Another Way to Destroy The Wo...

By aulizas

50.8K 6.5K 1K

[15+] Jauh di masa depan, musim dingin panjang telah berakhir dan keadaan bumi sudah hampir kembali ke sedia... More

Prolog
1. Iova dan Kotanya
3. Iova dan Penyelinapannya
4. Iova dan Misinya
5. Iova dan Pria Botak
6. Dae dan Sumpahnya
7. Eunah dan Pertemuannya
8. Dae dan Fobianya
9. Eunah dan Sebuah Kisah
10. Iova dan Teman Barunya
11. Akai dan Perasaannya
12. Dae dan Dugaan Langit
13. Eunah dan Pelariannya
14. Iova dan Pantulannya
15. Akai dan Masa Lalunya
16. Eunah dan Gua Ali Baba
17. Dae dan Sang Doa
18. Akai dan Penampungan
19. Iova dan Si Kacamata
20. Eunah dan Perjalanannya
21. Dae dan Tiga Pilihan
22. Iova dan Permintaan Bangsawan
23. Iova dan Mata Super
24. Akai dan Tawaran Riri
25. Eunah dan Tetangga Baru
26. Akai dan Para Monster
27. Akai dan Pengalaman Mereka
28. Iova dan Pertemuan Bangsawan
29. Akai dan Pelayan Xanx
30. Iova dan Salam Perpisahan
31. Eunah dan Sebuah Rahasia
32. Eunah dan Pelariannya (Lagi)
33. Eunah dan Ayahnya yang Super
34. Dae dan Masa Depan
35. Dae dan Cameron serta Tuan Kincaid

2. Akai dan Koleganya

2.7K 354 36
By aulizas

Selepas Iova pergi, Akai dan teman-temannya berhenti tertawa. Mereka mulai memikirkan kesibukan lain daripada mengejek gadis lima belas tahun yang masa pubernya belum tiba. Setelah lima menit sunyi senyap, mereka memutuskan untuk bermain tebak kata. Permainan itu berjalan selama lebih dari setengah jam, yang didominasi kemenangan anak berkacamata, Morgan. Ketika perut anak berambut pirang berbunyi teramat keras dan mengagetkan, barulah mereka sadar kalau waktu sudah tengah hari.

"Aku bosan!" teriak anak bermata sipit dan berbaju compang-camping. "Ini ketiga kalinya aku berkunjung ke balik sel, dan kali ini aku benar-benar tidak bergairah."

"Kau benar, Luke." Morgan mengiakan. Dia memperbaiki posisi kacamatanya. "Aku janji tidak akan berbuat begini lagi."

"Jadi, sekarang kau sudah kembali menjadi Morgan-si-anak-baik?" kata anak berambut pirang dengan nada sarkastis. Dia menjulurkan lidah, mengejek Morgan yang memilih untuk tidak membalas, tetapi tangannya tetap memegangi perutnya yang lapar.

"Sudahlah, Shawn," tegur anak berambut gelap yang matanya jauh lebih sipit daripada Luke. "Ini pengalaman pertama Morgan. Jadi, itu hal wajar kalau dia merasa takut." Anak itu mengerling ke arah Akai yang hanya mengamati mereka semua dalam diam sejak tadi. "Benar, kan, bos?"

"Yeah, kurasa begitu, Lee." Akai menjawab ogah-ogahan.

Semua anak memandangi Akai dengan tatap kekaguman, kecuali Morgan yang mendengus di belakang ketiganya. Dia menopang satu tangannya di atas lutut. Rautnya berkata kalau dia tidak mengerti kenapa Akai dianggap sampai seperti itu oleh Luke, Shawn dan Lee, tetapi kalimat yang keluar dari dia selanjutnya membuat teman-teman yang lain menghujatnya.

"Akai itu legenda!"

"Dia guru besar!"

"Kutu buku diam saja!"

Morgan memperbaiki posisi kacamatanya. "Akai hanya tahu berbuat onar. Kalian tahu jumlah penalti yang didapatkannya bisa saja masuk rekor Kota Bawah Tanah--sayang kategori peraih penalti terbanyak itu tak ada."

"143 penalti dalam kurun waktu lima tahun. Itu belum dihitung dengan detensi yang ia dapatkan selama di penampungan." Shawn mengikuti gaya Morgan saat memperbaiki posisi kacamata, bedanya dia mengelus jembatan hidung.

Kedua tangan Akai masuk ke dalam kantong celana puntungnya. "Bukan hal yang patut dibanggakan," katanya datar sembari menyenderkan tubuh pada dinding tanah sel tahanan.

"Dengan jumlah seperti itu, bukankah aneh kenapa pemerintah tetap mempertahankan Akai?" Lee bergaya sok misterius. Tangannya seolah memegangi pipa rokok, menirukan gaya detektif di cerita-cerita.

Luke menyeringai. "Itulah mengapa kami menganggap Akai sebagai guru besar." Dia berdiri, kemudian melukis di udara secara dramatis. "Akai Si Hebat."

Shawn dan Lee bergabung dengan Luke. Mereka kini membentuk formasi di depan Morgan dan Akai--yang sudah geleng-geleng kepala melihat tingkah laku ketiga temannya. Mereka bertiga mulai menyanyikan lagu bertema Akai Si Hebat lengkap dengan tariannya (O, dia Akai, Akai, Akai. Contoh teladan anak-anak penampungan). Pada akhir pertunjukan kecil itu, ketiganya membungkuk dan memberi tepuk tangan untuk diri mereka sendiri. Wajah Akai memerah saking malunya, sementara Morgan melongo dengan mulut yang lebar sekali.

Mari lihat apa yang dikatakan Surahan kalau dia masih ada di sini, pikir Akai sambil menepuk dahinya sendiri.

Morgan melirik Akai. "Aku setuju dengan yang dikatakan Lee," ujarnya berbisik. "Bukannya bersikap paranoid, tetapi aku punya firasat buruk."

"Memangnya kau siapa? Cenayang?"

"Sebut saja begitu," tukas Morgan pasrah, seolah dia sudah sering dipanggil cenayang. "Pokoknya aku yakin kau harus hati-hati, Akai. Apa pun yang hendak kaulakukan selanjutnya, aku yakin tidak akan berjalan semulus kemarin."

Akai mengamati ujung sepatu robeknya. Cowok berambut merah itu menghela napas. "Aku mengerti, Morgan." Dia tersenyum simpul pada si anak berkacamata. "Terima kasih."

Tiba-tiba, pintu jeruji sel berayun terbuka.

Polisi dengan topi fedora muncul bersama pria tambun berjas. Pria itu berambut cokelat gelap, bertampang masam yang seolah akan marah kapan saja. Tak ada di antara Akai dan teman-temannya yang tidak mengenal pria ini. Dia adalah Tuan Jason Wicked, kepala penampungan pemerintah sekaligus asisten Hakim Agung. Bisa dibilang, Tuan Wicked adalah bapak asuh mereka. Pria inilah yang selalu menjemput anak-anak bermasalah di kantor polisi. Entah sudah berapa kali Tuan Wicked menulis surat permohonan maaf untuk anak-anak penampungan pemerintah.

Tuan Wicked mengamati kelima anak lelaki lekat-lekat, mata kecilnya nyaris menghilang di antara lemak pipinya. Dia paling lama mengamati Akai. Entah apa maksudnya. Akan tetapi, tatapan itu cukup membuat Akai meneguk air ludahnya.

"Chasire, tolong antar mereka ke penampungan pemerintah," ujar si pria. Suaranya serak dan rendah, tetapi tak kehilangan ketegasan.

Chasire memperbaiki posisi topinya. "Tentu, Tuan Wicked. Apa ada lagi yang bisa saya lakukan?"

Tuan Wicked mendengus. "Ya. Sebelum itu, aku ingin kau menyiapkan ruangan untukku." Dia meraba sesuatu dalam kantong jasnya. "Aku perlu bicara dengan Akai."

Membungkuk sopan dengan topi fedora di depan dada, Chasire berujar, "Baik, Tuan Wicked."

Pria tambun itu berbalik badan. "Jangan lupa rantai tangannya," tambahnya sembari berjalan meninggalkan mereka berenam.

Akai dan Morgan saling pandang. "Sudah kubilang," kata Morgan tanpa suara.

***

Suasana ruangan ini sangat suram, tak sejalan dengan warnanya yang cerah, kuning dan merah. Akai terus menerus gemetar di atas tempat duduknya yang berada tepat di belakang meja pada tengah ruangan. Kedua tangannya terantai di atas meja bertaplak hijau tua tersebut. Kepala Akai menunduk, air mata mengalir pelan dari pelupuk matanya.

Harga dirinya seolah jatuh. Setiap kali Akai terkena penalti, dia tak pernah diperlakukan begini. Apa yang dikatakan Morgan benar? Mungkin dia memang seorang cenayang sehingga bisa menduga hal buruk atau sekedar keberuntungan bisa memprediksi dengan tepat. Bagaimana pun juga, situasi ini benar-benar membuat Akai mati kutu.

Ketika pintu besi di hadapannya terbuka, Akai terentak. Pandangannya langsung tertuju kepada pria berbadan besar yang melangkah masuk dengan raut masam. Pintu di belakangnya berderik tertutup tatkala Tuan Wicked menyilangkan tangan di depan perut buncitnya.

Bila ini merupakan keadaan normal, mungkin Akai akan tertawa sebab dagu pria runcing itu memantulkan cahaya lampu ruangan. Bahkan Akai tahu kalau pria ini mengenakan rambut palsu untuk menutupi kepala gundulnya. Masalahnya, sekarang ia berada antara hidup dan mati.

Tuan Wicked mendengus. "Kautahu sudah berapa kali kau mendapat surat peringatan?" Suaranya terdengar berat dan serak. Akai menelan liurnya, tidak menjawab. "Kautahu?" Pria itu mengulangi dengan penekanan berarti sambil menyipitkan mata. Dia memandang tajam kepada Akai, mencoba menunjukkan bahwa ialah yang berkuasa saat ini.

Akai pun mengangguk terpaksa. Kandung kemihnya siap meledak saking takutnya dia sekarang. "Saya tahu, Tuan Wicked." Dengan suara gemetar parah, dia berkata pasrah.

"Bagus." Tuan Wicked kembali mendengus, tetapi kali ini adalah dengusan khawatir. Dia mengambil posisi untuk duduk di depan Akai. "Aku sudah berusaha semampuku, Akai. Namun, jumlah penaltimu tak bisa ditoleransi lagi oleh Hakim Agung."

"Saya mengerti, Tuan Wicked." Akai mencoba menyuntikkan keberanian dalam suaranya. Sudut matanya mengamati bapak asuhnya itu tengah mengambil sesuatu dari dalam kantong jasnya.

"Bacalah setelah aku keluar dari sini," ujar pria itu dengan mata mulai berair. Dia menyodorkan sebuah amplop kulit dengan tali merah--surat terlampau penting--kepada Akai. "Sepuluh menit lagi Chasire akan datang untuk menjemputmu dan kau bisa kembali ke penampungan bersama teman-temanmu untuk makan siang. Manfaatkan waktumu sebaik mungkin."

Pria itu pun berdiri, membalikkan badan setelah menatap Akai dengan sendu selama beberapa detik. Langkahnya berat ke luar dari ruangan, entak kakinya terdengar kasar.

"Baik, Tuan Wicked." Jawaban Akai terdengar lirih. Bahkan dirinya sendiri ragu kalau Tuan Wicked mampu mendengarnya di balik pintu yang berderit itu.

Kini Akai terdiam tak bergerak. Dia ingin membaca isi amplop yang ditujukan padanya, tetapi dia ragu melakukan. Mengangkat kepala untuk mengamati lampu di langit-langit, Akai menghela napas panjang. Dia sedang sangat kecewa dengan apa atau siapa pun yang menyebabkan rencananya tidak berjalan baik.

Padahal aku sudah memperhitungkannya. Dia memegangi kepala dan mulai mengacak-acak rambut merahnya. Mata hitamnya menatap meja frustasi. Setidaknya, biarkan aku melihat-lihat majalah dewasaku ketimbang menyitanya.

Cowok enam belas tahun itu membenturkan kepala ke meja. []

====================

Revisi 1# Kamis, 5 Agustus 2016

Continue Reading

You'll Also Like

125K 7.8K 42
Aletta Cleodora Rannes, seorang putri Duke yang sangat di rendahkan di kediamannya. ia sering di jadikan bahan omongan oleh para pelayan di kediaman...
242K 20.7K 20
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
1M 77.8K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
514K 31.8K 61
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...