th Pole
Epilog
Pidato Kenegaraan Antipole

1st Pole

81.4K 6.2K 175
By nunizzy


1st POLE

~~||~~

Sudah setahun berlalu sejak Inara masuk ke sekolah ini. SMA Integral. SMA idamannya sejak zaman sekolah dasar. Sekolah itu dibangun atas bantuan pemerintah setelah hangus terbakar delapan tahun silam. Kini, sekolah itu berdiri dengan megahnya, ditunjang dengan fasilitas yang lebih dari memadai untuk sekolah menengah atas.

"Inara. Lo udah makan belum?" seorang laki-laki tanpa segan duduk di sebelah gadis kecil dan imut itu.

"Eh, lo, Gal. Belum. Ini tanggung banget catatannya. Gue males nyalin di rumah." kepala gadis itu menoleh ke papan tulis, lalu memindahkan apa yang dibacanya ke buku catatan. Tangannya tidak berhenti bergerak. Bahkan setelah dua menit mereka berdua diselimuti keheningan tanpa suara.

"Udah!" Inara melepaskan penanya kemudian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Gadis itu merasa bersyukur karena sejak tadi pagi rambut hitamnya ia kuncir kuda, sehingga ia tidak merasa gerah dan bisa fokus menyalin catatan.

"Lo rajin amat, ya." lelaki yang dipanggil Gala itu hanya memperhatikan buku catatan Inara yang warna-warni seperti buku anak TK.

Gadis itu lebih suka membaca buku yang penuh warna. Menarik, bikin semangat belajar, begitu katanya. Gala, sebagai teman dekatnya sejak zaman kanak-kanak hanya mengangguk maklum.

"Iya, dong. Inara. Lo tadi ada maksud apa ke sini?" tanya gadis itu tanpa merubah posisinya. Punggung dan lehernya terasa pegal sekali.

"Ngajak lo ke kantin. Ngomong-ngomong, Sabrina mana?" tanya Gala.

Tepat setelah Gala menyelesaikan kalimatnya, seorang perempuan dengan rambut coklat yang dijedai masuk ke dalam kelas.

"Baru ditinggal bentar aja udah kangen lo, Gal." perempuan itu duduk di depan Inara.

"Gue nanya doang, ah ilah." Gala menggerutu.

Sabrina tersenyum geli. Tiada hari tanpa gerutuan Gala.

"Berantem mulu. Udah yok, ke kantin." gadis kecil berkuncir kuda itu bangkit dari duduknya.

"Nggak berantem, Na. Cuma mewarnai hari aja. Biar nggak datar, gitu." Sabrina tertawa. Ia beranjak dari kursi dan mengikuti Inara yang sudah berjalan meninggalkan kelas.

"Mewarnai hari dengan ngusilin gue, ya, Sab?" Gala menyusul kedua sahabatnya itu.

"Soalnya lo seru kalo diusilin, Gal. Lagian kalo ngusilin Inara, gue juga nggak tega. Badannya udah kecil gitu." Sabrina cekikikan.

"Gue nggak kecil, ya! Tinggi gue pas di rata-rata. Berat badan juga nggak ringan-ringan amat. Imutlah jatohnya." Inara menepuk-nepuk dadanya, bangga pada diri sendiri.

"Imut ya kayak boneka di The Conjuring," timpal Gala. Tawa Sabrina meledak mendengar lawakan sahabat laki-lakinya itu.

"Ya, Gal. Makasih banyak," ucap Inara kemudian ikut tertawa.

"Nih ya, Sab. Gue bilangin. Lo kecil juga. Jadi kalian sesama makhluk kurcaci nggak usah saling meledek. Cukup gue aja yang ngeledek kalian." Gala menyisir rambutnya dengan tangan.

"Ew. Makasih, ya, Gal," kata Sabrina dengan senyum sok baik. "Eh iya, lo udah denger gosip terbaru tentang Inara belum?" ucap gadis itu begitu sesuatu pop-up di pikirannya.

"Gosip yang mana? Seinget gue gosip tentang Inara banyak banget. Doi kan hits Integral," ledek Gala sambil melirik Inara.

"Itu loh. Inara itu calon ketua bidang kedisiplinan dan upacara yang membawahi ekskul paskibra, pencinta alam, dan pramuka," ucap Sabrina tepat di saat mereka menginjakkan kaki di lantai kantin.

Mata lelaki itu hampir keluar dari tempatnya. "Wanjay. Sejak kapan cewek boncel ini ikut ekskul pramuka dan pencinta alam?"

Mata Inara menyipit. "Gue nggak boncel ya, Gal. Bilang aja lo iri nggak bisa jadi ketua bidang DisPara."

"Nggak juga sih. Gue lebih tertarik jadi ketua Baseball." Gala tersenyum. " Tapi gue yakin lo bisa, Na." Gala menepuk-nepuk pundak Inara.

"Jangan ditepuk-tepuk. Ntar gue makin boncel." ucapan Inara itu berhasil mengundang tawa Gala dan Sabrina.

# # #

"RAHAGI!"

Seruan Bu Aminah menggelegar di sepanjang koridor. Seluruh mata kini memperhatikan wanita paruh baya yang sedang menatap nyalang seorang lelaki yang berlari menuju parkiran, tidak menghiraukan seruan gurunya itu.

"Anak itu," gumam Bu Aminah geram. Setelah mengatur napas dan meredakan amarahnya yang sudah naik ke ubun-ubun, wanita itu kembali ke ruangannya.

Para siswa yang sebelumnya memperhatikan keduanya, kini berbisik-bisik membahas apa yang baru saja terjadi. Biasanya, lelaki itu memang selalu membuat masalah. Bolos dan merokok adalah salah satu perkara utamanya.

Namun, mereka tidak pernah melihat Bu Aminah semarah itu.

Sekolah sudah bubar sejak lima belas menit yang lalu, tetapi masih banyak siswa-siswi SMA Integral yang menunda waktu pulang. Entah itu untuk belajar kelompok, nongkrong di kantin, atau mengurus event yang akan tiba.

Akan tetapi, hal itu tidak berlaku untuk Inara. Gadis itu berjalan cepat menuju gerbang sekolah. Ia harus segera sampai di rumah karena harus bersiap-siap untuk menjemput kakak laki-lakinya di bandara.

Keberuntungan tidak berpihak pada Inara. Saat berbelok, seseorang menabrak tubuhnya dengan kencang dari belakang. Tubuh kecilnya terhuyung dan ambruk ke depan, dengan posisi yang nggak banget setelah sempat berputar beberapa kali.

"Uh, maaf!" lelaki yang menabraknya lanjut berlari tanpa menghiraukannya.

"Nggak bertanggung jawab banget!" omel Inara sambil menahan sakit di bagian pinggangnya.

Seorang laki-laki dan perempuan yang baru saja berbelok terkejut melihatnya.

"Ya ampun, Inara! Lo kenapa?" Sabrina langsung berlari kecil menghampirinya, kemudian berjongkok untuk memeriksa Inara.

"Ditabrak. Aduh, Sab, sakit banget pinggang gue. Nggak bisa berdiri," keluh Inara.

Gala yang sudah berdiri di sampingnya mengulurkan tangan untuk membantu Inara. "Ayo, Na."

Sabrina mengangkat tubuh Inara disaat yang bersamaan ketika gadis berkuncir kuda itu menyambut uluran tangan Gala. Lelaki itu langsung membopong tubuh Inara agar bisa berdiri.

"Ditabrak siapa, Na?" tanya Gala.

"Rahagi," jawab Inara singkat. Dirinya masih kesal lantaran lelaki itu tidak bertanggung jawab sedikit pun atas apa yang ia perbuat.

"Nggak ada habisnya buat masalah ya. Ngomong-ngomong, lo bisa jalan?" tanya Sabrina.

"Bisa, cuma agak sakit."

"Ntar olesin salep ya, Na." Gala membantunya untuk berjalan.

Ketiga sahabat itu berjalan menuju gerbang, tentunya dengan Inara yang tertatih-tatih.

"Larinya kenceng banget," cerita Inara. "Melebihi kecepatan cahaya kali, ya."

"Makanya makan yang banyak biar kuat. Plus-plusnya sih, biar nggak boncel," ucap Gala dengan nada jenaka.

"Apa-apa disangkutin ke boncel ya, Gal."

"Lo cukup mengakui keboncelan lo, Na," sambung Sabrina. "Eh, gue ada gosip baru!" seru Sabrina.

"Bosen gue denger gosip lo, Sab. Itu-itu mulu. Nggak update," canda Gala.

"Ih, lo punya naluri kecewekan juga ternyata, Gal."

"Agar bisa memahami cewek, Sab. Biar kayak cowok-cowok di Wattdap itu." Gala menaik-turunkan alisnya.

"Wattpad, Bego. Sok tahu sih."

"Biarin, yang penting ganteng."

"Oke, kita memasuki waktu di mana tingkat kepedean Gala udah meningkat," timpal Inara.

"Maklumi lah, Na. Baru puber." Sabrina tertawa.

Ketiga sahabat itu akhirnya sampai di gerbang sekolah.

"Lo udah di jemput, Na?" tanya Gala.

"Udah. Di tempat biasa, tuh!" Inara menunjuk tempat di mana mobil jemputannya biasa menunggu.

"Yok, gue bantu jalan ke sana. Sab, lo gimana?" Gala menoleh kepada Sabrina.

"Gue udah jemput. Dah, Gal. Dah, Inara. GWS, Cimit!" Sabrina melambaikan tangannya seraya berjalan ke arah yang berlawanan.

Setelah melewati acara perpisahan singkat, Gala membantu Inara berjalan menuju mobil.

"Kemaren gue denger kabar kalo Rahagi calon ketua Baseball." Gala tiba-tiba bersuara.

"Oh ya? Kok bisa? Dia kan brutal. Setahu gue, ketua ekskul atau bidang harus punya track record yang bagus minimal 70 persen."

"Tapi ketua Baseball yang lama maunya dia." Gala menaikkan bahunya sekilas.

"Mungkin ada maksud lain di balik itu. Nggak mungkin aja gitu. Lo tahu lah, OSIS SMA Integral ini tegas dan disiplinnya minta ampun."

"Iya juga sih. Jadi menurut lo, gue harus lanjut apa gimana?"

"Lanjut dong. Nggak gentle lo, kalah sebelum berperang."

~~||~~

30 Juni 2016.

Continue Reading

You'll Also Like

54.1K 5.7K 15
Edisi kedua dari Fakestagram. selamat membaca ><
Unsteady By Rose

Teen Fiction

2.1M 258K 49
Aku percaya, bahwa suatu hari nanti kita akan di pertemukan dalam keadaan yang jauh lebih baik lagi. *** Copyright 201...
581K 37.5K 45
Dhavi Drew Zega, kapten Team basket, pintar, dan berparas tampan, mempunyai teka-teki tentang sahabat di masalalunya, dan tentang perasaannya. Di per...
28.4K 3.4K 35
sunwoo salah sambung.