NARUTO BEING JEALOUS

By IRVINA

15.6K 1K 235

Uzumaki Naruto pemuda yang telah melepas masa remajanya dan beranjak ke posisi dewasa. Sifatnya yang tidak pe... More

Naruto Being Jealous

15.6K 1K 235
By IRVINA

OneShot

Pairing: NaruHina

Happy Reading
\ ^,^ /


Pemuda yang tidak bisa dikatakan muda. Uh.. dia sudah tua. Ups.. begitulah kenyataannya.

Orang tua duduk dikursi kebesarannya. Ack.. Narasinya aneh dengan kata 'orang tua'

Ralat.

CUT.

....

Lets Begin!

Pria dengan garis wajah yang tegas dan penuh aura kedewasaan duduk di bangku kebesarannya. Penyandang tahta Hokage ke tujuh.

Kehidupan yang dilewatinya menjadi bukti kewibawaannya ketika memimpin sebuah desa kebanggaan yang tercinta.

Tidak ada cengiran konyol yang terlihat.

Ya. Dia sekarang jauh berbeda dengan yang dulu.

Uzumaki Naruto

Telah berubah.

...

Naruto - Nanadaime-sama terlihat sibuk dimeja penuh dengan tumpukan lembaran kertas dan gulungan yang juga terbuat dari kertas.

Mengambil satu gulungan coklat dengan pita merah. Pita merah artinya ini gulungan penting yang langsung ditujukan padanya dari orang yang juga memiliki kedudukan setingkat dirinya.

Membuka pita merah. Meletakkannya asal. Perlahan membuka gulungan yang isinya surat "Permintaan Izin Khusus"

Baca dari atas, menyusuri dari kata demi kata. Dari tanda baca titik hingga koma bahkan tanda seru dan tanda petik pun tak terlewat. Membaca hingga akhir.

"Shikamaru?" Panggil Naruto.

"Ya.." balas Shikamaru seadaanya. Bahkan setelah menjawab singkat, dia menguap.

Sungguh tidak sopan sekali asisten Hokage satu ini.

Tapi Naruto cukup pengertian. Karna memang jam kerja mereka bisa di katakan 'overdosis'.

"Anak sulung itu artinya apa?" Tanya Naruto polos.

Shikamaru mengedipkan matanya sekali.

'Kuping ku tidak salah dengar kan?' Gumam Shikamaru.

Hening..

"Hei! Anak sulung itu artinya apa?" Naruto tidak sabaran.

'Kuping ku masih berfungsi baik ternyata' simpul Shikamaru.

Tapi..

"Kau bodoh sekali ya Naruto! Masa anak sulung aja tidak tau artinya.." Sai bersuara.

"Kurang ajar kau Sai!!" Naruto sewot.

Sai kembali fokus dengan kertas gulung ditangannya. Tak menghiraukan Naruto yang sudah terbakar.

"Tentu saja aku tau. Aku hanya ingin memastikan!" Bela Naruto untuk dirinya sendiri.

"Mendokusai~" respon Shikamaru.

"Anak sulung itu artinya anak pertama."akhirnya Shikamaru menjawab. Dari pada ribut cuma gara-gara "anak sulung".

Setelah mendengar jawaban Shikamaru, Naruto kembali fokus pada kertas gulungan di tangannya.

Membaca ulang kata demi kata.

"Kussoo!!!" Teriak Naruto sambil melempar kertas gulungan tadi kearah pintu masuk.

'Greb' gulungan tak berdosa ditangkap secara refleks oleh pemilik mata sharingan dan rinnegan yang baru saja memasuki ruang Hokage. Di belakangnya wanita berambut merah muda mengikuti.

"Apa dia mengajak berperang?" Kendali emosi Naruto pecah.

Wibawanya hilang.

"Apa yang terjadi?" Sakura angkat bicara. Jarang melihat sikap Naruto yang seperti genin dulu.

Wajah tertekuk. Bibir manyun. Mata melotot. Bergerak gelisah kiri dan kanan. Ah! Lewat kan ini, intinya Naruto badmood tiba-tiba dan tingkah konyolnya kembali. Kemana wibawa, aura tegas dan kedewasaan yang tadi berada diawal narasi?

"Perang?" Kiba yang baru muncul ikut nimbrung pembicaraan.

Sekarang di ruang Hokage tidak hanya ada si Hokage tapi satu persatu shinobi datang. Tidak semua, hanya perwakilan.

Ini jadwalnya Morning Meeting. Kegiatan rutin sebelum para shinobi beraktifitas. Melaporkan segala sesuatu sesuai dengan bidang dan tanggung jawab.

Shinobi perwakilan yang rata-rata dari angkatan Naruto.

Mendengar kata perang, membuat yang lain menjadi penasaran. Apa gerangan isi gulungan yang bersangkutan dengan kata "anak sulung" bisa menimbulkan perang.

Sasuke membuka ulang gulungan coklat yang hampir saja menimpuk wajah gagahnya. Gagah menurut Sakura dan Sarada.

Surat Izin Khusus

Yth. Hokage Konohagakure
Di- tempat

Perkenalkan nama saya Torine Abe, pemimpin desa goldygakure. Desa ku cukup kaya akan tambang emas dan berlian. Sangat berlimpah dan saya ingin membaginya dengan Konohagakure.

Dengan limpahan Harta itu, rasanya masih kurang jika aku tidak memilik seseorang untuk berbagi. Seorang pendamping hidup.

Dalam surat izin ini saya meminta izin langsung pada anda untuk memasuki wilayah kekuasaan Konoha.

Saya ingin bertemu langsung dengan Tuan Hyuga Hiashi dan meminang Putri sulung beliau. Saya dengar Putri Sulung keluarga Hyuga adalah perempuan yang anggun dan pengertian.

Sebagai sesama kaum adam. Anda pasti mengerti perasaan saya.

Dengan hormat,
Calon mitra dan keluarga baru Konoha

Torine Abe

Sasuke yang membuka gulungan. Tentu saja ia tak akan repot-repot mengeluarkan energi membaca gulungan itu. Jadi, yang membaca nyaring isi gulungan tadi dan bisa didengar semua adalah Lee yang tiba-tiba datang dan langsung nimbrung.

"Wah.. Bagus sekali. Ini kesempatan Konoha untuk bekerja sama dengan desa lain." Konohamaru mengeluarkan pendapatnya.

"Menguntungkan lagi.." timpal Sai cuek.

Yang belum mengerti manggut-manggut setuju.

"Kau gila! Dia bilang akan melamar Putri sulung Hyuga Hiashi!!!" Teriak Naruto jengkel.

Astaga, otaknya yang lemot aja mengerti. Masa orang-orang yang mengaku lebih pintar darinya tidak mengerti arah pembicaraan isi gulungan tadi.

"Sulung itu... Hm.. anak pertama Hyuga Hiashi..." gumam Konohamaru terdengar.

Ting - *ada lampu neon tiba-tiba muncul di kepala shibobi yang hari ini ketularan lemot.

"Hyuga Hinata" suara datar. Shino juga ada disana dan baru mengeluarkan suara.

"Bukan Hyuga!! Dia telah menjadi Uzumaki Hinata!" Naruto berteriak frustasi.

"Dan itu sudah terjadi sejak 13 tahun 4 Bulan 15 hari yang lalu!" Tambah Naruto.

Semua yang disana akhirnya mengerti.

Ini yang membuat Hokage mereka melepas topeng Hokage dan menjadi Naruto-dobe

"Oh~ kau cemburu Naruto?" Sakura mulai menggoda.

"Aku tidak cemburu! Aku marah Sakura-chan!" Jawab Naruto.

"Apa bedanya?" Balas Sakura.

"Te..tentu saja berbeda!" Naruto tergagap. Ara~ karna sebenarnya dia juga tidak tau bedanya.

"Jadi? Bagaimana dengan morning meeting nya?" Sasuke bersuara.

Tujuan awal mereka berkumpul.

Sebagai orang yang profesional. Naruto menyisihkan sebentar perasaan campur aduknya.

"Kita mulai pertemuannya" aura tegasnya kembali.

Satu persatu mereka melaporkan hal-hal yang perlu dilaporkan.

Ditutup dengan doa bersama semoga kegiatan mereka lancar hari ini.

"Shikamaru. Aku pergi dulu." Ucap Naruto asli.

Karna bunshinnya sudah duduk manis di kursi Hokage.

"Ya.." jawab Shikamaru.

Bekerja dengan Naruto cukup membuat Shikamaru memahami Naruto. Hanya hal-hal penting yang membuat Naruto asli meninggalkan meja Hokage pada bunshinya.

Shikamaru cukup jenius untuk tau tujuan Naruto. Pria itu perlu melihat istrinya dan memastikan dia tidak akan direbut siapa pun.

Naruto meninggalkan jubah Nanadaime-Hokage. Meloncat dari atap satu ke atap lain. Tujuannya adalah rumah yang penuh kehangatan miliknya dan milik Hinata-nya.

"Tadaima!" Ucap Naruto.

Hening. Tidak ada sautan. Hinata sedang tidak di rumah.

Tapi karna pikiran yang sudah tercemar. Naruto mencari lebih teliti kedalam rumah Uzumaki.

Dia jadi teringat penculikan Hinata oleh Toneri.

Naruto tidak bisa merasakan cakra Hinata.

Semakin membuat gelisah.

Padahal Hinata tadi sudah bilang akan pergi kemana saja hari ini. Dasar Naruto!

Teringat sesuatu. Naruto berlari keluar. Sepertinya dia sudah tau dimana Hinata berada.

Kampung anti cakra. Perumahan warga yang trauma dengan perang dunia ke-empat. Kampung dimana orang-orang yang masuk kedalamnya, harus menghilangkan cakra paling tidak menyembunyikannya.

"Nenek.. makan dulu ya.." suara Hinata yang meneduhkan hati terdengar indra pendengar Naruto.

Istrinya masih menggunakan celemek masak. Menyediakan makanan bagi para warga disana yang kebanyakan manula.

Naruto mengurungkan niat memeluk sang istri. Memilih bersembunyi dibalik bangunan rumah dan mengamati tingkah istrinya.

Senyumnya yang lembut. Ucapan yang ramah meneduhkan hati. Rambut indigonya yang pendek tertiup angin. Kulit putih yang tertimpa sinar Mentari.

Melihat itu semua membuat Naruto tersenyum sendiri. Bersyukurnya ia memiliki Hinata disisinya.

Senyum itu memudar. Diiringi wajah cemberut dan kerutan di dahi.

Pemandangannya berubah. Disana Hinata-nya masih tersenyum lembut. Tertawa renyah sambil berbincang dengan seseorang.

Pria dengan warna kulit putih. Baju putih dengan celana pendek sedengkul. Terlihat rapi dan mewah. Rambutnya berwarna abu-abu.

Hati Naruto semakin panas melihat pemandangan di depannya.

Ayolah. Dia tau wanitanya itu tipe ramah yang akan tersenyum pada siapa saja. Terlalu baik untuk tidak menghiraukan orang yang mengajaknya mengobrol.

Cukup.

Naruto sudah tidak tahan.

Dia bergerak keluar dari persembunyiannya.

Menarik tangan Hinata pelan. Menyenderkan tubuh mungil itu pada dada bidangnya. Tangannya merangkul pundak sang istri.

Hinata menolehkan kepalanya. Dia melihat sang suamilah pelaku tindakan tiba-tiba itu. Jika bukan dia, maka Hinata tidak akan ragu mengeluarkan jurus jyukennya.

"Yo!" Naruto mengangkat tangan satunya yang bebas dari pelukan posesif pada Hinata.

Menyapa pria didepan mereka yang membuat hati Naruto panas. Pandangannya mematikan, seperti berkata 'dia milikku'.

"Na..naruto-kun? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Hinata. Wajahnya sudah memerah. Naruto sekarang memeluk pinggangnya erat.

"Tentu saja mencari mu, Hime.." ucap Naruto agak dinyaringkan.

Hinata semakin memerah. Malu. Naruto memeluknya seperti ini dihadapan warga yang sedang menikmati masakannya.

Seperti siaran langsung telenovela romance.

"Siapa dia?" Tanya Naruto tidak ramah.

"Seorang wisatawan yang sedang berlibur... katanya dia jatuh Cinta dengan warga-warga Konoha yang ramah." Jelas Hinata dengan senyum.

"Jatuh Cinta?" Naruto tidak suka mendengar kata itu. Hinata-nya kan juga termasuk warga Konoha yang ramah tersebut.

"Hei. Perkenalkan, nama ku Tonire Abe." Akhirnya pria itu mengeluarkan suaranya.

"Apa? Toneri?" Naruto terkejut. Baru saja dia membaca nama laknat yang berniat merebut istrinya.

"Tonire.. bukan Toneri..." si pria membetulkan ucapan Hokage yang salah.

"Aku tidak peduli." Jawab Naruto ketus

Hinata menyerengitkan dahinya.

Ada apa dengan suaminya? Tumben berlaku tidak ramah pada warga.

"Naruto-kun? Ada apa?" Hinata memegang pipi tan dengan tiga goresan tanda lahir.

Belum sempat Naruto menjawab.

"Naruto? Kau Uzumaki Naruto?" Tonire memastikan Indra pendengarnya.

"Ya.." jawab Naruto datar.

"Hokage-sama! Maaf aku tidak tau jika kau adalah Hokage. Maaf atas ketidak sopanan ku." Lalu pria bernama Tonire menunduk hormat.

Tunggu dulu. Orang di depannya ini juga memiliki status sama tingginya dengan Hokage, kenapa dia dengan gampang menunduk hormat?

Naruto menjadi merasa bersalah. Dia bukan tipe orang kaya bangsawan yang angkuh rupanya.

"A..ah.. tidak masalah." Jawab Naruto canggung.

"Jadi.. apa kau sudah membaca surat dari ku?" Tanya Tonire penuh harap.

Ah! Naruto ingat. Dia sewot kan bukan karna status bangsawan kaya rayanya itu. Tapi karna pernyataan orang ini mau merebut istrinya.

"Aa..ano.. jika kalian ingin berbincang sebaiknya kita pindah kesana." Ucap Hinata menunjuk pohon rindang yang jauh dari keramaian orang. Karna hanya dia yang sadar dari tadi menjadi bahan tontonan. Lagi pula, pelukan Naruto yang semakin erat membuatnya ingin pingsan.

Mengikuti saran Hinata, dua pria itu pindah tempat untuk melanjutkan acara bincang-bincang. Hinata sendiri masih tinggal di tempat untuk mengurusi para warga.

"Apa yang kau lakukan disini?" Naruto bertanya ketus.

"Seingat ku aku belum mengizinkan mu memasuki wilayah konoha." Tambah Naruto.

"Ya.. oleh karna itu aku datang sebagai wisatawan. Bukan sebagai pimpinan desa." Jawab Tonire.

"Jadi.. apa jawaban dari surat ku?" Tanya Tonire masih santai.

"Tentu saja tidak! Selamanya tidak! Walaupun kau menukarnya dengan segunung emas dan berlian!!" Naruto berujar semakin tidak bersahabat.

"Wah.. kau tak perlu marah-marah seperti itu Hokage-sama." Ucap Tonire.

"Hm.. sebetulnya kurasa tidak jadi masalah lagi.. pertemuan dengan Hyuga Hiashi itu.. tujuan utama ku adalah mencari pendamping hidup. Dan.. warga biasanya.. sepertinya tidak masalah.." Tonire mengucapkan sambil melihat jauh. Melihat wanita anggun yang sangat ramah.

Naruto mengikuti arah mata Tonire. Dan disana Hinata-nya berada. Mendekat kearah mereka dengan senyum.

Naruto semakin geram.

"Hoi!" Panggil Naruto. Membuat Tonire kembali melihat ke arah Naruto.

"Pergi!" Ucap Naruto datar.

"Hm?" Tonire bingung.

"Pergi sekarang juga dan jangan pernah menginjakkan kaki mu di Konoha!!" Bentak Naruto marah.

Hinata yang sudah dekat dengan posisi mereka bisa mendengar bentakkan Naruto.

Tonire yang punya pengalaman kelam dengan pengusiran menjadi syok. Apa-apaan ini?

Air matanya akan jatuh. Sebagai pria, dia tidak ingin terlihat lemah, apalagi di depan wanita yang ditaksirnya.

Pergi dengan berlari.

"Naruto-kun?!" Hinata meminta penjelasan.

Suaminya bertingkah aneh.

"Hinata! Pulang!" Perintah Naruto.

"Tidak! Jelaskan pada ku, apa yang terjadi?" Hinata berujar tegas.

"Akan ku jelaskan dirumah." Jawab Naruto. Mencoba meraih tangan Hinata.

"Aku akan mengejarnya." Ucap Hinata. Naruto kaget.

Mengerti kalimatnya bisa membuat Naruto salah paham. Hinata kembali berujar.

"Dia memiliki trauma. Dia diusir dari desa asalnya karna memiliki rambut yang berbeda dengan mereka. Dianggap memiliki kekuatan terkutuk. Padahal ia hanya manusia biasa, bahkan tanpa cakra." Hinata menjelaskan tentang Tonire yang dia kenal.

Diam. Naruto tidak membalas ucapan Hinata.

Hinata merasa harus segera pergi menyusul Tonire. Menjelaskan, ini pasti hanya salah paham. Tidak mungkin suaminya kasar dan mengusir orang.

"Aku pergi.." Hinata meminta izin. Lalu berlalu dari hadapan Naruto.

Rasanya dia pernah merasakan sakit dihati seperti ini.

Sama seperti Hinata lebih memilih pergi bersama Toneri.

Hinata melihat Tonire duduk dibangku Taman. Terlihat bekas jejak air mata disana.

"A..ano.." tegur Hinata.

Tonire melihat siapa yang menegurnya. Hatinya senang, melihat dia berada disini.

"Hokage-sama tidak bermaksud mengusir mu seperti tadi." Hinata berucap menenangkan.

"Dia mengucapkan dengan sangat jelas." Ucap Tonire

"Ah.. itu pasti ada alasannya. Tapi aku yakin dia tidak bermaksud seperti itu." Hinata membela Naruto.

Hening.

"Hei.. tidak masalah bagi ku pergi dari desa ini. Tapi... mau kah kau ikut bersama ku?" Ucap Tonire.

Naruto yang mengamati dari jauh terlihat semakin geram. Padahal Hinata-nya tidak memeluk pria lain disana. Tidak berpegangan tangan. Intinya Hinata tidak bersentuhan dengan pria itu bahkan hanya untuk menepuk pundak menenangkan. Tidak sama sekali.

Hinata mencerna ucapan, lebih tepatnya permintaan Tonire.

Tersenyum. Bahkan tertawa geli. Hinata terkikik. Sepertinya dia paham dengan tingkah Naruto-kun nya. Dan Naruto sendiri melihat Hinata yang tersenyum bahagia itu, makin tidak kuat berada disana.

Tonire memasang wajah bingungnya.

"Maaf.." ujar Hinata berusaha menghentikan tawa kecilnya.

"Aku mencintai pria lain. Dan aku hidup bahagia bersamanya." Jawab Hinata tulus.

Tonire agak sedikit kaget dan sakit hati.

"Apa itu pria yang membentak ku tadi?" Tonire memastikan.

"Ya!" Jawab Hinata tanpa ragu.

Setelah merasa Tonire tidak akan putus asa dan membenci Konoha, Hinata berpisah dan melambaikan tangannya ramah.

Bertemu dengan Sakura dan mendapatkan lebih informasi mengenai tingkah Naruto.

Masuk kerumah miliknya dan milik Naruto-kun nya.

Hinata bisa tau Naruto berada di dalam kamar pribadi mereka.

'Ceklek' pintu terbuka.

Pria dewasa itu menggelung dirinya dalam selimut. Cakranya tidak teratur.

"Naruto-kun?" Sapa Hinata.

Naruto tidak menyahut.

"Tonire-kun...dia.." ucapan Hinata semakin membuat Naruto menenggelamkan tubuhnya dalam selimut. Dia benci mendengar mulut Hinata menyebut nama pria lain.

".. dia bisa mengerti dengan ucapan Naruto-kun dan tidak akan membenci Konoha. Dia juga akan tetap berkunjung ke Konoha." Ucap Hinata.

Hening.

"Dan.. kau kan tetap bertemu dengannya..." suara Naruto datar.

Hinata tidak bisa menahan tawanya.

"Hihihihi..." tawa Hinata membuat Naruto tersentak. Ini bukan hal lucu.

"Hinata!" Tegur Naruto. Sekarang dia keluar dari selimut.

"Maaf.." Hinata menghentikan tawanya.

"Kau.. cemburu?" Tanya Hinata.

"Tidak! Aku tidak cemburu!" Ucap Naruto mengelak.

Hinata beranjak dari sisi tempat tidur.

"Itu.. artinya Naruto-kun tidak mencintai ku... padahal aku sangat mencintai Naruto-kun." Ucap Hinata pura-pura ngambek. Berniat akan meninggalkan kamar mereka.

'Greb' memeluk Hinata dari belakang.

"Katakan sekali lagi.." Ucap Naruto lirih.

"Aku mencintai mu." Ucap Hinata.

"Sekali lagi..." pinta Naruto agak manja.

"Aku sangat mencintai mu, Anata." Ucap Hinata tulus.

Naruto membalikkan tubuh Hinata. Safir menatap lavender. Saling tukar pandang dan membaca pikiran.

"Jangan pernah membuat ku cemburu lagi..." ucap Naruto keren.

Hinata blushing.

Jarak antara mereka menipis.

'Ceklek' pintu kamar terbuka.

"Maaf mengganggu kegiatan kalian. Tapi perut ku sangat lapar Kaa-chan." Boruto mengintrupsi dengan wajah tanpa dosa.

Hinata mengambil jarak. Melepas pelukan Naruto dan bergegas keluar. Malu dengan tingkahnya yang tertangkap Boruto.

"Baiklah.. akan Kaa-chan masakkan makanan favorit mu." Ucap Hinata mencoba menutupi salah tingkahnya.

Boruto berbalik melihat ke arah sang ayah yang masih diam mematung.

Menampang wajah.. 'aku menang lagi- ayah!' Dengan cengiran meremehkan.

"Boruto!!" Naruto tersadar. Musuh nyatanya adalah Uzumaki Boruto, anak pertamanya itu selalu bisa menarik perhatian Hinata. Membuat Hinata lupa dengannya. Menjadi satu-satunya pria yang bisa membuat Hinata marah pada dirinya. Pria yang juga mendapatkan perlakuan spesial dari Hinata. Pria yang juga sangat dicintai oleh Hinata-nya.

-end-

OMAKE

Seminggu setelah peristiwa pembakaran sifat cemburu milik Nanadaime-sama.

Dia meja makan utama milik keluarga Uzumaki terhidang berbagai makanan lezat. Sepertinya akan ada tamu spesial yang akan datang.

"Permisih.."suara dari depan rumah keluarga Uzumaki.

Naruto sendiri yang membuka pintu dan mempersilahkan masuk.

"Selamat malam. Hokage-sama." Sapanya ramah.

"Selamat malam." Naruto berusaha ramah.

"Tonire-kun.. selamat datang." Sapa Hinata.

"Oh.. Hinata-san kau juga ada disini?" Tonire belum paham.

Acara makan malam. Naruto sendiri yang berinisiatif mengundang Tonire Abe. Bentuk permintaan maafnya.

Mereka duduk di posisi masing-masing.

Tonire milihat dua bangku yang masih kosong. Masih ada yang akan datang selain dia rupanya.

"Hei.. aku minta maaf.
Ucapan kasar ku waktu itu..." Naruto menggaruk belakang kepalanya. Canggung sekali.

"Tidak masalah. Hinata-san sudah menjelaskan semua pada ku." Ucap Tonire ramah.

"Uh.. baiklah. Terimakasih." Balas Naruto seadanya.

"Tadaima!!" Suara kecil terdengar.
"Tadaima!" Diikuti suara anak laki-laki. Boruto baru saja menjemput Himawari dari rumah Hyuga.

"Okaeri.." Hinata menyambut buah hati mereka dengan pelukan. Menyuruh mereka mencuci tangan lalu ikut bergabung di ruang makan.

...

"Kaa-chan? Kau seorang ibu??" Tonire syok ketika Himawari dan Boruto memperkenalkan diri dan memanggil Hinata 'Kaa-chan'

"Ya.. dan aku seorang 'Tou-chan'.." ucap Naruto agak sombong.

"Oh.. sekarang aku mengerti kenapa kau sampai marah seperi itu.." ujar Tonire lirih.

...

"Jadi? Bagimana dengan surat ku? Apa balasan mu, Hokage-sama?" Tanya Tonire. Masih punya harapan dari suratnya.

"Aku mengizinkan mu berkunjung ke Konoha sebagai wisatawan atau pun sebagai pemimpin desa." Jawab Naruto.

Senyum Tonire berkembang. "Jadi. Aku masih punya harapan melamar Putri sulung Hyuga Hiashi." Ucapnya polos.

Urat marah Naruto berkedut. Orang ini benar-benar cari masalah.

Hinata yang mengerti situasi mencoba menghentikan aura marah Naruto dan mengendalikan situasi.

"Ah.. sebaikknya aku memperkenalkan diri ulang..." ujar Hinata.

"Aku Uzumaki Hinata, istri dari Uzumaki Naruto. Memiliki dua anak, Boruto dan Himawari.."

"Dia Putri sulung Hyuga Hiashi, Hyuga Hinata sebelum menikah dengan ku...jadi jangan pernah berpikir melamar Putri sulung Hiashi-sama karena dia telah menjadi milik ku." Ucap Naruto melanjutkan dengan percaya diri.

Malam itu, semuanya menjadi jelas. Tonire Abe akhirnya benar-benar paham kemarahan yang muncul oleh pria didepannya ini.

Hatinya patah dua kali berturut. Tapi, niatnya tidak pudar. Dia tetap akan mencari pendamping hidup. Tentu saja seseorang yang belum menjadi milik siapa pun.

...

"Naruto-niisan! Aku dengar akhirnya kau menyetujui kerja sama dengan goldygakure." Konohamaru berjalan beriringan dengan Naruto yang baru saja pulang kerja.

"Hm.. ya.." jawab Naruto.

"Oh.. apa itu artinya..." ucapan Konohamaru terpotong.

"Aku menjelaskan padanya bahwa Putri sulung Hyuga Hiashi telah menjadi milikku. tapi, Hiashi-sama masih punya satu Putri lagi." Lanjut Naruto santai.

Sedikit ingin mengerjain muridnya.

"Oh.. Putri lain.. Hyuga... " Konohamaru berpikir.

"Hanabi!!!" Kaget.

"Hm.." Naruto bergumam cuek.

"Woa!! Jangan begitu donk Nii-san! Kau tau hati Hanabi itu susah sekali mendapatkannya... kami baru saja memulai..." protes Konohamaru.

Perjalanan pulang Nanadaime diisi dengan suara berisik Konohamaru yang protes.

- END -

Halloha!!!

Tiba-tiba mendapat inspirasi mendadak.. just write it down.. and share it..

Hahhaaha..

Harap dimaklumi jika ceritanya ndk jelas.. wkwk.

VOTE & COMMENT PLEASE..

ngga maksa.. ngarep banget Iya..

Hehhe..

Jaa nee~

28 Juni 2016
IRVINA

Continue Reading

You'll Also Like

182K 28.7K 52
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
913 125 8
Kisah seorang deandra gadis cantik nan pintar yang berhasil memikat hati bara Regatra seorang lelaki dingin, pembuly, dan salah satu penerus grup Reg...
754K 75.6K 53
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
885K 39.1K 97
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...