The Queen's Crown

By Fiyalya

166K 1.9K 30

Emma tak menyangka hidupnya akan langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Ia menjadi ratu hanya dalam... More

D U A
T I G A

S A T U

18.4K 719 14
By Fiyalya

Emma, gadis muda berusia 19 tahun, baru saja memasuki babak baru dalam hidupnya, menginjakkan kakinya di dunia perkuliahan setelah melewati beberapa bulan yang menguras jiwa di sekolah sebelumnya. Dia berharap bahwa dengan lulus dari sekolah terkutuk yang penuh penyiksaan itu, dia bisa melupakan kenangan kelam tentang pembully-an.

Sialnya, ada satu orang yang sangat gemar membully dirinya semasa sekolah masuk ke universitas yang sama dengan jurusan yang sama pula dengannya. Alhasil, Emma sekali lagi harus merasakan getirnya menjadi sasaran empuk bagi para pengganggu, menerima segala cemohoon dan hinaan di sana sini. Semua ini hanya karena dia adalah seorang yatim piatu yang selama bertahun-tahun mengenakan pakaian lusuh.

Ketika ia lulus sekolah, bertepatan dengan dirinya yang memasuki usia dewasa, pemerintah kotanya mewajibkan Emma untuk meninggalkan panti asuhan yang selama ini menjadi rumahnya. Ia yang selama 15 tahun tinggal di panti asuhan itu akhirnya berusaha keras untuk bisa menyewa sebuah apartemen kecil dengan hasil kerja paruh waktunya. Gadis itu bekerja di sebuah minimarket ketika sore hari dan menjadi pelayan di sebuah cafe kecil di pinggir kota pada malam hari.

Malam ini, suasana di kafe terasa sunyi, hanya ada empat orang tersisa sebelum kafe tutup. Emma sibuk merapikan meja-meja terakhir, "Gelas sudah, piring sudah, sampah sudah dibuang, sepertinya sudah selesai..." gumamnya dalam hati sembari mengecek apakah ada sesuatu yang terlewatkan. Emma biasanya melakukan shift malam hanya berdua saja bersama Liam-sang pemilik cafe.

Ketika pengunjung cafe terakhir meninggalkan cafe, Emma langsung membreskan meja pengunjung itu dan segera menarik seluruh gorden untuk menutupi jendela cafe. Emma yang baru saja hendak memakai jaketnya mendengar Liam memanggilnya, "Emma, bisakah kau membuang sampah pengunjung tadi ke belakang? Dan ini, aku bungkuskan beberapa roti serta donat yang tersisa hari ini." Emma tersenyum senang ketika menerima kantong kertas coklat yang disodorkan oleh Liam.

"Terima kasih, Liam. Kau baik sekali..." Dengan hati yang hangat, Emma memasukkan kantong kertas itu ke dalam tasnya dan mengambil kantong plastik hitam untuk membuang sampah ke tempat sampah di belakang kafe.

Tepat ketika Emma membuang kantong plastik hitam itu, sebuah suara mengejutkannya, "Hoi! Sini!" Seruan itu membuat Emma gemetar ketakutan. Emma menatap gadis di hadapannya dengan tubuh yang sedikit gemetar, "Nat-Natasya.. Ada perlu apa?" tanyanya dengan terbata.

Natasya, dengan senyum sinis yang tak pernah hilang dari wajahnya, menatap Emma dengan rasa meremehkan yang mendalam, "Kulihat si miskin yatim piatu ini sudah bisa mencari uang sendiri ya.." Emma berusaha untuk mundur perlahan, mencoba menjaga jarak dengan gadis berambut pendek yang selalu menjadi biang keladi di balik penderitaannya, ia jugalah yang menjadi teman satu kampus serta satu jurusan dengan Emma.

Seperti biasanya, apa yang bisa Emma lakukan? Hanya satu kata, PASRAH.

Emma selalu menerima apa adanya dan tak pernah protes. Lebih tepatnya tidak pernah berani untuk protes. Gadis bersurai panjang itu terlalu takut untuk memulai perselisihan yang akan mengabitkan ia dirundung dengan lebih keras.

Emma menatap Natasya dengan tatapan memohon, "Nat, maafkan aku. Kali ini saja maafkan aku.." Emma meminta maaf kepada Natasya atas hal yang bahkan tak ia ketahui. Yang ia tahu, ia hanya perlu meminta maaf atas apapun itu agar Natasya dapat melepaskannya.

Natasya berjalan perlahan mendekati Emma, "Apa kau tahu kesalahanmu dimana?" seperti biasa, pertanyaan itu merupakan pertanyaan jebakan yang dilontarkan Natasya kepadanya. "Maafkan aku karena sudah menghalangi jalanmu dan merusak harimu karena melihatku. Maafkan aku.." mendengar permohonan maaf Emma memberikan rasa puas pada Natasya. Emma yang menyadari jarak mereka berdua semakin mendekat langsung membalikkan badannya dan berlari tunggang langgang menjauhi Natasya.

Natasya yang menyadari hal itu langsung berteriak dengan keras memanggilnya, "Woy! Berhenti!" Teriakan itu memenuhi jalanan di gang cafe tempat kerja Emma. Suara teriakan Natasya menggema diseantero gang yang sepi itu. Akan tetapi yang Emma tau adalah suara napasnya yang tersengal disertai dengan suara jantungnya yang berdegup kencang saling bersahutan satu sama lain memenuhi indera pendengerannya.

Emma yang mulai panik melihat jalanan sekitar cafe yang sepi berusaha untuk berlari menuju ke jalanan yang lebih besar. Berharap ada satu atau dua orang yang dapat menolongnya malam ini. Emma mendengar suara teriakan melengking Natasya yang semakin kencang diikut dengani suara gema langkah kaki miliknya yang berlari semakin mendekat. Emma terus berlari tanpa menoleh ke belakang sama sekali. Suasana jalanan yang gelap juga sepi membuat situasi semakin mencekam. Sambil berlari, Emma berdoa semoga ada bus di halte depan atau siapapun itu pejalan kaki yang berjalan di jalan yang sama.

Namun sepertinya keberuntungan sedang tak berpihak pada gadis itu. Tak ada satupun angkutan umum di jalanan sana. Bahkan kondisi jalan raya malam itu terbilang sangatlah sepi. Hanya sesekali ada satu atau dua mobil yang melaju kencang di jalan itu tanpa memperhatikan pejalan kaki.

Emma masih terus berlari. Ia yang berpikiran bahwa jalanan tengah sepi ini tak mungkin akan dilewati kendaraan dalam kurun waktu 10 detik ke depan nekat untuk menyebrang tanpa menoleh ke kanan atau kiri.

Ternyata perkiraan Emma salah. Salah besar. Gadis itu melihat sebuah cahaya terang di seberang sana. Melaju dengan begitu cepatnya disertai suara klakson mobil yang terus berbunyi memekakkan telinga. Emma hanya bisa menutup matanya sekuat tenaga. Berharap ia tak perlu melihat atau bahkan merasakan apapun juga saat itu.

Bunyi dentuman keras memekakkan telinga siapa saja di sana, ia dapat merasakan tubuhnya melayang dan terlempar sejauh beberapa meter kemudian terjatuh di atas dinginnya aspal malam hari itu.

Ditatapnya langit malam tanpa bintang juga sinar rembulan di atas sana. Sayang sekali. Padahal jika ia mati saat ini, dirinya sangat ingin melihat sesuatu yang indah sehingga membuatnya tak perlu takut menghadapi kematian.

Kepalanya berdenyut sakit. Ia dapat merasakan sesuatu mengalir dari bagian pelipis menuruni wajahnya. Ada juga beberapa cairan kental amis yang mulai membasahi rambut juga pakainnya. Pandangannya terhalang oleh cairan berwarna merah kental ini. Matanya mulai memberat dan semakin berat disertai deru napas yang semakin sesak, layaknya oksigen yang sengaja direnggut secara paksa. Emma melirik sekilas ke arah jalanan di sebrangnya dimana Natasya menatapnya dengan tatapan ngeri kemudian ia berlari menjauhi Emma yang sudah terkapar. Emma berusaha berteriak memanggil Natasya untuk menolongnya, akan tetapi yang keluar darinya hanyalah suara rintihan yang bahkan takkan bisa didengar oleh siapapun selain dirinya sendiri.

Emma melihat seorang pria. Wajahnya tak terlalu jelas, namun ia dapat mencium aroma tubuh pria itu yang memberikan dirinya suatu kenyamanan. Mungkin tuhan berbaik hati sedikit di tengah keadaan sekaratnya. Emma dapat mencium aroma mint bercampur citrus menenangkan yang membuat dirinya tersenyum kecil, "Setidaknya aroma menenangkan ini menjadi salah satu hal bahagia di saat terakhirku.." pikirnya dalam hati.

Pria itu seperti memanggil-manggil Emma terus menerus. Gadis itu tak mendegar apa yang pria itu coba ucapkan karena telinganya berdengung dengan begitu menyakitkan.

Emma tak lagi kuat menahan kesadarannya. Matanya semakin berat dan berat. Hingga kegelapan memakan dirinya secara perlahan namun pasti.

*
*
*

Emma tidak dapat merasakan badannya sama sekali. Ia berusaha melihat ke sekelilingnya, sebisa mungkin menajamkan segala inderanya. Akan tetapi, semua yang ia lihat hanyalah kegelapan. Emma seakan berada di lorong gelap tak berujung yang menakutkan.

Gadis itu merasakan ketakutan merayapi dirinya dengan cepat, hawa dingin mulai ia rasakan yang semakin lama hawa itu seakan menusuk ke dalam tulangnya. Emma mulai pasrah dan putus asa dengan keadaannya. Tapi, ketika ia sudah mulai menyerah, gadis itu melihat setitik cahaya berwarna putih yang berada di ujung lorong keputus asaan ini.

Secara naluri, Emma berlari menuju arah cahaya putih itu. Semuanya semakin terang hingga teramat terang dan menyakitkan matanya, hingga ia melihat sebuah taman indah dipenuhi dengan bunga mawar beragam warna. Emma tersenyum memandangi semua bunga mawar yang tengah mekar di taman itu dengan indahnya, "Mungkinkah ini surga? Setidaknya tuhan berbaik hati tidak membiarkanku merasakan penderitaan lebih lanjut lagi.."

Ketika Emma menikmati semua yang ada di tempat ini, sebuah suara seperti menggema di dalam kepalanya, "Tempatmu bukan di sini. Kau belum boleh ke sini. Kembalilah!" Ucap suara itu dengan terus menerus namun terdengar begitu merdu.

Perlaham Emma merasakan dirinya seperti tertarik ke dalam lubang hitam yang begitu menyakitkan. Rasa sakit itu menjalar secara pasti dari ujung kaki hingga ujung kepalanya. Setiap tulangnya menjerit kesakitan disertai kepalanya yang seolah berputar dan dipukulkan berulang kali dengan palu gada. Pandangannya yang tengah melihat taman indah itu menjadi blur. Semuanya gelap dan semakin gelap.

*
*
*

Ia merasakan adanya kehadiran seseorang yang menggenggam tangan kanannya dengan begitu eratnya. Emma berusaha menggerakkan jari tangannya sebisa mungkin. Namun rasa ngilu juga sakit sangat terasa ketika ia mencoba menggerakkannya bahkan walau hanya satu inchi.

Emma mendengar suara pria yang terus menerus berteriak dengan nada panik memanggil namanya berulang kali. Suara pria itu berat akan tetapi memberikan efek tenang tersendiri setiap Emma mendengar suaranya.

Pria itu memanggil nama Emma berulang kali. Panggilan itu terdengar sangat pas ketika pria itulah yang mengucapkannya.

"Emma.." Panggilnya.

"Emma..." Panggilnya lagi.

Dan terus begitu hingga panggilan yang entah ke berapa. Emma berjuang sekuat tenaga membuka kelopak matanya yang sangat sulit di ajak berkompromi. Matanya seperti diberi perekat yang kuat sehingga sulit sekali untuk dibuka.

Setelah berusaha untuk kesekian kalinya, Emma berhasil membuka matanya perlahan. Rasa sakit seketika menjalar ke seluruh tubuhnya bertepatan dengan ia yang membuka matanya.

"EMMA...!!" Seru suara yang sejak tadi memanggil namanya.

Emma diam saja tak menyahut sama sekali karena masih berusaha menahan rasa sakit yang menjalar di setiap titik tubuhnya.

"DOKTER!!"

Emma menghiraukan suasana yang seketika ramai berada di sekitarnya. Ia merasakan ada seseorang yang memberikan entah cairan apa itu hingga dirinya tak perlu lagi merasakan rasa sakit yang menyiksa tubuhnya. Namun lagi dan lagi, kesadarannya terenggut begitu saja dan gadis itu jatuh tertidur tanpa tau apa yang terjadi.

=======================
Gaje ya?? Maap yak.... Hehe😁😁

Makasih buat waktunya baca ya...

Gue harap kalian suka😆😆

Sory typo(s)

Vote and komen kalian berharga banget disini..

-Fiyalya-
Depok, 23 Mei 2016
14.26

Republished: 28-09-2023

Continue Reading

You'll Also Like

380K 45K 56
[SUDAH TERBIT] Karena rasa penasaran yang tinggi, Jungwon pemuda berusia 17 tahun tersebut nekat masuk ke dalam hutan yang dianggap angker oleh masya...
33K 5.3K 39
rumah tangga mereka selalu harmonis Mew sangat mencintai istrinya begitu pun sebaliknya
973K 12.8K 25
Sebuah Cincin bermata biru yang merupakan warisan dari Pakde suamiku membuat rumah tanggaku hancur. Mampukah aku lepas dari makhluk penunggu cincin...
18.5K 1.3K 12
"Kita gak butuh adik baru!" Adalah kalimat pertama yang diucapkan ketika kembar masih dalam kandungan. Ke-5 Anak lewidson menentang hadirnya anggota...