Some

By rapsodiary

4.9M 223K 13.4K

[TELAH TERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU] Menyatukan dua hati jelas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ba... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3.
Chapter 4.
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
CAST
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30[End]
Rumah Abang Tampan

Chapter 17

102K 5.6K 221
By rapsodiary

ACARA SMA Bakti Siswa Cup yang akan diadakan kali ini mengusung tema Youth on the Move. Lomba yang diadakan juga tidak hanya dari segi olahraga tapi juga seni dan bahasa sampai sains. Tahun ini direncanakan akan menjadi acara cup SMA Bakti Siswa yang terbesar karena penutupannya akan bertepatan dengan hari ulang tahun sekolah. Para OSIS bahkan sampai membuka open recruitment volunteer bagi siswa yang bukan OSIS untuk menjadi panitia acara karena memang OSIS kekurangan tenaga.

Acara Cup ini akan berlangsung selama enam hari, dimulai dari hari Senin dan penutupan di hari Sabtu. Acara penutupan akan disambung dengan acara pensi dan bazar pada malam harinya. Semua siswa tampak sangat bersemangat menyambut acara ini. Tentu saja karena itu berarti tidak ada pelajaran berlangsung selama seminggu! Acara ini juga merupakan waktu bagi anak-anak kelas dua belas untuk bersenang-senang sebelum nantinya akan disibukkan dengan segala macam persiapan ujian.

Tara menatap formulir pendaftaran lomba cerpen yang tertempel di mading. Tara tertarik untuk mengikuti acara lomba cerpen, tapi Tara ragu apakah karyanya nanti akan layak diikutkan atau tidak. Pasalnya selama ini Tara hanya suka membuat cerita untuk dirinya sendiri. Belum pernah Tara memposting karya tulis buatannya di manapun termasuk sosial media. Maka Tara khawatir kalau tulisannya tidak layak dibaca orang lain, apalagi untuk diikutkan dalam acara lomba.

Pikiran Tara yang semula terfokus pada formulir tersebut buyar ketika hidungnya menangkap aroma khas seseorang bercampur cologne yang belakangan ini membayanginya. Yang diam-diam juga menjadi aroma yang Tara rindukan.

Iya, ini aromanya Alvan.

"Serius amat, Ra, lo mau ikutan lomba cerpen, ya?" tanya Alvan yang entah sudah sejak kapan berdiri di belakang Tara, ikut melirik ke kertas formulir yang sejak tadi dipandangi Tara dengan cara melongokan kepalanya lewat bahu Tara.

Tara terperanjat, tidak siap dengan jarak Alvan yang terlalu dekat dengannya.Karena kaget, Tara justru oleng ke belakang dan menubruk tubuh bagian depan Alvan membuat Alvan dengan sigap memegangi bahunya.

"Ih, Van! Jangan ngagetin gitu, dong!" seru Tara ketus sambil menegakkan tubuh membuat pegangan Alvan terlepas. Kali ini Tara bersikap ketus bukan karena sedang dalam keadaan badmood melainkan karena salah tingkah.

Alvan tertawa melihat tingkah Tara, namun sepertinya Alvan tidak terlalu peka untuk memahami bahwa Tara bertingkah seperti itu karena salting. Ya, namanya juga cowok.

"Hehehe, sori, abis lo serius amat sih ampe gak sadar daritadi gue panggil," kata Alvan sambil memamerkan senyumannya yang selalu berhasil membuat kaum hawa diabetes seketika. Manis banget!

Kuatkan Tara, Tuhan.

"Emang lo ngapain manggil-manggil gue?" tanya Tara untuk mengalihkan perhatiannya dari senyuman Alvan barusan.

Oke, sekarang gantian Alvan yang salah tingkah. Alvan menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. "Eh itu, Bu Siti yang jual minuman di kantin sekarang dagang gado-gado lho, Ra," kata Alvan.

Tara menatap Alvan bingung. "Terus?"

Alvan menggaruk sekali lagi kepalanya, matanya berputar mencoba mencari alasan. Ah, bodo amat dah, ngapain juga ngeles orang gue emang mau modus beneran kok. "Terus gue mau ngajak lo makan gado-gado di kantin, mau gak?" tanya Alvan terus terang.

Alvan tidak mau jadi cowok pengecut. Dia akan menunjukkan pada Tara kalau dia memang menyukainya.

Tara lantas tersenyum. "Yah, sayangnya gue gak suka gado-gado, Van," kata Tara membuat seketika wajah Alvan yang cerah berubah sendu.

Tapi Alvan tidak habis akal. Kan ada istilah 'tidak ada rotan akarpun jadi'. Kalau plan A gagal masih ada plan B sampai Z yang tersedia.

"Yaudah lo sukanya apa dong? Ayok deh yang penting makan sama gue!"

"Kalo gue gak laper?"

Alvan terdiam. "Mmm, ya lo nemenin gue aja, Ra," pinta Alvan masih dengan nada berharap.

Tara menahan senyum jahilnya keluar dan berpura-pura serius. "Kalo gue gak mau?"

Bahu Alvan sepenuhnya melorot lesu. Ini sih namanya ditolak sebelum berjuang.

"Yah, yaudah deh," kata Alvan lemas.

Tara akhirnya tertawa lebar. "Yah gitu doang masa usahanya!" ledek Tara membuat Alvan mengernyit menatapnya. Sedetik kemudian Alvan baru ngeh kalau dirinya sedang dikerjai oleh gadis di depannya ini.

"Wah sialan lo, Ra, ngerjain gue ya lo?"

Tara memeletkan lidahnya dengan wajah menggemaskan, "lagian lo sih, ngajak ke kantin aja pake basa-basi busuk segala! Gak gentle woo!"

Alvan memasang wajah pura-pura tersinggung sambil bersedekap. "Apa lo bilang? Gak gentle?"

Tara menghentikan tawanya. Dia menatap wajah Alvan yang kini sedang memamerkan ekspresi tersinggung. "Eh, gue bercanda Van," kata Tara tidak enak. Masalahnya Alvan ini orangnya selalu ceria setiap saat, Tara tidak menyangka Alvan akan tersinggung dengan candaannya barusan.

Alvan memamerkan senyuman miring. Alvan lalu maju mendekati Tara, memojokkan gadis itu di tembok mading.

Tara menahan nafas. Dia terhimpit antara tembok dan Alvan. Cara satu-satunya kabur adalah dengan lewat kaki Alvan. Tapi akan sangat awkward kalau Tara melakukannya.

Alvan rasanya tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Tara yang kini dihiasi semburat merah muda. Diam-diam Alvan berharap semburat itu muncul karena dirinya dan hanya karena dirinya.

Alvan memilih meletakkan telapak tangannya di puncak kepala Tara sambil berucap, "gue tunjukin seberapa gak gentlenya gue." Lalu Alvan menarik tangan Tara dan menggenggamnya sambil berjalan menuju kantin.

Kasak-kusuk begitu ramai ketika Alvan melintasi koridor dengan tangannya yang masih menggenggam tangan Tara.

Tara sendiri kini sudah seperti orang yang tidak memiliki nyawa. Seolah yang tengah digandeng Alvan kini hanya tubuhnya saja.

Nyawanya sedang sibuk menari-nari di angkasa saking senangnya. Dasar cewek!

"Van, anjir ngapain sih ini gandeng-gandeng, malu tau!" protes Tara saat nyawanya sudah kembali. Ah ya, sebenarnya Tara juga tidak sepenuhnya protes sih. Lagi-lagi itu hanya kamuflasenya saja untuk menutupi salah tingkahnya.

Percuma juga Tara protes, karena saat ini mereka bahkan sudah sampai di kantin.

"Malu sih malu ya, Ra, tapi betah nih kayaknya gak mau lepas," ledek Alvan sambil menggoyang-goyang tangannya yang menggenggam tangan Tara. Iya, pasalnya tangan Tara juga masih mengenggam balik tangan Alvan, padahal tadi dia yang protes. Dasar perempuan. Lain di hati, lain di mulut.

Tara refleks melepaskan genggamannya. Pasti pipinya sudah semerah pantat monyet--eh, tomat maksudnya. "Apaansih!" sungutnya sambil duduk di kursi terdekat.

Alvan terbahak. Gemas sekali melihat sikap Tara yang berubah jadi jutek setiap salah tingkah. Eh, jadi sekarang Alvan sudah peka kalau Tara salting.

"Gue mau mesen gado-gado nih, Ra, lo mau apa?" tanya Alvan setelah puas menggoda Tara.

"Samain aja," jawab Tara.

Alvan mengernyit. "Katanya lo gak suka gado-gado?" tanya Alvan bingung.

Tara memutar matanya. Alvan ini kadang lemot juga. Untung ganteng. "Ih kan tadi bercanda doang mau ngerjain lo!"

"Oh gitu, yaudah kalo gitu gue pesen dulu ya!"

"Oke!" Sahut Tara sambil mengacungkan jempolnya. Melihat itu Alvan tersenyum sambil berjalan ke kios gado-gado untuk memesan dua porsi gado-gado untuknya dan Tara.

Sambil menunggu pesanannya dibuat, Alvan sesekali melirik ke arah meja dimana Tara sedang menunggu sambil memainkan ponselnya. Alvan tidak bisa tidak tersenyum.

Meskipun mereka belum jadian, bahkan Alvan belum menyatakan secara langsung bagaimana perasaannya pada Tara, Alvan menikmati progres hubungan mereka saat ini. Mungkin bisa dibilang hubungan mereka saat ini ada di tingkat 'more than friend, less than lover'. Intinya, Alvan tidak ingin terburu-buru untuk menembak Tara, namun tidak juga ingin kehilangan kesempatan itu dengan terlalu lama menundanya. Alvan sudah memiliki pengalaman dengan mantan-mantan terdahulunya, bagaimana akibat dari proses pdkt yang terlalu lama ataupun yang terlalu sebentar. Kali ini Alvan ingin bermain hati-hati.

Karena menurut Alvan, menemukan Tara adalah sebuah kebetulan terbaiknya yang tidak mungkin terjadi dua kali. Karena sangat jarang menemukan orang yang sepenuhnya bertolak belakang dengan kita namun hal-hal yang bertolak belakang itu justru layaknya magnet yang saling tarik-menarik.

Pikiran Alvan tentang Tara buyar saat ia merasakan tepukan di bahunya. Ketika Alvan menoleh untuk melihat siapa pelakunya, ia mendapati para teman dekatnya--minus Fadhil--sedang memasang cengiran jahil.

"Caelah, diem-diem aja yang lagi kasmaran! Makan berduaan doang ye sekarang gak inget kita-kita!" ledek Nino sambil memainkan alisnya.

"Tau nih mas Alvan, mentang-mentang ada cewek eh kawannya dilupain!" Sambung Putra.

"Iya toh, giliran galau cerita ke kita giliran seneng lupa sama kita. Dasar temen jaman sekarang lo, Van!" kini giliran Haryo yang ikut meledek Alvan.

Alvan terkekeh, mulut teman-temannya ini memang sudah sama rempongnya seperti mulut ibu-ibu komplek. "Bacot ah!" katanya sambil melongok ke arah Bu Siti yang sedang menyajikan gado-gado pesanan Alvan ke piring plastik.

Putra, Nino dan Haryo saling sikut ketika melihat Alvan membawa dua piring tersebut di tangannya.

"Yah yah, mulai dah jadi bucin!" Ledek Nino.

Haryo mengernyit di sampingnya, "hah? Bu...bu apa? Bucin?"

Putra terbahak sambil menggeplak ringan kepala Nino. "Anjir si Nino, si Alvan dikatain bucin!"

Alvan yang sedang menjadi bahan ledekan hanya bisa misuh-misuh namun sambil tertawa juga. "Udah ah pada bacot kalian, minggir-minggir!" Usir Alvan kepada ketiga temannya karena menghalangi jalannya untuk keluar dari kios.

"Silahkan yang mulia!" ucap Nino sambil membungkuk hormat dan bergeser memberi jalan agar Alvan bisa lewat. "Yang mulia bucin!"

"Sialan lo!" kata Alvan sambil berlalu menuju mejanya dan Tara meninggalkan teman-temannya yang masih asyik menjaikannya bahan ledekan.

Haryo memegangi bahu Nino, "seriusan No, bucin tuh apaan?"

Nino mendengus, "bucin, budak cinta! Seriusan deh Yo, lo kagak pernah liat youtube apa?"

***

Tara sedang membasuh tangannya di wastafel yang ada di toilet perempuan saat tiba-tiba seseorang memutar kunci toilet yang menyebabkan bunyi klek terdengar.

Tara mendongak untuk melihat dan mengernyit saat mendapati sosok yang tidak asing baginya tengah berdiri di depan pintu toilet yang sudah dikunci.

Alea.

Alea menghampiri Tara sambil memasukan kunci tersebut ke saku seragamnya dan tersenyum.

Tara menduga pasti kedatangan Alea sekarang ada hubungannya dengaj kejadian di koridor menuju kantin tadi. Pasti Alea melihatnya dan Alvan yang tadi bergandengan tangan ke kantin dan makan berduaan disana. Atau kalau sekalipun Alea tidak melihatnya,sudah pasti kabar itu tetap akan sampai ke telinganya melalui gosip-gosip. Iya tentu saja, mengingat seberapa eksisnya seorang Alvan di sekolah, pemandangan tadi pasti langsung jadi bahan gosip terhangat.

Tara menatap Alea, menunggu. Iya, Tara menunggu apa yang akan Alea lakukan padanya. Apakah hidup Tara akan berlangsung seperti di ftv-ftv saat ini? Dimana dia akan dilabrak karena dekat dengan seorang cowok.

Tapi sepertinya ekspetasi Tara harus dipatahkan, Alea sama sekali tidak menunjukkan gelagat akan melabraknya. Bahkan Alea masih setia memasang senyuman sampai dirinya berhadap-hadapan dnegan Tara.

"Hai, Tara, ya?" sapa Alea manis.

Tara mengangguk, "iya, ada apa ya?"

Alea mengulurkan tangannya, "Alea," katanya ramah.

Tara menerima uluran tangan Alea dan mengangguk. "Lo kesini nyari gue? Ada apa?" tanya Tara to the point. Tentu saja Alea mencarinya, melihat bagaimana Alea sampai mengunci pintu kamar mandi agar mereka hanya berdua saja di dalam sana, sudah pasti Alea membutuhkan privasi untuk bicara empat mata dengan Tara.

Alea terkekeh, sepertinya Tara sudah menduga ini sebelumnya.

"Iya, hmm gini, gue gak mau basa-basi ya Tar, gue mau bahas soal Alvan."

Tara menghela nafas. Sudah ia duga.

"Iya, kenapa sama Alvan?"

Alea mengusap lengannya kikuk. Dia tidak tau harus memulai darimana.

"Lo tau kan Tar, kalau belakangan ini Alvan lagi deketin gue. Bukannya gue kepedean atau apa, tapi Alvan emang deketin gue dan semua orang di sekolah juga tau."

Tara mengangguk, mendengarkan.

Alea lalu melanjutkan, "tapi akhir-akhir ini Alvan menjauh dan kayaknya dia lagi deketin lo," jelas Alea.

Tara masih diam menunggu Alea menyelesaikan kata-katanya. Tara sebenarnya sudah menebak apa yang akan dikatakan Alea. Pasti sebentar lagi Alea akan mengancamnya. Iya, seperti yang biasanya terjadi di ftv-ftv.

"Gue gak mau ngedrama, Tar, gue gak akan ngelabrak lo or else, gue cuma pengen kita ngomong sebagai sesama perempuan," Alea menjeda untuk menarik nafas lalu dia melanjutkan dengan tatapan miria, "gak enak rasanya jadi gue. I mean, Alvan deketin gue, bikin gue sampe di titik yang nyaman banget dan harepan bakal jadian terus tiba-tiba aja dia mundur dan deketin cewek lain. Rasanya gak adil, apalagi lo baru kenal sama dia dan kayaknya lo selama ini gak pernah menunjukkan minat lo sama Alvan. Beda sama gue yang udah suka sama dia dari kelas sepuluh."

Tara mengerjap. Dilihatnya mata Alea sudah berkaca-kaca membuat Tara kelimpungan tidak tau harus bersikap bagaimana. Tara tidak menduga kalau Alea akan menunjukkan sisi lemahnya pada Tara bukannya melabrak Tara seperti yang dia ekspetasikan.

"Tapi gue..."

Alea tertawa miris, "maaf ya Tar gue lebay, yah lo tau lah namanya juga cewek. Kalau udah urusan cowok gampang banget jadi menye-menye," katanya sambil menyeka air mata yang sudah menggenang di matanya belum sempat turun.

Tara tidak bisa berkata-kata. Dalam hatinya Tara merasakan perasaan tidak enak. Well, biar bagaimanapun Tara dan Alea sama-sama perempuan. Tara membayangkan akan sangat menyesakkan jika dia berada di posisi yang sama seperti Alea.

Tapi, memangnya Alvan suka pada Tara? Meskipun Tara tau setelah Alvan mengetahui dirinya tidak memiliki pacar, Tara bisa merasakan adanya perlakuan yang berbeda dari Alvan. Memang tidak terlalu 'kentara' karena Alvan yang terlalu bermain halus. Perhatian-perhatian yang Alvan berikan pada Tara masih pada tahap wajar antar teman, hanya saja intensitasnya yang berbeda.

Semua itu karena Tara tidak mau terlalu percaya diri. Tara senang dengan apa yang tengah ia jalani saat ini bersama Alvan tanpa ada harapan lebih bisa memiliki hubungan lebih dengannya. Kalaupun nanti Alvan memintanya menjadi pacar, tentu Tara tidak akan menolak. Bukannya labil, Tara hanya tidak mau terlalu berharap dan nantinya kecewa. Lebih baik ia mengikuti arus air yang mengalir maka dia tidak perlu kecewa jika kenyataan tidak sesuai harapannya.

Tara mengalihkan tatapannya ke arah pintu yang terkunci ketika mendengar gedoran dari luar.

Alea buru-buru mengeluarkan kunci toilet dari kantung seragamnya. "Tar, maaf ya udah gak sengaja mojokin lo gini, gue gak bermaksud apa-apa kok, gue cuma mau kita bicara sesama cewek aja." Setelah berkata demikian Alea langung berlari ke pintu dan membuka kuncinya.

Tara masih berdiri diam di tempatnya sampai akhirnya sosok Ify menggantikan Alea masuk ke toilet.

"Tara?"

Tara mengerjap terkejut. "Eh, hai Fy," sapa Tara sambil tersenyum kikuk.

Ify mematap Tara dan kearah Alea yang baru saja pergi secara bergantian. "Lo...gak apa-apa?" Entah kenapa justru pertanyaan itulah yang terlintas di benak Ify.

Tara memasang cengiran yang sangat terlihat dipaksakan. "Hehe, I'm okay."

Ify mengangguk--meskipun tidak sepenuhnya percaya. Lalu Ify hanya membalas dengan lambaian tangan ketika Tara pamit kepadanya untuk keluar dari toilet lebih dulu.

Hanya satu di benak Ify.

Tara dan Alea berdua? Tidak mungkin ini hanya sebuah kebetulan. Kalaupun ini kebetulan, sudah pasti kebetulan yang disengaja.

***
"Woy, Ra! Lo denger gak sih gue ngomong apa daritadi?" tanya Alvan membuat Tara terlonjak kaget.

Ah, sejak tadi rupanya Tara melamun memikirkan obrolannya dengan Alea, sampai-sampai dia tidak ngeh sedang diajak berbincang oleh Alvan.

Tara meringis tidak enak. "Sori, emang tadi lo ngomong apa, Van?" tanya Tara mencoba fokus.

Alvan terkekeh, tangannya sudah gatal sekali ingin mencubit pipi Tara. "Orang gue gak ngomong apa-apa kok, tuhkan ketauan lo emang gak fokus."

Tara mendengus sambil mendorong bahu Alvan. "Dasar lo iseng!"

Alvan terbahak. Ohiya, hari ini mereka sedang berada di ruang kelas tempat bimbel menunggu guru les mereka masuk kelas. Alvan memang sengaja memilih hari les yang sama dengan Tara bahkan kini mereka duduk bersebelahan. Terbukti dengan adanya Tara, Alvan jadi semangat masuk les.

Iya, semangat biar bisa modus maksudnya, bukan semangat belajar.

"Eh, Ra," panggil Alvan membuat cewek yang sedang mengotak-atik ponselnya itu berdehem sebagai respon. "Hm?"

Alvan menopang dagunya sambil menatap Tara. "Ra..." panggilnya lagi, berusaha mengalihkan perhatian Tara dari ponselnya.

Tara menghela nafas lalu terpaksa menoleh untuk menatap Alvan. "Apasi--h," Tara terperanjat ketika sadar Alvan sedang memandanginya sambil tersenyum, seketika wajah Tara memanas. Malu!!!

Tara lantas langsung mengalihkan wajahnya. "Apaansih, lo!" dumelnya salah tingkah sambil menyibukkan diri dengan ponselnya lagi. Padahal yang Tara lakukan hanyalah menscroll timeline instagram tanpa benar-benar melihatnya. Ya namanya juga salting.

Dan Alvan tidak bisa menahan lagi rasa gemasnya. Maka Alvan melayangkan tangannya untuk menepuk pelan puncak kepala Tara membuat jantung Tara rasanya mencelos sampai ke perutnya.

Oh, shit, muka gue pasti merah!

Continue Reading

You'll Also Like

356K 31.7K 50
Memiliki rasa cinta sepihak selama satu tahun membuat Noah dihadapkan pada dua pilihan; menyerah atau bertahan. Dan ketika dia memilih untuk bertaha...
2.5M 190K 26
Mika, cowok aneh, suka berbicara sendiri, bertingkah konyol dan berturut-turut menjadi badut kelas ternyata mantan dari cewek terpintar, kalem, manta...
1.5M 170K 33
Mika putus dari sahabat Luna. Luna putus dari sahabat Mika. Satu keinginan Mika: melupakan Ana. Satu keinginan Luna: melupakan Juna. Namun di Bulan D...
mess By mimin

Fanfiction

1.8K 104 4
[1/10 NYP] Siapa bilang dikelilingi cowok ganteng itu enak? © 2018 plusmin-us