Awareness: Is (not) The Ending

By Ciciliaa03

17.6K 1.2K 79

-[COMPLETED] -[TAHAP REVISI] - BEBERAPA PART DI PRIVATE (TERMASUK ENDING, EPILOG, EXTRA PART MENGHINDARI CO... More

Prolog
1. New Class
2.Poetry
3. Doubtful
4. Do you love me?
5. Sympathy, Empathy or Love?
6.Consensus
7. It's the answer?
8. Darkness(1)
9. Darkness(2)
10. New Boyfriend
11. Give and Take
12. Jealous
13. Distance
15. Where Are you?
16. It's happiness?
17. bestfriEND, again?
18. Langit Jingga
19. Seleksi
20.Selingkuh?
21. OMG! My First Kiss!
22.Accident
23. Menyesal
24. The Car?
25. Reality
26. Pemilik Hati
27. Goodbye
Epilog
EXTRA PART #1
EXTRA PART #2
About Sequel
XXX

14. bestfriEND?

449 35 1
By Ciciliaa03

Stevi berjalan lesu kearah kantin bersama Ghina, mereka kini hanya berdua karena Elta merupakan pengurus OSIS dimana ia harus mengikuti baksos dengan Seza dan pengurus lainnya. Stevi sendiri sekarang merasa seperti menjomblo dadakan karena tidak ada Seza yang menemaninya saat ini.

"Lo musuhan sama Nata?" Ucap Ghina ketika ia sudah menempati kursi yang dipilihnya di kantin.

Stevi ikut duduk di depan Ghina, "cuma jaga jarak." Sahutnya.

Sebagai balasan, Ghina mendelik. Gadis itu bingung dengan tingkah dua sejoli yang biasanya lengket bak permen karet tetapi sekarang seperti langit dan bumi, berdampingan tapi tak tersentuh satu sama lain.

Satu pasang manusia datang dari arah koridor selatan, mereka saling mengaitkan jari jemarinya dan melewati meja tempat Ghina dengan Stevi berada.

Stevi tersenyum miris menatap setiap gerakan yang tercipta diantara mereka. Nata selalu ada untuk setiap orang, senyum ramahnya selalu tercipta untuk banyak orang tapi tidak untuknya lagi, Stevi menyadari itu.

"Tadi itu- Nata?" Tukas Ghina tak percaya, ia menggebrak meja tak percaya untung saja seisi kantin tidak memperdulikan tingkahnya. Stevi masih mematung, dibilang -iya- rasanya sulit dipercaya, untuk bilang -tidak- tapi memang itu kenyataanya.

"Gue rasa ada yang gak beres sama Lena. Dia pasti nyuruh Nata ngejauhin lo, yakan?" Tebak Ghina. Dan 100% benar!

"Kalo gue jadi Lena juga pasti sama," balas Stevi datar. Tapi Stevi kira Nata dan dirinya tidak akan sejauh ini, ternyata menjauhi yang dimaksud Nata adalah seakan menghilangkan dirinya dari kehidupan pria itu.

"Nggak nyangka aja, setega itu Nata sama gue. Padahal mantan pacarnya dulu juga sama, minta buat kita jauhan tapi gak dia lakuin kenapa sekarang malah-- "

"Arghhh.." Rancau Stevi, dia kesal sendiri dengan pikiran pikiran yang menyangkut pasangan itu. Stevi hanya heran, dulu saat Nata diminta untuk menjauhi Stevi pria itu selalu menolak dan hasilnya hubungan dia dengan gadis lain kandas. Tapi sekarang? Dia memilih Lena, sebegitu cintakah dia pada Lena? Stevi harap, Lena tidak akan pernah menyakiti sahabatnya.

Ghina masih mematung melihat sahabatnya, Stevi meletakkan kepalanya di meja kantin mereka bahkan belum memesan apapun. "Lo harus bersikap biasa ke Nata."

"Dia yang berubah bukan gue, Ghin." Stevi membenamkan wajahnya, tidak mood untuk makan.

••

Stevi sudah duduk berjam-jam di perpustakaan, dia melirik jam putih di dinding perpustakaannya.

"Jam lima sore mungkin dia udah selesai latihan," dengan mantap Stevi melangkah kan kakinya menuju lapangan indoor. Kebetulan sekali di tikungan koridor ia berpapasan dengan seseorang yang di tuju.

"Nat, bantu aku ngerjain soal Kimia."

Setelah rentetan kalimat itu terlontar, atmosfer canggung kembali hadir. Mereka sama sama terdiam hanya mata mereka yang saling beradu.

"Maaf, aku harus kerumah Lena," ucapnya.

Nata berjalan meninggalkan Stevi, ia tak percaya dengan jawaban yang diterimanya. Gadis itu berbalik, menatap nanar punggung Nata yang masih memakai jersey bola nya.

"Bahkan setelah aku berjam jam nunggu disini? Ini balasannya? Kejam!" Desis Stevi.

“Aku nggak minta kamu buat nunggu kan?” Ucap Nata tanpa membalikkan badannya, lalu dia kembali berjalan meninggalkan Stevi yang mematung.

Sungguh, kali ini ia sudah sangat percaya. Nata yang dulu untuknya sudah pergi jauh meninggalkan dirinya sendiri, yang ada hanya tersisa Nata dengan tatapan datar tak ada senyum untuknya lagi.

Hampir saja dia menangis sebuah suara memanggilnya, menginterupsikannya untuk menoleh.

"Kok belum balik?"

Stevi menampakkan senyuman seperti biasa, lawan bicaranya itu mengerutkan kening.

"Ketemu Nata?"

Stevi mengangguk lemah.

"Gue anter pulang ya?" Vero, dia berjalan beriringan dengan Stevi yang masih merunduk.

"Nata berubah," lontar Stevi tiba-tiba.

Sebelum sempat menaiki motor miliknya Vero berbalik menatap teman nya itu.

"Ya, dia terlalu fokus sama pacarnya futsal pun mulai dia abaikan."

Stevi sedikit tak percaya mendengar penuturan Vero.

"Tadi kerjaannya main hape mulu latihan cuma beberapa menit. Beruntungnya dia Pak Bambang nggak marah."

Vero juga tak percaya dengan perubahan pada sikap sahabatnya itu.

Airmata yang sedari tadi ia tahan dengan sendirinya meluncur deras membasahi pelupuk matanya, Vero memegang bahu teman nya itu

"Gue boleh meluk lo?"

Sebelum sempat Vero memeluk Stevi, gadis itu sudah memeluk pria didepannya terlebih dahulu.

"Bocah sialan itu emang keterlaluan," ucap Vero. Dia membelai rambut hitam legam milik Stevi.

Tak ada yang bersuara, hanya terdengar isakan kecil yang masih keluar dari bibir Stevi. Mereka masih saling memeluk satu sama lain.

"Rasanya gue seperti orang bodoh yang nangisin pacar orang," Stevi melepaskan pelukannya. Ia mengusap airmata yang masih tersisa di pipinya.

"Cuma orang bodoh yang nangisin pria bodoh." Kekeh Vero.

Stevi mengerucutkan bibirnya dan mencubit ganas lengan Vero. "Sialan!"

••

Gadis itu berjalan dikoridor dengan sangat cepat ia menghampiri dua sejoli yang sedang asyik mengobrol di meja kantin.

"HEH!" Ucapnya menggebrak meja kantin, bukan hanya mereka saja yang menatap gadis itu tetapi sebagian dari seisi kantin pun sama menatapnya.

"Jangan sekali kali lo ngedeketin Nata lagi! Tahu diri dong! Kalo pacar lo tahu gimana?"

Stevi diam, hanya Ghina yang angkat bicara. Karena bukan tipikal Stevi beradu mulut. "Seza nggak se lebay lo! Hak Stevi juga dong buat deket sama Nata, toh mereka juga sahabat!"

Lena tersenyum miring dan melipat kedua tangannya dengan angkuh. "Gitu ya? Tapi nyatanya dia lebih milih gue dari pada sahabat kecilnya ini..."

Ghina menggebrak meja dan berdiri menatap Lena. "Kok songong?!!" Tangan Ghina melayang di udara, hampir saja mengenai pipi tirus Lena namun tangan kekar menahan pergerakannya.

"Jangan pernah sentuh Lena. Sedikit pun," ucapnya dingin.

Lena semakin diatas awan karena dibela oleh pacarnya, dengan kasar Ghina menarik kembali tangannya yang masih di cengkeram oleh Nata. Sedikit sakit, tapi Ghina tahan.

"Lo bela dia? Lo nggak tahu kan selama ini Lena nyakitin Stevi? Sadar Nat, apa lo udah tahu sifat asli pacar lo itu? Jangan dibutain gara-gara cinta! Lena nggak sebaik yang lo kira—“

“Ghina udah!!” Potong Stevi, dia menarik lengan Ghina agar berhenti berbicara.

Ghina beralih menatap Stevi, gadis itu menatap Ghina dengan airmata yang sudah membendung, bersiap-siap untuk mengalir.

“Lo diem Stev, gue mau bicara dulu sama mereka.” Ghina berbicara sedikit membentak, membuat Stevi terdiam.

“Gue nggak ngerti, kalian sahabat tapi kenapa kalian ngebatasin persahabatan kalian? Apa ada yang salah?” Ghina bertanya, tertuju pada Nata.

“Ya… Karena Lena cemburu, gue harus jaga perasaan dia.” Jawab Nata. Ekspresi wajahnya masih datar.

“Dan lo hancurin perasaan Stevi?” Tanya Ghina.

“Lo apaan sih Ghin!” Lena menatap Ghina tak terima, dia mewanti-wanti agar Nata tidak terhasut omongan Ghina.

“Gue dan dia sekedar sahabat. Harusnya dia ngerti dan nerima siapa gadis yang gue pilih bukan mempermasalahkan seperti ini.” Ucap Nata.

Tanpa dia sadari pernyataan itu menyayat hati Stevi, pernyataan itu seperti tamparan keras baginya bahwa memang dia hanya sebatas sahabat tidak bisa mengendalikan asmara Nata begitu saja.

“Stevi nggak akan mempermasalahkan siapa cewek yang lo suka, kecuali dia” Ghina mengangkat jari telunjuknya di depan wajah Lena.

Nata mencengkeram tangan Ghina, reflex. Gadis itu meringis pelan, cengkeraman Nata sedikit menyakitkan.

“Tolong jangan ikut campur masalah pribadi gue.” Nata berkata sangat dingin, bahkan Stevi pun tidak bisa mengenali siapa pria itu.

Ghina masih meringis karena pergelangan tangannya masih dicengkram Nata, Stevi yang melihat itu langsung menarik tangan Ghina. Berhasil terlepas, Nata menatap Stevi. Tatapan yang dulu hangat, sekarang berbeda.

“Sekarang lo bukan lagi Nata yang gue kenal, Nata yang gue kenal nggak bisa nyakitin cewek.” Stevi memejamkan matanya sejenak berusaha menahan air matanya tapi yang ada air mata itu malah keluar. Barusan, Nata menyakiti fisik Ghina beserta hati Stevi.

“Lo bukan sahabat gue.” Stevi berkata dengan nada biasa tapi terasa begitu menyakitkan. Setelah mengatakan itu, Stevi berlari darisana. Ghina berlari mengejar sahabatnya, sementara Nata dia mematung cukup lama. Sebelum akhirnya suara Lena menyadarkan dia.

"Udah lah, ngapain nangisin dia." Ucap Ghina sambil mengusap air mata yang terus mengalir dari sahabatnya itu.

"Gue kira nggak bakal kayak gini.” Stevi berkata dia menyesali sesuatu.

Ghina memeluk Stevi, air mata adalah cara terbaik kala mulut tidak mampu berkata.

Setelah acara menangis itu, Stevi mencuci wajahnya di WC dan berjalan kearah kelas ditemani Ghina. Jangan lupakan satu hal, kelas mereka melewati kelas Nata dan juga Lena.

"Stevi!"

Mereka berdua menoleh kearah Vero yang berdiri diambang pintu bersama sahabat sahabatnya.

"Hai!" Ucap Stevi tersenyum.

"Pulang sama siapa?" Tanya Vero

"Dia pulang sama gue." Ucap Ghina.

Vero mengangguk mengerti, Dino dan Farhan saling melempar pandangan.

"Ketawa dong Stev. Masa sekarang ketawa lo mahal amat sih," celetuk Dino

"Elah, oon ngapain nyuruh dia ketawa kalo nggak ada yang perlu diketawain. Emang dia gila?" Balas Grefi.

"Gapapa deh kalo yang gila nya cantik mah." Kekeh Dino.

Mereka tertawa, mau tak mau Stevi sedikit terkekeh sampai seseorang membuatnya kembali bersikap datar. Pria itu menggandeng pacarnya hendak memasuki kelas, namun terhalang oleh Vero dkk yang berdiri diambang pintu.

"Kalo gitu kita pergi dulu ya, makasih udah ngehibur sahabat gue," ucap Ghina, ia merangkul Stevi dan berjalan pergi.

"Guys cabut," Farhan menginterupsikan, mereka semua melenggang pergi dari tempat semula berdiri dan sudah duduk ditempatnya masing masing.
°°

07 Mei 2016

Continue Reading

You'll Also Like

14.7M 1.5M 53
[Part Lengkap] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [Reinkarnasi #01] Aurellia mati dibunuh oleh Dion, cowok yang ia cintai karena mencoba menabrak Jihan, cewek...
16.4M 386K 17
[SUDAH TERBIT] Tentang Graziano Gerald Alexio, kapten basket populer yang terkenal dingin serta kejam dalam menyikapi para gadis yang menyukainya. Di...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...