Lo, Tunangan Gue !!! [Sudah T...

By yennymarissa

6.5M 350K 16.8K

[Tersedia di toko buku terdekat. Beberapa part sudah dihapus] Fani membenci Reihan Nathaniel setengah mati. C... More

Part 1 - Rencana Pertunangan
Part 2 - Kepingan Rasa Sakit
Part 3 - Awal Mula Rencana
Part 4 - Pertunangan
Part 5 - What?!
Part 6 - Saling Membenci
Part 7 - Tinggal Bersama
Part 8 - Selalu Berdebat
Part 9 - Kesepakatan Konyol
Part 11 - Kekesalan Tanpa Sebab
Part 12 - Cowok Nyebelin!
Part 13 - Bastard!!
Part 14 - Oh ya?
Part 15 - Pembalasan
Part 16 - Kembalinya si Masa Lalu
Part 17 - Confused
Part 18 - Nggak Rela?
Part 19 - Sebuah Alasan
Part 20 - Akhirnya Dia Tahu
Part 21 - Permainan Hati
Part 22 - Teman Tanpa Alasan
Part 23 - Perasaan yang Membingungkan
Part 24 - Rasa itu Cinta
Part 25 - Sampai ke Ujung Dunia
Part 26 - Dia yang Penuh Pesona
Part 27 - Reuni Sekolah
Part 28 - Luapan Kemarahan
Part 29 - Memperebutkan
Part 30 - Karena Lo Tunangan Gue
Part 31 - Berusaha
Part 32 - Menyatakan dan Menyerah
Part 33 - Kesadaran
Part 34 - Berbalas
Part 35 - Rasa Sakit
Part 36 - Finish?
Part 37 - Only You
Part 38 - Begin [PEMBERITAHUAN]
Still into You
Not a Perfect Love - Prolog
VOTE COVER
TENTANG PO
GIVE AWAY
Pemberitahuan PO
Tata Cara Pre Order

Part 10 - Kenapa Bisa?!

174K 9.6K 155
By yennymarissa

Esok paginya, sesuai dengan kesepakatan yang sudah mereka buat, Fani mulai menyiapkan sarapan untuk Rei. Dirinya juga sudah membuat salinan untuk kesepakatan yang mereka buat kemarin malam lengkap dengan materainya dan langsung ditandatangani oleh keduanya. Kemudian, keduanya pun menyimpan salinan itu masing-masing.

Setidaknya ini hanya lima bulan, pikir Fani.

Walaupun ini memang waktu yang cukup lama, tapi dirinya berharap setelah lewat dari waktu yang ditentukan itu, rencana yang sudah disusunnya bersama dengan cowok itu akan berhasil. Dia hanya ingin kembali menjalani harinya dengan normal.

"Sarapan apa pagi ini?"

Suara inilah yang sangat tidak ingin didengarnya saat ini. "Nasi goreng," jawab Fani datar.

"Aduuhh... gue berasa kayak udah punya istri nih," ujar Rei menggoda Fani.

Mendengar itu, Fani menatap tajam cowok yang sudah duduk dengan santainya di kursi meja makan dan kemudian berujar, "Lo mau gue tonjok? Pagi-pagi udah bikin kesel aja."

Rei hanya terkekeh geli mendengar ucapan cewek itu. Pagi-pagi sudah menggoda Fani sepertinya akan menjadi rutinitasnya setiap hari. Melihat cewek itu menunjukkan raut wajah yang kesal membuat kesenangan tersendiri untuknya.

"Ngapain lo senyum-senyum gitu?"

"Siapa? Gue?" Rei balik bertanya.

"Ya iyalah elo. Masa kambing?" balas cewek itu kesal sambil bangkit berdiri mengambil tas kuliahnya.

"Kita berangkat bareng aja," tawar Rei pada Fani setelah selesai meminum susu dari gelasnya.

Tawaran itu langsung saja disambut tatapan tajam dari Fani. "Lo mau satu kampus curiga sama kita? Lagian berapa kali sih harus gue bilang sama lo, nggak usah sok baik. Akting lo nggak ngaruh apapun sama gue."

Rei menatap kepergian Fani dengan tatapan yang sulit diartikan. Egonya jelas tidak terima dengan setiap perkataan cewek itu yang menurutnya terkadang sering kelewatan. Tapi dirinya jelas tidak bisa menyalahkan cewek itu sepenuhnya.

Seharusnya dia juga yang harus bersikap biasa saja, tidak perlu bersikap baik seperti tadi. Tapi tadi itu murni niat baiknya, bukan pura-pura ataupun akting. Rei tersenyum miring dan kemudian menghela napasnya. Ya, dia tidak perlu bersikap baik seperti tadi. Karena apapun yang dilakukan olehnya, itu hanya akan menyakiti cewek itu nantinya.

Dari awal niat gue udah jahat, jadi gue juga seharusnya bersikap sebagai orang jahat.

***

Setelah ucapan Fani padanya beberapa hari yang lalu, Rei sama sekali tidak pernah lagi mengajak cewek itu untuk berangkat bersamanya. Dia memang masih sering menggoda Fani untuk membuat cewek itu kesal padanya, tapi hanya sebatas itu.

Dirinya tidak mau lagi menurunkan egonya untuk cewek itu. Seperti pagi ini, setelah memakan sarapan yang dibuatkan oleh Fani, Rei langsung berangkat ke kampus.

Sesampainya di kampus, Rei langsung disambut oleh Rega. Sahabatnya itu sudah duduk tenang di bangkunya sambil memegang ponselnya. Cowok itu langsung saja duduk di samping Rega.

"Kenapa gue nggak ngelihat ada perkembangan dari rencana lo ya?"

Rei yang mendengar pertanyaan sahabatnya itu langsung saja menghentikan kegiatan mengetik pesan pada ponselnya. Tadinya cowok itu baru saja akan memberikan kabar pada Dian -salah satu primadona junior di kampus mereka- yang baru saja didekatinya selama seminggu ini.

"Maksudnya apa nih?" Rei balas bertanya dengan kening yang berkerut.

"Nggak ada maksud apa-apa sih. Cuma heran aja, udah hampir satu bulan tapi nggak ada perkembangan apapun. Lo masih yakin sama rencana lo?"

"Elo kenapa sih? Segitu nggak sukanya sama rencana gue," jawab Rei kesal. Dirinya bahkan sampai memutar tubuhnya agar dapat berhadapan dengan sang sahabat.

"Gue cuma kasian sama Fani. Just it."

"Karena dia sahabat dari pacar lo? C'mon, Ga. Gue nggak bakal apa-apain dia kok. Tu cewek cuma perlu ngikutin alur yang gue bikin."

"Oke. Oke. Terserah lo. Anggep aja kita nggak pernah ngomongin tentang ini," ucap Rega mengalah. Dia tahu kalau disinggung masalah itu, Rei pasti langsung seperti kaum ibunya. Sensitif. "Jadi gimana lo sama Dian?"

Rei langsung saja tersenyum lebar mendengar pertanyaan Rega. Dirinya bahkan lupa kalau tadi sempat kesal pada sahabatnya itu. "Oh, itu... tu cewek anaknya lumayan asik. Lo lihat sendiri kalo dia cantik. Polos banget lagi," jawabnya sambil terkekeh. "Lumayan lah buat dijadiin gandengan," lanjutnya.

"Gimana nggak cantik? Orang blasteran gitu," balas Rega sedikit sewot.

Heran sama sahabatnya ini, Dian itu cewek blasteran Indonesia-Pakistan-Jerman, jadi mana mungkin tidak cantik. Dia bukannya anti pada cewek blasteran, hanya saja dirinya lebih suka pada cewek yang memiliki wajah oriental.

"Lagian elo kapan sih mau tobat?"

Rei hanya terkekeh geli mendengar rentetan kalimat dari sahabatnya itu. Tobat? Dirinya sama sekali tidak berpikir untuk hal itu. Dia bahkan masih nyaman dengan kehidupannya yang sekarang.

Sahabatnya itu sih enak. Sudah bertemu dengan cewek yang berhasil membuatnya merasakan cinta setengah mati. Sedangkan dirinya? Cewek yang jalan bersamanya selama ini, hanya sekedar penghilang rasa bosan untuknya.

"Lo udah tahu kalo si Ezi lagi ngedeketin anak kedokteran? Katanya sih anak semester dua."

"Ezi anak kelas kita? Dia emang udah putus sama si Reta?" tanya Rei balik sambil tetap memainkan ponselnya.

"Udah lama kali. Lo mau tahu nggak siapa tu cewek?"

Pertanyaan itu hanya dibalas oleh gerakan kepala oleh Rei. Cowok itu seperti tidak begitu tertarik dengan percakapan yang diberikan oleh sahabatnya itu. Bingung juga karena tidak biasanya Rega mengurusi hubungan orang lain. Karena itu dia malah semakin sibuk dengan permainan di ponselnya.

"Fani. Tiffany Adelia," lanjut Rega tanpa peduli dengan reaksi sahabatnya.

Rei jelas sangat terkejut dengan nama yang diberikan oleh Rega. Tanpa sadar ponselnya sudah dia biarkan jatuh di atas meja. Tapi sesaat kemudian dirinya tersadar, "Yahh... mati deh. Hero guee," ucap Rei sedikit histeris saat melihat kembali permainan di ponselnya.

Sedangkan Rega melirik kesal melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Bentar. Siapa tadi lo bilang? Fani?" tanya Rei sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. "Fani yang itu?!" tanya cowok itu seperti memaksa.

"Iya. Lebih jelasnya Fani tunangan elo," jawab Rega dengan santai. Cowok itu tersenyum dalam hati. Sekarang pasti Rei yang akan banyak bicara karena rasa penasarannya. "Gue pikir elo udah tahu, soalnya kan hampir tiap hari mereka berangkat bareng."

"Berangkat bareng? Tiap hari?" tanya Rei dengan mimik wajah yang begitu kaget.

Berbanding terbalik dengan Rega yang sekarang sedang memainkan kembali ponselnya. Pertanyaan tadi pun hanya dibalasnya dengan anggukan kepala.

"Pantesan tu cewek nggak pernah mau gue ajak berangkat bareng," cicit Rei.

Dirinya bahkan teringat dengan syarat ketiga yang diberikan oleh cewek itu. Jadi, Ezi yang harus diijinkannya untuk dekat dengan cewek itu. Apa bedanya Ezi dengan dirinya? Mereka sama-sama brengsek dengan cara mereka masing-masing.

"Jadi lo pernah ngajak Fani berangkat bareng?"

"Cuma buat basa-basi doang," jawab Rei singkat. "Mereka udah lama deketnya?" tanya Rei lagi.

"Kurang tahu sih. Gue baru tahu mereka deket aja seminggu yang lalu. Lo kenapa nih? Bukannya lo nggak peduli?"

Rei benar-benar kesal sekarang. Bagaimana mungkin dirinya tidak peduli. Harga diri lah yang dipertaruhkan disini. Sebenarnya dia ingin marah pada Rega karena pertanyaan cowok itu barusan. Tapi cowok itu kan tidak tahu tentang kesepakatannya dengan Fani. Karena itu setelah menghela napasnya dengan keras, Rei pun menceritakan semuanya pada cowok itu.

Setelah mendengar cerita dari sahabatnya itu, Rega hanya menghela napasnya dan menggaruk keningnya yang sama sekali tidak gatal. "Gue makin bingung sama lo berdua."

"Kalo lo bahkan ngekang dia buat nemuin cowok yang bener-bener sayang sama dia, lo udah kelewatan banget, Rei."

"Tapi kalo gue biarin dia deket sama cowok lain, rencana gue yang dipertaruhkan."

Rega kembali menghela napasnya sambil menyandarkan punggungnya di kursi, "Lo mau tahu sesuatu lagi?" tanyanya sambil menengok ke arah Rei. "Ketua BEM di kampus kita itu, udah ngincer Fani dari awal waktu itu cewek masuk kampus kita," lanjutnya.

"Maksud lo si Firaz?" tanya Rei yang lagi-lagi terbelalak kaget.

Pertanyaan itu lagi-lagi hanya dibalas anggukan kepala oleh Rega. Melihat itu, Rei semakin kesal dibuatnya. "Lo lagi ngibulin gue ya?" tanya cowok itu sambil memicingkan matanya.

"Apa untungnya buat gue?" Rega balik bertanya.

Mendengar itu, membuat Rei ikut menyandarkan punggungnya di kursi. Dirinya kembali teringat percakapannya dengan cewek itu beberapa minggu yang lalu saat mereka berada di mobil.

Pantes aja waktu itu tiba-tiba dia ngomongin si Firaz.

"Cowok-cowok yang ngecengin tunangan lo itu bukan cowok-cowok biasa, Rei. Kalo nggak punya tampang oke, ya berduit. Malah mungkin dua-duanya," ujar Rega memanas-manasi Rei.

"Kenapa gue baru tahu?"

"Karena mata lo cuma buat ngelihat cewek nakal doang. Asal punya badan sama tampang oke aja, pasti mata lo ijo. Nggak mikirin tu cewek bener apa kagak."

"Sialan lo," ujar Rei sambil menoyor kepala sahabatnya itu.

Rega hanya terkekeh sambil mengusap-usap kepalanya. "Siapa coba yang nggak mau sama Fani? Mukanya nggak ngebosenin gitu. Punya lesung pipi. Badannya juga lumayan oke. Berisi. Sama yang paling penting, dia nggak kegatelan."

Mendengar penuturan sahabatnya itu, membuat Rei mengerutkan keningnya. Muka nggak ngebosenin? It's okay, lah. Tapi kalau badannya lumayan oke?

"Lo bilang badannya dia lumayan oke? Mata lo perlu diperiksa kayaknya."

Rega yang mendengar pertanyaan Rei, kemudian menoyor kepala sahabatnya itu. "Buat ukuran lo yang brengsek mah, segitu emang kecil," ujar Rega. Kesal juga dengan ucapan Rei yang terkadang sering sembarangan.

Rei hanya terkekeh geli, "Jadi sekarang lo mulai balik lagi jadi cowok brengsek? Suka sama sahabat dari pacar lo sendiri?"

Di depannya, Rega jelas-jelas menunjukkan raut wajah yang sangat tidak bersahabat saat mendengar pertanyaannya. Melihat itu, dirinya hanya menaikkan jari telunjuk dan tengahnya di udara sambil tersenyum polos.

Tapi sedetik kemudian, raut wajahnya berubah datar saat melihat seseorang yang berjalan masuk ke dalam kelas dan menyapa keduanya.

Rega yang melihat adanya perubahan raut wajah pada sahabatnya itu, tersenyum dalam hati. "Tumben lo udah dateng? Abis ngapelin junior ya?" tanya Rega pada Ezi yang sudah duduk di bangkunya dengan santai.

Pertanyaan itu hanya dibalas senyuman lebar oleh Ezi. Melihat Rega yang bertanya seperti itu pada Ezi, Rei hanya mendengus kesal.

"Elo gimana Rei sama si Dian? Dia junior juga kan?" tanya Ezi pada Rei. Tanpa tahu kalau cowok yang sedang diajaknya bicara itu sedang tidak ingin bicara padanya.

"Ya gitu lah," jawab Rei basa-basi.

Ezi lagi-lagi hanya tersenyum lebar, "Mungkin lain kali kita bisa ngapel bareng, Rei."

Perkataan itu jelas-jelas membuat mata Rei melebar maksimal. Tapi demi kesopanan, cowok itu kemudian memberikan senyuman kecil. Rega yang melihat hal itu hampir saja menyemburkan tawanya.

"Tu cowok nggak tahu situasi apa? Si Fani juga, bego banget mau aja deket sama cowok brengsek begitu," gerutu Rei yang hanya bisa didengar oleh Rega.

Lagi-lagi tawa Rega hampir saja meledak, "Elo nih kenapa sih?" tanya Rega pada sahabatnya sambil mengulum senyum.

Cowok itu tahu kalau bagi semua kaumnya -tidak terkecuali Rei- harga diri adalah mutlak. Karena itu, kemudian Rega merangkul bahu sahabatnya dan mencoba untuk bercanda, "Kalian itu sama-sama brengsek, jadi nggak boleh saling ngejelek-jelekin."

Perkataan itu hanya dibalas tatapan tajam oleh Rei. Sedangkan Rega yang melihat reaksi sahabatnya itu tidak bisa lagi menahan tawanya.    

***

Continue Reading

You'll Also Like

14.1M 321K 29
PART LENGKAP. "Gentala, gue sayang sama lo. Gue nggak tau sejak kapan perasaan ini muncul, tapi gue serius dengan ucapan gue. Harapan gue cuma satu...
2.7M 13.1K 200
Disini aku mau rekomendasiin cerita -cerita yang menurutku bagus Kalau kalian ga suka juga ga papa, kan selera tiap orang juga beda-beda. T H A N K S...
943K 43K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
3.7M 295K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...