STAY.

By itsaturdae

2.7K 843 98

"I realize now that loving you is easy. losing you is the hardest one." A story about Luke Hemmings and Katel... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
SORRY

BAB 14

175 52 5
By itsaturdae

Luke's POV

Deringan ponsel membuatku tersentak kaget hingga terbangun. Mataku mengerjap ngerjap silau menyadari lampu di langit kamar sudah menyala terang. Aku menguap lebar lebar untuk menghilangkan kantuk, membutuhkan waktu sedikit lama untuk kembali merebahkan kepalaku. Namun tampaknya suara berisik dari deringan telpon yang tidak sabaran itu keburu mengganggu ketenanganku dan sangat menjengkelkan, aku menarik tubuhku mendekati bufet sambil mengumpat kesal. Meraba raba ponsel yang jika tidak salah kuletakkan dekat lampu meja.

Sial, siapa yang menelpon sepagi ini dan mengganggu tidurku yang nyenyak?

"hallo" gumamku hampir menyentak

"Luke, kau sudah tiba di Inggris?" aku melihat nama yang tertera dan mulai menyadari siapa suara yang berbicara dibalik telpon ini.

"ya, kenapa?"

"kau sudah bicara pada si tua bangka itu?" tanya Micahel datar, nyaris tak merasa bersalah sedikitpun karena ia membuatku kesal sekarang.

"damn it, Mike! Kau membangunkanku hanya untuk menanyakan hal ini?"

"oh jangan salah kan aku jika sekarang aku sama cerewetnya dengan yang lain, oke? Kau sama sekali tidak membantu situasi ini"

"apa yang kau inginkan?"

"kau tidak menjawab pertanyaanku"

"tidak, aku tidak akan berbicaranya pada si brengsek Jhon! aku tidak akan menerimanya"

"sial, kau benar benar membuatku geram sekarang. Tau kah kau resiko dari perbuatanmu ini?" aku mendengar nada mendesaknya yang begitu memuakkan. Sialan karena ia satu satunya yang tak pernah dilibatkan dalam hal hal seperti ini jadi dia tidak mengerti "dia bisa melakukan apa saja, kau tau?"

"kau pikir aku takut? Dengar, dia mungkin produser kita tapi dia tidak berhak melakukan apapun semaunya. Kita punya kemampuan untuk menolak"

"aku tak ingin kau berurusan lagi dengannya seperti dulu, Luke. Kenapa tidak kau turuti saja rencana ini lalu duduk diam untuk melihat hasilnya?"

"ya tentu saja kau hanya peduli pada hasil akhirnya saja. Jika kau berada dalam posisi yang dirugikan seperti aku, mungkin kau tak akan bicara seperti itu!" kantukku sekarang benar benar hilang dan berubah menjadi menyala nyala. Aku memposisikan tubuhku untuk duduk, membiarkan selimut yang menutupi dadaku yang telanjang merosot turun diatas paha.

"well, sayangnya tawaran itu bukan ditujukan untukku dan kita tidak bisa berbuat apa apa karena Jhon lebih senang melibatkanmu ketimbang aku ataupun Calum yang belum pernah menyetak skors dalam drama ini"

Aku mendesisi tajam "kau sungguh munafik"

"oh ayolah, Luke. Berhenti berfikir bahwa ini adalah jebakan yang sengaja di tujukan padamu. Ingatlah Ini untuk kepentingan band! sadarkah kau bahwa semakin hari persaingan diluar sangat kejam? aku mungkin membenci si tua bangka itu karena kelewat berkuasa, tapi bagaimana pun ia telah berperan besar dalam band ini. ia yang membawa kita hingga titik ini"

"oh, persetan dengan semua yang telah ia lakukan! kau pikir hanya kita yang membutuhkan keberadaannya? jauh dari itu, dia lah yang membutuhkan kita"

"kita sama busuknya dengan dia, Luke"

"aku tidak akan mengikuti caranya"

"lihatlah sekarang justru kau yang munafik. Kau lupa berapa banyak peran yang telah kita mainkan untuk menaikkan popularitas band ini? Kita sudah melakukannya sejak dulu!"

"aku tak peduli"

"ya kau hanya peduli dengan kepentinganmu sendiri, aku tau itu. Tapi sayangnya ini band kita. Bukan hanya bandmu, jadi berhentilah menjadi egois dan pikirkan masa depan kita bersama. Kau ingin kita terlempar begitu saja?"

"jangan menjadi bodoh dan termakan hasutan si brengsek itu, mike." Aku nyaris mengeram saat mengingat bagaimana sosok si tua bangka Jhon feldman itu merencanakan drama baru untuk membuat karir kami melejit.

Berapa kali aku harus mengatakan bahwa kami dapat bertahan didunia showbiz dengan cara yang benar tanpa harus mencari sensasi. Bahkan jika aku dan yang lain hanya perlu menyanyi dan membuat pertunjukan musik live di tv, itu sudah menjadi pancingan besar agar fans membeli album kami.

Aku tidak peduli seberapa banyak musik kami yang terjual dipasaran, aku hanya peduli dengan kualitas musik yang ingin kami sampaikan dengan cara yang benar. Aku benci harus berpura pura didepan public melakukan sesautu yang direncanakan sesuai skenario. Begitu banyak kebohongan yang telah kami lakukan hanya untuk membuat orang orang bodoh diluar sana senang dan menikmatinya. Ini benar benar gila

"kau ingat terakhir kali Ashton dilibatkan dalam rencana management modest untuk meningkatkan penjualan album pertama kita?"

Mike mendesah panjang "ia hanya terlalu bodoh, Luke. Kau tau kau lebih baik dari itu. Lagipula kali ini kau hanya perlu berurusan dengan wanita itu dalam pembuatan music video saja."

"lalu apa selanjutnya? Aku akan ditempatkan dalam acara yang sama? Dinner makan malam? Pertemuan di bar yang seolah olah disengaja? Semua bahkan begitu mudah ditebak"

Terakhir kali Ashton harus melibatkan diri dalam kebohongan public, ia nyaris kehilangan Bryana. Anak itu benar benar nekat dengan mendekati model pirang yang Jhon kenalkan padanya untuk membuat rumor besar diluar sana.

Meski kenyataannya berhasil, aku tak pernah mendukung semua hal yang ia lakukan. Aku tak pernah mempercayai bahwa hasil yang kami peroleh berasal dari rumor yang kami munculkan sendiri.

Benar benar bodoh.

"kau benar benar keras kepala, Luke"

"kuberitahu sekarang juga, lupakan usahamu yang akan sia sia itu, karena aku tidak akan mengubah pendirianku."

"lalu apa yang akan kau lakukan pada si tua bangka itu? Kau akan mengatakan bahwa kita menolaknya lalu mereka akan membuang kita begitu saja? Bagus sekali, inilah yang kau inginkan"

"aku akan urus semuanya, kau tak perlu khawatir karirmu itu akan hancur." Nadaku terdengar sarkastis saat mengatakannya, dan itu membuat ia tergelak

"jangan berpura pura kau tidak peduli pada karirmu sendiri, kawan. Akuilah bahwa kita menikmati semuanya."

"setidaknya aku masih dapat menggunakan akal sehatku untuk tidak membenarkan tindakan bodoh ini"

"ya tuhan, bisakah kau melihat situasi ini dengan pandangan yang lebih positif? Berhentilah bicara seolah olah kita telah melakukan dosa besar. Ini hanyalah salah satu strategi untuk meningkatkan penjualan, Luke. Kau pikir band band diluar sana bisa sehebat itu tanpa menjual sesuatu?"

"berhenti menasehatiku! Kau tidak mengerti dengan posisiku"

"kau mengkhawatirkan Kate? Kau bisa mengatakannya baik baik dan membujuknya, lagipula ini hanya akan berlangsung kurang lebih satu minggu."

"tidak! aku tidak akan mengatakannya!"

"begini, maaf jika aku ikut campur. Tapi karena aku sangat mengenalmu, kupikir tak ada salahnya jika aku memberikan sedikit pandangan padamu senetral mungkin, oke?"

Aku tak menjawabnya, jadi ia melanjutkan kalimatnya "aku tau katelyn bukanlah gadis kekanak kanakan yang akan bereaksi berlebihan tentang rencana ini. Aku yakin kau pun tahu itu. Hanya saja kau tak ingin mencobanya, kau sengaja menutupi hal ini darinya"

"aku tidak akan menyakitinya" ini keputusan final ku dan demi tuhan jika ia terus mengatakan hal bodoh yang akan mempersulit posisi Katelyn, aku akan menghabisinya

"Luke..."

"kenapa tidak kau saja yang mengencani  gadis itu lalu katakan pada public bahwa kau yang memenangkan drama management ini!"

"seandainya aku bisa. Tapi kenyataanya mereka menginginkanmu, bukan aku"

"katakan pada Jhon aku tak akan bernegosiasi. Aku berhak mendapatkan privasi liburanku, oke? Berhenti menelponku hanya untuk membicarakan ini"

"wow, tunggu dulu! Jika kau menutup telponnya aku bersumpah akan menghajarmu, bung"

"kau pikir aku takut?"

"Luke..."

Aku mentup sambungannya, lalu dengan geram membuang ponselku ke lantai. Benda keras itu membentur meja dan terhempas hingga menimbulkan suara keras. Butuh waktu yang lama bagiku untuk mengendalikan urat urat kemarahan yang nyaris keluar dengan meledak ledak ini. Pikiranku terus berpacu pada semua kata kata yang Jhon katakan untuk membujukku beberapa waktu terakhir ini. Membuat ku benar benar ingin menghajarnya sekarang juga.

Sejak awal aku tak pernah menyukai cara kerja management di band itu. Kuasa penuh yang mereka pegang membuat kami benar benar seperti boneka.Setelah apa yang mereka lakukan dengan Ashton, aku tak akan bertindak bodoh dan ikut ikutan menjadi bintang drama mereka. Itu sangat konyol dan menjijikan.

Membenamkan wajah pada kedua tangan, Kubiarkan hembusan napas ku yang berat keluar dengan perlahan lahan. Aku tak akan membiarkan pikiranku terpengaruh dan membuang buang waktu untuk hal seperti ini. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menjadi seseorang yang gila karena tekanan. Aku harus membuang jauh jauh emosi ku dan mengendalikannya dengan baik.

Menghitung sampai lima, aku mendongak dan memandang sekitarku dengan lebih tenang

Pertama aku menyadari bahwa matahari diluar sudah cukup terang hingga kilatan cahaya yang masuk lewat celah jendela menyilaukan mataku. Meski berembun, namun suhu disini tidak sedingin malam hari. Lalu aku menoleh kearah Jam di meja rias, melihat jarum panjangnya menunjukan pukul 9 pagi, dan aku baru menyadari bahwa sejak tadi aku berada dikamar sendirian tanpa tahu kemana Katelyn pergi.

Pagi pagi sekali mungkin ia telah pergi kedapur untuk membantu Anne memasak. Aku akan turun untuk menemuinya.

Memakai kaos tebalku, aku berjalan turun melewati tangga dan mendengar suara suara berisik dari arah dapur. Anne tengah mengocok adonan tepung diatas mesin kuenya, membiarkan beberapa bahan berserakan di meja konter. Saat melihatku datang, ia tersenyum lembut dan menghentikan aktifitasnya untuk mengambil sesuatu di di lemari pendingin

"kau sudah bangun?"

Aku mengangguk sekali "dimana katelyn?"

"oh, aku memintanya pergi dari dapur karena aku tidak ingin ia terus membantuku. Sejak pagi tadi ia terus sibuk menyelesaikan pekerjaan rumah, padahal aku tahu ia sangat kelelahan.."

"baiklah, aku akan melihatnya"

"mau kubuatkan teh untukmu?"

"tidak perlu, Anne. Aku akan membuatnya sendiri jika menginginkannya"

Ia tersenyum "baiklah"

Melangkah pergi, aku menemukan ruang tengah begitu sunyi. Tak ada siapapun disana, jadi aku berjalan keluar berharap menemukan Katelyn disana.

Udara diluar cukup hangat meskipun halaman yang tertutup oleh salju itu belum juga mencair. Mataku menyapu sekeliling dan menemukan seseorang disebrang jalan tengah melakukan sesautu dengan benda beku itu. Aku langsung menyadarinya dengan cepat siapa dia dan menghampirinya tanpa pikir panjang.

Katelyn tengah meraup bongkahan es putih ditangannya yang tidak menggunakan sarung apapun. Ia begitu berkonsentrasi menyelesaikan karya seni boneka saljunya yang terlihat seperti patung mewah dibandingkan boneka mainan.

"apa yang kau lakukan disini?" tanyaku dibelakangnya.

Ia langsung tersentak dan menoleh padaku "oh, hai"

"Oliver lagi?"

"tidak, kurasa kali ini berbeda." Ia tertawa sesaat, menyelesaikan sentuhan terakhir pada karyanya lalu beranjak untuk mendekatiku. "selamat pagi"

Aku mencium bibirnya sebagai jawaban sapaan itu.

"kau tidak kedinginan?" tanyaku setelah merasakan sentuhan tangannya yang nyaris membeku setelah menggenggam salju salju itu.

"aku menikmatinya."

"kau bahkan tak pernah suka dingin"

"itulah gunanya kau disini, bukan? Menghangatkanku"

"ya, benar." Menciumnya sekali lagi, aku lalu beralih pada karya saljunya yang kini bertengger dihadapan kami dengan kokoh. Harus kuakui hidup bersama dengannya membuatku tak pernah bosan mengangumi bakatnya "jadi... terinspirasi darimana hidung itu?"

"well, aku ingin membuat boneka ini terlihat lebih... nyata. Jadi mungkin aku terobsesi dengan bentuk hidung darimu"

"benarkah? Hidungku tak pernah sebesar itu"

"kau hanya tak pernah menyadarinya"

"ini terlihat seperti paprika dibandingkan hidung, kau tau?"

"itu bagus kok"

"aku bisa menggantinya jika kau ingin benda ini terlihat lebih bagus"

Ia terkekeh "tidak tidak, kau akan menghancurkan karyaku"

"bagaimana dengan bibirnya?"

"Luke" ia melirikku penuh penolakan

"baiklah aku tak akan menyentuhnya" aku mengangkat tangan darinya "kau tau, sekarang kau tampak seperti anak anak yg terobsesi dengan mainan mainan salju"

"aku memang merindukan semua ini"

"bagaimana jika kita masuk sekarang dan mencari perapian?"

Ia menggeleng menahan seringai "tidak, aku masih ingin bermain"

"yang benar saja, Kate"

"ayolah, temani aku membuat satu karya lagi"

"tidak"

"please?"

"tidak"

"kau benar benar tidak asik"

"aku tidak peduli, lagipula apa gunanya membuat seperti ini jika nantinya dibiarkan hancur?"

"kau pernah dengar yang namanya kesenangan?"

"tidak"

"bisakah kau menjawab selain tidak?"

"mungkin"

Ia meninju perutku sambil mencibir

"aku serius Kate, bisakah kita masuk sekarang? Tanganku mulai membeku. Aku benci benda dingin ini"

"well, jika kau mau kau bisa pergi dan menghangatkan diri diperapian. Sementara aku akan tetap disini untuk bermain sendirian dengan terpaksa"

"berapa lama aku harus menunggu sampai kekasihku kembali?"

"sampai ia puas bermain"

"terlalu lama."

Ia tersenyum penuh arti "kalau begitu temani aku disini"

"tidak"

"lihat anak anak itu!" Katelyn tampaknya tidak mendengarkan penolakan dan justru teralih pada sesautu dibelakang kami, aku mendongak untuk melihat siapa yang datang dan mulai menyadari ini benar benar tidak menyenangkan.

Segerombolan anak anak muncul entah darimana berlarian membawa mainan mainan berupa mobil kecil serta bola bola plastik dan boneka. Mereka berjalan kearah kami sambil terus berlarian tertawa.

"lihatlah mengacau pengacau kecil itu datang. Ayo kita pergi"

"kau bicara seolah olah mereka penjajah"

"dan kau justru terlihat seperti gadis hutan yang menemukan kurcacinya"

Ia tertawa geli "kurasa itu terdengar cukup bagus untukku"

"terserah apa katamu"

"ayolah, luke. Aku menunggu mereka sejak tadi"

"kau bercanda?"

"apa itu buatanmu?" sebuah suara mencicit bicara pada kami dan mengalihkan pandangan Katelyn dengan cepat. Sekarang ia tersenyum lebar dan menghampiri anak kecil untuk sementara aku diabaikan begitu saja. Kami bahkan belum selesai bicara.

"ya, kurasa"

"siapa namanya?" anak itu bersama teman temannya yang bertingkah malu malu maju lebih dekat untuk melihat boneka salju buatan katelyn itu

Katelyn berlutut untuk menyamakan tingginya dengan bocah bocah itu, ia tersenyum lembut sebelum menjawabnya "aku belum menamainya, bagaimana jika kalian yang mencarikan panggilan untuknya?"

"olaf, dia mirip seperti boneka olaf ku karena hidungnya yang besar" salah seorang bocah perempuan yang paling dekat dengan Katelyn berteriak dengan semangat.

Katelyn tersenyum lebar dan menatapku sesaat. Aku membuang muka tak suka

"bagaimana dengan puppy?"

"kau pikir dia anjing?" aku bergumam dengan cepat, mencela pendapat salah satu bocah yang paling pendek dengan wajah yang begitu menyebalkan itu.

"itu nama yang lucu" bela anak itu tak mau kalah

"buddy! Aku suka nama itu." Lalu anak yang lain mulai ikut berteriak. Ada 5 bocah menyebalkan dihadapanku yang sekarang mulai berisik berdebat tentang nama yang mereka inginkan, benar benar berisik dan membuatku risih

"baiklah baiklah teman teman" Katelyn berusaha membuat suasan menjadi kembali tenang, sekarang ia terlihat seperti ketua genk disini "karena boneka salju ini telah aku berikan pada seseorang, maka kalian harus menanyakan pada orang tersebut siapa nama yang pantas untuknya"

"siapa orang itu?" salah seorang bocah bertanya.

Katelyn memberikan lirikan yang begitu sengaja dengan jelas padaku, membuat anak anak itu menoleh padaku secara serentak.

"apa?"

"jadi boneka itu milikmu?" bocah paling pendek itu berbicara padaku.

"tentu saja tidak. aku tidak bermain hal semacam ini."

Katelyn memelototiku, tapi aku mengabaikannya

"kenapa tidak?"

"itu mainan bocah"

"jadi kau mau memberikannya pada kami?"

"terserah kau saja"

"mari kita beri dia nama" bocah perempuan itu tampak antusias, tidak menyadari betapa risihnya aku dengan mereka semua disini.

"bagaimana dengan Lukey" Katelyn memberi saran yang langsung membuatku menatapnya geram

"tidak" tolakku cepat

"itu nama yang bagus"

Yatuhan, jika tidak ada undang undang perlindungan anak aku akan segera menendang bokong bocak pendek itu keatas pohon. Beruntunglah dia aku masih bisa bersabar

"kalian setuju jika namanya Lukey?" Katelyn berteriak mencari suara

Bocah bocah langsung itu berteriak setuju

"konyol"

"baiklah mari kita buat istana untuk Lukey. Kurasa ia akan kedinginan disini" Katelyn bergumam ceria, diikuti dengan reaksi bocah bocah itu yang bersemangat.

"aku akan membuat jembatan agar dia bisa pergi kesebrang sungai."

"awas jangan disentuh bonekanya"

"hey, kau menginjakku"

Katelyn mendongak melihatku menyaksikan keributan itu "kau tidak ingin bergabung?"

"tidak terimakasih"

"ayolah, Luke"

"kate"

"apa?"

"jangan memulai"

Ia berusaha menahan senyumnya "ini akan menyenangkan. Setelah itu aku janji kita akan pergi"

"tidak"

"Luke..." sekarang ia merengek, benar benar bertingkah seperti bocah bocah pengacau ini.

"kau tidak akan mendapatkannya, berhenti menunjukan wajah seperti itu"

"kau sungguh tidak punya hati"

"hey kau" sekarang bocah pendek itu kembali membuatku jengel, dengan berani beraninya ia memanggilku dengan tidak sopan.

Aku menatapnya tanpa menjawab

"bisakah kau perbaiki ini?" ia menunjukan sebuah mobilan plastik yang ia pegang sejak tadi.

"tidak"

"kenapa tidak? kau kan sudah besar."

"lalu?"

"harusnya kau lebih pintar dariku"

Aku mendesis "yang benar saja"

"kau tidak bisa memperbaikinya kan?"

"ya"

"kau payah, Ayahku selalu bisa memperbaiki mainanku yang rusak. Kenapa kau tidak?"

"karena aku bukan ayahmu" kuputar kepalanya hingga ia berbalik untuk tidak menghadap kearahku lagi.

Katelyn langsung menatapku tajam "Luke, dia hanya anak kecil"

"dia harus belajar menutup mulutnya"

"itu cukup kasar, kau tau"

"aku tidak peduli"

"namamu siapa?" sekarang bocah itu justru berbalik menghadap katelyn. Dia tidak menyerah

"aku katelyn, siapa namamu?"

"Charlie. Bisakah kau perbaiki ini, katelyn? Lukey akan membutuhkan mobil untuk berjalan jalan"

"baiklah biar kulihat" Katelyn menerima mainan itu dari tangan si bocah bernama Charlie itu. Beberapa saat ia membolak balikkan bannya, menyadari benda itu tidak berputar. Aku memperhatikannya mengotak atik sesuatu. Tapi kemudian menyerah.

Ia beranjak berdiri, lalu mengulurkan benda itu padaku "kau tidak cukup sibuk untuk ini, bukan?"

Aku mendesah, menatapnya dengan kesal lalu mengambil mobil plastik itu. Membuka bagian atasnya hingga terpisah dengan ban, aku mengambil sebuah ranting kecil yang menghalangi bannya berputar. Membuangnya dengan cepat aku kembali memasangkan bempernya lalu memberikan pada katelyn

"walaaa, ini untukmu" Katelyn menyerahkannya pada charlie

"terimakasih katelyn." Ia tersenyum lalu beralih padaku untuk menjulurkan lidah. Aku membalasnya dengan memberikan tatapan tajam, ia lalu mengerut takut dan kembali bergabung bersama teman temannya.

Bagaimana bisa tubuh sekecil itu bisa membuat darahku naik?

"wow kalian benar benar hebat, istana Lukey sangat bagus" Katelyn berteriak memberikan pujian entah pada apa yang ia lihat, padahal apa yang bocah bocah itu lakukan hanyalah berupa tumpukan salju tidak beraturan yang sulit dikatakan sebagai istana.

"berikan Lukey topi"

"hey jangan!"

"dia kedinginan"

"dia akan jelek menggunakan topi"

"biar aku yang memberikannya"

"jangan aku saja"

"kau kan pendek, aku saja"

"tidak, aku saja."

Anak anak itu sekarang mulai kembali berisik karena hal sepele semacam ini, aku benar benar geram sekarang.

"kenapa kalian tidak bisa tutup mulut?" gumamku melerai, kuambil hat beanie dari salah satu kepala bocah itu. Lalu meletakkannya diatas boneka salju. Sayangnya gerakan tanganku yang kasar membuat salju itu pecah hingga wajahnya hancur.

"hey kau merusaknya" Charlie meneriakiku

"itu hanya salju" gumamku santai

"wajahnya jadi hancur"

"katelyn lihat itu"

"Lukey..."

"kau harus bertanggung jawab"

"tenanglah teman teman" Katelyn melerai saat satu persatu bocah bocah yang mulai menarik narik kakiku. Mereka seperti tuyul tuyul kecil yang tidak berguna.

Entah apa yang Katelyn lakukan tapi apaun yang ia katakan selalu membuat bocah bocah ini menurutinya. Mereka diam saat ia berteriak.

Katelyn menatapku dengan pandangan marah, matanya menyipit tajam dengan ekspresi yang berlebihan. Lalu tiba tiba menyumbingkan seringai jahil yang mengagetkanku

"ayo kita serang monsternya!" dengan gerakan cepat ia mengambil segengam salju dan melemparkannya padaku. Benda dingin itu mendarat di wajahku dengan keras. Aku terkesiap kaget.

Lalu teriakan bocah bocah itu mulai terdengar, mereka membentuk bola bola salju salju itu dan melemparkannya padaku.

Aku menutupi wajah dengan telapak tangan sebagai perlindungan, merasakan bajuku mulai terkena hantaman salju yang mencair itu. Tak kusangka anak anakl kecil yang tingginya tak kurang dari sepahaku bisa memberikan lemparan yang cukup bagus.

Katelyn tertawa puas melihat wajahku yang memerah karena dingin serta baju yang mulai basah, ia terus melemparku dengan sekuat tenaga hingga beberapa kali mengenai rambut dan dadaku.

"kau akan menyesalinya, Kate. Hentikan" ujarku memperingati

Ia tidak mendengarkan

"kate?"

Ia terus tertawa dan lemparan terakhirnya mengenai wajahku untuk kedua kalinya.

Baiklah, dia habis.

Aku menangkapnya dengan sekali langkah besar, dengan gerakan memeluk aku mendorongnya dalam pelukanku hingga kami berdua terhempas ketumpukan salju itu. Katelyn berteriak dengan refleks saat aku berada diatasnya dan memberikan tumpukan salju kewajahnya yang mulai memerah. Ia memberontak dengan tawa yang lepas, tapi aku memeluknya dengan erat hingga kami berguling guling diatas tumpukan salju.

"Luke, hentikan! Luke" Katelyn mulai memohon mohon saat ia tidak berhasil melepaskan tubuhnya dari pelukannya. Aku menguncinya dengan erat.

"kau yang memulai" geramku

Aku mengabaikan lemparan salju dari bocah bocah yang terus tertuju padaku, dengan satu gerakan kutarik katelyn bersamaku hingga ia juga ikut terkena benda benda dingin itu.

"Luke aku menyerah"

"terlalu cepat"

"Luke, ayolah" ia kehabisan tawanya hingga nyaris tak bersuara karena terengah engah. Aku membalikkan tubuhnya hingga ia kembali berbaring menghadap kearahku.

"memohon padaku"

"please, Luke"

"berusaha lebih keras"

"please, please Luke. Hentikan please"

Dan dengan itu aku tak bisa menahan diri hingga bibirku mendarat dibibirnya yang pucat karena udara dingin. Ia memberikan reaksi yang kaget, namun tidak melawanku. Untuk beberapa saat yang lama, aku terus merasakan hangat bibirnya yang manis. Menciumnya lagi dan lagi.

Kemudian tiba tiba tangannya mendorong dadaku. Napasnya terengah engah

"Luke... ada anak anak"

"aku tidak peduli" aku kembali mendekatkan wajahku padanya tapi ia buru buru melengos kekanan. Menggeleng geleng dengan keras.

"jangan disini" gumamnya malu

Aku memutar bola mata darinya, kemudian beranjak berdiri sambil memeganginya agar ia terangkat. Baju ku begitu basah dan beku karena salju dimana mana. Rambut katelyn bahkan terlihat beku

"kenapa kalian berciuman disni?" Charlie bertanya saat aku telah membuat Katelyn berdiri tegak.

"itu...."

"kenapa kalian tidak pulang?" aku berdalih "kau tau petugas yang sering membawa sekop diluar sana untuk membersihkan jalanan? Mereka punya hobi menculik anak dengan tinggi badan seperti kalian. Biasanya mereka akan memasukkan kalian kedalam plastik besar dan membuangnya kesungai."

"Luke!" Katelyn meninju perutku

"apakah itu benar?" bocah perempuan itu sekarang terlihat takut

"ya, dia akan datang 5 menit lagi"

"ayo kita pulang" Charlie yang pertama kali bicara, dan itu membuatku tertawa. Dasar bodoh

"selamat tinggal Katelyn, besok kau harus membuatkan Lukey lagi"

Katelyn tersenyum "tentu saja"

Mereka berjalan berbondong bondong untuk meninggalkan tempat itu, nyaris berlari lari sambil membawa mainan yang mereka bawa ditangan sejak tadi.

"benar benar keterlaluan membohongi anak seusia mereka dengan cara seperti itu, kau tau" Katelyn bicara saat anak anak itu berada cukup jauh

"mereka tidak akan pergi terlalu jauh dari rumah lagi"

"kau membuat pikiran mereka jadi buruk"

"saat besar mereka akan menyadarinya sendiri bahwa mereka cukup bodoh karena percaya dengan ucapanku"

"dan kenapa kau menciumku didepan mereka?"

"kau harusnya berterimakasih karena aku menghangatkan bibirmu"

Ia memukul lenganku "kau sungguh tidak mencerminkan orang dewasa yang baik"

"siapa yang peduli dengan itu" aku menarik lengannya dalam sisiku, memapahnya berjalan untuk kembali kerumah. Udara semakin dingin terutama karena baju kami mulai basah

"kenapa kau tidak suka anak anak?"

"karena mereka sangat mengganggu dan berisik"

Katelyn terdiam sesaat, memperhatikan kami kami yang menginggalkan jejak jejak saat menginjak tumpukan salju.

"kau... tidak lupakan saja"

"ada apa?"

"tidak, tidak ada" nadanya jelas menutup nutupi sesuatu

"katakan"

"sudah kubilang, tidak ada"

"kate?"

"well... aku... sungguh ini tidak perlu dilanjutkan. Sebaiknya kita segera berganti baju dan sarapan. Anne pasti..."

"kau tau aku tak suka dengan rasa penasaran"

Ia tidak menjawab

"kate?"

"aku..." ia menelan ludah gugup, dan itu membuatku semakin penasaran

Beberapa saat ia diam, dan aku tetap menunggu. Kami telah berada diteras rumah, tapi aku menahan lengannya agar ia tak segera masuk.

"well, aku... hanya bertanya tanya apakah mungkin... kau... maksudku aku tidak ingin..."

"kate, katakan dengan jelas"

"apa kau tidak... tertarik untuk memiliki anak?"

Aku tercengang saat tiba tiba jantungku seperti ditarik dari rongga rongganya. Untuk waktu yang lama mataku terpaku pada iris hitamnya yang melebar. Butuh waktu untuk memahami pertanyaannya.

Aku bahkan tidak bisa menjawabnya.

Dia baru saja berbicara tentang anak?

"aku tidak bermaksud untuk apapun. Aku hanya ingin tahu... apakah ketidaksukaanmu terhadap anak anak itu berarti bahwa kau tidak tertarik untuk memiliki anak... suatu saat nanti" suara katelyn masih terbata bata, ia menatapku dengan cemas. Dan yang lebih menyakitkan ada pandangan kecewa dimatanya saat berbicara.

"bagaimana mungkin aku tidak menginginkan seorang bayi dari gadis yang kucintai?" aku bicara selembut yang aku bisa untuk membuatnya membuang pikiran itu jauh jauh "diwaktu yang tepat." Lanjutku kemudian.

Tatapannya mengamati kedua mataku secara bergantian, seperti mencari cari sesuatu disana. Entah apakah ia mendapatkannya atau tidak, tapi pada akhirnya ia menyunggingkan sedikit senyumnya dan mengangguk.

.............

Aku dan Katelyn benar benar hanya menghabiskan waktu seharian dirumah. Setelah sarapan kami menonton pertandingan Baseball di televisi bersama Anne dan Billy. Mereka tampak antusias menonton olahraga yang bahkan sama sekali tidak menarik perhatianku.

Sore harinya setelah menemani Billy membeli beberapa botol wine, kami berbincang bincang didekat perapian dan menghabiskan sisa waktu untuk bercerita. Kebanyakan Billy lah yang berbicara, terutama karena ia begitu antusias dengan kota ini. Ia banyak membeberkan teman teman dengan hiburan yang menyenangkan disini, termasuk lokasi pertunjukan berkuda, memancing dan pantainya yang indah.

Aku telah memberitahu rencana kami untuk tinggal selama 3 hari dan langsung berangkat ke Edensor lusa. Billy sempat membujuk agar kami tinggal lebih lama tapi aku memastikannya bahwa ia tak akan kehilangan Katelyn meski kami pergi lebih cepat. Lagipula aku telah menyewa sebuah penginapan di sana dan telah merencanakan banyak kegiatan yang akan aku habiskan hanya bersama Katelyn. Aku tak ingin menunda nunda lebih lama.

Pada akhirnya billy tidak keberatan meski ia terlihat berat melihat putrinya akan pergi lagi. Aku bisa melihat betapa ia sangat merindukan Katelyn dan kehadirannya disni membuat rumah yang seolah olah mati itu kembali bersinar.

Aku tidak keberatan tinggal lebih lama, terutama karena Billy satu satunya orangtua yang memiliki pemikiran modern dan dapat menyesuaikan dengan pikiranku. Begitulah dengan Anne, dia baik dan ramah meski aku tahu ada sesuatu yang terkadang membuatku tidak nyaman jika kami berada diruangan yang sama hanya untuk ngobrol berdua. Mungkin akan jadi salah satu hal yang baik jika aku berada disini lebih lama. Tapi aku tak ingin mengambil resiko terlalu jauh, si brengsek Harry bisa saja kembali dengan tiba tiba dan ia melihat katelyn ada disini.

Aku tak ingin membayangkan apa yang kemudian akan terjadi.

Menghabiskan banyak waktu dengan Billy membuka pemikiran ku lebih luas terhadapnya. Terutama dari berbagai sisi. Aku memaklumi ketakutannya saat Katelyn memilih hidup bersama orang sepertiku. Ia mengenalku sebagai sosok yang mungkin sangat kaku dan tidak bisa membahagiakan putrinya. Terutama karena sifat posesifku yang berlebihan.

Tapi dia orangtua yang sama sekali tidak kuno ataupun tertutup. Ia menerimaku dengan tangan terbuka dan tidak menggurui. Ia memandang konflik yang terjadi antara keluarganya, terutama tentang aku dan Harry adalah sesuatu yang normal. Ia menanggapi dengan senetral mungkin dan tidak memihak pada siapapun. Meski terkadang secara tidak langsung dia memberikan penekanan tiap kali memintaku untuk menjaga katelyn.

Katelyn beruntung memilikinya.

"mau kubuatkan coklat panas?" aku tersentak dan menyadari Katelyn muncul dari balik pintu saat ia menyusulku kekamar setelah makan malam.

Aku berbaring ditempat tidur dengan bertumpu pada lenganku yang ditekuk kebelakang

"tidak. kemarilah"

Ia berjalan mendekat "ada apa?"

"tidak ada. Berbaringlah disampingku"

Ia tersenyum miring "setelah aku membereskan barang barang."

"aku butuh penghangat"

"kau bisa pergi keperapian"

"kau ingin aku tidur diluar?"

"tidak." gumamnya cepat, menatapku sambil mengernyit protes "baiklah, tunggu 10 menit"

Ia meraih pakaian kotorku yang masih berserakan di lantai, lalu memasukkannya kekeranjang. Setelah itu ia membuka lemari untuk menyusun baju baju yang akan kami gunakan besok, lalu sisanya kembali disimpan kedalam tas. Ia orang yang sangat teliti dan rapih. Jadi pasti ia sedang mengemas barang barang untuk keberangkatan kami lusa.

Mataku bergerak menelusuri setap langkahnya. Melihatnya melipat pakaian, mengikat rambut, membereskan meja yang berantakan karena peralatan make up nya, serta memasukkan kembali buku buku yang ia bawa dari rumah kami di Los Angeles.

Ia masih saja membaca buku buku seperti Alice and Wonderland disaat ia tidak bisa tidur.

"wow lihat apa yang kutemukan" aku melihatnya berjongkok di depan lemari, memunggungiku untuk waktu yang cukup lama

"apa?"

Ia berbalik dan membawa sebuah gitar coklat tua ditangannya dengan senyuman lebar.

"itu... punya siapa?"

"punyaku"

"kau bermain gitar?" aku menatapnya kaget

Ia sedikit tersipu saat berbicara "dulu saat masih disekolah"

"kenapa aku tidak tahu?"

"karena aku tidak pernah memainkannya lagi. Aku tidak percaya Billy masih menyimpannya" ia berjalan menghampiriku.

"tunjukan padaku."

"hmm?" ia menoleh padaku

"bermainlah untukku"

"tidak"

"kenapa?"

"aku sudah tidak bisa memainkannya. Itu 8 tahun yang lalu, yang benar saja"

"kenapa kau berhenti bermain?"

"karena aku tidak berbakat"

"kau tau, sebenarnya kau memiliki darah seni yang kental. Acting, musik, karya seni rupa. Apalagi yang belum kuketahui? Menari?"

Ia tertawa "tidak. bakatku hanyalah satu. Acting adalah peruntukanku, dan keahlian musik... sama sekali bukan apa apa"

"kau bisa bernyanyi"

"ya, dikamar mandi"

"di serial tv mu yang dulu kau sempat bernyanyi, bukan?"

"Luke, please jangan ingatkan aku pada serial tv bodoh itu."

"apa yang salah?"

"tidak ada, hanya saja aku tidak suka mengingatnya. Itu sangat memalukan"

"kau sangat tidak percaya diri. Kemari" aku menariknya untuk naik ketempat tidur. Ia menurutiku dan bersandar disampingku. Aku membawa gitarnya bersama kami. "berikan jarimu"

"Luke"

"kubilang berikan jarimu"

Ia menatapku dengan bibir melengkung, tapi pada akhirnya menuruti kata kataku. Aku menarik tangannya untuk berada diantara senar gitar itu. Tangannya berada dibawah tanganku untuk Menekan nut gitar. Kemudian satu tanganku yang lain memetik senarnya hingga terdengar sebuah suara bermelodi. Ia tersenyum sesaat.

Lalu aku memulainya kembali, bergerak bersama jemarinya memetik gitar itu hingga terdengar sebuah nada nada yang sudah pasti ia kenali. Itu adalah instrument lagi amnesia di bandku, salah satu favoritenya.

"kenapa tidak kau saja yang memainkannya untukku?" tanyanya saat kami berhenti sejenak

"kau sering melihatku bermain gitar"

"tapi kau tidak pernah memainkannya untukku secara pribadi"

"apa itu perlu?"

Ia mengangkat bahu

"Sebenarnya aku membuatkanmu sebuah lagu"

"apa?"

"ada di albumku nanti."

"benarkah?" ia tampak girang "maukah kau memainkannya untukku?"

"tidak sekarang"

"tapi aku ingin dengar"

"kau akan jadi orang pertama yang akan mendengarnya, tapi tidak sekarang"

"kenapa?"

"karena itu akan jadi kejutan"

Ia mencibir "berapa banyak otakmu merencanakan kejutan ini itu?"

"kau tak akan pernah tau"

"serius Luke, kau membuatku penasaran"

"ita bernegosiasi"

Ia mengernyit bingung "soal apa?"

"well, kau bisa membantuku untuk menjadi model video nya,"

"Tidak!"

"kau bahkan tidak mempertimbangkannya"

"aku sudah mengatakannya, aku tidak bisa beracting" Aku hendak menyela, tapi ia keburu mendahuluiku "dan jangan katakan bahwa aku berbakat dalam hal ini karena aku tahu aku tidak berbakat sama sekali"

"tidak bisakah kau memikirkan tawaranku baik baik"

"kenapa kau begitu menginginkannya?"

"apa itu salah?"

"tidak, tidak juga. Hanya saja kau cukup aneh karena itu."

"aku hanya ingin kau terlibat dalam album ini."

"percayalah padaku itu ide yang buruk. Apa kalian kehabisan model hingga harus memaksaku?"

"kau yang paling cocok"

"tidak mungkin"

Ia menjadi sangat tidak percaya diri jika ini berkaitan dengan kemampuannya. Meski aku tau aku melibatkannya untuk urusan yang tidak ia pahami. Setidaknya jika ia setuju, aku punya jalan keluar atas masalahku.

"ada apa?" tiba tiba katelyn bertanya

"tidak ada"

"benarkah? Apakah ada masalah dengan bandmu?"

"tidak."

"kau tau bahwa kita sama sama tidak pernah menyukai sesuatu yang disembunyikan, bukan?"

"ya, aku tahu"

"kalau begitu katakan yang sebenarnya."

Aku benci jika kate mulai banyak bertanya seperti ini "kami kehabisan model untuk muic video. Dan kupikir kau sangat cocok untuk itu"

"aku serius, Luke"

"menurutmu aku bercanda?"

"ya."

"baiklah, terserah kau saja." Aku meletakkan gitar itu dilantai, lalu merapatkan posisiku dengan tubuhnya "lupakan saja, aku mulai mengantuk"

Aku mengambil satu tangannya, memeluknya dalam dadaku dan mulai memejamkan mata. Untuk beberapa detik yang berlalu kupikir ia ikut tidur bersamaku, tapi pada akhirnya aku menyadari ia justru tengah mengawasiku

"Luke" panggilnya begitu lirih

"hmm..."

"kau akan menceritakan apapun masalahmu padaku, kan?"

Aku tidak menjawab.

"Luke!" ia menyenggol bahuku

"iya, kate"

"baiklah."

Sekarang aku yang justru membuka mata dan penasaran dengan apa yang ada dipikirannya "kenapa kau bertanya seperti itu?"

"hanya ingin memastikan. Sekarang aku percaya padamu. Kau tak akan menyembunyikan apapun dariku."

Aku melihat matanya begitu dalam, berharap aku dapat menembus pikirannya. Disaat ia bicara seperti itu kenapa aku justru berfikir bahwa ia mungkin saja tahu sesuatu dariku. Apa ia memang tahu soal rencana yang Jhon tawarkan padaku itu?


VOTE AND COMMENT(S)

THANKYOU GUYS

Continue Reading

You'll Also Like

219K 19.7K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
70.1K 6.4K 74
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
710K 55.7K 40
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
65.1K 3.3K 8
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++