Talking Body

By utamineti_

61.6K 348 2

When your body is talking, trust it. More

Part 1

Part 2

8.4K 154 0
By utamineti_

Luna membuka matanya perlahan. Luna mengedarkan pandangannya hingga matanya bertemu dengan mata seorang perempuan di sampingnya. Perempuan itu tersenyum padannya.

"Hay! Kau sudah bangun" Luna membalas sapaan perempuan itu dengan tersenyum lemah.

"HEY, ADAM!! BANGUN!!!" Luna menatap perempuan itu berteriak entah pada siapa. Luna mengikuti arah pangang perempuan itu di pojok ruangan. Seorang pria yang tidur dengan posisi tengkurap di sofa.

Lelaki itu bergerak lalu membuka matanya.

"Hm.. Ada apa, Angel?" Pria itu bertanya dengan mata yang setengah terlelap.

"Lihat, Adam! Perempuan yang kau bawa bangun" Luna yang merasa menjadi bahan pembicaraan hanya diam.

Laki-laki bernama Adam itu langsung bangkit dan menghampirinya. Sedangkan perempuan bernama Angel itu kini menatapnya dengan wajah girang.

"Syukurlah kau bangun. Aku kan pergi sebentar. Tolong kau jaga dia sebentar untukku" Ucap Adam lalu keluar dari ruangan.

Luna menatap perempuan di depannya dengan polos.

"Hay, kita belum berkenalan. Namaku Angel" Angel memperkenalkan dirinya pada Luna dengan semangat.

"Nama saya Luna" Luna menjawab dengan serak karena tenggorokkannya kering. Seperti sudah paham, Angel mengambil segelas air di atas meja dan memberikannya pada Luna.

Luna meneguknya dengan cepat hingga tandas. Angel tertawa kecil melihat tingkah Luna.

"Eh.. maaf. Mengapa saya disini? Eh maksud saya, Bagaimana saya bisa disini?" Luna bertanya dengan hati hati pada Angel karena takut bila dia salah bicara.

"Adam yang membawamu. Maksudku, pria tadi bernama adam. Dia yang membawamu kesini" Angel menjawab dengan tersenyum.

"Adam bilang, kau pingsan di mobilnya setelah dia hampir menabrakmu. Karena dia takut membawamu ke rumah sakit, jadi dia membawamu padaku" Luna menatap Angel dengan seksama.

"Anda baik sekali. Terima kasih" Luna tersenyum tulus pada Angel.

"Aku merasa tua jika kau berbicara formal. Ayolah, aku masih dua puluh satu tahun" Angel berkata dengan nada kesal dan memajukan bibirnya. Luna tertawa melihat wajah Angel.

"Apa kau sudah merasa baik?" Angel bertanya dan Luna mengangguk.

"Kalu begitu kau silahkan mandi" Luna tersenyum lalu mengangguk dan segera menuju ke kamar mandi.

***

Luna keluar dari kamar mandi setelah mengguyur dirinya dengan air dingin. Benar atau tidak, tapi Luna bersyukur karena peristiwa semalam dia mendapat tempat untuk tidur, walau harus dengan cara pingsan.

Yang sekarang harus dilakukan adalan mencari pekerjaan. Agar dia bisa mendapat uang untuk ongkos kembali ke kampung. Yah, Luna harus percaya bahwa dia bisa melakukannya.

"Apa hanya baju itu yang kau punya?" Suara Angel mengangetkan Luna yang sedang sibuk dengan pikirannya. Luna menatap Angel dengan alis terangkat.

"Haruskah kau memakai baju itu? Baju itu sudah sangat tak layak pakai" Angel berkata tanpa mempedulikan pipi Luna yang mengeluarkan semburat merah.

"Kemarilah. Aku akan mendandanimu" Angel menarik Luna keluar dari kamar lalu memasuki kamar lainnya. Kamar ini lebih besar dari kamar tempat Luna tidur.

Kamar ini bernuansa coklat dan putih. Luna menebak kalau ini adalah kamar Angel.

Angel tiba tiba keluar dari sebuah pintu di samping meja rias dengan beberapa pakaian di tangannya.

"Ini adalah pakaianku yang sudah tak muat di tubuhku. Jangan katakan kalau aku terlalu gemuk! Aku sudah tahu diri" Luna menatap Angel yang sibuk dengan pakaian itu sambil berfikir, tubuh Angel sangat indah dan terlihat ideal. Bagaimana bisa dia mengatakan bahwa dirinya gemuk?

"Cobalah ini. Ini untukmu saja. Badanmu yang kecil itu pasti akan muat dengan baju ini" Angel menyerahkan sebuah dress berwarna biru muda pada Luna. Luna menerimanya dan segera mengganti pakaiannya.

Angel berbalik setelah Luna selesai berganti pakaian. Senyum puas mengembang di bibir Angel.

"Wahh!! Prediksiku memang selalu tepat. Lihatlah, Luna! Kau sangat cocok dengan dress itu" Angel menghadapkan tubuh Luna di depan cermin. Luna tersenyum kecil melihat pantulan dirinya di cermin. Cantik sekali.

Angel tiba tiba mendudukan Luna lalu berdiri di depannya. Luna mengangkat alisnya bingung. Angel hanya tersenyum lalu mulai memoles wajah Luna.

Luna hanya mampu menatap Angel dari cermin. Angel terlihat sangat senang dengan aktivitasnya saat ini. Dia seperti anak kecil yang mendandani boneka barbie-nya sesuka hati.

Angel menarik Luna berdiri lalu menyerahkan sepatu tanpa hak berwarna senada dengan dress yang Luna pakai.

"Sekarang, lihat hasilnya!" Luna menatap dirinya di cermin dari ujung kepala hingga kaki. Ini tidak seperti Luna. Luna menatap Angel lalu tersenyum

"Aku tidak tahu harus berkomentar apa. Ini.. Ini.. sangat menakjubkan, Angel. Terima kasih" Luna memeluk Angel dengan erat.

Suara ketukan dari pintu mengalihkan perhatian Angel dan Luna. Angel melangkah ke pintu lalu membukanya.

"Oh, Adam! Sebentar aku sedang bermain dengan bonekaku. Aku sedang mendandaninya" Angel melambaikan tangannya agar Luna berjalan ke arahnya.

Angel membuka pintu lebih lebar hingga Adam mampu melihat Luna. Luna menatap pria itu dengan gugup. Adam menatapnya dengan ekspresi datar.

"Not bad" Ucapnya singkat lalu melangkah masuk.

"Not bad? She was awesome!" Angel berseru saat Adam duduk di ranjangnya.

"Terserah apa katamu, Angel! Dan kau! Siapa namamu?"

***

Luna menatap Adam dengan takut. Angel menghembuskan nafasnya kasar lalu berdiri di depan Luna seakan melindunginya.

"Her name's Luna" Ucap Angel dingin pada Adam. Adam memutar bola matanya malas.

"Oke, Luna. Dimana rumahmu? Mungkin aku bisa mengantarmu pulang?" Luna menatap Adam dan Angel yang kini juga ikut menatapnya.

"Saya dari kampung. Saya tidak punya tempat tinggal disini, jadi saya berniat mencari pekerjaan agar mendapat uang untuk ongkos pulang" Angel menatapnya iba sedangkan Adam menatapnya datar.

Mereka bertiga lalu diam dan sibuk memikirkan solusi. Luna merasa tidak enak jika terus menerus disini.

"Ehm.. Terima kasih Angel sudah memberi tempat untuk tidur dan terimakasih untuk baju ini. Maaf jika saya merepotkan. Kalau begitu saya akan pergi" Luna berbalik dan hendak keluar dari kamar Angel.

"Tunggu!" Angel berteriak sehingga Luna berbalik.

"Adam, bukankan ibumu sedang mencari pelayan? Mungkin dia bisa bekerja untuk ibumu" Adam mengangkat alisnya lalu menggeleng.

Angel menatap Adam tajam.

"Ayolah! Apa kau tidak merasa kasihan padanya? Toh bukan kau yang memberinya gaji nanti, tapi ibumu." Angel mendekat pada Adam lalu mengeluarkan senjata ampuhnya.

"Adam, dimana hati nuranimu? Apa kau manusia tak berperi kemanusiaan yang tega menelantarkan sesamamu, huh?" Adam menghembuskan nafas kasar.

"Baiklah. Tapi diterima atau tidak, itu urusan dia dengan ibuku" Angel tertawa lalu memeluk Adam.

Luna hanya tersenyum melihat tingkah dua orang itu. Walau sebenarnya hatinya sudah bersorak bahagia. Dia akan mendapat pekerjaan.

***

"Kau tunggu disini. Aku akan memanggilkan ibuku" Luna mengangguk lalu duduk menunggu Adam yang pergi memanggil ibunya.

Luna menatap rumah ini dengan amat sangat takjub. Rumah yang begitu megah. Ruang tamu ini bahkan sebesar tempat tinggal Luna di kampung.

Kapan kira-kira Luna bisa memiliki rumah sebesar ini. Mungkin hanya terjadi bila dia merampok bank.

Luna berdiri saat melihat Adam keluar bersama seorang wanita tua. Tunggu.. Luna menatap wanita tua itu dengan seksama.

Wanita yang sama yang ia lihat di rumah ibu kandungnya. Iya, mata Luna tidak mungkin salah. Wanita itu memasang wajah dingin saat berhadapan dengan Luna.

Luna sedikit menundukkan badannya lalu mengucapkan selamat siang. Wanita itu mempersilahkannya duduk.

"Tunggu! Sepertinya aku pernah melihatmu" Wanita itu menatap wajah Luna dengan seksama.

"Ah.. ya.. Kau gadis yang kemarin berada di rumah Rachel. Benarkah? Ku lihat kau berbicara lama padanya" Luna tersenyum lalu mengangguk. Tak disangka wanita ini mengingatnya.

"Kalau begitu bolehkah aku bertanya? Ada hubungan apa kau dengan Rachel?" Ekspresi ibu Adam berubah menjadi lebih hangat dan santai. Luna menatapnya ragu namun kemudian mulai bercerita.

Luna menceritakan semua yang dialaminya kemarin tanpa terkecuali. Luna tak kuasa menahan air matanya hinggaakhirnya pun menumpahkan semuannya sedikit demi sedikit.

"Dan saya sudah meyakinkan hati saya, bahwa saya juga tidak akan lagi menganggapnya sebagai ibu saya. Dia hanya wanita yang melahirkan saya. Bukan wanita yang memberi kasih sayang seorang ibu"

Luna mengusap air matanya lalu menatap wanita di depannya.

"Maafkan saya. Saya terbawa suasana" Ucapnya sambil tersenyum. Wanita di depannya ikut tersenyum.

"Tak apa. Baiklah pertama, kau bisa memanggilku ibu Ama" Ucap wanita itu lalu berdiri.

"Hanya agar kau tau, aku kakak dari suami ibumu. Maksudku aku adalah kakak ipar Rachel" Jelasnya sambil menatap Luna. Luna menatap Ibu Ama dengan kaget.

Kemudian wanita itu tersenyum lalu melangkah mendekati Luna.

"Aku ingin berbicara denganmu. Ayo ikutlah denganku" Ucapnya lalu melangkah. Luna bangkit lali mengikuti Ibu Ama. Luna menunduk saat dia mellewati Adam yang masih berdiri di samping meja.

***

"Jadi, dengan siapa kau tinggal selama ini?" Tanya Ibu Ama aat mereka masuk ke sebuah kamar di dekat dapur yang sangat bersar menurut Luna.

"Saya di rawat oleh kakak dari Ibu Rachel. Beliau adalah seorang ibu bagi saya" Ucapnya lalu duduk di kursi setelah di persilahkan duduk.

Ibu Ama duduk di tepi ranjang lalu menatap Luna dalam. Sebenarnya dia merasa iba pada gadis cantik ini.

"Aku akan jujur padamu. Aku sebenarnya sangat tidak menyukai Rachel. Dia itu perempuan gila harta yang menikahi seorang laki-laki bodoh yang tak lain adalah adikku" Ucap ibu Ama sambil membayangkan adiknya.

"Tapi bagaimana lagi. Adikku sudah terobsesi padanya dan mereka akhirnya menikah dan memiliki satu puteri yang cantik. Dan pintar" Lanjutnya dengan memperhatikan Luna. Luna mengangkat alisnya. Puteri? Apakah itu berarti dia adik tiri Luna?

Luna tersenyum kecil mendengarnya.

"Intinya seperti itu lah. Jadi bukankah kau kesini untuk mendapat pekerjaan?" Tanyanya karena tak mau berbasa-basi lagi. Luna mengangguk.

"Baiklah. Kau mungkin bisa beristirahat dulu. Kau bisa mulai bekerja nanti setelah jam dua belas. Dan ini kamarmu" Jelas Ibu Ama lalu melangkah keluar setelah berpamitan.

Luna menatap seluruh kamar dengan takjub. Bukankah dia hanya pelayan? Mengapa kamarnya sangat besar dan indah? Luna tersenyum lalu merebahkan dirinya di ranjang yang berkali-kali lebih empuk dari kasurnya.

Luna hanya seorang pelayan namun memiliki ruang kamar yang sangat mewah. Astaga, Luna sangat bersyukur.

***

Luna mengerjapkan matanya beberapa kali. Tubuhnya terasa diguncang dengan keras. Luna kini membuka matanya sempurna dan berhadapan langsung dengan mata kebiruan milik Adam.

Luna segera bangkit dari posisi tidurnya menjadi berdiri di samping ranjang. Luna menunduk tak mampu menatap wajah tampan Adam.

"Ck.. Ck.. Ck.. Ini hari pertamamu bekerja, tapi kau sudah terlambat" Adam melipat tangannya di depan dada dan menatap Luna tajam.

Luna dengan cepat menoleh ke arah jam dinding di atas pintu kamar. Astaga, Luna. Ini sudah hampir jam tiga.

"Ibuku berkata padamu, kau bisa mulai bekerja jam dua belas, bukan? Apa kau sadar apa kesalahanmu?" Luna mengangguk mengakui kesalahannya.

Mau bagaimana lagi, Luna kelelahan dan akhirnya tertidur. Dan sekarang dia dihadapkan dengan tuan mudanya yang berwajah dingin.

"Maafkan saya. Saya tertidur. Saya kelelahan" Luna berkata dengan menatap lantai. Masih belum berani mengangkat kepalanya.

Luna melihat kaki Adam melangkah mendekatinya. Luna dengan cepat mengangkat kepalanya dan berhadapan dengan wajah dingin Adam.

"Aku tidak peduli. Hanya karena ibuku memberi fasilitas lebih padamu, bukan berarti kau bisa seenaknya" Adam menatap sekeliling kamar Luna lalu kembali ke wajah luna.

Luna mengangkat alisnya tak mengerti. Fasilitas lebih? Apa maksudnya?

"Hm.. Apa kau kira semua pelayan memiliki kamar sebesar dan semewah ini? Pikirkan!" Ucap Adam dengan dingin. Bahkan sanggup membekukan dada Luna.

Adam kemudian berlalu meninggalkan Luna tang masih memikirkan perkataannya.

Ya. Mungkin terlalu berlebihan jika seorang pelayan memiliki kamar sebesar ini.

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 18.7K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
6.3M 324K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
713K 139K 46
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
193K 1.1K 24
[21+] Diadopsi oleh keluarga kaya raya bukan bagian dari rencana hidup Angel. Namun, ia anggap semua itu sebagai bonus. Tapi, apa jadinya jika bonus...