Dear, Brother.. [Greyson Chan...

By Natashaacupcakes

2.6K 225 18

"Jarak yang jauh bukanlah perkara untuk tidak memanggilnya kakak lagi. Aku tahu dimana pun ia berada, ia sela... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16

Chapter 17

134 9 1
By Natashaacupcakes

Hari ini adalah hari terakhir kami berkemah di sini. Namun, perkemahan ini tak sesenang yang kukira, dan tak selancar yang diharapkan. Sempat terlintas di pikiranku, jika perkemahan ini tidak ada, atau jika Bri tidak ada, Greyson tidak akan berubah. Kata-kata yang sangat membuat hatiku pecah menjadi serpihan-serpihan kecil tidak akan keluar dari mulut Greyson. Tapi, semuanya terjadi karena sebuah alasan. Aku tak sabar untuk mengetahui apa yang menjadi alasan hal ini terjadi.

Setelah merapikan barang-barang dan tenda, kami pun berpamitan. Aku berpelukan erat dengan Kendyl, Kahlia, dan Brianna. Semua orang dijemput dengan orangtua masing-masing, kecuali James. Ia dijemput dengan pacarnya, Alexandra. Aku juga berpamitan dengannya dan Hunter. Hari ini, aku tidak banyak berbicara, masih mengenang kejadian kemarin.

"Bye Winter, Greyson!" seru mereka. Mereka pun satu per satu pergi. Aku dan Greyson hanya berdua di sini, menunggu ibu untuk menjemput, yang merupakan hal yang paling menyebalkan di dunia, ditinggalkan sendirian dengan orang yang kini kubenci.

Kini tinggal aku dengannya, berdiri, tanpa mengeluarkan suara apapun. Hanya burung yang bercicit dan senandung hempasan angin. Ia bersandar pada sebuah pohon sambil mengotak-atik ponselnya. Aku berjalan menuju danau dan memainkan air di tepiannya, memecahkan kedamaian ikan-ikan di sana. Sesekali angin berhembus kencang menerbangkan dedaunan di sekitarku.

'Uh, Greyson. Mengapa kau menjadi seperti ini? Kau merupakan kakak terbaikku dulu,'

pikirku.

Aku mengeluarkan Fluffy dari tasku dan mencium aroma melonnya yang semakin hari semakin pudar. "Hey Fluffy, setidaknya ada kau yang menemaniku," bisikku kepadanya, seolah-olah dia mendengarkan. Aku memeluknya erat dan tiba-tiba air mataku menetes perlahan dari pelupuk mataku. Mengapa seketika hidupku menjadi menyedihkan? Setelah ayah yang selama ini berhati dingin, Kendyl akan pergi jauh dari sini, lalu sikap Greyson yang berubah drastis.

"Ekhm," deham seseorang. Aku mengunci mulutku sepenuhnya. Aku tidak peduli lagi. Aku tahu bahwa Greyson baru saja duduk di sebelahku, dan kini wajahnya menghadapku.

"Winter, aku sungguh menyesal. Kau adik terbaik yang pernah kumiliki," ujarnya.

Nampaknya ia sedang berusaha untuk meminta maaf, namun kata-kata tersebut tak sama sekali dapat mengobati hatiku yang terluka.

"Winter, apakah kau masih menganggapku kakakmu? Winter kumohon jawab aku Winter. Aku... aku sangat menyayangimu. Aku tak bermaksud mengatakan hal itu, itu sama sekali tidak benar. Winter, I am so sorry."

Aku tetap mengunci mulutku.

"Soal Bri," lanjutnya.

"Lupakan saja Bri, Winter. Walaupun aku dan dia dekat, aku janji tidak akan memberikan perhatianku kepadanya lebih dibanding perhatianku untukmu."

Aku berdiri dan berpindah tempat menjauhi Greyson. Aku mendekati sebuah semak sambil melemparkan kerikil satu persatu ke tengah danau. Aku tak tahu apa suasana hatiku saat ini. Semacam ingin memaafkannya, semacam tidak juga. Ah entahlah.

Ketika aku sedang melamun, tiba-tiba aku merasakan rintik hujan mengenai kepalaku. Semakin lama rintik itu semakin banyak dan semakin deras. Aku tidak peduli. Aku sedang menikmati lamunanku.

"Oh tidak, Winter!" teriak Greyson. Aku melihatnya sekilas kemudian melanjutkan aktivitasku. Ia segera berlari ke arahku dan membuka jaket jeans lengan panjangnya, meninggalkan kaus putih polosnya terekspos dan menaruhnya di atas kepalaku dan kepalanya. Kini kami berdua berada di bawah jaketnya.

"Winter, bicaralah, satu kata saja. Aku minta maaf, Winter. Aku sungguh menyesal. Winter-"

Tintin!!

Suara klakson memecahkan suasana kami. Aku bersyukur karena aku tak perlu menjawab perkataannya. Aku segera berlari ke dalam mobil yang ternyata disetir oleh ibu.

"Kau depan saja," ujarku yang akhirnya berbicara juga. Greyson pun menuruti perintahku, alhasil aku duduk di belakang.

***

"Bagaimana perkemahannya, anak-anak?" tanya ibu. Aku terdiam sambil terus memerhatikan jendela. Tetesan-tetesan air hujan perlahan bergerak ke bawah.

"Winter?" ia kembali bertanya.

"Ia tidak mau berbicara daritadi, bu."

Aku memutar bola mataku.

"Seru," jawabku singkat, padat, dan jelas. Kemudian aku melihat bayangan putih pucat di jendela depan sedang memerhatikanku lewat jendelanya. Greyson ternyata daritadi memerhatikanku dari sana. "Winter," bisiknya. Aku mengabaikannya.

"Grey, why is she like that?" tanya ibu pelan.

"Ceritanya panjang, you don't need to know mom."

Kemudian ibu memasang muka marah ke arahnya. Aku pun melanjutkan lamunanku.

***

'Akhirnya,' gumamku. Aku pun segera masuk ke dalam rumah sembari membawa barang-barangku. Aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur kamarku karena kelelahan.

Tiba-tiba, ibu mendatangiku.

"Hey Winter, what's wrong with you, sweetheart?" tanyanya. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
"Tidak, bu, aku hanya lelah," jawabku sambil tersenyum. Ia menyuruhku untuk beristirahat. Setelah ia keluar dari kamarku, aku pun langsung mengunci pintu kamar dan kembali merebahkan diri.

"Hm, apakah aku harus memaafkannya atau tidak? Ah, entahlah. Tapi sepertinya ia benar-benar menyesal," pikirku. Aku memainkan Fluffy. Entahlah, hari ini menjadi sangat aneh. Aku tak tahu harus melakukan apa setelah perkemahan itu.

"Sepertinya, ia benar-benar tidak bermaksud untuk mengatakan itu. Mengapa jadi aku sekarang yang jahat? Saat Greyson mengetahui aku menyukai Hunter, ia sangat memaklumi dan membiarkanku menyukainya, tapi kini, ia dekat dengan Brianna, sepertinya aku sangat mengekangnya," ujarku. Pikiranku mulai terbuka, dan kini aku yang merasa bersalah.

"Tapi, soal kakak kandung," lanjutku.

"Aku tak yakin, semoga ia hanya bergurau, pasti ia bergurau, aku tahu itu," ujarku meyakinkan diri. Saat itu juga, aku berniat untuk memaafkan Greyson. Sebelumnya, aku memutuskan tidur siang sebentar.

***

Seusai tidur siang, aku melihat jam dindingku. Aku mengganti bajuku dan bersiap untuk pergi ke kamar Greyson. Aku melihat diriku di cermin dan menarik nafasku dalam-dalam.

'Tumben sekali, biasanya Greyson jam siang begini mengajakku main sepeda atau jalan-jalan, entahlah mungkin ia lelah,' pikirku.

Aku pun segera membuka daun pintu dan bergegas menuju kamarnya.

Toktoktok

Aku mengetuk pintu kamarnya sebanyak tiga kali sambil tersenyum. Ya, aku akan memaafkannya.

"Grey?"

panggilku.

Perlahan, aku membuka pintunya, ternyata tidak dikunci. Aku tak melihat Greyson sama sekali, hanya Whiskey yang sedang tertidur di ranjangnya yang terlihat rapi seperti belum disentuh.

"Whiskey, di mana Greyson?" tanyaku sambil menggaruk-garuk lehernya. Whiskey terbangun dan kepalanya mengarah ke jendela sambil mengeluarkan lidahnya.

'Hm, ia sedang keluar rumah,' pikirku. Aku pun keluar dari kamarnya dan menutup pintunya. Aku melihat ibu sedang memasak makanan untuk makan malam di dapur. "Bu, di mana Greyson? Tumben sekali, biasanya ia mengajakku jalan-jalan siang begini?" tanyaku.

"Oh ya Winter, aku lupa memberitahumu. Ia sedang pergi ke rumah sakit, menjenguk temannya yang sakit."

"Temannya? Siapa?"

"Brianna Hauten, kabarnya ia sakit typhus setelah perkemahan. Kasihan sekali ia."

"Oh, t..thanks mom."

'Brianna lagi?! Yang benar saja. Sepertinya dunianya kini teralih padanya, kukira kau akan lebih perhatian padaku daripada ia, Grey. Kukira kau bilang begitu tadi,' pikirku.

Aku meninggalkan ibu dari dapur. Tiba-tiba, ada seseorang masuk ke dalam rumah. Ternyata ayah, baru pulang dari tugas kantornya. Aku terdiam sambil tersenyum ke arahnya, namun seperti biasa, ia hanya acuh tak acuh dan beranjak menuju kamarnya.

Aku menghela nafas, dan segera masuk ke dalam kamar.

"Ya Tuhan, apa memang aku ditakdirkan untuk menjadi anak yang broken home? Aku ingin sebuah keluarga yang bahagia, aku ingin tahu rasanya dicintai seorang ayah," bisikku. Kemudian aku mengambil Fluffy dari tasku, aku memeluknya erat.

"Hey, Fluff. Apa kau suka kalung ini? Ini pemberian Kendyl untukku. Aku akan sangat merindukannya. Hey Fluff, hanya ada kau yang menjadi lawan bicaraku beberapa tahun ke depan, entahlah," ujarku kepadanya. Aku menguap. Oh Tuhan, aku sangat kelelahan. Aku kini sering mengantuk. Kedua mataku pun mulai terpejam perlahan untuk yang ke dua kalinya hari ini.

***

Ctaarr!

Suara petir bergemuruh kencang. Aku membuka mataku dan hari pun sudah malam. Aku melirik jam dinding yang kini menunjukkan pukul 9 malam. Hujan deras turun malam itu.

"Hey Winter," ujar seseorang di samping kananku.

"AAAH! Greyson? Kau sangat mengagetkanku," jawabku. Ia duduk di sebuah kursi yang ia bawa ke dekat kasurku. Badannya masih dibalut dengan jaket jeans yang tadi pagi ia pakai, beberapa bagian rambutnya basah kuyup. Kemudian ia menyodorkanku sebuah plastik berwarna hijau.

"Untukmu," ujarnya.

Aku membuka plastik hijau itu, berisi sebuah kotak datar persegi. Di atasnya terdapat kertas.

'I'm sorry - Greygrey :)'

Tulisan itu tertera di atasnya.

Aku mengangkat sebelah alisku.
"Greygrey huh? Haha," ledekku. "It's your favorite thing, open it," jawabnya. Aku membuka kotak tersebut dan sembilan slice pizza muncul di depan mataku.

"Grey! Thank you!" sorakku. Aku memeluknya erat sekali. "Aku tahu kau lapar, ibu menunggumu untuk makan malam, tapi kau tak kunjung datang. Ibu dan ayah sudah tertidur, jadi aku membelikanmu ini dengan Moses," jelasnya. Aku mengangguk mengerti.

"Now eat it," perintahnya. Aku memakan potongan pertama dengan lahap. Greyson memerhatikanku sambil tersenyum lebar, menunjukkan gigi-giginya yang berjajar rapi. Ya, senyuman khasnya.

"Grey, makanlah bersamaku," ujarku sambil memberinya satu slice pizza.

"Tidak tidak, aku-"

"Ayolah, Grey," lanjutku. Tanpa segan-segan, aku segera menjejelkan pizza ke mulutnya.

"Winter, oh my gosh," ujarnya. Akhirnya ia menuruti perintahku dan ikut makan.

"You know what, Greyson? Sebenarnya, tadi siang aku berniat menemuimu untuk memberitahu bahwa aku sudah memaafkanmu, tapi kau tidak ada," kataku dengan santai.

"Really?! I am so sorry, Winter," jawabnya terbelalak.

"Nah, it's alright."

*awkward silence*

"Oh ya, omong-omong, Grey, kau menyukai Brianna, ya? I can see that," ledekku sambil tersenyum. Seperti biasa, pipi pucatnya memerah.

"Haha, ya, begitulah," jawabnya tersipu seraya menggigit pizzanya. Aku mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Kau tadi menjenguknya? Sakit apa ia?"

"Typhus, sudahlah Winter, lupakan. Yang penting sekarang aku sudah pulang."

"Grey, percayalah, aku tidak cemburu lagi terhadap kau dan Brianna. Maksudku, bukan cemburu karena aku suka denganmu, but well, perhatianmu kepadaku sebagai kakak, sedikit berkurang. Tapi aku mengerti itu, aku sudah besar, Grey. Terkadang, aku harus bisa melindungi diriku sendiri daripada harus bergantung kepadamu setiap waktu," jelasku. Senyum Greyson tiba-tiba mengecil.

"Tidak tidak, itu salah, itu sudah menjadi tanggung jawabku sejak aku kecil, Winter. Tanggung jawab untuk melindungimu, kejadian kemarin, itu semua salahku, kau tidak perlu berkata seperti itu lagi, oke?" kini nada bicaranya menjadi serius. Ia menatap mataku sambil memegang kedua bahuku.

"Tak apa, Greyson. Oh ya, kau hanya bergurau kan tentang perkataanmu kemarin? Kau benar-benar kakakku kan? Karena perkataanmu itu menghantuiku sepanjang hari," lanjutku. Ia mengangguk.

"Maafkan aku Winter. Dan, Winter, aku benar-benar kakakmu," ujarnya sambil terkekeh. Aku jatuh cinta pada kekehannya sejak kami masih kecil.

"Janji? Kau benar-benar kakakku kan? Kau serius, kan? Sampai perkataanmu itu benar, aku tidak akan pernah berbicara padamu seumur hidup," ancamku--yang sebenarnya hanya bercanda--sambil menyodorkan kelingkingku. Ia terdiam sejenak sambil melihat tangan mungilku. "Aku janji, Winter, kau tak perlu meragukannya lagi," jawabnya sambil melilitkan kelingkingnya pada kelingkingku, lalu mengacak-acak rambutku sambil tersenyum.

Tak lama, akhirnya sembilan potong pizza pun lenyap dilahap kami berdua.

"Aku terkadang seperti ayah, ketika aku kesal, aku asal celoteh dan tak memikirkan perkataanku dulu. Aku harus lebih hati-hati kali ini, Wint. Oh ya, drink this," ujarnya. Ia menyodorkanku blueberry milkshake kesukaanku.

"My favorite! Thank you!" seruku. Aku pun memeluknya sekali lagi.

"So, ini cinta pertamamu, huh?" ledekku sambil mengangkat sebelah alis.

"Ralat, yang kedua," jawabnya sambil mengeluarkan lidahnya yang lebar.

"Yang kedua? Yang benar saja? Selama ini orang yang kau kenal hanyalah keluarga kami," lanjutku.

"Trust me Winter, you don't want to know. Omong-omong, aku perlu mandi, aku mulai pusing bekas gerimis tadi. Bye Winter, goodnight!" serunya sambil tersenyum. Aku melambaikan tanganku sambil balik tersenyum. Ia pun keluar kamarku dan menutup pintunya. Aku sangat senang hari ini.

Greyson menjadi Greyson yang kukenal lagi. Ini adalah hari terbaikku.

**
[A/N]

Hi lovely readers! Sorry for the slow update but I'll keep updated! Vote + commentsnya ditunggu ya ;) stay tuned :D

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 20.1K 44
What if Aaron Warner's sunshine daughter fell for Kenji Kishimoto's grumpy son? - This fanfic takes place almost 20 years after Believe me. Aaron and...
167K 5.8K 42
❝ if I knew that i'd end up with you then I would've been pretended we were together. ❞ She stares at me, all the air in my lungs stuck in my throat...
962K 22K 49
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.
469K 31.7K 47
♮Idol au ♮"I don't think I can do it." "Of course you can, I believe in you. Don't worry, okay? I'll be right here backstage fo...