Eye of Heart [COMPLETED]

By NinaMusIn

43.3K 3.2K 282

Buku Pertama dari Trilogi Heart Series Book I - Eye of Heart [Completed] Book II - Pieces of Heart [Complete... More

Part 1 : Kematian Ibu
Part 2 : Pemakamam
Part 3 : Sunset di Kala Itu
Bukan Update
Part 4 : Janji
Part 5 : Gadis Lolipop
Part 6 : Tersesat
Part 7 : Hal tak terduga
Part 8 : Pesta Dansa (1)
Part 9 : Pesta Dansa (2)
Part 10 : Pesta Dansa (3)
Part 11 : Ancaman Isaiah
Part 12 : Salah Paham
Part 13 : Hampir
Part 14 : Ingat Tujuan Kita
Part 15 : Tawaran dari Iblis Bermata Biru
Part 16 : Surat Wasiat
Part 17 : Cheon Kikka
Part 18 : Perpisahan
Part 19 : Isaiah Hotaru
Part 20 : Pertengkaran
Part 21 : Apakah Lampu Hijau Untuknya?
Part 22 : Ryu Kembali
Part 23 : Harus Bagaimana?
Part 24 : Jawaban Freya
Part 25 : Tolong Kikka
Part 26 : Bertemu Isaiah Hotaru
Part 27 : Kenyataan Pahit yang Harus Dihadapi
Part 29 : Jangan Kira Badai Sudah Berlalu
Part 30 : Ini Baru Permulaan
Part 31 : The Next Steps
Penting Wajib, Kudu Dibaca dan Respon!!!!!
Part 32 : Kegoyahan, Teman Lama, dan Tekad
Part 33 : Bisakah Debaran Ini Berhenti?
Part 34 : Kedatangan Sang Pemilik Ornamen Lotus
Part 35 : Tidak Ada Jalan Lain
Part 36 : Kemarahan Alin Atas Rahasia Ayahnya
Part 37 : Peringatan
Part 38 : Pernikahan dan Perpisahan
Part 39 : Tolong Katakan Inilah Kenyataannya
Part 40 : Monster [END]
Epilog

Part 28 : Serangan Alin

779 69 3
By NinaMusIn

Lipstik berwarna peach menyapu bibir ranum yang sedari tadi tersenyum masam. Mata biru gelapnya berkilau di tengah kegelapan. Gadis itu menatap refleksi dirinya di cermin. Gadis yang tengah menatapnya menunjukkan mata penuh tekad seakan mengingatkan untuk tidak mundur dengan rencana yang sudah tersusun. Minta maaf kepada pria yang ia cintai, dan berharap secercah rasa lega dapat ia rasakan agar dirinya mampu melewati hari demi hari yang akan ia lalui demi mewujudkan keinginan ibunya.

Suara ketukan halus terdengar dari balik pintu kamarnya. Ia melihat jam dinding, dan melihat waktu yang dijanjikan sudah tiba. Jadi ia bangkit dari kursi rias miliknya dan berjalan perlahan menuju pintu. Terlihat seorang pemuda dengan balutan jas dan tuxedo yang begitu pas dipadukan membalut tubuh atletis pemuda itu. Pemuda itu berusaha menyunggingkan senyum cerahnya. Gadis itu tahu bahwa pemuda berambut cokelat terang yang ada di hadapannya kini mencoba untuk menyemangati dirinya dan ia hanya bisa tersenyum simpul membalasnya.

"Kau cantik Freya, selalu," sapanya, mata cokelat terangnya memancarkan kehangatan. Ia menawarkan lengannya.

"Trims," balas Freya sambil menggamit lengan pemuda itu.

Mereka berjalan bersama menuju aula tempat pesta dansa tahun kedua diadakan. Pesta dansa yang berakhir buruk menurut Freya. Tapi ada sisi positif yang muncul akibat peristiwa yang lalu. Penjagaan di tempat-tempat rawan lebih ditingkatkan yang sepertinya bertujuan untuk mencegah hal buruk seperti tahun lalu terjadi, dan Freya yakin Ryu ikut andil dalam hal itu.

Raka berdehem kemudian menatap Freya lekat-lekat. "Freya, sebelum semuanya berjalan terlalu jauh.. Kau benar-benar yakin untuk menjadi seorang Helper?"

"Tentu," jawab Freya singkat, matanya kini balik menatap Raka. "Mengapa tiba-tiba kau bertanya hal itu Raka?"

Raka mengacak rambutnya yang tertata rapi, ia tampak gugup. "
"Kau tahu seorang Helper adalah sebutan untuk orang bekerja sebagai agen informasi khusus sekaligus negosiator. Penghubung para kalangan elit di seluruh dunia ... Mereka mempunyai akses tak terbatas untuk memasuki kalangan itu. Dengan kata lain mereka adalah anggota Intel milik kaum elit.."

"Lalu apa masalahnya Raka?"

Ia tersenyum masam. "Kudengar ketika menjadi seorang Helper orang itu diharuskan memutuskan hubungan dengan keluarga mereka, dan mereka tidak diperbolehkan untuk menikah selama mereka menjabat. Dan percayalah padaku jika masa jabatan mereka itu tidaklah sebentar Freya."

Langkah mereka terhenti.

"Wow. Aku baru mengetahui soal itu," kata Freya.

"Aku pun belum lama mengetahuinya Freya, ayahku mengetahuinya baru-baru ini. Ia tidak tahu bahwa syarat menjadi Helper sudah diubah."

"Jadi itu sebabnya mengapa ayahmu tidak mengizinkan dirimu menjadi seorang Helper lagi?"

Raka mengangguk. Hening cukup lama terjadi di antara mereka.

"Awalnya ayahku kira akan menjadi pengalaman bagus untukku menjadi seorang Helper sebelum memulai kuliahku. Mengingat anggota Helper haruslah siswa yang baru lulus dari Akademi Frisuki. Kuliah bisa dimulai kapanpun, tapi menjadi seorang Helper haruslah saat kita lulus dari Akademi ini. Bukan sebelum ataupun setelahnya. Lagipula pengalaman menjadi seorang Helper akan membantu kita saat ingin memulai bisnis ... Kita bisa mempelajari cara-cara bagaimana para pengusaha itu sukses dan bahkan membuat hubungan dengan mereka." Raka terdiam sejenak, menimbang-nimbang sesuatu, "Tapi siapa yang menyangka bahwa aturan sudah diubah. Selain jangka waktu jabatan yang diperpanjang kau bahkan dilarang untuk berhubungan dengan keluarga maupun menikah. Seperti mencoba menjadikan para siswa yang menjadi Helper adalah 'budak informasi' mereka, sebuah alat untuk memperkaya diri mereka sendiri. Kurasa itu tidak sepadan, mengingat resiko menjadi seorang Helper sangatlah rawan."

"Tapi Raka, aku harus melakukannya." Ada sinar kesedihan dalam mata Freya.

"Aku tahu, kuharap aku bisa membantumu soal itu." Raka mengelus kepala Freya, "Tapi aku ingin kau tahu, dan berharap kau berubah pikiran."

Freya hanya dapat tersenyum simpul, dan tanpa mereka sadari mereka sudah tiba di aula tempat pesta dansa tahunan diadakan. Suasana di sana sangat ramai, dan tampaknya acara itu telah dibuka beberapa waktu yang lalu. Freya bersyukur ia datang tepat pada waktunya, jadi ia tidak perlu mendengarkan acara pembukaan beserta pidato yang sangat membosankan itu lagi. Ia melihat ke sekeliling dan mencari sosok yang ingin ia temui tapi ia tidak kunjung menemukannya.

Freya malah mendapati pasangan kekasih yang sedang berangkulan dengan mesranya. Sang gadis terlihat tersipu-sipu melihat pemuda yang menatapnya dengan tatapan penuh cinta. Freya mengenali pasangan itu, siapa lagi jika bukan Kikka dan Bam. Freya menyingkirkan perasaan sungkan yang timbul dari dirinya dan menghampiri kedua sejoli yang tampak sangat serasi itu.

"Hai Freya," sapa gadis itu. Sementara sang pria tampaknya tidak suka dengan kehadiran Freya yang mengganggu dirinya bersama-sama dengan gadis pujaannya itu. Gadis itu tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya saat melihat Raka yang juga tiba disana. Dan Raka membalas anggukan itu.

"Hai juga Kikka, maaf mengganggu waktu kalian sebentar," balas Freya.

"Tidak apa-apa, untukmu akan kusediakan waktuku," sahut Kikka.

"Aku keberatan," sela Bam yang kemudian mendapat cubitan kecil di pinggangnya. Bam meringis saat Kikka melakukannya.

"Jadi ada apa Freya?" tanya Kikka dengan senyum ramah yang menghiasi wajah cantiknya.

"Ryu ... Kalian tahu dimana Ryu?"

Kikka menggeleng, kemudian menatap tunangannya. Mereka hanya bertatapan, tapi percakapan terjadi saat itu.

"Tadi aku bersama Ryu datang ke sini ... Tapi begitu sampai kami langsung berpisah, aku terus bersama Kikka dan aku belum melihat Ryu lagi," jawab Bam.

"Benarkah? Kalau begitu terima kasih Bam, Kikka," balas Freya sambil berlalu dari tempat itu.

Raka menganggukkan kepalanya ke arah dua sejoli itu, Kikka mengantarkan kepergian mereka dengan lambaian tangan bersama senyum manisnya. Bam melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Kikka agar gadis itu merapat kepada dirinya. Ia mencium puncak kepala gadis itu dan menghirup aroma feminim yang sangat ia sukai.

"Kau tahu, kadang aku cemburu saat kau begitu peduli kepada Freya," aku Bam.

Kikka menaikkan sebelah alisnya, "Kau tahu pasti mengapa aku bersikap seperti itu sayang."

"Ya, ya, ya. Kalau begitu maukah kau pergi ke taman yang di belakang bersamaku? Sepertinya aku butuh sedikit penyemangat dan penyembuh darimu," kata Bam disertai senyum nakalnya yang penuh arti.

Kikka tersenyum dan kemudian membiarkan Bam membimbing langkahnya.

---**---

Freya celingak-celinguk, sejak tadi ia tidak juga menemukan sosok Ryu. Ia heran mengapa pria itu sulit sekali ditemukan di saat-saat pesta seperti ini. Langkah Freya terhenti, dan tubuhnya membeku saat melihat sosok yang ada di hadapannya sekarang.

"Miki," kata Freya, dan ia yakin saat mengucapkannya ia tidak bernapas.

Miki menyunggingkan senyumnya yang menawan. Senyum yang selalu membuat Freya berdebar aneh. Freya memberi isyarat kepada Raka untuk meninggalkan mereka berdua dan Raka menurutinya dengan patuh.

"Bagaimana kabarmu Freya?"

"Cukup baik kurasa, bagaimana denganmu?"

Miki tersenyum getir. "Kondisi fisikku baik, tapi sepertinya kondisi hatiku berbanding terbalik."

Freya tidak tahu harus berbuat apa, ia tidak bisa berlama-lama di sini. Jadi ia memutuskan untuk segera pergi menjauhi Miki.

"Aku menyesal mendengar hal itu.. Maaf Miki aku harus pergi, aku sudah meninggalkan Raka terlalu lama."

Sebelum Freya pergi Miki menahan tangan Freya. "Tidak bisakah kita berbicara sebentar? Kumohon."

Miki memohon dengan nada memelas yang tidak ditutup-tutupi. Freya mengurungkan niatnya untuk pergi dan memutuskan untuk mengabulkan permintaan Miki.

"Baik, tapi kau harus cepat... Aku tidak ingin kita menjadi pusat perhatian saat ini."

Senyum penuh kebahagiaan merekah di wajah tampan itu. "Tidak masalah, selama kau ingin mau berbicara denganku."

Miki membimbing Freya ke salah satu sudut ruangan untuk menghindari tatapan ingin tahu dari orang-orang.

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Freya.

Hening sejenak. "Semenjak kau mengatakan ingin mengakhiri hubungan kita aku tetap memperhatikanmu. Dan dari yang kulihat tidak ada perkembangan dalam hubunganmu dan Ryu. Mengapa bisa begitu Freya? Kau memutuskan ku karena menyukai Ryu tapi kau tidak bertindak apapun untuk mendapatkan Ryu."

Sebuah pukulan serasa mendarat ke Freya, dalam hati ia juga bertanya-tanya mengapa ia tidak melakukan apa yang Miki katakan. Dan jawabannya sudah jelas, ia memang tidak akan pernah bisa melakukannya.

"Hubungan kita sudah berakhir Miki, dan aku tidak akan pernah kembali lagi padamu. Kumohon lupakanlah aku. Apa yang akan terjadi antara aku dan Ryu biarlah seperti adanya. Kau berhak untuk bahagia dan aku bukanlah orang yang tepat untuk membahagiakanmu."

Sebelum sempat berkata lagi Freya sudah bergegas meninggalkan Miki di sana. Ia tidak membalikkan badannya sedikitpun. Dan sepertinya hari ini Dewa kesialan sedang bersamanya, pikir Freya. Bagaimana tidak, ia tidak juga menemukan Ryu kemudian Miki yang bertingkah seperti itu dan sekarang ketiga gadis yang pernah mencoba menindas dirinya kini sedang melemparkan senyumnya yang  bak rubah licik kepada Freya. Freya mengenali pemimpin dari grup kecil itu. Teresa Shan, itulah nama gadis itu.

"Hai Freya," sapa Teresa.

"Hai," balas Freya dengan enggan.

"Ada apa buru-buru begitu?"

"Bukan urusanmu," jawab Freya ketus.

Ketiga gadis itu sepertinya kesal dengan sikap Freya, tapi entah kenapa mereka menahannya. Dan Freya harus waspada karenanya.

Teresa menyeringai, "Kulihat kau tadi berbicara dengan Miki, dan dari reaksi yang terjadi sepertinya kalian berpisah? Mengapa Nona Freya? Kau sudah sadar kalau kekayaan keluarga Isaiah lebih menarik dari keluarga Bowman?" Kedua temannya tertawa kecil, tawa mencemooh yang sangat Freya kenali. Freya berusaha pergi dari tempat itu namun Teresa menghalanginya.

"Ah ya satu lagi, terlambat jika kau mulai mengejar Ryu saat ini. Karena tunangannya yang paling utama, Alin Laniana sudah tiba sekarang."

"Apa maksudmu?" Perasaan Freya tidak enak tentang ini.

"Kau tidak tahu Alin Laniana? Calon penerus keluarga Laniana. Keluarga yang setara dengan keluarga Isaiah. Jika dikatakan keluarga Isaiah adalah penguasa di depan, maka Laniana adalah penguasa di balik layar." Ia tersenyum puas melihat ekspresi Freya, "Dan dia disebut-sebut sebagai calon istri yang paling kuat di antara para tunangan Ryu. Selain keluarganya yang mampu sebanding dengan Ryu, mereka adalah teman sejak kecil yang sangat akrab."

Freya tidak tahu akan hal itu dan mengapa perkataan Teresa mengenai hal itu seperti sebuah pedang tajam yang menusuk jantungnya kemudian mengoyak-ngoyaknya hingga tersisa serpihan. Lalu apa? Apapun itu ia tidak bisa bersama Ryu. Sebelum sempat membalas perkataan Teresa, panggung yang berada di depan Freya tiba-tiba menjadi ramai. Ia memalingkan wajahnya untuk melihat apa yang terjadi dan saat melihat apa gerangan yang ada disana Freya seperti melihat mimpi buruk yang paling terburuk.

Ryu, pria itu disana. Seorang gadis cantik dengan rambut pirangnya yang berwarna madu tengah merangkul dirinya dengan mesra. Mata giok yang dimiliki gadis itu memancarkan sinar penuh keakraban. Dan Ryu, pria itu sama sekali tidak terganggu dengan hal itu.

Seorang pria yang tampaknya adalah MC menghampiri pasangan yang luar biasa itu. Ia membaca kertas yang dibawa bak seorang MC.

"Hai aku Jack O'Connel. Hari ini aku adalah MC dan sekarang tugasku adalah mewawancarai kalian. Pasangan fenomenal yang mengundang rasa ingin tahu para siswa disini," sapa pria yang berperawakan khas pria Amerika. Para siswa bersorak-sorai mendukung perkataan Jack.

"Lalu?" balas gadis yang berada di samping Ryu.

Jack tersenyum, "Bagaimana perasaan kalian saat bertemu lagi? Kudengar Alin belajar dengan sangat keras agar ia bisa lompat kelas dan bersekolah bersama dengan Ryu."

"Hmm.. Perasaanku.." gadis itu mengetuk-ngetukkan pelan jari telunjuknya ke bibirnya. Ia tersenyum penuh arti. Semuanya terjadi begitu cepat. Gadis itu membalikkan badannya dan sekarang ia sedang berciuman dengan Ryu. Ia mencium Ryu dengan penuh perasaan dan seolah menunjukkan dialah yang akan selalu mencium bibir pria itu. Dan Ryu ... Pria itu terdiam dan entah darimana Freya merasa pria itu menikmati ciuman tersebut.

Para siswa yang melihatnya terkagum-kagum dengan pemandangan yang ada di hadapan mereka kini. Komentar samar yang keluar adalah bahwa pasangan itu sangat cocok dan komentar-komentar positif lainnya.

Sedangkan Freya, ia berdiri di sana. Terpaku dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Teresa dan kedua temannya tersenyum dengan penuh kemenangan melihat reaksi gadis itu. Freya membalikkan badannya, ia tidak sanggup lagi melihat pemandangan itu. Dadanya serasa dipukul dengan godam besar yang tiada hentinya. Sebelum ia sadari airmata sudah turun dengan deras dari pelupuk matanya. Ia mencari-cari jalan keluar dari tempat itu dan tidak mempedulikan pandangan orang-orang yang melihat dirinya.

Raka, Raka, Raka. Tolong aku, sebelum aku hancur disini, batin Freya memanggil-manggil sosok tersebut. Freya mengutuki dirinya sendiri, seharusnya ia tidak berpisah dengan Raka tadi. Padahal ia tahu untuk saat ini ia sangat membutuhkan kehadiran Raka untuk menopangnya. Hingga ia tiba di pintu keluar pun sosok Raka tidak kunjung ia temukan. Jadi Freya mau tak mau harus sendiri menanggung luka itu. Ia berlari secepat yang ia bisa, ke sembarang arah tanpa mempedulikan yang ada di hadapannya. Rasa sakit yang menjalari kakinya tidak ia hiraukan. Yang ia ketahui bahwa ia harus pergi dari tempat itu. Secepatnya.

Namun tampaknya takdir memang tidak memihak dirinya malam ini. Ia tersandung dan jatuh cukup parah. Peristiwa itu cukup membuat kaki kanannya terkilir dan penampilannya menjadi berantakan. Freya mendapati dirinya berada di sebuah taman yang tidak dapat ia kenali. Perlahan Freya merangkak ke arah kolam yang ada di hadapannya, kolam itu merefleksikan bayangan dirinya. Seorang gadis dengan tampang hancur dengan penampilan berantakan. Airmata tidak berhenti turun dari mata yang penuh akan kesedihan. Ada setitik sinar mengejek dari mata itu. Mengingatkan dirinya alasan mengapa hal ini bisa terjadi.

Bukankah kau yang menyebabkan ini? Kau melukai pria itu dan jangan salahkan keadaan berbalik menjadi seperti ini.

Tangis Freya semakin menjadi, ia menumpahkan segala perasaannya dengan harapan setelahnya merasa lebih baik. Setidaknya malam ini biarkanlah ia menangisi pria itu dan dirinya sendiri, bersama dengan semua keputusan dan keadaan yang telah ia ambil. Rasa sakit yang luar biasa menyerang seluruh tubuhnya. Godam tak kasat mata terus memukuli dirinya tanpa henti. Ia merasa hatinya sebentar lagi akan remuk. Dadanya terasa begitu sesak, seakan ia tidak bernapas barang sedetikpun saat ini. Berbagai pemikiran berkecamuk dalam benaknya dan ikut larut dalam kesedihannya.

Freya apa yang kau harapkan, kau sudah tahu tidak akan pernah bisa memiliki pria itu. Dan apakah kau berpikir Ryu akan tetap mengharapkanmu? Gadis arogan yang selalu meremehkan dirinya karena darah yang mengalir dalam tubuhnya. Ryu berhak mencintai dan bahagia dengan wanita manapun, batin Freya.

Freya memeluk dirinya sendiri hingga menyerupai sebuah bola. Berusaha bangkit dari kesedihannya yang tampaknya mustahil.

"Freya ..." panggil sebuah suara yang sangat ia kenali. Sebuah suara yang tidak pernah ia sangka. Secara otomatis ia memalingkan wajahnya ke sumber suara itu. Darahnya serasa berhenti mengalir saat itu.

"Ryu."

Setiap sel dalam diri Freya serasa bergembira saat melihat sosok pria itu. Tubuhnya mempunyai pemikiran tersendiri yang kini sedang berusaha mendekati pria itu. Bahkan sepertinya rasa sakit luar biasa yang menjalari kakinya hilang entah kemana. Ia tertatih-tatih mendekati pria itu namun apa daya ternyata syarafnya yang terluka belum hilang sepenuhnya dan kini menyebabkan dirinya terjatuh kembali.

Dengan cekatan Ryu menahan tubuh gadis itu, dan saat Ryu menyentuh dirinya Freya merasa dirinya tersetrum aliran listrik. Freya memberanikan dirinya untuk mendongakkan kepala dan menatap Ryu. Sekarang mereka terduduk di taman itu. Saling berhadapan dengan jarak yang dekat.

Tuhan ... Tatapannya itu ... Mungkinkah? Mungkinkah Freya masih mempunyai kesempatan? Dirinya yang telah begitu melukai orang ia sangat cintai dan mempermainkan pria yang mencintai dirinya yang kemudian ia campakkan begitu saja.

Ibu ... Bolehkah satu kali saja aku melanggar perintahmu? Sekali saja, Demi Tuhan aku tidak sanggup lagi untuk melepaskan pria yang kini ada dihadapanku, batin Freya.

Freya mencengkram kuat-kuat kedua lengan yang kini tengah menopangnya. Bibirnya gemetaran.

"Maaf ... kan aku ..." Freya sesegukan, ia tidak mampu berbicara dengan benar, "Aku ... cinta.. mencintaimu ... Ryu." akhirnya ia mampu menyelesaikan kata-katanya walaupun berantakan.

Lalu ia merasakan dirinya sudah berada dalam dekapan Ryu. Seluruh tubuh pria itu seakan berbicara bahwa ia sangat bahagia akhirnya dapat mendekap dirinya. Ia mengelus punggung Freya, mencoba menenangkan gadis itu. Tidak ada hentinya mengecup puncak kepalanya dan menggumamkan kata-kata penuh kasih sayang serta rasa syukur yang teramat sangat.

Freya membenamkan kepalanya di dada bidang pria itu, menghirup aroma maskulin yang begitu ia sukai. Menenangkan setiap selnya yang begitu menginginkan berada di dekapan Ryu.

"Aku juga mencintaimu Freya ... Selalu. Sekarang dan seterusnya. Hingga aku mati ... Selamanya. Aku mencintaimu, gadisku yang berambut merah jahe. Hanya kau," bisiknya di telinga Freya, dengan nada tegas dan penuh keyakinan. Ryu mempererat pelukannya kepada gadis itu. Perasaan bahagia mengisi seluruh rongga dadanya, membuncah dan memenuhi setiap sudutnya. Akhirnya ia dapat bersama dengan gadisnya, betapa ia menantikan momen-momen ini.

Freya membalas pelukan Ryu, ia melingkarkan tangannya di sekitar tubuh Ryu seolah takut pria itu hanyalah salah satu ilusi yang diciptakan oleh hatinya yang begitu menginginkan bersamanya. Lama mereka berpelukan di antara keheningan malam. Bulan purnama yang tengah mengisi langit malam sebagai saksi bersatunya cinta kedua anak manusia.

Ryu melonggarkan pelukannya terhadap Freya, ia meraih sesuatu di dalam saku jasnya. Kemudian dengan lembut ia menyeka air mata yang berjatuhan dari gadis itu. Cuping hidung Freya dapat menangkap aroma Ryu pada saputangan berwarna gold itu.

"Jangan menangis lagi, mendengar tangisanmu menyayat-nyayat hatiku Freya," kata Ryu parau.

Freya menganggukkan kepalanya, menyetujui Ryu. Lalu ia kembali menghambur ke dalam pelukan pria itu. Ryu kembali mengelus punggung Freya, menenangkan gadis itu. Setelah gadis itu cukup tenang, Ryu mengangkat dagu gadis itu agar ia dapat menatapnya.

Ryu tersenyum, ia melihat sinar penuh cinta dalam mata biru gelap eksotis gadis itu. Yang berkilau dengan indah saat sinar rembulan menyentuhnya. Perlahan ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Freya, dan kemudian bibirnya bertemu dengan bibir lembut yang menjanjikan kenikmatan milik gadis itu.

Ciuman itu perlahan namun terasa manis dan begitu memabukkan. Ryu menahan hasratnya yang meledak-ledak setengah mati. Ia tidak ingin melakukan hal yang buruk lagi terhadap Freya dan membuat gadis itu kembali menjauhinya.

Freya merasakan Ryu mengecupnya dengan hati-hati. Ia memberikan kecupan-kecupan ringan yang sanggup membuat Freya berkunang-kunang. Dan perlahan ciuman itu berubah semakin mendesak. Ryu menggunakan bibirnya untuk membuka bibir Freya yang kemudian lidahnya melesak masuk dan menyentuh setiap sudut mulut Freya dengan intim, memberi kenikmatan yang menjalar dengan cepat di sekujur tubuhnya. Freya merasakan dirinya lemas seketika, rupanya Ryu menyadari hal itu dan sebelah tangannya menopang bagian belakang tubuh Freya agar gadis itu tidak limbung, sementara sebelah tangannya lagi merengkuh kepalanya dan jari-jarinya melengkung mengikuti lekuk kepala gadis itu. Freya mencoba membalas ciuman itu dengan amatir. Dan ia merasakan senyum kecil Ryu saat ia melakukan hal itu.

Kecupan itu berlangsung lama, seolah-olah hidup mereka bergantung kepadanya. Tidak ada satupun dari mereka yang berniat menyudahinya. Tapi sepertinya memang harus dihentikan, Freya merasakan dirinya hampir kehabisan napas. Ryu mengerti dan dengan enggan ia menjauhkan bibirnya dari bibir ranum yang begitu menggoda itu.

Mereka berdua terengah-engah setelah ciuman itu, keduanya saling menatap. Ryu menatap Freya dengan mata membara, dan terlihat ia mencoba menahan gairah yang meledak-ledak dalam dirinya. Ryu merengkuh kembali gadis itu ke dalam pelukannya. Memeluknya dengan rasa sayang yang tanpa batas. Kemudian menghirup aroma gadis itu, aroma yang sangat ia rindukan.

"Aku mencintaimu Freya."

---**---

To be Continued

Hei hei hei.. Akhirnya mereka bersatu juga.. Huft, semoga para readers terhibur dengan part ini. Sekali lagi author minta maaf karena updatenya lama.. Soalnya author ga mw ceritanya pendek-pendek.. Mau ditamatin buru-buru.. Hehehehhe..

Oh iya author buat cerita baru lagi, judulnya Broken Vow - A song of The Soul. Cerita yang ini lebih ringan dari Eye of Heart, tokoh-tokohnya pun tidak akan sebanyak Eye of Heart. Author jamin cerita ini ga kalah seru dari Eye of Heart.. Dan akan penuh dengan adegan penuh haru biru. Terima kasih kepada para readers yang setia membaca cerita ini dan cerita lainnya karya author. Apalagi yang bersedia berkomentar, memvote, menambah kan ke perpustakaan dan Reading list T^T.

Author akan selalu menunggu umpan balik dari kalian.. Love You All 😚😚😚

Nina MusIn.

Continue Reading

You'll Also Like

15.5M 876K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
533K 87.7K 30
✒ 노민 [ Completed ] Mereka nyata bukan hanya karangan fiksi, mereka diciptakan atau tercipta dengan sendirinya, hidup diluar nalar dan keluar dari huk...
1M 153K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...