Shadow Tamer

By TsubasaKEI

45.6K 3.3K 639

Di mana ada cahaya pasti ada kegelapan. Bagaimana kalau kegelapan itu lepas kendali? Terlalu banyak hingga me... More

Shadow Tamer
Rest My Little Shadow..
Shadow Encounter
Cookies and Promises
Seeking the Truth (1)
Two Hearts Voices
By The Fire We Sing
His Shadow, My Shadow
[FINAL] A Heart's Completion

Seeking the Truth (2)

2.5K 261 40
By TsubasaKEI

~Shadow Tamer~

By: TsubasaKEI

Don't try to make it yours!

Enjoy~

-------------------------------------------------

Chapter 4: Seeking the Truth.

~continuation~

Fang tidak tahu ia harus pergi kemana. Ia sudah kabur dari rumah Boboiboy tanpa memberi alasan yang jelas—mengingat Boboiboy pasti menyadari ada yang salah, omelan rivalnya pasti tidak terhindarkan lagi.

Saat ini yang bisa ia lakukan hanya mengandalkan apa kata instingnya. Jadi sekarang Fang kembali berada di atap, berlari di bawah naungan cahaya rembulan.

'Agh, sialan. Aku harus ke arah mana?' Geram Fang. Tidak ada petunjuk dimana bayangan itu akan muncul. Ia benci kalau harus berjalan buta seperti ini.

'Kalau perkiraanku benar, makhluk itu ada hubungannya dengan Gopal. Tapi apa?' Kepala Fang otomatis melihat ke atas menuju bulan, seolah meminta petunjuk yang sepertinya tidak mungkin ia dapat.

Srek

Fang menolehkan kepalanya ke belakang, ke arah tiang listrik yang menjulang tinggi. Cahaya lampu jalan di dekat tiang membantu Fang untuk melihat dengan jelas. Walau cahayanya terputus-putus, Fang dapat mengkonfirmasi kalau memang ada sesuatu yang bersembunyi di baliknya. Sesuatu yang hitam dan tidak bisa berhenti menggeliat.

Fang menghentikan larinya dan melompat turun. Berjalan penuh perhitungan mendekati tiang itu.

"Aku bisa melihatmu di sana, keluar." Bayangan itu terperanjat kaget dan berusaha menyembunyikan diri di balik tiang—walaupun Fang masih bisa melihatnya dengan jelas.

"Tch, penakut rupanya." Sindir Fang dengan keras. Sengaja memancing reaksi si bayangan terhadap ucapannya. Dan benar saja. Perlahan bayangan itu merambat keluar.

"Ak..u...buk.a..n...pen..aku..t" suara serak si bayangan bergema.

Fang merasa bingung. Kenapa ia mendengar banyak suara tadi?

"Kalau begitu cepat keluar dari sana!" Fang berteriak lantang. Namun dirinya masih curiga terhadap bayangan itu.

Bayangan itu sempat terdiam ragu, sebelum ia hati-hati keluar dari persembunyiannya.

Fang tidak yakin apa bentuknya. Gumpalan hitam melayang beberapa centi dari tanah dengan satu mulut besar bergigi yang terlihat murung. Fang merasa sedikit jijik. Biasanya bayangan mempunyai bentuk yang pasti dan jelas—hewan seringnya—dan langsung menyerang Fang begitu melihatnya. Tapi kali ini gumpalan bak cairan lengket itu lagi-lagi membuktikan teori Fang salah.

Fang dan bayangan itu terjebak dalam kesunyian yang canggung. Tidak ada yang berani bergerak tiba-tiba.

Lalu apa?

"..uh..hai?" Dan sekarang dia berkenalan?

Fang mengerutkan alisnya bingung. "..hai..." Fang menjawab ragu, tidak yakin dengan suaranya sendiri. Tunggu, apa ia baru saja membalas sapaan bayangan?

"Kau..bisa melihat kami?" Suara itu terdengar takjub. Gundukan lengket itu memberanikan dirinya untuk bergerak ke daerah terbuka.

"Tentu saja, gundukan lengket sepertimu tidak susah dilewati." ucap Fang blak-blak kan. Berusaha menggunakan persona orang dingin-nya dengan harapan memunculkan reaksi dari bayangan itu. Usahanya berbuah. Mulut itu berubah lebih murung.

Fang berubah siaga ketika gumpalan itu mendadak bergejolak, memisahkan dirinya menjadi bola-bola kecil yang perlahan membentuk sebuah hewan. Segerbolan gagak memunculkan diri mereka. Mata-mata merah menatap Fang.

"Kau seperti mereka...selalu menjelekkan ku...ketika berubah wujud baru di terima..." Ucap mereka. Setiap paruh tetap tertutup namun Fang bisa mendengar suara mereka dengan jelas menggema di telinganya.

"Salah kami apa?!" Fang terlonjak ketika seluruh gagak serempak melompat maju di bawahnya.

"Kami hanya ingin diterima apa adanya! Kenapa tuhan menciptakan kami seperti ini? Apakah benar ini pilihan terbaik tuhan? Kenapa kami dijelek-jeleki karena kekurangan kami? Kenapa kami diomeli hanya karena angka di kertas itu berwarna merah?? Padahal kami hanya ingin beristirahat menenangkan hati dan pikiran. Kenapa tuhan? Kenapaa?!"

'Berlebihan,' batin Fang. Benar-benar seperti Gopal. Fang memutar bola matanya dan menggerutu pelan. "Salah sendiri main terus," tentu saja nilai—Fang mengimplikasikan angka merah itu sebagai nilai Gopal—akan turun kalau waktu dihabiskan untuk 'mengistirahatkan hati dan pikiran' terus menerus.

Mendadak gerombolan burung itu berhenti berbicara dan menatap Fang dengan benci. Seluruh matanya memicing tajam ke arah si pengendali bayang. Sial, sepertinya mereka mendengarnya.

"Bukan salah kami!" Paduan suara itu membantah. Bergema dalam telinga Fang dengan bunyi yang nyaring.

"Ini salah mereka yang tidak mengerti kami!" Mereka berucap dengan benci. Bulu mereka menajam dan sayap dibentangkam lebar, memberikan efek mereka semakin besar.

"Maaf saja ya, dunia itu nggak akan berhenti berputar hanya karena satu permintaan anak manja!" Fang membalas emosi.

Ia tidak suka pengeluh. Memangnya apa yang bisa mereka dapat dari itu? Ucapan tidak ada artinya jika tidak ada upaya. Oh jika ucapan adalah segalanya maka sejak dulu ia hanya cukup mengucapkan satu kata dan dunia akan tersenyum kepadanya. Kehidupannya akan lebih pantas untuk ia kenang dan hargai setiap detiknya.

Hah. Omong kosong.

"Kalau kau ingin mereka mengerti buat mereka mengerti. Jangan diam saja, mereka nggak bisa baca pikiran."

Bayangan itu memekik tajam, berbondong-bondong mereka melesat ke arah Fang, membuat si pengendali bayang mendecih.

Yup, ia benci pengeluh.

Bukan berarti dirinya tidak pernah mengeluh. Tapi ia hanya tidak suka orang yang menyalahkan nasib buruknya lalu tidak mau berbuat apapun untuk mengubahnya.

Yah, paling tidak tambah lagi satu alasan untuk mengancurkan bayangan ini.

Fang mengumpulkan energi di kakinya dan melompat ke atap rumah di kanannya menghidari arus burung itu.

KAAK KAAK

"Huf, sudah tukang ngomel berisik pula." Fang berdecak kesal. Sulur-sulur bayang yang sudah siap menerjang melilit di jemarinya dan ketika gerombolan itu berbalik arah untuk mengejarnya Fang menyerang balik. "Tusukan jari bayang!"

Serangan Fang melesat tepat ke tengah gerombolan bayangan itu, namun dengan cepat mereka mengosongkan area yang terancam terserang dan tetap menerjang ke arah Fang.

Fang mendecih, dan segera menutupi dirinya dengan perisai bayang. Burung-burung datang bak hujan batu, menabrakan dirinya dengan kecepatan tinggi tidak peduli kerusakan yang dapat terjadi dengan tubuh mereka. Padahal Fang bisa mendengar samar sesuatu yang retak—bukan perisainya—di antara dentuman itu.

Begitu gerombolan itu melewatinya Fang me-nonaktifkan perisainya dan segera berlari menyusuri atap, para burung tepat di belakangnya. Fang mencoba menembakkan beberapa bola bayang ke mereka namun seperti serangan sebelumnya, mereka menghindar dengan mudah.

Fang menggeram jengkel. Sudah banyak, seperti nyamuk pula! Terbang mengindar kesana-kemari, tidak bisa sebatas menjentikan jari dan mereka segera musnah. Menyebalkan.

Fang kemudian membuat pengalihan. Seekor harimau bayang naik ke permukaan dan segera menerjang ke arah gerombolan burung sementara Fang melompat turun dari atap.

Tapi Fang tidak memperhiungkan kalau gerombolan itu akan menghiraukan harimaunya, dan malah menyerangnya ketika ia tengah melompat, melayang di udara tidak siap menghalau paruh-paruh tajam yang mendekat.

.
~Shadow Tamer~
.

Ketika Fang meninggalkan rumah, Boboiboy, Ying, dan Yaya mulai menyadari keanehan pada Gopal. Gopal tampak murung dan tidak berusaha untuk mengisi perutnya sama sekali. Yaya berusaha mendorong Gopal agar mau memasukan sesuatu kedalam perutnya. Gopal mengambil sepotong kue kering, dan mengunyahnya dengan sangat lemas.

'Aneh..' Pikir Boboiboy. Pantas saja rivalnya tadi curi-curi pandang ke arah Gopal. Pasti dia sudah menyadari anomali ini sejak tadi.

Boboiboy mengindari kecanggungan di ruang tamu dengan memfokuskan dirinya pada tv—walaupun berita tidak menarik. Ia menunggu giliran menggunakan kamar mandi, berhubung sudah malam mereka harus membersihkan tubuh mereka tentunya. Paling tidak ia bisa lega Gopal masih mau bergerak untuk mandi.

Boboiboy meraba-raba ke sampingnya mencari remot tv. Ia berhenti ketika ia menyentuh permukaan selain sofanya. "Eh, ini 'kan tas-nya Fang." Boboiboy mengangkat tas selempang ungu yang setengah terbuka itu. Apa Fang sengaja meninggalkannya di sini? Memang sih tas akan tetap aman jika disimpan di rumah Boboiboy, tapi ia kira paling tidak Fang akan membawa tas kecilnya. Boboiboy yang penasaran mulai mongoprek isi tas itu. Toh, pemiliknya sedang tidak melihat.

"Huf, ada-ada saja Fang ini," Padahal isinya ada barang berharga yang seharusya dibawa kemana pun. Dompet, pembersih kacamata, pisau lipat, handphone.......

........tunggu, handphone?

Dengan cepat Boboiboy memeriksa handphone ungu di tangannya. Milik Fang, tidak salah lagi.

Roda dalam otak Boboiboy mulai berputar. Kalau handphone-nya ada di sini, untuk apa Fang pulang ke rumahnya? Dan lagi, tidak masuk akal jika Fang melupakan hadphone-nya. Boboiboy tahu Fang tidak bisa lepas menatap layar setiap kali di jam istirahat sekolah, dan rivalnya itu selalu menyimpan handphone di saku celananya.

Lalu mengapa Fang pergi?

Memori akan pemuda amethyst itu mendadak mengalir dengan deras melewati matanya.

Fang yang melihat Gopal dengan curiga.

Fang yang bertingkah aneh dalam perjalanan.

Fang yang selalu tampak lelah.

Fang yang terluka tanpa sebab.

Boboiboy membulatkan matanya.

"Boboiboy? Kau mau ke mana?" Yaya bertanya heran pada Boboiboy yang teburu-buru mengikat tali sepatunya. Raut wajah tegang seolah ia dikejar waktu. Boboiboy tidak menoleh pada gadis itu. Manik madunya Fokus pada tali yang bertaut.

"Aku akan menyusul Fang."

Boboiboy mengencangkan ikatannya dan berdiri. Keluar dari rumah dan segera berlari mengejar rivalnya.

.
~Shadow Tamer~
.

"Aagh! Sialan kalian!"

Fang berteriak frustasi ketika ia menghantam tanah. Ia tidak bisa mengukur jarak ketika pandangannya dikaburkan oleh segerombolan gagak. Tentu saja ia akan mendarat dengan tidak elegan.

Fang kembali berdiri memegangi lengannya yang memar dan menggeram, menatap gerombolan gagak di atasnya dengan benci.

Ia tidak bisa asal menyerang mereka, lalu apa yang bisa ia perbuat? Gerombolan itu semakin lama semakin dekat dan Fang tidak bisa mengasilkan ide cemerlang apa pun.

"Tch, sialan!" Dengan emosi Fang mengayunkan tangannya, menciptakan tembok hitam lebar yang menghalangi dirinya dengan para bayangan dan menggerakkan tembok tersebut agar menampar para bayangan.

Fang menggunakan kesempatan ini untuk memanggil elang bayang dan mengendarainya. Ia tidak suka kabur dari pertarungan tapi ia tahu tembok super besar itu hanya akan menghalau para bayangan sebentar. Ia harus bisa bergerak lebih cepat dari mereka, dan satu-satunya cara yang Fang tahu adalah menaiki elang bayang. Fang sendiri tidak yakin dengan rencana dadakan ini tapi ia harus mengambil kesempatan.

Elang bayang melesat maju ke atas. Si pengendali bayang melihat ke belakangnya khawatir, ke arah gerombolan burung marah yang mengikutinya.

.
~Shadow Tamer~
.

Boboiboy melihat ke sekeliling dan berhenti di atap rumah di kanannya yang terlihat cukup datar. Seru 'gerakan kilat!' Boboiboy terdengar sedetik sebelum dirinya muncul di atas atap tadi. Ia kembali bergerak, membuat dirinya terlihat sebagai kilasan merah yang berkedip dilangit malam dari atap ke atap.

Boboiboy melirik ke atas. Ia merasa kalau bulan sedang menerangi jalan untuknya. Bukan. Ia merasa kalau bulan memang sengaja menuntunnya menuju Fang. Membentuk suatu jalan panjang yang diuntai oleh sinar putih. Walaupun seharusnya hal itu tidak mungkin terjadi. Pasti hanya imajinasinya saja.

Dipandu oleh jalan itu, Boboiboy menolehkan kepalanya setiap kali ia melihat suatu pergerakan. Seringnya harapan itu berakhir kosong. Entah kucing liar tidak sengaja menyenggol ini itu atau daun yang tertiup angin. Boboiboy merasa semakin resah setiap detik.

Boboiboy mulai berpikir untuk kembali ke rumahnya. Mungkin ia terlalu khawatir dengan rivalnya itu. Siapa tahu ponsel yang Fang maksud itu ponsel yang berbeda. Dan Boboiboy tidak harus sesusah payah ini mengejar Fang.

Boboiboy menggelengkan kepalanya tegas. Tidak. Ia harus memastikan itu dengan mata kepalanya sendiri. Fang itu memang mencari ponselnya, atau itu hanya kedok untuk menyembunyikan rencana aslinya. Bocah bertopi itu kembali menggunakan gerakan kilat.

Ia tidak boleh menyerah. Mana bisa seorang pahlawan menyerah begitu saja. Apalagi kalau kawannya bisa dalam bahaya. Fang bisa mengomelinya nanti kalau ia tahu ia tidak menjadi pahlawan yang benar.

"Dimana dia?" Boboiboy bergumam kecil dan melompat tinggi ke atas. Berpikiran kalau Fang dapat ditemukan lebih mudah kalau dipantau dari langit.

Begitu Boboiboy sedang melambung tinggi di udara, ia melihat sesuatu melayang cukup jauh di seberangnya. Bulan lagi-lagi membantunya. Karena secara tidak sengaja cahayanya yang begitu terang membuat sosok yang melayang itu menjadi sebatas titik hitam di langit.

Boboiboy mengernyitkan matanya. Sosok itu terlihat sedang menunggangi sesuatu, mungkin burung. Burung dengan sayap yang lebar berwarna gelap. Detik itu juga Boboiboy membulatkan matanya.

'Tidak mungkin..'

Fang, sedang menaiki elang bayangnya. Tak jauh di belakangnya segerombolan sesuatu yang hitam mengekorinya sambil menggeliat liar di udara.

"Fang!"

Perasaan Boboiboy beraduk ketika meneriakan nama rivalnya itu. Lega, senang, takut. Takut karena dugaannya selama ini benar. Bahwa Fang memang menyembunyikan sesuatu darinya. Dan sesuatu ini secara kebetulan sedang mengejarnya.

"Fang! Fang!—Sial, gerakan kilat!" Begitu kaki Boboiboy menyentuh tanah ia segera mengaktifkan gerakan kilat dan kembali berlari menyusuri atap. Sesekali meneriakan nama rivalnya walaupun tahu Fang tidak bisa mendengarnya. Paling tidak Boboiboy bisa berharap. Kalau suaranya akan terdengar walaupun hanya sesaat dan membuat rivalnya itu menoleh kebelakang.

Dingin menusuk dagingnya dan nafasnya menderu. Jantung berpacu begitu cepat Boboiboy rasa bisa copot kapan saja.

Boboiboy tidak peduli.

Karena Fang sudah terkunci di matanya.

.
~ Shadow Tamer
.

Fang menyumpah. Ia kira dengan menaiki elang bayang gagak-gagak itu akan kesusahan mengejarnya. Tapi apakah hal itu berhasil? Oh, tentu saja tidak. Kenapa ia terkejut?

Bayangan bisa berevolusi. Kenapa ia lupakan fakta penting itu? Berharap mereka akan kewalahan mengejarnya dan menjadi cukup lemah untuk Fang serang. Sungguh naif sekali dirinya.

"Ahahahaha! Sudah lelah? Kita masih mau main! Ahahaha!"

Fang mendecih. Cengkramannya pada elang bayang semakin kuat.

"Lelah katamu? Ha! Jangan harap! Aku bukan orang lemah," Fang berusaha menyengir percaya diri dan mempercepat lajunya.

Bohong kalau Fang tidak lelah sama sekali. Bermain kejar-kejaran tanpa istirahat tentu menguras banyak energinya. Terutama karena ia menunggangi elang bayang. Tidak sedikit energi yang dipakai untuk membentuk elang itu. Ditambah sebelum ini Fang sudah melakukan perlawanan. Sebentar bukan berarti sedikit energi yang keluar.

Fang tahu ia tidak boleh berlama-lama mengudara tanpa tujuan yang jelas. Yang Fang butuhkan saat ini adalah bayangan sialan itu berhenti bergerak supaya ia bisa menghancurkan mereka dengan mudah. Tapi mana mungkin mereka dengan senang hati diam duduk manis menunggu ajal.

Tidak jauh dihadapannya tertera perumahan kosong yang kumuh. Melihat itu harapan Fang kembali muncul. Elang bayang dibawahnya seolah mengerti dan menukik kebawah.

Sesuai perkiraannya, tata letak bangunan bak labirin itu berhasil memperlambat laju para bayangan yang berusaha mengejar Fang melewati jalan yang berliku-liku.

"Heh, kalian sudah lelah? Atau lemak perutnya Gopal terlalu banyak?" Para bayangan menjerit tajam dan bulu mereka bertambah kusam sebagai tanggapan ejekan Fang.

Mata Fang menangkap jalan yang cukup lebar, dengan rumah-rumah tinggi di pinggir kanan-kirinya, dan memutuskan untuk menjalankan rencananya dari sana. Dengan bayangan marah membuntutinya cukup jauh dibelakang, Fang berhenti di tengah jalan dan turun dari elangnya.

"Apa kalian ngga bisa lebih cepat?" Teriak Fang. Tak luput menambahkan nada sindiran di akhir.

Seperti diberi aba-aba, bayangan itu mendadak muncul dari perempatan di depan Fang. Berbelok dengan tajam sebelum melaju dengan kecepatan penuh kearah si pengendai bayang yang sudah menantikan mereka.

"Jari bayang!" Para burung menjerit ketika Fang membuat pintalan jari bayang di tengah jalan. Mereka mengikatkan diri mereka dengan satu sama yang lain, membuat sebuah jaring. Bangunan tinggi di sampingnya membuat gerombolan burung itu terpaksa tetap menerjang ke arah jaring raksasa itu. Dan begitu mereka berusaha mendorong—berpikiran jaring yang dibuat Fang tidak cukup kuat untuk menahan mereka—Fang mengayunkan tangannya, mengomando jari bayang untuk membungkuskan dirinya dan menjebak bayangan Gopal dalam prosesnya.

Fang masih belum bisa beristirahat, tapi ia tidak kuasa menahan tangannya mengepal dengan semangat dan berteriak penuh kemenangan sebelum berlari mendekati buruannya. Sedikit lagi..

"Rasakan ini! Tusukan jari bayang!" Ditengah-tengah larinya, Fang menarik bayangan di bawahnya untuk membentuk sederet jari bayang yang kemudian ia lontarkan bak tombak ke arah bayangan Gopal yang terjebak.

Jleb! jleb! jleb! jleb!

Mereka menerjang dan menembus dari segala arah tanpa melewatkan sedetik pun. Rasanya Fang ingin tertawa ketika melihat bayangan di depannya berubah menjadi bola berduri. Dari tempatnya berdiri, Fang rasa bola itu bisa menyaingi besarnya bulan. Tapi dengan hiasan tajam tentunya.

Bola duri itu meronta, debu bertebaran setiap kali bayangan itu mendorong sangkarnya ke tanah. Tapi Fang tetap tidak bergeming dari posisinya. Kedua tangan terangkat kedepan, menahan bola hitam itu agar tidak terbuka.

Lalu diam. Mendadak perlawanan di dalam bola menjadi sunyi senyap. Tidak ada getaran, tidak ada desisan, hanya kosong. Hilang, seperti tidak ada apa-apa didalamnya.

'Hah? Apa yang terjadi?' Fang menatap heran. Tubuh masih siaga mengantisipasi pergerakan para bayangan. Tapi bola besar itu tetap tidak bergerak.

Fang menurunkan tangannya, berjalan waspada mendekati tangkapannya. 'Apa mereka sudah mati?'

Fang sendiri tidak yakin dengan ucapannya. Pasalnya ia tidak bisa mengintip kedalam. Kalau ia membuka celah mau sekecil apa pun ada kemungkinan bayangan itu bisa menyelip keluar. Jadi apa yang harus ia lakukan? Tidak mungkin 'kan bayangan itu menghilang begitu saja?

.....oh.

Mata Fang terbelak lebar. Cepat-cepat ia mengomando bola berduri itu untuk membuka dan apa yang di dalamnya membuat Fang mengutuk.

Kosong.

"Sialan! Kenapa bisa lupa?? Bodoh!" Fang menjambak rambutnya frustasi. Kenapa di saat genting seperti ini ia bisa lupa kalau bayangan dapat muncul dan menghilang sesuka hati? Tentu saja makhluk sialan itu bisa keluar dari perangkapnya dengan mudah. Bayangan sebelumnya bisa masuk kedalam bayangan di sekitarnya. Sepertinya masuk kedalam bayangan yang diciptakan Fang bukanlah pengecualian.

"Ahahaha! Kau kira kau bisa menangkap kami, 'hah??" Fang menoleh kebelakang, ke arah pohon di trotoar yang berdaun hitam.

Tidak, bukan daun. Pohon itu tidak mungkin berdaun, sudah kering karena usia. Puluhan mata merah menatap Fang. Mata puluhan gagak bayang yang bertengger kaku.

"Yup, aku kira kalian sudah ku kurung." Fang menggerutu pada dirinya ketika beberapa burung melesat ke arahnya. Fang mencoba kembali membuat jaring-jaring bayang untuk menangkap mereka. Tapi mereka bukan keledai yang terjebak di lubang yang sama, mereka terbang menerbos celah-celah yang cukup besar untuk tubuh mereka lewati atau menghindarinya. Sialan, keuntungan makhluk udara, dapat meliuk menghindar dengan gesit.

Fang hendak membuat cocoon bayang untuk melindunginya namun para gagak terlalu cepat. Dengan gesit menyayat si pengendali bayang dengan sayap setajam siletnya.

Rutukan tak senonoh mengalir deras dari mulut Fang. Kulitnya serasa terbakar. Hitam kembali mengaburkan pandangannya dan Si pengendali bayang merasa dilempar-lempar seperti bola basket, dan Fang baru bisa menghela lega ketika dirinya sudah terlindungi dengan coocon bayang. Beberapa gagak berusaha memecahkan-nya dengan mematok, tapi untung perisai bayang tidaklah tipis. Paruh burung bukan lah ancaman.

Fang meraba lengan atasnya dan mendesis pelan ketika merasa perih, cairan merah mengalir dari beberapa sabetan. Sial, tajam juga.

"Sembunyi? Kau sembunyi? Takut? Takut! Ahaha! Ini mengasyikan!" burung-burung itu kembali berkumpul di langit dan menghantam perisai Fang sebagai satu kesatuan.

Fang tahu perisainya masih mampu menahan serangan ini, yang ia perlukan adalah cara agar para bayangan itu bisa menyatu, menggabungkan tubuhnya dan membentuk suatu hal yang Fang bisa habisi dalam sekali serang. Dengan begitu Fang yakin ia bisa melewati malam dengan mudah.

Luka-luka itu kembali mendesis. Fang menggigit bibir bawahnya menahan sakit, dan kemudian ia terkekeh. 'Heh, memang malam apa yang mudah?'

Namun seolah mendengar pikiran Fang para gagak itu berkumpul di depan Fang, dan si pengendali bayang terkaget ketika para burung saling menabrakkan dirinya ke sesama gagak. Tapi bukannya saling terlontar mereka malah pecah layaknya balon air hitam. Dan Fang berusaha payah meneguk liurnya ketika cairan lengket itu membentuk sesuatu yang besar—hampir setinggi tiang listrik.

"Oh, jangan kamu lagi," Fang mendongakan kepalanya dan dengan tidak sudi menatap seekor beruang hitam yang familiar. Sepertinya bayangan Gopal juga mulai lelah dengan perisainya yang tidak mau pecah ini.

'GRAAW!' Beruang itu mengangkat cakarnya tinggi dan mulai menyerang.

Fang kembali berada di posisi kemarin hari, di mana ia hanya bisa berharap perisainya tidak hancur dihantam lengan gargantuar itu.

KRAK!

Dan —sialnya—seperti kemarin hari, perisainya tidak sanggup menahan kekuatan sebesar itu dan retakan demi retakan bermunculan. Saling berhubungan dan menjalar, menghasilkan motif sarang laba-laba yang Fang tidak ingin lihat saat ini.

PRANG!

Duagh!

Tapi tidak seperti kemarin, Fang tidak akan menyerah. Ia mengumpulkan energi bayang dalam kepalannya dan meninju ke arah lengan gargantuar itu, kedua kepalan beradu kekuatan dalam suatu pertunjukan bayang. Percikan ungu dan hitam menyala terang dalam malam.

Fang menggertakkan giginya dan mendorong. Mendorong sekuat tenaga seolah tidak ada hari esok. Aura ungunya semakin membara dan melahap tangan gargantuar si bayangan. Fang tidak menghiraukan tangannya yang menjerit kesakitan ataupun suara beruang yang mengaum keras. Hanya ada suara benaknya yang menjerit; '—Dorong—kalahkan—hancurkan—hancurkan—!' dan memaksanya agar terus melawan.

Lalu Fang mendengar sesuatu membelah angin. Samar desisan itu semakin jelas dan Fang yakin apa pun itu datang ke arahnya.

'Sial! Ada bayangan lain??' Benak Fang berasumsi. Dan satu kilasan kemudian sesuatu menembus dada si beruang.

Menembus tubuh si bayang dengan kilasan merah yang familiar.

Dengan jeritan yang memekikan telinga, si bayangan akhirnya pecah seperti pendahulunya. Menunjukan si dalang yang bertanggung jawab di belakang.

Dan Fang melihatnya.

Boboiboy, berdiri cukup jauh di depannya dalam mode halilintar, sedang terengah-engah. Tangan kanannya terulur. Fang duga ialah yang melempar pedang merah tadi. Iris ruby Boboiboy menatap manik amethyst Fang yang juga sedang menatap balik Boboiboy dengan tatapan kaget yang sama.

"Fang,"

Itu suara Boboiboy, terdengar jelas walau jarak dan suara malam diantara mereka.

Itu suara Boboiboy, yang terdengar hancur, terkhianati ketika melihat si pengendali bayang.

Fang merasakan keringat dingin jatuh dari pelipisnya. Otak masih memproses apa yang baru saja terjadi. Walau sudah mencapai suatu kesimpulan Fang ingin membantah kenyataan, menyatakan bahwa ini adalah mimpi. Karena ini tidak mungkin terjadi. Ini tidak boleh terjadi.

Tapi Boboiboy didepannya membuatnya berkata lain.

"Sial."

.
.
.
When you know the truth, will you embrace it?
.
.
.
TBC

--
A/N

Ngga lama kan kan ? :))
Thnx udah nge-read, vote, comments fic random inih, maaf kalo typo beredar. Editnya malem" sih. Ehehe~

Btw udah parada liat ep yg baru?
*SPOILER*
Pas ngeliat ternyata Fang alien langusung bingung ini mo di lanjutinnya gi mana.

Tapi meh, ini juga ngga canon amat ;)

Ngga tau kapan apdet lg, lg nulis sih. But, school and such and yada yada.

Sekian,
TsubasaKEI, out

Continue Reading

You'll Also Like

341K 26.9K 18
Gemma adalah seorang siswa baru di sekolah itu, sekolah favorit dan terkenal, tak ayal banyak anak-anak dari berbagai macam kalangan sekolah disana...
676K 78K 40
Indira serta guru dan kedelapan temannya melakukan perjalanan untuk piknik disebuah pantai. Namun mereka malah tersesat dan sampai di Kota Mati. Awa...
1.9M 282K 54
[BUKAN TERJEMAHAN] Cecillia Ayu Utami, seorang gadis berusia 15 tahun terbangun dalam tubuh seorang bayi setelah tenggelam di kolam renang belakang r...
214K 50.3K 80
[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tan...