Hello Nayla [TAMAT]

By jessicazilla

225K 11.1K 537

"Caraku mencintai bukanlah dengan memilikinya, Tapi dengan cara melindunginya, membuatnya bahagia..., terseny... More

Satu
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat Belas
Lima belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima [TAMAT]

Dua

14.9K 745 33
By jessicazilla

Adit merasa ada yang tidak beres dengan perutnya. Rasa aneh itu membuatnya berkeringat dingin. Adit meremas kuat seragamnya, ingin sekali ia berlari ke toilet. Tapi apadaya, Pak Beni bukanlah guru yang dengan mudahnya memberi izin murid untuk ke toilet.

"Siapa yang bisa?" Pak Beni mengacungkan spidol setelah selesai menulis soal di papan tulis.

Adit beranjak dari bangkunya. Semua siswa yang berada di kelas menatap Adit tak percaya.

"Kamu bisa?" tanya Pak Beni.

Adit terdiam. Bibirnya tampak gemetar menahan rasa mules.

"Perut saya sakit, Pak." keluh Adit. Semua siswa yang sempat terpana, mendengus kesal. Mereka berpikir Adit akan menjawab soal dari Pak Beni.

"Masalah bulanan?" sahut Pak Beni.

Adit sama sekali tak mengerti apa yang dikatakan Pak Beni. Ia hanya diam melihat teman-temannya tertawa dengan perkataan Pak Beni barusan.

"Bu-bukan, Pak. Saya mau izin ke toilet. Udah di ujung Pak."

"Lima menit dari sekarang."
Adit berlari keluar kelas, setelah mendapat izin dari Pak Beni.
Setelah lama berperang dengan perutnya, akhirnya Adit keluar dari toilet.

Bel pergantian pelajaran berbunyi, Adit memperlambat langkahnya. Ia berjalan dengan santai, lalu tersenyum kepada guru piket yang sedang bertugas.

"Nak." panggil salah seorang guru.

"Ya, Bu?" Adit menghampiri guru tersebut.

"Bisa bantu Ibu sebentar?"

Adit mengangguk.

"Kak!" Adit menoleh ketika guru yang berada dihadapannya memanggil seseorang.
Adit tersentak kaget saat mengetahui orang itu adalah Nayla.

Nayla yang merasa dipanggil menghampiri guru tersebut.

"Nah pas, kalian berdua tolong Ibu ya?"
Adit melirik ke Nayla. Apa yang harus ia lakukan. Mengapa harus dilakukan bersama.

"Karena kalian berkeliaran saat jam pelajaran, jadi Ibu minta kalian siram tanaman."

"Tapi Bu," serentak Adit dan Nayla.

"Saya ngga berkeliaran kok, Bu. Saya barusan dari UKS." Nayla mencoba memberi penjelasan.

"Saya juga ngga berkeliaran, Bu. Saya dari toilet." kata Adit was-was.

"Jadi, kamu dari toilet?" tanya Bu Erna. Adit mengangguk cepat.

"Dan kamu kak. Kamu dari UKS? Bukannya UKS ada di sana," Bu Erna menunjuk arah ruang UKS.

"Sementara kamu, dari arah kantin." sambungnya.

"Berarti saya ngga dihukum kan, Bu?" tanya Adit.

"Hum, balik ke kelas." Adit tersenyum lebar lalu bergegas kembali ke kelas. Sementara Nayla terus memberikan penjelasan perihal dirinya yang berkeliaran saat jam pelajaran.

* * *

"Assalamualaikum. Yang ngga jawab dosa."
Teriak Adit saat memasuki kelas. Tapi perkataannya sama sekali tak berpengaruh. Semua siswa bungkam, sibuk dengan urusan masing-masing.

"Lo boker apa lahiran, lama banget." rutuk Aldi.

"Brojolin anak." Jawab Adit enteng.

"Lu brojolin lewat mana?"

"Lewat lubang telinga!" Kesal Adit.

Adit dan teman-temannya tiba-tiba saja berhenti bicara saat kelas mendadak hening. Semuanya menatap ke depan papan tulis. Nayla berdiri sambil membawa keranjang hijau. Wajahnya tampak sebal.

"Kalau aja gue ga telat masuk kelas, ga mungkin gue ngambil iuran gini." Rutuk Nayla dalam hati.

"Raf, ebeb lo tu." Goda Adit.

"Eh ralat, musuh lo maksudnya." Tambahnya sambil cengengesan.

Rafa hanya diam. Menatap wajah Nayla cukup lama.

Nayla mengucapkan salam, dan menjelaskan maksud kedatangannya-untuk mengambil sumbangan sukarela untuk orang tua murid yang baru saja berpulang ke rahmatullah.

Nayla pun mulai berkeliling dari bangku ke bangku. Banyak sekali yang tidak menyumbang dengan alasan klasik.
"Datangnya telat sih, uang gue keburu abis."

Tapi Nayla tidak peduli yang penting ia melaksanakan tugasnya.
Setelah beberapa meja ia singgahi, ia berhenti di meja Rafa. Nayla menyodorkan keranjang yang ia bawa.

"Sejak kapan pengemis bisa masuk kelas?" ledek Rafa.

"Lo ngatain gue apa?!" kesal Nayla.

"Pengemis, lo minta-minta kan barusan?"

Nayla menghela nafas panjang.
"Mau nyumbang atau ngga?" tanya Nayla lembut. Mencoba menahan amarahnya.

Rafa tertawa lalu mengeluarkan uang seratus ribu dari saku bajunya. Ia letakkan uang tersebut ke dalam keranjang hijau yang di pegang Nayla lalu mulai mencari kembalian.

Nayla mendengus kesal karena Rafa lama sekali mengambil kembaliannya.

"Lo itu nyumbang berapa sih? Nyari kembalian aja lama banget."

"Seribu."

Dengan kesal Nayla meletakkan keranjang hijau itu di atas meja Rafa lalu mencari kembali.

"Sembilan puluh sembilan ribu!" Nayla meletakkan kembalian Rafa dengan kesal.

Nayla keluar dari kelas Rafa dengan perasaan campur aduk. Dari awal Rafa selalu membuatnya geram dan sebal. Nayla sampai tidak habis pikir kenapa Rafa begitu kepadanya.
Dari awal masuk sekolah Rafa menjahilinya. Melempar kepalanya dengan bola basket hingga pingsan. Mencampur mie ayamnya dengan jus mangga, dan banyak hal lain yang membuat Nayla gerah mengingat semua itu.

Nico geleng-geleng kepala melihat kelakuan Rafa. Ia merasa aneh dengan temannya itu.

"Kenapa sih lo suka banget bikin Nayla kesal? Bisa-bisa dia benci banget sama lo." Kata Nico.

"Tau lu, dimana-mana cewe itu diperjuangin bukan dimainin." Sambar Adit.

"Gue juga nggak tahu kenapa gue kaya gini, ya rasanya seru aja ngeliat ekspresi dia kalau kesal."

"Benci beneran tahu rasa lu."

Rafa menatap Adit sekilas. Kata-kata Adit memang ada benarnya. Seharusnya ia memperjuangkan Nayla dan berbuat baik kepada Nayla, bukan membuat Nayla membenci dirinya. Tapi ia pun tidak tahu kenapa dirinya seperti itu.

* * *

Sepulang sekolah Rafa dan temannya menghampiri Popy dan Hasya. Rafa tahu betul dimana dua gadis itu menunggu angkutan umum.

"Minta nomor Nayla?"

Hasya dan Popy tekejut dengan keberadaan Rafa. Terlebih perkataan Rafa barusan. Mereka tahu betul bagaimana Rafa memperlakukan Nayla. Jika tiba-tiba saja Rafa meminta nomor handphone Nayla, pastilah bukan tanpa sebab dan tujuan.

"Gue nggak ada nomor Nayla." Jawab Hasya ketus.

"Jadi selama ini lo nggak ada nomor Nayla, Sya? Terus biasa lo telponan itu?" Ucap Popy dengan polosnya. Hasya menggigit bibir bawahnya. Ia bingung harus bagaimana meluruskan otak Popy.

"Tuh kan ketahuan bohong, ngga takut apa sama dosa?" Sambung Adit, disertai tawa kecil melihat ekspresi Hasya.

"Lagian lo aneh, tiba-tiba minta nomor hp Nayla."

"Terus, gue harus beli gitu?"

"Bukan gitu maksud gue."

"Yauda buruan kasih."

"Ogah."

"Lo mau kasih nomor Nayla, atau Adit cium lo dua puluh kali?" Adit maju satu langkah, dan menampakkan wajah mesumnya.

"Jangan kasih, Sya jangan kasih." Usul Popy, sementara Hasya masih bingung.

"Terserah lo sih, ngasih nomor Nayla ke gue terus bebas atau dapet ciuman orang ganteng secara gratis." kata Adit, yang tampak siap melumat bibir Hasya.

"Ciuman orang ganteng secara gratis, Sya, kapan lagi." Usul Popy yang langsung di toyor oleh Hasya.

"Iya, iya gue kasih. Dasar mesum."

Hasya mengalah lalu memberi nomor Nayla ke Rafa. Popy yang baru saja di toyor oleh Hasya merasa sebal dengan sahabatnya itu.

"Bisa-bisanya ya lo nolak ciuman orang ganteng. Kapan lagi, coba. Kesempatan nggak dateng dua kali, Sya." Rutuk Popy.

"Ih lo apaan sih, ya jelas nolak lah. Lo pikir gue cewe murahan apa mau di cium gitu doang. Kalau lo mau ya lo aja sono." kesal Hasya. Ia sungguh tidak habis pikir dengan pikiran sahabatnya itu.

"Dia kan nawarinnya ke lo, kalau ke gue sih ya gue juga sama, sama nolaknya. Kecuali..."

"Kecuali apa?"

"Rafa yang nyium."

Hasya mengerang geram melihat sahabatnya itu. Ia rasa ada ada yang tidak beres dengan Popy. Karena malas menanggapi, ia hanya diam dan memikirkan resiko apa yang ia dapat jika Nayla tahu apa yang telah ia lakukan.

Continue Reading

You'll Also Like

751K 97.6K 35
Wajib baca Hi, ust Agam! Dulu, lanjut baca Jodohku Yang Mana? Baru cerita Banana Cinta, biar gak bingung. Satu buah pisang membawa seorang Ali Husei...
13M 1.4M 69
(SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA) Agatha terpaksa tinggal bersama Raka. murid paling teladan dan juga kebanggaan di sekolah. Manusia sedingin es y...
4.5M 392K 45
CERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi ma...
Garis Luka By Rani

Teen Fiction

11.3M 1.1M 49
"Lo suka sama gue kan?" Zeta mengangguk cepat dengan matanya yang berbinar. "Mau jadi pacar gue kan?" Zeta mengangguk lagi. Agra tersenyum, senyum...