My Unplanned Husband

By Happiness_sugar

1.5M 36K 583

Takdir tak akan pernah ada yang tau kecuali sang maha kuasa. Ada yang bilang, batas antara cinta dan benci it... More

Welcome
Part 01
Part 02
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 07
Part 11
Part 12
Part 13
Part 16
Pengumuman
Part 17
Part 19
Part 20
Part 21
Part 24
Part 26
Part 27 Bab 2
Part 28
Welcome back
Kabar Bahagia!!!
VOTE COVER
Akhirnyaa

Part 23

29.1K 1.2K 47
By Happiness_sugar

Hai hai, maaf kalau kalian semua harus menunggu lama untuk part 23 (emang ada yang nunggu thor? haha mungkin ^^... abaikan--"). Oke sebelumnya saya mau mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada kalian semua yang telah bersedia menyempatkan untuk membaca apalagi yang sudah bersedia vote yang spesial lagi udah vote ditambah komentar, paket combo spesial.. sepertinya saya mulai gila. Oke intinya saya sangat sangat berterima kasih dan semoga kalian masih berbaik hati menyempatkan membaca kalau bisa juga vote kalau bisa lagi ditambah komentar. Baiklah, selamat membaca...

~***~

Ramiro POV

Aku duduk termenung memandangi lantai rumah sakit. Ambulance baru saja sampai dan para perawat membawa Nata pergi. Aku tak bisa melihatnya. Nata yang terbaring dengan wajah pucat dan bersimbah darah. Aku seperti kembali lagi ke 10 tahun yang lalu. Dimana satu-satunya orang yang sangat kuncintai meregang nyawa dihadapanku.

Aku menggenggam erat handphone Nata. Entah mengapa kemarin malam aku iseng membukanya. Password yang dia gunakan adalah tanggal lahirku. Ada banyak sekali fotoku didalamnya. Selain itu aku juga membaca beberapa memo yang dia simpan. Ada satu memo yang menarik perhatianku. Memo aneh. Sangat aneh. Berisi..

"Namamu Renata Agafia Rahandika. Papa, Mama dan Kakakmu sangat menyayangimu. Azka sangat mencintaimu. Ana adalah sahabat terbaikmu. Bagas, Geffie, Koko, Leo, Kiki, Misha, Arvita dan Maria.. mereka adalah teman sekaligus sahabatmu. Semuanya baik-baik saja. Kau Renata dan akan selalu menjadi Renata. Tenanglah.. semuanya akan baik-baik saja."

Aku membacanya berulang kali, namun tetap saja tak mengerti maksud dari memo ini. Selain memo aneh itu, masih terdapat banyak sekali memo lainnya. Tapi sayangnya, memo lain terkunci. Aku berusaha membukanya, namun aku segera mengurungkan niatku. Aku merasa sangat bersalah jika membuka privasi orang lain tanpa sepengatuahnnya.

Aku masuk kedalam sebuah ruangan yang penuh dengan warna putih. Ruangan dengan Nata yang terbujur kaku didalamnya. Selimut putih menutupi seluruh tubuhnya dan hanya menyisahkan kepalanya saja. Bibirnya membiru bahkan wajahnya sangat pucat. Seperti tak ada lagi darah yang mengalir didalamnya.

Sebuah mukjizat terjadi pada Nata. Saat aku tengah menggenggam tangannya dengan erat didalam mobil ambulance setelah ia dinyatakan meninggal. Tiba-tiba saja Nata terbatuk dan sedikit tersadar. Para perawat segera melakukan berbagai macam pertolongan yang aku sendiri tak kuketahui namanya. Setelah 5 menit Nata tersadar, dia kembali kehilangan kesadarannya namun tetap hidup. Aku bersyukur ribuan kali, Nata masih hidup.

Seperti inilah sekarang keadaannya. Terbaring dengan berbagai alat medis mengelilinginya. Jika tak ada suara denyut jantung dari monitor yang aku sendiri juga tak tau apa namanya, maka aku tak tau Nata masih hidup atau tidak.

Aku duduk disalah satu kursi yang berada dekat dengan ranjangnya. Mengamati wajah Nata dengan seksama. Banyak sekali luka pada tubuh Nata. Tapi beruntungnya, hanya luka pada kepalanya saja yang paling parah tapi masih dalam batas tak mengkhawatirkan. Tak ada patah tulang dan Nata hanya membutuhkan tranfusi darah saja. Nata kehilangan cukup banyak darah. Dokter saja sempat kaget dengan keadaan Nata yang baik-baik saja tanpa patah tulang atau luka dalam setelah mengalami kecelekaan yang tergolong parah seperti itu. Betul kata Mike, Nata wanita yang berbeda.

Pintu ruang rawat Nata terbuka menampilkan Bibi Indah bersama dengan suaminya Paman Ben. Bibi Indah adalah kakak dari Mama (Ibu Renata). Bibi Indah menghampiri ranjang Nata dan menatap Nata dengan mata berkaca-kaca. Paman Ben segera menyangga tubuh istrinya karena tiba-tiba saja Bibi Indah limbung. Aku menghampiri Bibi Indah dan mencium tangannya begitu pula pada Paman Ben.

"Ram, apa yang terjadi sebenarnya? Apa yang terjadi pada gadis kecilku?" Tanya Bibi Indah penuh kesedihan sambil menggenggam tangan Nata yang terbebas dari selang infus.

"Nata mengendarai mobil terlalu cepat dan menabrak pembatas jalan tadi malam saat aku sedang tertidur."

Aku terpaksa membohongi Bibi Indah, aku tak ingin beliau shock mengetahui jika Nata yang sudah dia anggap sebagai anak perempuannya itu baru saja mengalami penculikan. Aku memang sudah menghubungi Mama dan Papa, tapi mereka sedang berada di luar negeri dan tak bisa datang. Besok mereka akan datang. Sebagai gantinya aku menghubungi Bibi Indah.

Sudah hampir pukul 12 siang dan tak ada satupun tanda-tanda bahwa Nata akan tersadar dari tidurnya. Aku pun merasa jika tubuhku sangat lelah. Bibi Indah masih setia menggenggam tangan Nata sedangkan aku dan Paman Ben duduk di sofa sambil menonton TV. Walaupun sedari tadi aku memeperhatikan TV, pikiranku masih saja memikirkan keadaan Nata.

"Ramiro, kau tampak sangat lelah. Kau pasti belum makan bukan? Ayo ke kantin. Antar aku membeli makanan untuk Paman Ben sekaligus untukmu. Aku tak mau saat Nata sadar dia akan memarahiku karena telah menelantarkan suaminya." Ucap Bibi Indah dengan penuh kasih sayang. Aku tau kenapa Nata sangat mengidolakan Bibinya, karena Bibi Indah adalah sosok ibu penuh dengan kasih sayang yang selama ini Nata inginkan. Aku pun beranjak dari dudukku dan berjalan keluar meninggalkan Nata dalam pengawasan Paman Ben.

Saat baru saja aku sampai di kantin, aku lupa bahwa aku tak membawa dompetku yang berada pada saku jaketku. Segera saja aku kembali ke ruang rawat Nata dan meninggalkan Bibi Indah yang sedang menunggu pesanannya dibuat. Saat aku berjarak beberap meter tak jauh dari ruang rawat Nata, aku mendengar suara teriakan yang cukup kencang berasal dari dalam ruang rawat Nata. Segera saja aku berlari dan masuk kedalamnya.

Kulihat Nata sedang meronta-ronta dan Paman Ben mencoba menenangkannya. Aku segera masuk dan memeluk Nata mencoba untuk menenangkannya. Ku tekan tombol yang berada tepat disebelah ranjang Nata untuk memanggil para perawat. Nata masih saja meronta-ronta namun tiba-tiba saja dia kembali kehilangan kesadarannya. Dokter datang dan segera mengechek kondisi Nata.

"Tuan, keadaan Nyonya Renata baik-baik saja. Mungkin karena benturan pada kepalanya membuat Nyonya Renata mengingat beberapa kejadian atau mimpi buruk yang tidak diinginkannya dan tubuhnya merespon otaknya. Kemungkinan besar dengan perkembangan kesehatan Nyonya Renata yang cukup stabil, besok pagi Nyonya Renata akan segera sadar."

Kami bertiga kembali terdiam dan menunggu Nata tersadar. Jam sudah menujukkan pukul 10 malam, Paman Ben dan Bibi Indah memutuskan untuk pulang. Selain itu aku tak ingin menyusahkan Bibi Indah.

~Keesokan Harinya~

Aku baru saja keluar dari kamar mandi dan menyadari kehadiran beberapa orang yang tak diundang di dalam kamar rawat inap Nata.

"Damn it Mike, kenapa kau membawa musuhku kesini?"

"Aku yakin maksutmu bukan Arvita, Risa maksutku Ana.. dia menunggu didepan pintu rumah Arvita pagi-pagi buta saat dia tau jika istrimu menghilang bagai ditelan bumi."

Aku hanya bisa menghela nafas panjang mengetahui jika saat ini ada seseorang yang menatapku dengan tatapan membunuh. Jika saja hanya ada dia dan aku di ruangan ini, sudah dapat kupastikan jika Ana akan memukulku hingga tubuhku remuk.

Kami bertiga hanya berdiam diri tanpa ada niatan untuk memulai sebuah pembicaraan. Ana duduk sambil menggenggam tangan Nata. Sedangkan aku duduk diseberangnya dan dipisahkan oleh ranjang Nata, saat ini aku tak ingin berdekatan dengan Ana. Tatapannya saja sudah membuatku merinding apa lagi harus berada didekatnya. Sedangkan Arvita dan Mike sedang menonton TV. Selain itu ada kehadiran seseorang lagi di ruangan ini. Dokter Rina, dia sedang duduk disamping Ana sambil memainkan handphonenya.

Tangan Nata yang berada pada genggaman Ana bergerak. Dokter Rina pun mulai memusatkan perhatiannya pada Nata, begitu pula dengan semua orang yang berada di ruangan ini. Perlahan-lahan mata Nata terbuka dan agak menyipit saat menerima sinar matahari.

"Syukurlah kau sudah sadar. Apakah ada yang sakit?" Ucap Ana sambil menatap Nata dengan mata berbinar.

Tapi Nata sama sekali tak menggubrisnya. Nata hanya memandang semua orang yang ada di ruangan ini bergantian tanpa mengucapkan satu patah kata. Tepat saat matanya menangkap kehadiran Dokter Rina, Nata menyunggingkan senyumnya. Bukan senyum manis yang biasa dia lakukan, namun senyum yang lebih dikenal dengan seringaian yang menyeramkan yang membuat Dokter Rina terkejut. Saat Dokter Rina akan mengatakan sesuatu, pintu ruangan ini terbuka.

Papa dan Mama telah masuk sambil menatap Nata yang hanya diam tak berniat menyalami ataupun menyapa mereka. Nata terlihat sangat berbeda, biasanya dia akan selalu mencium tangan orang tuanya dan memasang tampang bahagianya lengkap dengan senyum manis. Tapi saat ini berbeda, Nata malah menatap kedua orang tuanya dengan sorot tajam dan tak ada sedikit pun senyuman diwajahnya.

"Kau memang anak pembawa sial, bisakah kau tak merepotkan semua orang hah?! Hiduplah dengan tenang. Kehadiranmu saja sudah tak diharapkan, jangan mengemis perhatian dengan cara seperti ini." Gertak Mama dengan nada sakartis. Semua orang di ruangan ini tentu saja terkejut dengan ucapan Mama namun berbeda dengan Nata, dia menyeringai dan memiringkan kepalanya menatap Mama dengan tatapan geli. Apakah Nata sudah gila? Bisa-bisanya dia menatap Mama seperti itu.

PLAKKKK

Tiba-tiba saja Mama menampar Nata dengan keras. Pipi kiri Nata tampak memerah namun Nata malah sedikit tertawa karena tamparan itu. Aku tak tau harus melakukan apa. Jujur saja Nata tampak menakutkan saat ini.

"Apa kau sudah gila?! Menyeringai dan menatapku seperti itu. Dokter, masukkan saja dia kedalam rumah sakit jiwa."

"Mama! Dia anakmu! Bisa-bisanya kau melakukan itu padanya." Papa tampak sudah tak bisa menahan emosinya. Papa menatap Mama dengan mata berapi-api sambil mengepalkan jari-jarinya menahan agar tak melayangkan tangannya.

"Ramiro, jaga Nata. Aku akan pulang, jika ada sesuatu hubungi aku."

Papa pun pergi menarik Mama yang masih saja menatap Nata dengan tatapan membunuh. Kami semua yang berada di ruangan ini bernafas lega setelah mereka pergi. Nata masih saja diam tak mengatakan apapun. Saat semua orang tengah bergulat dengan pikirannya, Ana tiba-tiba saja menjerit. Dia menunjuk lantai yang berada didekat ranjang Nata.

Genangan darah yang masih segar. Aku tak tau darah apa itu. Nata juga terlihat masih baik-baik saja hingga aku menyadari jika selimut yang menutupi sebagian tubuhnya mulai berubah warna menjadi merah. Kusingkap selimut yang menutupi tangan kirinya dan menemukan jika terdapat banyak darah disana. Nata tersenyum saat aku menyadari jika dia telah memotong urat nadi yang berada pada pergelangan tangan kirinya menggunakan pisau buah.

Aku segera menyobek sedikit selimut untuk mengikat luka agar darah yang keluar tak semakin banyak. Mike dan Dokter Rina pun telah pergi untuk mengambil peralatan medis sedangkan Arvita dan Ana menatap Nata dengan terkejut. Jelas saja mereka terkejut, menatap secara langsung orang melakukan aksi bunuh diri memang bukan suatu yang indah dan mengesankan namun lebih mengarah ke mengerikan. Rupanya Nata memotong pergelangan tangannya didalam selimut sehingga kami tak tau apa yang dia lakukan. Nata apa yang terjadi padanya, apa dia benar-benar gila. Dia tak menampilkan ekspresi sakit sedikitpun, bahkan terlukis senyum di wajahnya. Saat aku sedang berusaha untuk mengikat lukanya dia mendekatkan wajahnya ketelingaku.

"I will kill your wife."

~***~

Saya meminta maaf jika ada kesalahan ketik atau kesalahan penggunaan bahasa khususnya penggunaan bahasa inggris, karena saya belum mahir berbahasa inggris (Maklum orang jawa tulen). Jika ada yang ingin ditanyakan atau mau kasih saran silahkan mengirim pesan langsung kepada saya atau bisa berkomentar di part manapun sesuai dengan hati dan keinginan kalian.. sekian dan terima kasih.. 

Continue Reading

You'll Also Like

Agandra By ArzD

Fanfiction

6.1K 564 9
Sampai kapanpun tamu tidak bisa menjadi tuan rumah. Anggap saja begitu dalam memperlakukan hati. Agatha berperan sebagai tamu sementara tuan rumahnya...
935K 87K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
114K 8.1K 37
Our Series 2, cerita kedua dari trilogi Ours. Menenangkan. Itulah definisi dari teh tawar. Aromanya mampu membuat banyak orang menjadi lebih rileks...
3.1M 147K 31
Erlyna Puri Ramadhani Bagaimana aku bisa masuk dalam keadaan ini. Anisa pergi ketika hari pernikahannya akan berlangsung,dan hal yang membuatku terke...